commit to user 93
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Studi Komparasi
Studi dalam kamus besar bahasa Indonesia artinya kajian; mempelajari Depdikbud, 1990: 860. Dalam skripsi ini studi berarti mempelajari.
Komparasi berasal dari bahasa Inggris “comparation” yang artinya perbandingan Depdikbud, 1990: 450, Nana S. Sukmadinata mengemukakan
bahwa “Penelitian komparatif diarahkan untuk mengetahui apakah antara dua atau lebih dari dua kelompok ada perbedaan dalam aspek atau variabel yang diteliti” .
Sukmadinata, 2005:56 Berdasarkan pengertian di atas dapat diambil pengertian bahwa yang
dimaksud studi komparasi adalah suatu kegiatan untuk mempelajari atau menyelidiki dengan membandingkan dua kelompok sehingga dapat diketahui
perbedaannya.
2. Teori-teori Belajar
Dalam pembelajaran menggunakan kurikulum berbasis kompetensi, terutama dalam pembelajaran kooperatif didasarkan pada beberapa teori. Diantara teori-
teori tersebut diantaranya : teori belajar sosial, teori belajar konsep, dan teori belajar konstruktivisme
a. Teori Belajar Sosial
Teori belajar sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional. Teori belajar sosial dikembangkan oleh Albert Bandura Ratna Wilis
Dahar, 1989: 27. Teori belajar sosial menerima sebagian besar prinsip-prinsip teori-teori perilaku, tetapi memberikan lebih banyak penekanan pada efek-efek
dari isyarat-isyarat dari perilaku dan pada proses-proses mental internal. Jadi eksternal dan penjelasan-penjelasan kognitif internal untuk memahami bagaimana
belajar dari orang lain. Menurut Albert Bandura dalam Gredler 1994:369 pandangan faham
belajar sosial, orang tidak didorong oleh tenaga dari dalam, demikian pun tidak
commit to user 93
“dipukul” oleh stimulus-stimulus yang berasal dari lingkungan. Alih-alih fungsi psikologi orang itu dijelaskan sebagai interaksi timbal balik yang terus menerus
yang terjadi antara faktor-faktor penentu pribadi dan lingkungan. Asumsi yang menjadi dasar teori belajar sosial yaitu yang pertama, proses belajar menuntut dari
si belajar proses kognitif dan ketrampilan pengambilan keputusan. Kedua, belajar ialah hubungan segi tiga yang saing berkaitan antar lingkungan, faktor pribadi dan
tingkah laku. Ketiga, belajar menghasilkan pemerolehan kode tingkah laku verbal dan visual yang mungkin diunjukkerjakan, mungkin juga tidak.. Gredler, 1994:
380 Konsep-konsep utama dari teori belajar sosial antara lain:
1 Pemodelan modelling Bandura memperhatikan bahwa penganut-penganut Skinner memberi
penekanan pada efek-efek dari konsekuensi- konsekuensi pada perilaku dan tidak mengindahkan fenomena pemodelan, yaitu meniru perilaku orang lain
dan pengalaman vicarious, yaitu belajar dari keberhasilan dan kegagalan orang lain. Ia merasa bahwa sebagian besar belajar yang dialami manusia
tidak dibentuk dari konsekuensi-konsekuensi, melainkan manusia itu belajar dari suatu model.
2 Fase Belajar Menurut Bandura, ada empat fase belajar dari model, yaitu fase perhatian
attetional phase, fase retensi retention phase, fase produksi reproduction phase dan fase motivasi motivational phase.
1. Fase perhatian Fase pertama dalam belajar observasional ialah memberikan
perhatian pada suatu model dalam kelas, guru akan memperoleh perhatian dengan menyajikan isyarat-isyarat yang jelas dan menarik. Perhatian siswa
juga akan diperoleh dengan menggunakan hal-hal yang baru, aneh atau tak terduga dan dengan motivasi para siswa agar menaruh perhatian.
2. Fase Retensi Belajar observasional terjadi berdasarkan kontinuitas. Dan kejadian
kontinuitas yang diperlukan ialah perhatian pada penampilan model dan
commit to user 93
penyajian simbolik dari penampilan itu dalam memori jangka panjang. Menurut Bandura:
“Observers who code medeled activities into either words, encise labels, or vivid imagery learn and retain behavior better than those
who simply observe or are mentally preoccupied with other matters while watch
ing” Dari apa yang dikemukakan oleh Bandura di atas, terlihat betapa
pentingnya peranan kata-kata, nama-nama atau bayangan yang kuat yang dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan yang dimodelkan dalam mempelajari
dan mengingat perilaku. 3. Fase Reproduksi
Dalam fase ini, bayangan imagery atau kode-kode simbolik verbal dalam memori membimbing penampilan yang sebenarnya dari perilaku
yang baru diperoleh. Fase reproduksi mengizinkan model atau intruktur untuk melihat apakah komponen-komponen suatu urutan perilaku telah
dikuasai oleh yang belajar. Perlu disebut pentingnya arti umpan balik yang bersifat untuk memperbaiki dan membentuk perilaku yang diinginkan.
Umpan balik ini dapat ditujukan pada aspek-aspek yang benar dari penampilan, tetapi yang lebih penting adalah ditujukan pada aspek-aspek
yang salah dari penampilan. Secara cepat memberitahu siswa tentang respon-respon yang tidak tepat sebelum berkembang kebiasaan-kebiasaan
yang tidak diinginkan, merupakan pelaksanaan pengajaran yang baik. Umpan balik dalam fase reproduksi merupakan suatu variabel penting
dalam perkembangan penampilan ketrampilan yang diajarkan. 4. Fase Motivasi
Fase terakhir dalam proses belajar observasional ialah fase motivasi. Para siswa akan meniru suatu model, sebab mereka merasa bahwa dengan
berbuat demikian mereka akan meningkatkan kemungkinan untuk memperoleh reinforsemen. Dalam kelas, fase motivasi dari observasional
kerap kali terdiri atas pujian atau angka untuk penyesuaian dengan model guru.
commit to user 93
3 Belajar Vicarious Sebagian besar dari belajar observasional termotivasi oleh harapan
bahwa meniru model dengan baik akan menuju pada reinforsemen. Tetapi, ada orang yang belajar dengan melihat orang diberi reinforsemen atau dihukum
ketika terlibat dalam perilaku-perilaku tertentu. Inilah yang disebut belajar “vicarious”.
4 Pengaturan Sendiri Konsep penting dalam belajar observasional ialah pengaturan sendiri
atau “self regulation”. Dalam teori belajar sosial mengemukakan, bahwa sebagian besar dari kriteria yang kita miliki untuk penampilan kita, kita
pelajari, seperti banyak hal-hal yang lain, dari model-model dari dunia sosial kita Ratna Wilis Dahar, 1989:28-31.
Apabila kita memperhatikan perilaku model dan menciptakan kode-kode verbal atau kode-kode imagery bagi apa yang kita amati, kita akan belajar dari
model itu. Umpan balik untuk memperbaiki, diberikan sebelum fase reproduksi belajar dari model-model, mempunyai efek yang kuat terhadap
perilaku. Reinforsemen dan hukuman yang ditimbulkan sendiri secara langsung dan dialami secara vicarious, menentukan sejauh mana perilaku
yang baru itu akan ditampilkan.
b. Teori Belajar Konsep
1 Pengertian Konsep Menurut Rosser dalam Ratna Wilis Dahar 1989:80, konsep adalah
suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan atau hubungan-hubungan yang mewakili atribut-atribut yang sama. Definisi
konsep menurut Mulyati Arifin 1995:38 yang menyatakan bahwa sekumpulan pengamatan yang digeneralisasi akan membentuk konsep. Konsep adalah
sekumpulan stimuli yang mewakili karakteristik umum, konsep adalah abstraksi fakta atau pengalaman manusia yang tidak mudah berubah karena keadaan.
Sedangkan menurut Flavell dalam Ratna Wilis Dahar 1989:79 menyarankan bahwa konsep-konsep dapat berbeda dalam tujuh dimensi, yaitu :
commit to user 93
a Atribut Setiap konsep harus mempunyai sejumlah atribut yang berbeda, contoh-contoh
konsep harus mempunyai sejumlah atribut-atribut yang relevan maupun tidak relevan, atribut dapat berupa fisik maupun fungsional.
b Struktur Menyangkut cara terkaitnya atau gabungan atribut-atribut.
c Keabstrakan Konsep-konsep dapat dilihat dan konkrit, atau konsep itu terdiri dari konsep-
konsep yang lain. d Keinklusifan
Ditujukan pada jumlah contoh yang terlihat dalam konsep. e Generalisasi
Bila diklasifikasikan konsep-konsep dapat berbeda dalam posisi superordinat dan subordinatnya.
f Ketetapan Dari suatu konsep menyangkut apakah ada sekumpulan dari aturan-aturan
untuk membedakan contoh-contoh dari yang non contoh dari suatu konsep. g Kekuatan
Ditentukan oleh sebuah persetujuan tentang pentingnya konsep tersebut. Jadi konsep adalah abstraksi atau maksud yang tetap dari sebuah objek atau
kejadian yang digunakan untuk mempermudah komunikasi yang didapat dari proses generalisasi dan berciri mempunyai atribut yang sama. Oleh karena itu
untuk memperoleh hasil belajar yang baik, siswa harus memahami konsep yang dipelajari.
2 Pemahaman Konsep Pemahaman suatu konsep akan menambah daya abstraksi yang diperlukan
dalam komunikasi dan sering digunakan untuk menjelaskan karateristik konsep lain Mulyati Arifin, 1995:38, dengan kata lain setiap konsep berhubungan
dengan konsep lain. Semua konsep bersama membentuk jaringan pengetahuan didalam kepala manusia. Semakin lengkap, terbagi dan kuat hubungan antar
konsep-konsep didalam kepala manusia semakin pandai.
commit to user 93
Menurut Ausabel dalam Ratna Wilis Dahar 1989:82 siswa dapat dikatakan memahami konsep jika memenuhi kriteria sebagai berikut:
a Nama Siswa dikatakan paham jika mampu menyebutkan nama konsep itu.
b Logic Core
Yaitu ciri khusus sifat-sifat atau faktor yang mendukung suatu konsep. c
Assosiasi Frame Work Yaitu menghubungkan konsep yang satu dengan yang lain.
Proses belajar kaitannya dengan proses belajar kimia dianggap sebagai “input” yang berupa faktor-faktor dan konsep kimia, sedangkan “output” berupa
kesatuan konseptual dari fakta-fakta dan konsep kimia. Proses belajar pemahaman konsep harus dapat memahami konsep-konsep secara benar, untuk itu diperlukan
kemampuan menstruktur konsep-konsep baru dan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif siswa. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa
belajar konsep bukanlah belajar menghafalkan definisi tetapi memperhatikan hubungan konsep dengan lainnya kemudian menghubungkan konsep baru tersebut
ke dalam struktur pengetahuan mereka. a Mengetahui definisi konsep.
b Memahami ciri khusus atau faktor-faktor yang mendukung atau dikenal sebagai atribut yang melekat dan berpengaruh terhadap konsep.
c Mampu menghubungkan dan menerapkan konsep tersebut dalam memecahkan masalah.
Pemahaman konsep dalam penelitian ini, secara operasional didefinisikan sebagai nilai siswa dalam mengerjakan tes pemahaman konsep ikatan kimia yang
disusun peneliti.
c. Teori Belajar Konstruktivisme
Menurut Driver dalam Purwoto 2004:38 konstuktivisme sosial menekankan bahwa belajar menyangkut dimasukkannya seseorang dalam suatu
dunia simbolik. Pengetahuan dikonstruksi bila seseorang terlibat secara sosial dalam dialog aktif dengan percobaan dan pengalaman. Dalam konteks ini
kegiatan-kegiatan yang dimungkinkan siswa berdialog dan berinteraksi dengan
commit to user 93
para ahli akan sangat membantu merangsang untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka.
Konstruktivisme menitikberatkan
pada persiapan
siswa untuk
memecahkan permasalahan agar mengkonstruksi kesadaran mereka sendiri untuk menginterprestasikan berdasarkan kemampuan awal yang dimiliki. Belajar adalah
lebih merupakan proses untuk menemukan sesuatu daripada suatu proses mengumpulkan sesuatu. Belajar bukanlah suatu kegiatan mengumpulkan fakta-
fakta, tetapi suatu perkembangan pemikiran yang berkembang dengan membuat kerangka pengertian yang baru. Siswa harus mempunyai pengalaman dengan
membuat hipotesa, prediksi, mengetes hipotesa, memecahkan persoalan, mencari jawaban dan lain-lain untuk membentuk konstruksi baru. Setiap siswa mempunyai
cara untuk mengerti sendiri dan mempunyai kekhasan, keunggulan dan kelemahannya dalam mengerti sesuatu, mereka akan menemukan cara belajar
yang tepat bagi mereka sendiri. Pengetahuan dapat dibentuk secara individual atau sosial.
Dalam konstruktivisme belajar terjadi dalam keseluruhan pengalaman dan pengetahuan tidak mempunyai bagian yang terpisah secara fisik dari sistem
syaraf. Secara umum guru yang menerapkan pendekatan konstruktivisme sebagai fasilitator, pembimbing dan narasumber dari proses yang terjadi. Guru mengatur
lingkungan belajar yang dapat membantu siswa mencapai pemahaman sendiri. Mengajar bukanlah sekedar memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi
suatu rangkaian kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti berpartisipasi dengan siswa dalam bentuk
pengetahuan, membuat makna, mempertanyakan kejelasan, bersifat kritis dan mengadakan justifikasi. Menurut Bettencourt 1989 dalam Purwoto 2004:39,
mengajar adalah suatu bentuk belajar sendiri.
3. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang didasarkan pada paham konstruktivisme. Konstruktivisme menyatakan bahwa
semua pengetahuan yang kita peroleh adalah konstuksi kita sendiri. Pada sistem
commit to user 93
pengajaran ini memberikan kesempatan pada peserta didik untuk bekerjasama dengan temannya dalam tugas-tugas terstruktur dan inilah yang disebut
pengajaran gotong royong atau cooperative learning Slavin, 2008. Secara garis besar prinsip-prinsip konstruktivisme adalah:
a. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri baik secara personal maupun sosial. b. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya
dengan keaktifan murid itu sendiri untuk menalar. c. Murid aktif mengkonstruksi terus menerus sehingga selalu terjadi perubahan
konsep menuju konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah.
d. Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan prasarana agar proses konstruksi siswa berjalan mulus. Paul Suparno, 1997:49.
Konstruktivisme sosiologis berpandangan bahwa masyarakat sebagai pembentuk pengetahuan disamping pentingnya peran dan keaktifan individu
dalam membentuk pengetahuannya juga tidak dapat dipungkiri peran masyarakat, orang lain dan lingkungan dalam proses pembentukan pengetahuan tersebut.
Dalam kerangka inilah belajar kelompok menjadi penting. Hilangnya sistem komando hierarki dan berlakunya pola kerja sama network dimana tiap-tiap
subsistem akan saling memperkuat, saling memberi dan menerima, memberi manfaat kepada sesama karena sebaik-baik manusia adalah yang paling
bermanfaat bagi manusia yang lain. Konstruktivisme sosiologis menekankan bahwa pengetahuan ilmiah merupakan konstruksi sosial bukan konstruksi
individual. Kelompok ini menekankan lingkungan, masyarakat dan dinamika pengetahuan Matthews dalam Paul Suparno, 1997:47. Pembelajaran kooperatif
merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang didasarkan pada teori belajar konstruktivisme sosiologis.
Salah satu metode pembelajaran yang perlu dikembangkan saat ini adalah metode pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah aktifitas belajar
kelompok yang teratur sehingga ketergantungan pembelajaran pada struktur sosial pertukaran informasi antara anggota dalam kelompok dan tiap anggota
commit to user 93
bertanggungjawab untuk kelompoknya dan dirinya sendiri dan dimotivasi untuk meningkatkan pembelajaran lainnya Kessler, 1992:8.
Menurut Salvin 2008 yang dikutip Dimyati 1990:243 dikatakan bahwa cooperative learning mempunyai tiga karakteristik, yaitu:
a Siswa bekerja dalam tim-tim belajar kecil. b Siswa didorong untuk saling membantu dalam mempelajari bahan yang
bersifat akademik atau dalam melakukan tugas kelompok. c Siswa diberi imbalan atau hadiah atas dasar prestasi.
Pada pembelajaran ini diyakini bahwa keberhasilan peserta didik akan tercapai jika setiap anggota kelompoknya berhasil. Karena tujuan dari
pembelajaran kooperatif adalah menciptakan suatu situasi sedemikian sehingga keberhasilan anggota kelompok mengakibatkan keberhasilan kelompok itu
sendiri. Oleh sebab itu untuk mencapai tujuan dari salah satu anggota, maka salah seorang anggota melakukan apa saja yang dapat membantu kelompok itu berhasil.
Slavin, 2008:16-17 Keberhasilan pembaharuan dalam pendidikan merupakan suatu upaya
sadar yang sengaja dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki praktek pendidikan dengan sungguh-sungguh Cece, Djaja dan Tabrani, 1987:33.
Pembelajaran konstruktivisme melalui pembelajaran kooperatif sengaja diharapkan dapat menjadi pembaharu dalam dunia pendiidkan yaitu sebagai
alternatif jalan keluar dari rendahnya daya serap siswa. Pembelajaran kooperatif menurut Slavin dibedakan menjadi beberapa tipe,
yaitu: a
Student Teams Achievement Division STAD b
Teams Games Tourmet TGT c
Team Assisted Individualization TAI d
Cooperative Integrated Reading and Competisoin CIRC e
Jigsaw Masih ada lagi metode belajar lain yang masih dikembangkan antara lain:
a Group Investigation
b Learning Together
commit to user 93
c Complex Instruction
d Structural Dyadic Methods Slavin, 2008:9-11 Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pengajaran atau
pembelajaran yang didasarkan pada paham konstruktivisme. Dalam teori konstruktivisme peserta didik harus menemukan sendiri dan memecahkan
informasi baru dengan aturan dan merevisi apabila aturan-aturan ini tidak sesuai lagi. Sesuai dengan disiplin Ilmu Kimia dimana dalam hal ini perkembangan
dalam dunia kimia sangat dinamis maka kondisi seperti ini mutlak diperlukan. Pandangan konstruktivisme menyatakan bahwa peserta didik diberi kesempatan
agar menggunakan suatu strategi dalam belajar secara sadar dan pendidik dalam hal ini membimbing peserta didik ke tingkat pengetahuan ke arah yang lebih
tinggi. Oleh karena itu, agar peserta didik benar-benar memahami mereka harus bekerjasama untuk memecahkan masalah dan kesulitan yang ada dengan ide-ide
dan kemampuannya. Pembelajaran dalam kelompok kecil ini akan benar-benar mencerminkan
belajar kooperatif apabila telah menunjukkan lima prinsip dari ciri inilah yang membedakan dengan kelompok belajar tradisional. Menurut Slavin 2008:2,
karena ada 5 prinsip ini maka proses belajar kooperatif akan berhasil, yaitu: a. Adanya Sumbangan dari Ketua Kelompok
Tugas dari seorang ketua kelompok adalah memberikan sumbangan pengetahuannya untuk anggota kelompok, karena ketua kelompok adalah
seorang yang dinilai berkemampuan lebih dibandingkan dengan anggota yang lainnya. Dalam hal ini anggota diharapkan dapat memperhatikan, mempelajari
informasi atau penjelasan yang diberikan oleh ketua kelompok jika ada anggota kelompok yang merasa belum jelas, walaupun tugas ini juga bisa
dilakukan oleh anggota lain. b. Keheterogenan Kelompok
Kelompok belajar yang efektif adalah yang mempunyai anggota kelompok heterogen, baik dalam jenis kelamin, latar belakang sosial, ataupun tingkat
kecerdasannya.
commit to user 93
c. Ketergantungan Pribadi yang Positif Setiap anggota kelompok belajar untuk berkembang dan bekerjasama satu
sama lain. Ketergantungan pribadi ini bisa memberikan motivasi bagi setiap individu karena pada awalnya mereka harus bisa membangun pengetahuannya
terlebih dahulu sebelum mereka bekerjasama dengan temannya. d. Ketrampilan Bekerjasama
Dalam proses bekerjasama perlu adanya ketrampilan khusus sehingga kelompok tersebut dapat berhasil membawa nama kelompoknya, proses yang
dibutuhkan disini adalah adanya komunikasi yang baik antar anggota kelompok.
e. Otonomi Setiap kelompok mempunyai tugas agar bisa membawa nama kelompoknya
untuk menjadi yang terbaik. Jika mereka mengalami kesulitan dalam proses pemecahan masalah setelah melampui tahap kegiatan kelompok, maka
mereka akan bertanya kepada gurunya bukan kepada kelompoknya. Metode kooperatif mempunyai kelebihan-kelebihan dibandingkan metode
lain, yaitu : a Meningkatkan kemampuan siswa.
b Meningkatkan rasa percaya diri. c Menumbuhkan keinginan untuk menggunakan pengetahuan dan
keahlian. d Memperbaiki hubungan antar kelompok .Slavin, 2008:2
Tetapi disamping itu ada juga kelemahannya, yaitu: a Memerlukan persiapan yang rumit untuk melaksanakan.
b Bila terjadi persaingan negatif maka hasilnya akan buruk. Bila ada siswa yang malas atau ada yang ingin berkuasa maka dalam
kelompok akan terjadi kesenjangan sehingga usaha kelompok tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Dalam metode kooperatif, setiap siswa saling bekerjasama satu dengan yang lain, berdiskusi dan berpendapat, menilai kemampuan, pengetahuan dan
saling mengisi kekurangan anggota lainnya. Apabila dapat diorganisasikan secara
commit to user 93
tepat maka siswa akan lebih menguasai konsep yang diajarkan. Bagi siswa yang kurang mampu mereka akan diberi masukan dari teman-teman satu kelompoknya
yang lebih mampu. Dan bagi siswa yang mampu, diharapkan dia bisa lebih berkembang dengan menyalurkan pengetahuannya kepada siswa yang kurang
mampu.
4. Metode TAI Team Assisted Individualization