Kategori Orang Tua dan Batasan Tanggungjawabnya

notabene sudah berusia 25 dua puluh lima tahun dan telah memiliki ijazah dalam pendidikannya masih menjadi beban orang tua, tentu saja tidak. Namun kemandirian anak yang seharusnya bukan lagi menjadi tanggungjawab orang tua ini harus didiskusikan. 99 Disisi lain kebanyakan orang tua menganggap bahwa tanggungjawab terhadap anak telah selesai walaupun belum aqil baligh ataupun sudah aqil baligh, hal ini bisa terjadi kepada anak yang sudah menikah, apalagi anak yang menikah tersebut belum sampai masa yang dikehendaki oleh orang tua mereka. Mungkinlah ini yang bisa dikatakan penghargaan masyarakat terhadap ilmu pengetahuan, dimana ketika anak mereka telah tamat pendidikan kuliah dan sarjana tetapi belum mendapatkan pekerjaan, orang tua mereka masih terlibat dalam pencarian pekerjaan untuk anaknya tersebut, sedangkan apabila anak mereka ingin menikah dan memiliki keluarga, maka orang tua harus membiarkannya walaupun sang anak belum mempunyai kehidupan yang layak. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwasannya kemandirian anak dalam pemahaman batasan tanggungjawab orang tua ditujukan bukan hanya oleh usia, melainkan dengan keputusan anak untuk melanjutkan kehidupan dalam pernikahan, artinya anak yang sudah memutuskan untuk menikah dan memiliki 99 M Thalib, Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak, Bandung: Irsyat Baitussalam, 1995. Hal. 36. keluarga sendiri dianggap sudah lepas dari tanggungjawab orang tua nya, meskipun anak tersebut belum mencapai usia dewasa. 100 100 M Thalib, Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak. 1995. Hal. 40. 67

BAB III SANKSI PIDANA TERHADAP AYAH YANG MENELANTARKAN ANAK

MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

A. Pengertian dan Dasar Sanksi

1. Pengertian dan Dasar Sanksi Menurut Hukum Islam Dalam sanksi pidana pelaku penelantaran anak yang dipakai rujukan guna penentuan hukumannya adalah Jarimah Ta’zir, karena dalam Hukum Islam, sanksi pidana pelaku penelantaran tidak ditemukan atau ditetapkan oleh syara’. Hal ini sesuai dengan pengertian Jarimah Ta’zir. Pengertian Ta’zir menurut arti bahasa berasal dari kata ܑܔܯ yang memiliki arti penguatan. 101 Kata ܑܔܯ juga memiliki sinonim kata, yakni: a. ܮ݌م ݑَ܍ܑ yang artinya mencegah dan menolak b. ۳܍أ - ۴ݗ܍أۼ݃۱ yang artinya mendidik c. مܬܯ ݑ ܒقݑ yang artinya mengagungkan dan menghormati d. ݉۲ܯأَ ݑ ݕݒقَ ݑ ܒܠ݋ yang artinya membantu, menguatkan dan menolong. 102 Kata ta’zir diartikan ܮ݌م ݑَ ܍ܑ yang artinya mencegah dan menolak, karena ia dapat mencegah pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya. 101 Ali Mutahar, Kamus Arab-Indonesia, cet. Ke-1, Jakarta: PT. Mizan Publika, 2005. Hal. 316. 102 Ibrahim Unais, al- Mu’jam al-Wasit, Dar at Turas al-„Arabi, t.t, II: 598. Sedangkan Ta’zir diartikan ۳܍۱ - ۴ݗ܍أۼ݃۱ yang artinya mendidik, karena ta’zir dimaksudkan untuk mendidik dan memperbaiki pelaku agar ia menyadari perbuatan jarimahnya kemudian meninggalkan dan menghentikannya. Menurut istilah ta’zir didefinisikan bermacam-macam, menurut al- Mawardi definisi ta’zir sebagai berikut: 103 ܍ݑ܎ح݃۱ ۲ݐݘف ܭܒشۻ م݃ ۳ݒ݋܏ ݔ݄ܯ ۴ݗ܍۲ۻ ܒݗܔܰۼ݃۱ݑ Sedangkan menurut Wahbah az-Zuhaili definisi ta’zir adalah: 104 ۷ܒ݄ܸك َݑ ۲ݐݘف ܎حَ ۸ݗ۲݌ج ݑ۱ ۸ݘܠܰم ݔ݄ܯ ۸ܯݑܒش݈݃۱ ۸۵ݒقܰ݃۱ Ibrahim Unais memberikan definisi ta’zir sebagai berikut: 105 ݖܯܒش݃۱ ۴ݗ܍۲ۻ غ݄۶ݗَ ܎ح݃۱ Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas, jelaslah bahwa ta’zir adalah suatu istilah untuk hukuman atas jarimah-jarimah yang hukumannya belum ditentukan oleh syara’. Di kalangan fuqaha jarimah-jarimah yang hukumannya belum di tetapkan oleh syara’ dinamakan jarimah ta’zir. Jadi, istilah ta’zir bisa digunakan untuk hukuman dan bisa juga digunakan untuk jarimah tindak pidana. 106 103 Abu al-Hasan Ali al-Mawardi, Kitab al-Ahkam as-Shulthaniyyah, cet. ke-3, Beirut: Dar al-Fikr, 1996, h. 236. 104 Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, VI: 197. 105 Ibrahim Unais, al- Mu’jam al-Wasit, II: 598 106 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, cet. Ke-2, Jakarta: PT. Sinar Grafika, 2005. Hal. 294. Dasar hukum ta’zir adalah beberapa hadits Nabi SAW. sebagai berikut: .۸݈ݐۼ݃۱َݔفَس۶حَم݄سݑَݎݘ݄ܯَهَݔ݄صَݖ۶݌݃۱َ݉أَݍ܎جَ݊ܯَݎݘ۵أَ݊ܯَمݘ݀حَ݊۵۱َܔݐ۵َ݊ܯ 107 Hadits ini menjelaskan tentang tindakan Nabi yang menahan seseorang yang diduga melakukan tindak pidana dengan tujuan untuk memudahkan penyelidikan. Dalam Hadits lain Nabi bersabda tentang batasan hukuman yang boleh dilakukan dalam hukuman ta’zir. صَهَ݁ݒسَܑܮ݈سَݎ݋أَݎ݌ܯَهَݖضَܑݓܑ۲ܠ݋ِ۱َ۷܍ܒ۵َݔ۵أَ݊ܯ َܹݒفَ܎݄܄ݗََم݄سݑَݎݘ݄ܯَهَݔ݄ .ݔ݃۲ܰۻَهَ܍ݑ܎حَ݊مَ܎حَݔفََ۱َܥ۱ݒسأَ۷ܒشܯ 108 Hadits ini menjelaskan tentang batasan hukuman ta’zir yang tidak boleh lebih dari sepuluh cambukan, untuk membedakan dengan jarimah hudud. Dengan adanya batasan ini maka dapatlah diketahui mana yang termasuk jarimah ta’zir dan mana yang termasuk jarimah hudud. ََ۱َمݐۻ۱َܒ܀ܯَ۹۲۰ݘݐ݃۱َݓݑ܏َ۱ݒ݄ݘقأَم݄سݑَݎݘ݄ܯَهَݔ݄صَݖ۶݌݃۱َ݉أَ۲ݐ݌ܯَهَݖضَܑ۸شئ۲ܯَ݊ܯ .܍ݑ܎ح݃۱ 109 107 As-Sayid Sabiq. Fiqih as-Sunnah, Beirut: Dar al-Fikr, 1980, II: 497. Hadits diriwaytkan oleh Abu Daud, Tirmidzi, Nasa‟i dan Baihaqi, serta dishahihkan oleh Hakim. 108 Muhammad I bn Isma‟il al-Kahlani, Subul as-Salam, Mesir: Maktabah Musthafa al-Baby al- Halaby, 1960, IV: 37. Muttafaq „alaih. 109 Muhammad Ibn Isma‟il al-Kahlani, Subul as-Salam, Mesir: Maktabah Musthafa al-Baby al-Halaby, 1960, IV: 38. Hadits diriwayatkan oleh Ahma d, Abu Daud, Nasa‟i dan Baihaqi. Sedangkan Hadist ini menjelaskan tentang teknis pelaksanaan hukuman ta‟zir yang bisa saja putusan hukumannya berbeda, antara satu pelaku dengan pelaku lainnya. 2. Pengertian dan Dasar Sanksi dalam Undang-Undang Sanksi menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah tanggungan hukuman, tindakan dsb agar orang menaati peraturan atau perjanjian. 110 Ketertiban dan keamanan dalam masyarakat akan terpelihara bilamana tiap- tiap anggota masyarakat menaati peraturan-peraturan norma-norma yang ada dalam masyarakat itu namun walaupun peraturan-peraturan ini telah dikeluarkan, masih ada saja orang yang akan melanggar peraturan-peraturan tersebut. Hukum pidana merupakan ilmu pengetahuan hukum, oleh karena itu peninjauan hukum pidana terutama dilakukan dari sudut pertanggungjawaban manusia tentang “perbuatan yang dapat dihukum”. Hukum pidana ialah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan- kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan yang mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan. 111 Hukum pidana juga bisa disebut pengatur hubungan hukum antara seorang anggota masyarakat warga negara dengan negara yang menguasai tata tertib masyarakat. 110 W.J.S. Poerwadaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Hal. 870. 111 Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: PT. Balai Pustaka, 1989. Hal. 257.

Dokumen yang terkait

Tinjauan hukum Islam terhadap pembuktian tindak kekerasan psikis dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga

2 18 137

Tinjauan Hukum Mengenai Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga

0 9 31

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM PROSES PERADILAN.

0 5 18

SKRIPSI IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM PROSES PERADILAN

0 3 13

PENDAHULUAN IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM PROSES PERADILAN.

0 4 20

PENUTUP IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM PROSES PERADILAN.

0 2 9

PERBANDINGAN TINDAK PIDANA KEKERASAN FISIK DAN PSIKIS TERHADAP ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DAN HUKUM PIDANA ISLAM.

0 0 12

Tindak Pidana Penelantaran Rumah Tangga Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor : 467k Pid.Sus 2013)

0 0 12

Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga di Kota Batam

0 0 16

TINJAUAN HUKUM MARITAL RAPE DALAM UU PERKAWINAN DAN UU NO 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA - Test Repository

0 0 119