commit to user 93
Menurut Ausabel dalam Ratna Wilis Dahar 1989:82 siswa dapat dikatakan memahami konsep jika memenuhi kriteria sebagai berikut:
a Nama Siswa dikatakan paham jika mampu menyebutkan nama konsep itu.
b Logic Core
Yaitu ciri khusus sifat-sifat atau faktor yang mendukung suatu konsep. c
Assosiasi Frame Work Yaitu menghubungkan konsep yang satu dengan yang lain.
Proses belajar kaitannya dengan proses belajar kimia dianggap sebagai “input” yang berupa faktor-faktor dan konsep kimia, sedangkan “output” berupa
kesatuan konseptual dari fakta-fakta dan konsep kimia. Proses belajar pemahaman konsep harus dapat memahami konsep-konsep secara benar, untuk itu diperlukan
kemampuan menstruktur konsep-konsep baru dan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif siswa. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa
belajar konsep bukanlah belajar menghafalkan definisi tetapi memperhatikan hubungan konsep dengan lainnya kemudian menghubungkan konsep baru tersebut
ke dalam struktur pengetahuan mereka. a Mengetahui definisi konsep.
b Memahami ciri khusus atau faktor-faktor yang mendukung atau dikenal sebagai atribut yang melekat dan berpengaruh terhadap konsep.
c Mampu menghubungkan dan menerapkan konsep tersebut dalam memecahkan masalah.
Pemahaman konsep dalam penelitian ini, secara operasional didefinisikan sebagai nilai siswa dalam mengerjakan tes pemahaman konsep ikatan kimia yang
disusun peneliti.
c. Teori Belajar Konstruktivisme
Menurut Driver dalam Purwoto 2004:38 konstuktivisme sosial menekankan bahwa belajar menyangkut dimasukkannya seseorang dalam suatu
dunia simbolik. Pengetahuan dikonstruksi bila seseorang terlibat secara sosial dalam dialog aktif dengan percobaan dan pengalaman. Dalam konteks ini
kegiatan-kegiatan yang dimungkinkan siswa berdialog dan berinteraksi dengan
commit to user 93
para ahli akan sangat membantu merangsang untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka.
Konstruktivisme menitikberatkan
pada persiapan
siswa untuk
memecahkan permasalahan agar mengkonstruksi kesadaran mereka sendiri untuk menginterprestasikan berdasarkan kemampuan awal yang dimiliki. Belajar adalah
lebih merupakan proses untuk menemukan sesuatu daripada suatu proses mengumpulkan sesuatu. Belajar bukanlah suatu kegiatan mengumpulkan fakta-
fakta, tetapi suatu perkembangan pemikiran yang berkembang dengan membuat kerangka pengertian yang baru. Siswa harus mempunyai pengalaman dengan
membuat hipotesa, prediksi, mengetes hipotesa, memecahkan persoalan, mencari jawaban dan lain-lain untuk membentuk konstruksi baru. Setiap siswa mempunyai
cara untuk mengerti sendiri dan mempunyai kekhasan, keunggulan dan kelemahannya dalam mengerti sesuatu, mereka akan menemukan cara belajar
yang tepat bagi mereka sendiri. Pengetahuan dapat dibentuk secara individual atau sosial.
Dalam konstruktivisme belajar terjadi dalam keseluruhan pengalaman dan pengetahuan tidak mempunyai bagian yang terpisah secara fisik dari sistem
syaraf. Secara umum guru yang menerapkan pendekatan konstruktivisme sebagai fasilitator, pembimbing dan narasumber dari proses yang terjadi. Guru mengatur
lingkungan belajar yang dapat membantu siswa mencapai pemahaman sendiri. Mengajar bukanlah sekedar memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi
suatu rangkaian kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti berpartisipasi dengan siswa dalam bentuk
pengetahuan, membuat makna, mempertanyakan kejelasan, bersifat kritis dan mengadakan justifikasi. Menurut Bettencourt 1989 dalam Purwoto 2004:39,
mengajar adalah suatu bentuk belajar sendiri.
3. Pembelajaran Kooperatif