Batasan Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga KDRT.
bahwa sexual abuse adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar
atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersil dan atau tujuan tertentu.
90
Menurut Thomas Santoso, mengelompokkan kekerasan pada anak, yang meliputi:
a. Kekerasan anak secara fisik
Kekerasan secara fisik adalah penyiksaan, pemukulan, dan penganiayaan terhadap anak, dengan atau tanpa menggunakan benda-
benda tertentu, yang meenimbulkan luka-luka fisik atau kematian pada anak. Bentuk luka dapat berupa lecet atau memar akibat bersentuhan
atau kekerasan benda tumpul, seperti bekas gigitan, cubitan, ikat pinggang, atau rotan. Dapat pula berupa luka bakar akibat bensin
panas atau berpola akibat sudutan rokok atau setrika. Lokasi luka biasanya ditemukan pada daerah paha, lengan, mulut, pipi, dada, perut
atau punggung. Terjadinya kekerasan terhadap anak secara fisik umumnya dipicu oleh tingkah laku anak yang tidak disukai orang
tuanya, seperti anak nakal atau rewel, menangis terus-menerus, meminta belikan jajanan, buang air atau muntah disembarang tempat
dan memecahkan barang berharga.
90
Y. Affandi, Perlindungan Terhadap Kekerasan Seksual Adzokasi Atas Hak Asasi Perempuan, Bandung: PT. Rafika, 2010. Hal. 82.
b. Kekerasan anak secara psikis
Kekerasan secara psikis meliputi penghardikan, penyampaian, kata- kata kasar dan kotor, memperlihatkan buku, gambar dan film
pornografi pada anak. Anak yang mendapatkan perlakuan ini umumnya menunjukan gejala perilaku maladaptif, seperti menarik diri
dari lingkungan sosial, pemalu, menangis jika didekati, takut keluar rumah dan takut bertemu dengan orang lain.
c. Kekerasan anak secara seksual
Kekerasan secara seksual dapat berupa perlakuan prakontak seksual antara anak dengan orang yang lebih besar melalui kata, sentuhan,
gambar visual, maupun perlakuan kontak seksual secara langsung antara anak dengan orang dewasa incest, perkosaan, eksploitasi
seksual. d.
Kekerasan anak secara sosial Kekerasan secara sosial dapat mencakup penelantaran anak dan
eksploitasi anak. Penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses
tumbuh-kembang anak. Misalnya anak dikucilkan, diasingkan dari keluarga, atau tidak diberikan pendidikan dan oerawatan kesehatan
yang layak. Ekspliotasi anak menunjuk pada sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan keluarga
atau masyarakat. Sebagai contoh, memaksa anak untuk melakukan
sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial, atau politik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan sesuai
dengan perkembangan fisik, psikis dan status sosialnya. Misalnya, anak dipaksa untuk bekerja di pabrik-pabrik yang membahayakan
pertambangan, sektor alas kaki dengan upah rendah dan tanpa peralatan yang memadai, atau anak dipaksa melakukan pekerjaan-
pekerjaan rumah tangga melebihi batas kemampuannya.
91
b. Batasan Kekerasan Dalam Rumah Tangga KDRT
Keutuhan dan kerukunan rumah tangga yang bahagia, aman, tenteram, dan damai merupakan dambaan setiap orang dalam rumah tangga. Untuk mewujudkan
keutuhan dan kerukunan tersebut, sangat tergantung pada setiap orang dalam lingkup rumah tangga, terutama kadar kualitas perilaku dan pengendalian diri setiap orang
dalam lingkup rumah tangga tersebut. Keutuhan dan kerukunan rumah tangga dapat terganggu jika kualitas dan
pengendalian diri tidak dapat dikontrol, yang pada akhirnya dapat terjadi kekerasan dalam rumah tangga sehingga timbul ketidakamanan atau ketidakadilan terhadap
orang yang berada dalam lingkup rumah tangga tersebut. Untuk mencegah, melindungi korban, dan menindak pelaku kekerasan dalam
rumah tangga, negara dan masyarakat wajib melaksanakan pencegahan, perlindungan, dan penindakan pelaku sesuai denga falsafah Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara RI tahun 1945. Negara berpandangan bahwa segala bentuk
91
Thomas Santoso, Teori-Teori Kekerasan, Jakarta: PT. Ghalia Indonesia, 2002. Hal. 39-40.
kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga adalah pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi.
92
Pandangan negara tersebut didasarkan pada Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945, beserta perubahannya. Pasal 28G ayat 1 Undang-Undang
Dasar Negara RI tahun 1945 menetukan bahwa “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang
dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”.
93
Perkembangan ini menunjukan bahwa tindak kekerasan secara fisik, psikis, seksual dan penelantaran rumah tangga pada kenyataannya terjadi sehingga
dibutuhkan perangkat hukum yang memadai untuk menghapus kekerasan dalam rumah tangga. Pembaruan hukum yang berpihak pada kelompok rentan atau
tersubordinasi, khususnya perempuan dan anak-anak, menjadi sangat diperlukan sehubungan dengan banyaknya kasus kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah
tangga.
94
Undang-undang tentang kekerasan dalam rumah tangga ini terkait dengan dilahirkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dan batasan pengertian dalam penghapusan
92
N. Elli Hasbianto, Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Bandung: Potret Muram Kehidupan, 1996. Hal. 41.
93
Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tentang Hak Asasi Manusia HAM pasal 28G.
94
S. Meiyanti, Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan UGM dan Foundation, 1999. Hal. 28.
kekerasan dalam rumah tangga PDKRT yang terdapat dalam undang-undang nomor 23 tahun 2004, adalah:
“Setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual psikologi dan atau penelantaran
rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hu
kum dalam lingkup rumah tangga”. Kekerasan dalam rumah tangga KDRT merupakan suatu batasan yang
mengacu kepada keluarga, baik itu keluarga inti, maupun keluarga besar. Secara teoritis, kekerasan domestik dalam keluarga paling tidak bisa diamati pada tiga arah
hubungan, yaitu pasangan suami istri marital relation, orrang tua kepada anak atau anak kepada orang tua parental relation, dan antar saudara, sepupu, keponakan, dan
lain sebagainya sibling relation.