Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan seorang petugas kesehatan dengan teknik tertentu
yang mempunyai efek penyembuhan. Komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara untuk membina hubungan saling percaya terhadap klien dan pemberi informasi
yang akurat kepada klien, sehingga diharapkan dapat berdampak pada peningkatan pengetahuan klien tentang pesan kesehatan yang disampaiakan yang dalam
pembahasan ini terkait dengan Inisiasi Menyusu Dini IMD.
2.2.2. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik
Ada beberapa prinsip dasar yang harus diketahui dalam membangun dan mempertahankan hubungan yang terapeutik, diantaranya adalah sebagai berikut
Suryani, 2006 : 1
Hubungan petugas kesehatan dengan klien merupakan hubungan yang saling menguntungkan yaitu tidak hanya sekedar hubungan seorang penolong
dengan kliennya tapi merupakan hubungan antar manusia yang bermartabat. 2
Petugas kesehatan harus menghargai keunikan setiap klien, memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang
keluarga, budaya, dan lingkungan setiap individu. 3
Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini petugas kesehatan harus mampu
menjaga harga dirinya dan harga diri klien. 4
Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan
Universitas Sumatera Utara
alternatif pemecahan masalah. Hubungan yang saling percaya antara petugas kesehatan dan klien adalah kunci dari komunikasi terapeutik.
Dengan dijalankannya prinsip dasar komunikasi terapeutik ini maka penyampaian informasi mengenai IMD dapat diterima dengan baik oleh klien.
2.2.3. Efektivitas Komunikasi Terapeutik
Menurut Devito 1997 efektivitas komunikasi interpersonal komunikasi terapeutik ditentukan oleh lima hal yaitu :
1 Keterbukaan Openness
Keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka
kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya. Memang ini
mungkin menarik, tapi biasanya tidak membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang
biasanya disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut. Aspek keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan komunikator untuk
bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan yang
menjemukan. Kita ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang kita ucapkan, dan kita berhak mengharapkan hal ini. Tidak ada yang lebih buruk
daripada ketidak acuhan, bahkan ketidaksependapatan jauh lebih menyenangkan. Kita memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi
Universitas Sumatera Utara
secara spontan terhadap orang lain. Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran. Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa
perasaan dan pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda dan anda bertanggungjawab atasnya.
2 Empati Empathy
Bersimpati adalah merasakan bagi orang lain atau merasa ikut bersedih. Sedangkan berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang
mengalaminya, berada di situasi yang sama dan merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama. Orang yang empatik mampu memahami
motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang. Kita dapat
mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non verbal. Secara nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan
keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai, konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang
penuh perhatian, dan kedekatan fisik serta sentuhan atau belaian yang sepantasnya.
3 Sikap Mendukung Supportiveness
Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Kita memperlihatkan sikap mendukung dengan
bersikap deskriptif, spontan, dan proporsional.
Universitas Sumatera Utara
Suasana yang deskriptif akan menimbulkan sikap suportif dibandingkan dengan evaluatif. Artinya, orang yang memiliki sifat ini lebih banyak meminta
informasi atau deskripsi tentang suatu hal. Dalam suasana seperti ini, biasanya orang tidak merasa dihina atau ditantang, tetapi merasa dihargai.
Orang yang spontan dalam komunikasi adalah orang terbuka dan terus terang tentang apa yang dipikirkannya. Biasanya orang seperti itu akan ditanggapi
dengan cara yang sama, terbuka dan terus terang. Provisional adalah memiliki sikap berpikir, terbuka, ada kemauan untuk
mendengar pandangan yang berbeda dan bersedia menerima pendapat orang lain, bila memang pendapatnya keliru.
4 Sikap Positif Positiveness
Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal dengan sedikitnya dua cara menyatakan sikap positif dan secara positif
mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi. Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi
interpersonal. Pertama, komunikasi interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri.
Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih menyenangkan
daripada berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi.
Universitas Sumatera Utara
5 Kesetaraan Equality
Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang mungkin lebih pandai. Lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis
daripada yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal. Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi interpersonal
akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa
masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.
2.2.4. Tujuan Komunikasi Terapeutik