-Pasal 3 “Dalam keadaan yang membahayakan, anaklah yang pertama-tama
berhak mendapatkan pertolongan, bantuan dan perlindungan”. Dalam keadaan apapun dan yang membahayakan sekalipun, anaklah yang
pertama-tama harus diperhatikan dan mendapatkan pertolongan, bantuan, serta perlindungan.
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Kekerasan Dalam
Rumah Tangga. Pasal 9 ayat 1
“Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya karena
persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut”.
Pasal 9 ayat 2 “Penelantaran sebagaimana dimaksud ayat 1 juga berlaku bagi setiap
orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau
diluar rumah sehingga korban berada dibawah kendali orang tersebut”. Dalam undang-undang PDKRT ini menyangkut hak-hak dalam lingkup
rumah tangga dan perlindungan dari tindakan kekerasan dan tindak penelantaran , yang di dalamnya terdapat; suami, istri, anak, dan orang
lain dalam lingkup rumah tangganya. Bahwasannya siapapun dilarang
untuk menelantarakan seseorang yang ada di dalam lingkup rumah tangga dan dilarang membatasi yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi
seseorang dengan cara melarang bekerja dengan layak di dalam maupun di luar rumah sehingga menjadi tekanan baginya.
85
G. Batasan Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga KDRT.
a. Pengertian Kekerasan
kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah. Menurut WHO, kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan,
ancaman atau tindakan diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan
memar atau trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak.
86
Awal mulanya istilah tindak kekerasan pada anak atau child abuse dan neglect dikenal dari dunia kedokteran. Sekitar tahun 1964, caffey- seorang
radiologist melaporkan kasus cedera yang berupa gejala-gejala klinik seperti patah tulang panjang yang majemuk multiple fractures pada anak-anak atau
bayi disertai pendarahan subdural tanpa mengetahui sebabnya unrecognized
85
Undang-Undang Republik Indonesia, UUD 1945, UU RI No. 35 Th. 2014, UU RI No. 4 Th. 1979, UU No. 23 Th. 2004. Disertai dengan pembahasan dan analisis penulis. Jakarta 20 April 2016.
Jam 08.37 WIB.
86
Bagong suyanto. dkk, Tindak Kekerasan Mengintai Anak-Anak Jatim, Surabaya: Lutfansah Mediatama, 2000. Hal. 73.
trauma. Dalam dunia kedokteran, istilah ini dikenal dengan istilah Caffey Syndrome.
87
Barker mendefinisikan, child abuse merupakan tindakan melukai berulang-ulang secara fisik dan psikis terhadap anak yang ketergantungan,
melalui desakan hasrat, hukuman badan yang tak terkendali, degradasi dan cemoohan permanen atau kekerasan seksual.
Kekerasan seksual merupakan bentuk kontak seksual atau bentuk lain yang tidak diinginkan secara seksual. kekerasan seksual biasanya disertai
dengan tekanan psikologis atau fisik. Pemerkosaan merupakan jenis kekerasan seksual yang spesifik. Pemerkosaan dapat didefinisikan sebagai penetrasi
seksual tanpa izin atau dengan paksaan, disertai oleh kekerasan fisik.
88
Beberapa bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak, antara lain sebagai berikut:
Terry E. Lawson, psikiater internasional yang merumuskan definisi tentang child abuse, menyebut ada 4 empat macam abuse, yaitu emotional abuse,
verbal abuse, physical abuse dan sexual abuse.
89
a. Kekerasan secara fisik physical abuse
Physical abuse, terjadi ketika orang tua atau pengasuh dan pelindung anak memukul anak ketika anak sebenarnya membutuhkan perhatian. Pukulan
87
Ranuh, I.G.N., ed. Buku Imunisasi di Indonesia, Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia IDAI, 2001. Hal. 93.
88
Tobach, dkk., Kekerasan Seksual Atas Hak Asasi Perempuan Terhadap KDRT, Bandung, PT. Rafika, 2008. Hal. 86.
89
Abu Huraerah, Kekerasan Terhadap Anak, ceet. Ke-1, Bandung: PT. Nuansa, 2006. Hal. 59.
akan diingat anak itu jika kekerasan fisik itu berlangsung dalam periode tertentu. Kekerasan yang dilakukan seseorang berupa melukai bagian
tubuh anak. b.
Kekerasan emosional emotional abuse Emotional abuse, terjadi ketika orang tua atau pengasuh dan pelindung
anak setelah mengetaui anaknya meminta perhatian, tetapi mengabaikan anak itu. Ia membiarkan anak dalam keadaan basah atau kelaparan karena
orang tua atau pengasuh dan pelindung dalam keadaan sibuk atau tidak ingin diganggu pada waktu itu. Ia boleh jadi mengabaikan kebutuhan anak
untuk dipeluk atau dilindungi. Anak akan mengingat semua kekerasan emosional itu berlangsung konsisten. Orang tua yang secara emosional
berlaku keji pada anaknya akan terus-menerus melakukan hal sama sepanjang kehidupan anak itu.
c. Kekerasan secara verbal verbal abuse
Biasanya berupa perilaku verbal dimana pelaku melakukan pola komunikasi yang berisi penghinaan, ataupun kata-kata yang melecehkan
anak. Pelaku biasanya melakukan tindakan mental, menyalahkan, atau juga mengkambinghitamkan.
d. Kekerasan seksual sexual abuse
Sexual abuse meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut
seperti istri, anak dan pekerja rumah tangga. Selanjutnya dijelaskan
bahwa sexual abuse adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar
atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersil dan atau tujuan tertentu.
90
Menurut Thomas Santoso, mengelompokkan kekerasan pada anak, yang meliputi:
a. Kekerasan anak secara fisik
Kekerasan secara fisik adalah penyiksaan, pemukulan, dan penganiayaan terhadap anak, dengan atau tanpa menggunakan benda-
benda tertentu, yang meenimbulkan luka-luka fisik atau kematian pada anak. Bentuk luka dapat berupa lecet atau memar akibat bersentuhan
atau kekerasan benda tumpul, seperti bekas gigitan, cubitan, ikat pinggang, atau rotan. Dapat pula berupa luka bakar akibat bensin
panas atau berpola akibat sudutan rokok atau setrika. Lokasi luka biasanya ditemukan pada daerah paha, lengan, mulut, pipi, dada, perut
atau punggung. Terjadinya kekerasan terhadap anak secara fisik umumnya dipicu oleh tingkah laku anak yang tidak disukai orang
tuanya, seperti anak nakal atau rewel, menangis terus-menerus, meminta belikan jajanan, buang air atau muntah disembarang tempat
dan memecahkan barang berharga.
90
Y. Affandi, Perlindungan Terhadap Kekerasan Seksual Adzokasi Atas Hak Asasi Perempuan, Bandung: PT. Rafika, 2010. Hal. 82.