Pertumbuhan Anak Menurut Ilmu Pengetahuan

negara yang kelak akan memakmurkan dunia sebagai rahmatan lill a‟lamin dan sebagai pewaris ajaran Islam. 32 2. Pertumbuhan Anak Menurut Hukum Selama hayatnya, manusia sebagai individu mengalami pertumbuhan yang berlangsung secara berangsur-angsur, perlahan tapi pasti, menjalani berbagai fase. Proses pertumbuhan yang berkesinambungan, beraturan, bergelombang naik dan turun, yang berjalan dengan kelajuan cepat maupun lambat. 33 Semuanya itu menunjukkan betapa pertumbuhan mengikuti patokan-patokan atau tunduk pada hukum- hukum tertentu, yang disebut dengan “hukum perkembangan”. 34 Dalam segi aspek hukum dan undang-undang menjadikan pengertian anak semakin rasional dan aktual dalam lingkungan sosial. Untuk meletakkan anak dalam pengertian aspek tersebut maka diperlukan unsur-unsur internal maupun eksternal di dalam ruang lingkup untuk menggolongkan status anak tersebut. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut: a. Pengertian anak dari aspek hukum. Dalam hukum kita terdapat pluralisme mengenai pengertian anak. Hal ini adalah sebagai akibat tiap-tiap peraturan perundang-undangan yang mengatur secara tersendiri mengenai peraturan anak itu sendiri. Pengertian anak dalam kedudukan hukum meliputi pengertian anak dari pandangan 32 Ahmad Rofiq, Anak Dalam Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003. Hal. 63. 33 Alex Sobur, Psikologi Umum, Bandung: Pustaka Setia, 2009. Hal. 141-142. 34 R. Akbar dan Hawadi, Perkembangan anak menurut Hukum, Jakarta: PT. Grasindo, 2002. Hal. 79. sistem hukum atau disebut kedudukan dalam arti khusus sebagai objek hukum. b. Pengertian anak berdasarkan UU 1945. Pengertian anak dalam UU 1945 terdapat di dalam pasal 34 yang berbunyi: “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Hal ini mengandung makna bahwa anak adalah subjek hukum dari hukum nasional yang harus dilindungi, dipelihara dan dibina untuk mencapai kesejahteraan anak. Dengan kaata lain anak tersebut merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. 35 Terhadap pengertian anak menurut UU 1945 ini, Irma Setyowati Soemitri menjabarkan sebagai berikut. “Ketentuan UU 1945, ditegaskan pengaturannya dengan dikeluarkannya UU No. 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, yang berarti makna anak pengertian tentang anak yaitu seseorang yang harus memperoleh hak-hak yang kemudian hak-hak tersebut dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar dan baik secara rahasia, jasmaniah, maupun sosial. Atau anak juga berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosial. Anak jugta berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan. 36 35 Darwan Praist, HukumAnak Indoesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bhakti, 20030. Hal 107. 36 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum dan Asas-Asas Hukum di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996. Hal. 78. c. Pengertian anak berdasarkan UU Peradilan Anak. Anak dalam UU No. 3 tahun 1997 tercantum dalam pasal 1 ayat 2 yang berbunyi: “Anak adalah orang dalam perkara anak nakal yang telah mencapai ussia 8 delapan tahun, belum mencapai usia 18 delapan belas tahun dan belum pernah menikah”. Jadi dalam hal ini pengertian anak dibatasi dengan syarat sebagai berikut: pertama, anak dibatasi dengan usia antara 8 delapan sampai dengan 18 delapan belas tahun. Sedangkan syarat kedua, si anak belum pernak menikah, maksudnya tidak sedang terikat dalam perkawinan ataupun pernah menikah dan kemudian cerai. Apabila si anak sedang terikat dalam pernikahan dan putus karena perceraian, maka si anak dianggap sudag dewasa walaupun umurnya belum genap 18 delapan belas tahun. 37 d. Pengertian anak menurut UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974. UU No. 1 Tahun 1974 tidak mengatur secara langsung tolak ukur kapan seseorang digolongkan sebagai anak, akan tetapi hal tersebut tersirat dalam pasal 6 ayat 2 yang memuat ketentuan syarat perkawinan bagi orang yang belum mencapai usia 21 dua puluh satu tahun dan mendapati izi kedua orang tua. Pada pasal 7 ayat 1 UU memuat batasan minimum 37 M. Musa, Sistem Peradilan Sebagai Alternatif Peradilan Anak Indonesia, Bandung: CV. Rajawali, 2009. Hal. 49. usia untuk dapat menikah, batasan bagi laki-laki adalah saat mencapai usia 19 sembilan belas tahun dan perempuan 16 enam belas tahun. 38 Menurut Hilman Hadikusuma, menarik batas antara belum dewasa dan sudah dewasa sebenarnya tidak perlu dipermasalahkan. Hal ini dikarenakan pada kenyataanya walaupun orang belum dewasa namun ia telah melakukan perbuatan hukum, misalnya anak yang belum dewasa telah melakukan jual beli, berdagang dan sebagainya walaupun ia belum menikah. 39 Dalam pasal 47 ayat 1 dikatakan bahwa anak yang belum mencapai umur 18 delapan belas tahun atau belum pernak melakukan pernikahan ada dibawah kekuasaan orang tua nya selama mereka tidak dicabut kekuasaan orang tua nya. Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa anak yang belum mencapai usia 18 delapan belas tahun dan belum pernah menikah, tidak berada dibawah kekuasaan wali . dari pasal-pasal tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa anak dalam UU No. 1 tahun 1974 adalah mereka yang belum dewasa dan sudah dewasa yaitu 16 enam belas tahun untuk perempuan dan 19 Sembilan belas tahun bagi laki-laki. 38 Wahyono Darmabrata, Tinjauan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Beserta Undang-Undang Dan Peraturan Pelaksanaannya, Jakarta: CV. Gitama Jaya Jakarta, 20030. Hal. 53. 39 Prof. H. Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan, Bandung: Alumni, 1984. Xii, 198. Hal. 20. e. Pengertian anak menurut hukum adat kebiasaan. Hukum adat tidak ada menentukan siapa yang dikatakan anak-anak dan siapa yang dikatakan dewasa. Akan tetapi dalam hukum adat ukuran anak dapat dikatakan dewasa tidak berdasarkan usia tetapi pada ciri tertentu yang nyata. Soepomo berdasarkan hasil penelitian tentang hukum perdata Jawa Barat menyatakan bahwa kedewasaan seseorang dapat dilihat dari ciri-ciri sebagai berikut: 40 1. Dapat bekerja sendiri. 2. Cakap untuk melakukan apa yang disyaaratkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bertanggung jawab. 3. Dapat mengurus harta kekayaan sendiri f. Pengertian anak menurut hukum perdata. Pengertian anak menurut hukum perdata dibangun dari beberapa aspek keperdataan yang ada pada anak sebagai seseorang subjek hukum yang tidak mampu. Aspek-aspek tersebut adalah: - status belum dewasa batas usia sebagai subjek hukum. – Hak-hak anak di dalam hukum perdata. 41 Pasal 30 KUHPerdata memberikan pengertian anak adalah orang yang belum dewasa dan seseorang yang belum mencapai usia batas 40 Prof. Dr. R. Soepomo, Hubungan Individu dan Masyarakat Dalam Hukum Adat, Jakarta: Gita Karya, 1982. Hal. 43. 41 HFA. Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, terj. IS. Adiwinarta, jil, cet ke-II, Jakarta: Balai Pustaka, 1982. Hal. 60. legitimasi hukum sebagai subjek hukum atau layaknya subjek hukum nasional yang ditentukan oleh perundang-undangan perdata. Dalam ketentuan hukum perdata anak mempunyai kedudukan sangat luas dan mempunyai peranan yang amat penting, terutama dalam hal memberikan perlindungan tergadap hak-hak keperdataan anak, misalnya dalam masalah pembagian harta warisan, sehingga anak yang berada dalam kandungan seseorang dianggap telah dilahirkan bilamana kepentingan si anak menghendaki sebagaimana yang yang dimaksud oleh pasal 2 KUHperdata. 42 g. Pengertin anak menurut hukum pidana. Pengertian anak menurut hukum pidana lebih diutamakan pada pemahaman terhadap hak-hak anak yang harus dilindungi, karena secara kodrat memiliki subtansi yang lemah dan di dalam sistem hukum dipandang sebagai subjek hukum yang dicangkokan dari bentuk pertanggung jawaban sebagaimana layaknya seseorang subjek hukum yang normal. Perngertian anak dalam aspek hukum pidana menimbulkan aspek hukum positif terhadap proses normalisasi anak dari perilaku menyimpang untuk membentuk kepribadian dan tanggung jawab yang pada akhirnya menjadikan anak tersebut berhak atas kesejahteraan yang layak dan masa depan yang baik. 43 42 R Soeroso, Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 1995. Hal. 177. 43 Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, Bandung: PT. Refika Aditama, 2006, Hal. 12.. Pada hakekatnya, kedudukan status pengertian anak dalam hukum pidana meliputi dimensi-dimensi pengertian sebagai berikut; - ketidakmampuan untuk pertanggung jawaban tindak pidana. – pengembalian hak-hak anak dengan jalan mensubtitusikan hak-hak anak yang timbul dari lapangan hukum keperdataan, tatnegara dengan maksud untuk mensejahterakan anak. – rehabilitasi, yaitu anak berhak untuk mendapat proses perbaikan mental spiritual akibat dari tindakan hukum pidana yang dilakukan anak itu sendiri. – hak-hak untuk menerima pelayanan dan asuhan . – hak anak-anak dalam proses hukum acara pidana. 44 Jika ditilik pada pasal 45 KUHP maka anak didefinisikan sebagai anak yang belum dewasa apabila belum berusia 16 enam belas tahun. Oleh sebab itu jika anak tersebut tersangkut dalam perkara pidana hakim boleh memerintahkan supaya si anak di kembalikan kepada orang tua nya, walinya atau pemeliharanya dengan tidak diikenakan suatu hukuman, atau memerintahkan supaya diserahkan kepada pemerintah dengan tidak dikenakan suatu hukuman. 45 Dengan demikian di dalam ketentuan hukum pidana telah memberikan perlindungan terhadap anak-anak yang kehilangan kemerdekaan, karena anak dipandang sebagai subjek hukum yang berada pada usia yang belum dewasa sehingga harus tetap dilindungi segala 44 Jeffry S, Nevied, Spencer, Beyerly. Hukum Pengertian Anak : Jilid II. Jakarta : Erlangga . 2006. Hal. 32. 45 Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, 2006. Hal. 88. kepentingan dan perlu mendapatkan hak-hak yang khusus yang diberikan kepada negara atau pemerintah. jadi dari berbagai definisi tentang anak di atas sebenarnya dapatlah diambil suatu benang merah yang menggambarkan apa atau siapa sebenarnya yang di maksud dengan anak dan berbagai konsekuensi yang diperolehnya sebagai penyandang gelar anak tersebut. 3. Pertumbuhan Anak Menurut Ilmu Kesehatan Anak merupakan individu yang berada dalam suatu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Menurut medis, masa anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi 0-1 tahun usia bermainoddler, 1-2,5 tahun pra sekolah, 2,5-5 tahun usia sekolah, 5-11 tahun hingga remaja 11-18 tahun. Rentang ini berada antara anak satu dengan yang lain mengingat latar belakang anak berbeda. Pada anak terdapat rentang perubahan pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat dan lambat. 46 Aspek tumbuh kembang pada anak adalah salah satu aspek yang diperhatikan secara serius oleh para pakar, karena hal tersebut merupakan aspek yang menjelaskan mengenai proses pembentukan seseorang, baik secara fisik maupun psikososial. Namun, sebagian orang tua belum memahami hal ini, terutama orang tua yang mempunyai tingkat pendidikan 46 D. A. Feiby, Tahap Perkembangan Anak Bayi Hingga Pra Sekolah, Jakarta: Dian Rakyat, 2001. Hal. 71. dan sosial ekonomi yang relatif rendah. Mereka menganggap bahwa selama anak tidak sakit, berarti anak tidak mengalami masalah kesehatan termasuk pertumbuhan dan perkembangannya. 47 Perkembangan psikososial berkaitan dengan perubahan-perubahan emosi dan identitas pribadi individu, yaitu bagaimana anak berhubungan dengan keluarga, teman-teman dan gurunya. Pertumbuhan dan perkembangan walaupun hampir sama tetapi ada perbedaannya yaitu perkembangan akan berlanjut terus hingga akhir hayatnya, sedangkan pertumbuhan hanya terjadi sampai manusia mencapai kematangan fisik yang artinya bahwa seorang anak tidak akan bertambah tinggi atau besar jika batas pertumbuhannya telah mencapai kematangan. 48 4. Pertumbuhan Anak Menurut Psikologi Pertumbuhan dan perkembangan anak secara psikologi merupakan sebuah konsep yang cukup rumit dan komplek. Namun dapat diartikan bawasannya pertumbuhan dan perkembangan anak menurut psikologi adalah merupakan perubahan-perubahan yang dialami anak atau organism menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya maturation yang berlangsung secara sistematis dan progresif, baik menyangkut fisik jasmaniah maupun psikis rohaniah. Yang dimaksud dengan sistematis dan progresif adalah: 47 E. B. Hurlock, Perkembangan Anak, Jakarta: Erlangga, 2000. Hal. 87. 48 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002. Hal. 86. a. Sistematis, berarti perubahan dalam perkembangan itu bersifat saling kebergantungan atau saling mempengaruhi antara bagian-bagian organism fisik dan psikis dan merupakan suatu kesatuan yang harmonis. b. Progresif, berarti perubahan yang terjadi bersifat maju, meningkat dan mendalam meluas baik secara kuantitatif fisik maupun kualitatif psikis. Beberapa definisi psikologi perkembangan menurut beberapa ahli, adalah sebagai berikut: 49 a. Menurut Monks, Knoers dan Siti Rahayu Haditoro dalam psikologi pertumbuhan dan perkembangan adalah suatu ilmu yang lebih mempersoalkan faktor-faktor umum yang mempengaruhi proses perkembangan perubahan yang terjadi dalam diri pribadi seseorang, dengan menitikberatkan pada relasi antara kepribadian dengan perkembangan. b. Menurut Kartini Kartono dalam psikologi anak: psikologi pertumbuhan dan perkembangan adalah suatu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia yang dimulai dengan masa bayi, anak bermain, anak sekolah, anak remaja, sampai masa dewasa. Maka, jika dipahami secara cermat dari penjelasan tentang pengertian pertumbuhan dan perkembangan psikologi di atas, maka dapatlah 49 E. B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Jakarta: Erlangga, 2002. Hal. 71. dimengerti tentang ruang lingkup pertumbuhan dan perkembangan psikologi yang merupakan; cabang dari psikologi, objek pembahasan prilaku atau gejala jiwa seseorang, dan tahapan yang dimulai dari masa konsepsi hingga masa dewasa. 50 5. Pertumbuhan Anak Menurut Sosiologi Pertumbuhan dan perkembangan anak menurut sosiologi adalah berinteraksi dalam lingkungan masyarakat bangsa dan negara. Dalam hal ini anak diposisikan sebagai kelompok sosial yang mempunyai status sosial yang lebih rendah dari masyarakat dilingkungan tempat berinteraksi. 51 Makna anak dalam aspek sosial ini lebih mengarah pada perlindungan kodrati anak itu sendiri. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan- keterbatasan yang dimiliki oleh sang anak sebagai wujud untuk berekspesi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan anak karena anak tersebut berada pada proses pertumbuhan, proses belajar dan proses sosialisasi dari akibat usia yang belum dewasa. Sosiologi menjelaskan tugas atau peran yang oleh anak pada masa pertumbuhan dan berkembangannya, yaitu: a. Pada usia 5-7 Tahun, anak mulai mencari teman untuk bermain. 50 M. Dalyono, Pendidikan Psikologi Anak, Bandung: PT. Rineka Cipta, 2004. Hal. 128. 51 J. William Goode, Sosiologi Keluarga, Jakarta: Bina Aksara, 1983. Hal. 67. b. Pada usia 8-10 Tahun, anak mulai serius bersama-sama dengan temannya lebih akrab lagi. c. Pada usia 11-15 Tahun, anak menjadikan teman menjadi sahabatnya. 52 6. Pertumbuhan Anak Menurut Antropologi. Anak menurut perspektif antropologi sebagai individu yang merupakan bagian suatu kebudayaan, yang dibentuk melalui pola pengasuhan, dan melakukan sosialisasi dengan lingkungan sosialnya. Dari perspektif tersebut dapat diambil tiga garis besar yakni: a. Bagian dari kebudayaan, anak berhadapan langsung dengan budaya yang diwariskan oleh nenek moyang melalui orang tua atau yang mengasuhnya. Anak yang diasuh oleh dua subyek ayah-ibu yang berlatar belakang budaya yang berbeda akan mempengaruhi budaya anak tersebut. Inilah yang disebut dengan istilah asimilasi, dimana budaya anak merupakan hasil bertemunya dua budaya yang berbeda. b. Pola pengasuhan yang dilakukan oleh kedua orang tua, bukan salah satu. c. Anak dipengaruhi oleh budaya yang ada di lingkungan sosial tempat ia bersosialisasi. 53 52 Hartini, G. Kartasapoetra, Kamus Sosiologi dan Kependudukan, Jakarta: Bumi Aksara, 1992, Hal. 58. 53 Koentjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, cet. Ke-2, Jakarta: PT. Dian Pustaka, 1972. Hal. 203. 7. Pertumbuhan Anak Menurut Budaya Dalam pertumbuhan dan perkembangan anak menurut budaya david matsumoto mengatakan bahwa, “budaya merupakan suatu konstruk individual-psikologis sekaligus konstruk sosial- mikro”. Artinya, sampai batas tertentu budaya ada di dalam setiap masing-masing diri anak secara individual, sekaligus ada sebagai sebuah konstruk sosial-global. Perbedaan individual dalam budaya bisa diamati pada orang-orang dari satu budaya sampai batas dimana mereka mengadopsi dan terlibat dalam sikap, nilai, keyakinan, dan perilaku-perilaku yang berdasarkan kesepakatan yang membentuk budaya mereka. Bila anak bertindak sesuai dengan nilai-nilai dan perilaku-perilaku tertentu, maka budaya tersebut akan hadir dalam diri si anak, sedangkan bila anak tidak memiliki nilai atau perilaku-perilaku tersebut, maka si anak tidak termasuk dalam budaya itu. 54

B. Pengertian Penelantaran Anak

Penelantaran berasal dari kata lantar yang memiliki arti tidak terpelihara, terbengkalai, tidak terurus. Bentuk penelantaran anak pada umumnya dilakukan dengan cara membiarkan dalam situasi gizi buruk, kurang gizi, tidak mendapat perawatan kesehatan yang memadai, memaksa anak menjadi pengemis atau 54 David Matsumoto, Pengantar Psikologi Lintas Budaya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004. Hal. 73. pengamen, anak jalanan, buruh pabrik, pembantu rumah tangga PRT, pemulung, dan jenis pekerjaan lain yang membahayakan pertumbuhan dan perkembangan anak. 55 Pengertian penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak, misalnya anak dikucilkan, diasingkan dari keluarga atau tidak diberikan pendidikan dan kesehatan yang layak. 56 Penelantaran anak termasuk penyiksaan secara pasif, yaitu segala keadaan perhatian yang tidak memadai, baik fisik, emosi maupun sosial. Penelantaran anak adalah dimana orang dewasa yang bertanggung jawab gagal untuk menyediakan kebutuhan memadai untuk berbagai keperluan, termasuk fisik kegagalan untuk menyediakan makanan yang cukup, pakaian atau kebersihan, emosional kegagalan untuk memberikan pengasuhan atau kasih sayang, pendidikan kegagalan untuk mendaftarkan anak di sekolah, atau medis kegagalan untuk mengobati anak atau membawa anak ke dokter. 57 Macam-macam dalam penelantaran anak, yaitu sebagai berikut: a. Penelantaran fisik, merupakan kasus terbanyak. Misalnya keterlambatan mencari bantuan medis, pengawasan yang kurang memadai serta tidak tersedianya kebutuhan akan rasa aman dalam keluarga. 55 Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat Kementrian, Melindungi Anak Korban Penelantaran, 2010. 56 Abu Huraerah, Kekerasan Terhadapa Anak, Bandung: PT. Nuansa, 2006. Hal. 38. 57 Abu Hurairah, Kekerasan Terhadap Anak, 2006. Hal. 55. b. Penelantaran emosional, penelantaran secara emosi dapat terjadi misalnya ketika orang tua tidak menyadari kehadiran anak ketika ribut dengan pasangannya. Atau orang tua memberikan perlakuan dan kasih sayang yang berbeda diantara anak-anaknya. c. Penelantaran pendidikan, terjadi ketika anak seakan-akan mendapat pendidikan yang sesuai padahal anak tidak dapat berprestasi secara optimal. Lama kelamaan hal ini dapat mengakibatkan prestasi sekolah yang semakin menurun. d. Penelantaran fasilitas medis, hal ini terjadi karena ketika orang tua gagal menyediakan layanan medis untuk anak meskipun secara finansial memadai. Dalam beberapa kasus orang tua, orang tua memberikan pengobatan tradisional terlebi dahulu, jika tidak ada perubahan pada anak barulah orang tua beranjak dan pergi untuk memberikan pelayanan pihak dokter. 58 Seorang anak dikatakan terlantar bukan karena ia sudah tidak memiliki orang tua. Anak terlantar adalah anak-anak yang karena suatu sebab tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya secara wajar, baik rohani, jasmani, maupun sosial. Terlantar di sini juga dalam pengertian ketika hak-hak anak untuk tumbuh kembang secara wajar, hak anak untuk memperoleh pendidikan yang layak, dan 58 Irma Setyowati Soemitro, Aspek Hukum Penelantaran Anak, cet. Ke-1, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1990. Hal. 174. hak memperoleh kesehatan yang memadai tidak terpenuhi karena kelalaian, ketidakmengertian orang tua, karena ketidakmampuan, atau karena kesengajaan. Dibandingkan anak yang dijadikan korban tindak kekerasan, anak korban penelantaran sering kali kurang memperoleh perhatian publik secara serius karena penderitaan yang dialami korban tidak sedramatis sebagaimana layaknya anak- anak yang teraniaya secara fisik, sebagaimana para ahli menyatakan, anak yang menjadi korban tindak kekerasan seksual, anak yang dianiaya oleh orang tuanya hingga tewas, atau anak yang dipaksa bekerja sektor prostitusi, masalah anak terlantar acap kali hanya dilihat sebagai masalah intern keluarga per keluarga, hanya bersifat kasuistis dan terjadi pada keluarga-keluarga tertentu saja yang secara psikologis bermasalah, tindak penelantaran anak baru memperoleh perhatian publik secara lebih serius tatkala korban-korban tindak penelantaran ini jumlahnya makin meluas, korban bertambah banyak, dan menimbulkan dampak yang tak kalah mencemaskan bagi masa depan anak. 59

C. Kriteria Penelantaran Anak

Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Tujuan perlindungan anak adalah untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, 59 Modul Program Kesejahteraan Sosial Anak PKSA. Kementria Sosial RI. Milik Dinas Sosial Yogyakarta. 2004.

Dokumen yang terkait

Tinjauan hukum Islam terhadap pembuktian tindak kekerasan psikis dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga

2 18 137

Tinjauan Hukum Mengenai Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga

0 9 31

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM PROSES PERADILAN.

0 5 18

SKRIPSI IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM PROSES PERADILAN

0 3 13

PENDAHULUAN IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM PROSES PERADILAN.

0 4 20

PENUTUP IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM PROSES PERADILAN.

0 2 9

PERBANDINGAN TINDAK PIDANA KEKERASAN FISIK DAN PSIKIS TERHADAP ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DAN HUKUM PIDANA ISLAM.

0 0 12

Tindak Pidana Penelantaran Rumah Tangga Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor : 467k Pid.Sus 2013)

0 0 12

Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga di Kota Batam

0 0 16

TINJAUAN HUKUM MARITAL RAPE DALAM UU PERKAWINAN DAN UU NO 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA - Test Repository

0 0 119