Tinjauan Yuridis Business Judgement Rule Pada Dewan Komisaris Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

(1)

TINJAUAN YURIDIS BUSINESS JUDGEMENT RULE PADA DEWAN KOMISARIS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007

TENTANG PERSEROAN TERBATAS

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

NIM. 060200017

TRI YUWANDANI HAYUNINGTYAS

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

TINJAUAN YURIDIS BUSINESS JUDGEMENT RULE PADA DEWAN KOMISARIS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007

TENTANG PERSEROAN TERBATAS SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

NIM. 060200017

TRI YUWANDANI HAYUNINGTYAS

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

Disetujui oleh: Ketua Departemen

NIP. 195603291986011001 Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H. M.H.

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H. M.H.

NIP. 195603291986011001 NIP. 196302151989032002 Dr. Sunarmi, SH, M.Hum.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang sedalam-dalamnya kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya masih diberikan kesehatan dan kesempatan serta kemudahan dalam mengerjakan skripsi ini serta Nabi Muhammad SAW atas do’a dan syafaatnya.

Penulisan skripsi ini diajukan untuk melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini disadari dengan sepenuhnya bahwa hasil yang diperoleh masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati akan menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

Namun selepas dari segala kekurangan yang ada pada penulisan skripsi ini, atau tidak terlepas dari bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, untuk itu diucapkan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H., sebagai Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus juga sebagai Pembimbing I yang telah memberikan bantuan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini;

3. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.Hum., sebagai Pembantu Umum Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H., DFM., sebagai Pembantu Umum Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Muhammad Husni, S.H., M.H., sebagai Pembantu Umum Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Ibu Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum., sebagai Dosen Pembimbing II serta sebagai Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini;

7. Bapak Sunarto Ady Wibowo, S.H., M.Hum., sebagai Penasihat Akademik selama menjalani studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;


(4)

8. Ibu T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum., Ibu Windha, S.H., M.H., Bapak Mahmul Siregar, S.H., M.Hum., Ibu Ningrum Natasya Sirait, S.H., MLI., para Dosen dan Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membantu selama menjalani studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

9. Juga diucapkan terima kasih yang sangat besar kepada kedua orang tua yang telah sabar dan mencurahkan segenap cinta dan kasih sayangnya dan segala pengorbanannya serta doanya sehingga dapat mencapai pendidikan tinggi ini, kepada orang tua yang paling disayangi dan dicintai;

Ayahanda Irawan Noto (motivator paling hebat bagi semua anak-anaknya agar bisa mendapatkan hidup yang layak dan lebih baik lagi); Ibunda Rosnani S. (perjuangan Mama tidak akan pernah tergantikan oleh apapun, terima kasih Ma); Briptu Ananda Syukro Wiji, Dwi Ryandono Pramayudha, Marza Maulana Rughasy (rajin belajar ya dek).

10.Juga tidak lupa diucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk keluarga besarku, Mbah Kakung Alm. H. Murmin dan Mbah Putri Almh. Hj. Amini, Kakek M. Sidik yang selalu menjagaku, Nenek Mamak Almh. Rughayah (mak, maafin kalau ais belum bisa membahagiakan mamak), Wak dr. Tuty Irawaty, Bude Fjarwati, Pakde Didi, Bulek Indah dan Bulek Ayu sekeluarga, yang telah begitu baik padaku selama ini;

11.Buat Agus Rinaldi, S.H., atas kasih sayang, cinta, dan perhatiannya, kesabaran dan kesetiaannya, semoga semuanya tak kan lekang oleh waktu; 12.Terima kasih diucapkan kepada para sepupuku, yang tetap klop walaupun

jarang ketemu, ’88 (Asa, Doni (makasih kiriman bukunya ya), Bagus), Kiki, Putri, Mbak Tika, Yoyo, Dika, Nova, Bobi.

13.Untuk sahabat-sahabatku, Faradila Yulistari Sitepu, Sri Rahayul Bayti Nasution, Aztrini Laillatul Mina, Ulfa Hayati Nasution, Imam Bukhari Nasution, semangat terus ya.

14.Serta untuk semua teman-teman yang pernah hadir dan menetap dalam hatiku yang benar-benar tak terlupakan. Untuk waktu dikala jalan-jalan, sedih saat semua masalah ada dalam pikiran, dan mengharumkan di sekian


(5)

kejadian yang menghadang di depan kita. Semua itu akan menjadi kenangan untuk tersenyum dalam hati sepanjang masa.

Akhir kata kiranya tulisan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan, terutama dalam penerapan serta pengembangan ilmu hukum di Indonesia.

Wassalamualaikum wr. wb. Medan, November 2009

Penulis,


(6)

TINJAUAN YURIDIS BUSINESS JUDGEMENT RULE PADA DEWAN KOMISARIS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007

TENTANG PERSEROAN TERBATAS

*) Tri Yuwandani Hayuningtyas **) Bismar Nasution

***) Sunarmi

ABSTRAK

Sebelum lahirnya Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Dewan Komisaris hanya memiliki peran dan fungsi yang sangat kecil dalam suatu Perseroan Terbatas, bahkan sering kali terkesan hanya sebagai rubber stamp atau perwakilan dari para pemegang saham saja. Sehingga fungsi sebenarnya tidak berjalan sebagaimana mestinya. Padahal hakikat sebenarnya dari Dewan Komisaris ini adalah sebagai pemberi nasihat bagi Direksi. Namun hal tersebut telah dipertegas dengan dikeluarkannya Undang-undang Perseroan Terbatas yang baru sehingga kewenangan Dewan Komisaris menjadi lebih besar dan nyata dalam jalannya suatu Perseroan Terbatas.

Di dalam UUPT tersebut juga dikembangkan suatu konsep baru yang dikenal dengan Business Judgement Rule. Semula prinsip ini diberlakukan bagi Direksi dari pertanggungjawaban hokum atas setiap keputusan bisnis yang diambilnya apabila keputusan tersebut nantinya menimbulkan kerugian bagi Perseroan. Hal ini berlaku apabila Direksi dapat membuktikan bahwa ia telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan penuh kehati-hatian, tidak mempunyai benturan kepentingan dan telah mengambil tindakan untuk mencegah timbulnya atau berlanjutnya kerugian tersebut.

Prinsip ini kemudian mengalami perkembangan, sehingga tidak hanya berlaku bagi Direksi, tetapi juga bagi Dewan Komisaris. Bedanya, kalau prinsip Business Judgement Rule pada Direksi ditekankan kepada perlindungan terhadap keputusan bisnis yang diambilnya, pada Dewan Komisaris lebih ditekankan pada perlindungan terhadap tindakan pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi.

Dewan Komisaris dilindungi oleh prinsip Business Judgement Rule jika ia dapat membuktikan bahwa ia telah melakukan pengawasan terhadap pengurusan Direksi dan memberikan nasihat kepada Direksi dengan itikad baik dan kehati-hatian, tidak mempunyai kepentingan pribadi atas tindakan tersebut serta telah memberikan nasihat kepada Direksi agar tidak terjadi hal yang merugikan Perseroan Terbatas, termasuk kepailitan.

Kata Kunci: Business Judgement Rule, Dewan Komisaris, Perseroan Terbatas *) Mahasiswa Fakultas Hukum USU

**) Dosen Pembimbing I ***) Dosen Pembimbing II


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

ABSTRAK v

DAFTAR ISI vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1

B. Perumusan Masalah 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 6

D. Keaslian Penulisan 8

E. Tinjauan Kepustakaan 8

F. Metode Penelitian 9

G. Sistematika Penulisan 10

BAB II PENGATURAN BUSINESS JUDGEMENT RULE DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS A. Pengertian Business Judgement Rule 12

B. Perkembangan Prinsip Business Judgement Rule 24

C. Business Judgement Rule dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 34

BAB III TUGAS DAN KEWENANGAN DEWAN KOMISARIS DALAM PERSEROAN TERBATAS A. Dewan Komisaris sebagai Organ Perseroan Terbatas 42

B. Kewajiban Dewan Komisaris dalam Perseroan Terbatas 54

C. Tugas dan Kewenangan Dewan Komisaris dalam Perseroan Terbatas 54


(8)

BAB IV PRINSIP BUSINESS JUDGEMENT RULE TERHADAP DEWAN KOMISARIS DALAM PERSEROAN TERBATAS

A. Tanggung Jawab Dewan Komisaris dalam Perseroan Terbatas 61 B. Tanggung Jawab Dewan Komisaris atas Kepailitan 67 C. Prinsip Business Judgement Rule terhadap Dewan Komisaris

Dalam Perseroan Terbatas 72

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan 79

B. Saran 82


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tujuan pembangunan hukum nasional dilakukan diantaranya dengan membentuk peraturan perundang-undangan yang menampung aspirasi masyarakatnya, berintikan keadilan dan kebenaran yang mengabdi kepada kepentingan rakyat dan bangsa yang tentunya dibuat dan dilaksanakan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut, antara lain dilakukan dengan:

1. menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang ada yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman;

2. membentuk peraturan perundang-undangan yang baru untuk mempercepat reformasi, mendukung pemulihan ekonomi, dan perlindungan hak asasi manusia;

3. membentuk peraturan perundang-undangan baru sesuai dengan tuntutan masyarakat dan kemajuan zaman.1

Sejalan dengan kebijakan dasar tersebut, keberadaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas merupakan salah satu undang-undang yang perlu disempurnakan untuk diubah dan diganti dengan yang baru.

Penyempurnaan tersebut dimaksudkan untuk lebih meningkatkan peranan Perseroan Terbatas dalam pembangunan perekonomian nasional dan sekaligus

1

Sujud Margono, Hukum Perusahaan Indonesia Catatan atas UU Perseroan Terbatas, (Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri, 2008), hlm. 22.


(10)

memberikan landasan yang kokoh bagi dunia usaha dalam menghadapi perkembangan perekonomian di era globalisasi.

Maka dari itu kemudian ini lahirlah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (yang selanjutnya disebut UUPT). Lahirnya UUPT yang baru vmemberikan warna baru bagi berbagai pelaku usaha di berbagai bidang. Beberapa isu baru yang berkembang dalam UUPT antara lain diadopsinya prinsip tanggung jawab sosial dan lingkungan (Corporate Social

Responsibility/CSR), pembelian kembali saham oleh perusahaan (Buy Back),

pemisahan perusahaan tidak murni (Spin Off), larangan kepemilikan silang (Cross

Holding), dan prinsip Business Judgement Rule yang tidak saja berlaku bagi

Direksi, tetapi juga bagi Dewan Komisaris.

Perubahan signifikan yang terdapat dalam UUPT adalah semakin besarnya tanggung jawab Dewan Komisaris. Secara eksplisit dijelaskan bahwa setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan Terbatas apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai manjalankan tugasnya.2

Kewajiban Dewan Komisaris adalah membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya, melaporkan kepada Perseroan Terbatas mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada Perseroan Terbatas tersebut dan Perseroan Terbatas lain serta memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang baru lampau kepada Rapat Umum Pemegang Saham (selanjutnya disebut RUPS).3

2

Pasal 114 ayat (3) UUPT.

3


(11)

Pada penjabaran kewajiban ini menuntut para Dewan Komisaris yang lebih aktif dibandingkan sebelumnya. Dengan demikian tidak ada lagi ruang bagi anggota Dewan Komisaris yang hanya sekedar aksesoris atau rubber stamp. Kewajiban ini secara otomatis juga memberikan warning kepada anggota Dewan Komisaris karena apabila kewajiban ini tidak dijalankan maka sanksi hukum akan dijatuhkan, karena undang-undang menempati posisi kedua setelah UUD dalam sistem hukum Indonesia.

Dewan Komisaris memiliki 2 (dua) wewenang yang diatur dalam UUPT, yaitu wewenang preventif dan wewenang represif.4 Wewenang preventif Dewan Komisaris yaitu di dalam Anggaran Dasar Perseroan dapat ditetapkan kewenangan Dewan Komisaris untuk memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.5

Kewenangan Dewan Komisaris yang bersifat represif yaitu bahwa anggota Direksi dapat diberhentikan untuk sementara oleh Dewan Komisaris dengan menyebutkan alasannya.6

Dengaan pertimbangan tersebut maka dalam UUPT kembali diperkenalkan konsep Komisaris Utusan, yang ditunjuk dari anggota Dewan Komisaris yang sedang menjabat dan ditunjuk berdasarkan keputusan rapat Dewan Komisaris.

Oleh sebab itu perlu adanya pengawasan melekat oleh Dewan Komisaris.

7

Komisaris Utusan merupakan perwakilan dari Dewan Komisaris yang melakukan pengawasan dengan lebih intens (dengan komitmen waktu yang lebih banyak) dibandingkan anggota Dewan Komisaris lainnya. Dalam menjalankan

4

IKAI, Artikel: Kedudukan dan Tanggung Jawab Komisaris dan Komite Audit Pasca UU Perseroan Terbatas, terakhir diakses dari_____________

5

Pasal 117 ayat (1) UUPT.

6

Pasal 106 UUPT.

7


(12)

fungsinya Komisaris Utusan tidak boleh keluar dari koridor tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris.

Perluasan tanggung jawab Dewan Komisaris dalam UUPT membawa konsekuensi hukum yang cukup berat. Setiap anggota Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik dan bertanggung jawab dalam pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi untuk kepentingan Perseroan Terbatas.8

Begitu pula jika terjadi pailit, apabila kepailitan terjadi akibat kesalahan atau kelalaian Dewan Komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang dilaksanakan Direksi dan kekayaan Perseroan Terbatas tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan Terbatas akibat kelalaian tersebut, setiap anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab dengan anggota Direksi atas kewajiban yang belum dilunasi.

Setiap anggota Dewan Komisaris juga bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan Terbatas apabila yang bersangkutan lalai dalam menjalankan tugasnya.

Lalai di sini dimaksudkan sebagai tidak melakukan yang selayaknya, sepatutnya, sewajarnya dilakukan oleh anggota Dewan Komisaris dalam keadaan tertentu. Dengan demikian seorang anggota Dewan Komisaris harus proaktif dalam menjalankan fungsi pengawasan.

9

Satu hal yang harus dipahami mengenai tanggung renteng adalah bahwa tanggung renteng berlaku untuk masing-masing (jointly and severely), tidak ada rumusan proporsi maupun urutan prioritas, misalnya Direktur Utama lebih besar atau Komisaris Utama harus bertanggung jawab terlebih dahulu. Namun demikian

8

Pasal 114 ayat (2) UUPT.

9


(13)

secara internal (diantara Direksi dan Dewan Komisaris) dapat dibicarakan secara proporsional besaran tanggung jawab dari masing-masing individu.

Berbagai konsekuensi hukum di atas dapat dihindari dan Dewan Komisaris memperoleh kebebasan (diskulpasi) bila hal tersebut terjadi bukan karena kesalahan ataupun kelalaiannya, telah beritikad baik dan penuh kehati-hatian, tidak mempunyai kepentingan pribadi atas tindakan tersebut serta telah memberikan nasihat kepada Direksi agar tidak terjadi hal yang merugikan Perseroan Terbatas, termasuk kepailitan.

Hal inilah yang merupakan inti dari Business Judgement Rule terhadap Dewan Komisaris dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap pengurusan Perseroan Terbatas yang dilakukan oleh Direksi.

B. Perumusan Masalah

Sesuai dengan judul skripsi ini, yaitu “Tinjauan Yuridis Business Judgement Rule Pada Dewan Komisaris Menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas”, maka penulis merumuskan beberapa hal yang akan dikaji dalam tulisan ini, yaitu:

1. Bagaimanakah pengaturan terhadap Perseroan Terbatas?

2. Bagaimanakah pengaturan tentang Dewan Komisaris dalam pengawasan Perseroan Terbatas?

3. Bagaimanakah penerapan prinsip Business Judgement Rule pada Dewan Komisaris dalam pengawasan Perseroan Terbatas?


(14)

Adapun yang dijadikan tujuan dari pembahasan dalam skripsi ini, yaitu dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengertian dari Business Judgement Rule dan pengaturannya di dalam UUPT;

2. Untuk mengetahui pengertian, macam-macam dan syarat-syarat untuk menjadi Dewan Komisaris, keduduka n Dewan Komisaris dalam Perseroan Terbatas serta pengangkatan dan pemberhentian Dewan Komisaris kepada Perseroan Terbatas, dan pengaturan tentang Dewan Komisaris dalam UUPT;

3. Untuk mengetahui tanggung jawab Dewan Komisaris dalam Perseroan Terbatas termasuk dalam hal kepailitan Perseroan Terbatas serta penerapan Business Judgement Rule pada Dewan Komisaris dalam pengawasan Perseroan menurut UUPT.

Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Secara teoritis

Secara teoritis, diharapkan pembahasan terhadap maslah yang akan dibahas akan melahirkan pemahaman dan pandangan baru tentang penerapan prinsip Business Judgement Rule pada Dewan Komisaris dalam pengawasan Perseroan. Mengingat bahwa buku dan literatur yang membahas masalah ini masih minim, maka pemaparan bahasan tulisan ini didukung oleh pendapat banyak sarjana ekonomi ahli di bidang hukum dan ekonomi yang memberikan sumbangsih pemikirannya berkenaan dengan tema. Serta dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan


(15)

pembahasan Business Judgement Rule pada Dewan Komisaris Perseroan Terbatas.

2. Secara praktis

Secara praktis, pembahasan dalam skripsi ini ditujukan atau dapat dijadikan bahan acuan bagi kalangan akademisi dalam menambah wawasan pengetahuan mengenai Business Judgement Rule pada Dewan Komisaris menurut UUPT.

D. Keaslian Penulisan

Adapun karya ilmiah ini yang berjudul “Tinjauan Yuridis Business Judgement Rule pada Dewan Komisaris Menurut Undang-undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas” ini merupakan luapan dari hasil pemikiran secara pribadi, bersifat asli, serta sesuai dengan asas-asas keilmuan, yakni: jujur, rasional, objektif dan terbuka.

Adapun karya ilmiah ini belum penah ditulis di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis menyusun skripsi ini berdasarkan referensi buku-buku, hasil pemikiran, bahan-bahan dari media internet, dan juga melalui bantuan dari berbagai pihak. Semua ini merupakan implikasi pengetahuan dalam bentuk tulisan yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

Kalaupun ditemukan pendapat atau kutipan dalam penulisan ini hanya sebagai faktor pendukung dan pelengkap saja yang memang sangat dibutuhkan demi tercapainya kesempurnaan karya ilmiah ini.


(16)

E. Tinjauan Kepustakaan

Berdasarkan UUPT, Dewan Komisaris adalah organ Perseroan yang melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi.10

Setiap perusahaan wajib memiliki minimal seorang Komisaris.

Pengawasan dan pemberian nasihat dari Dewan Komisaris dilakukan untuk kepentingan Perseroan Terbatas dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan Terbatas.

11

Dalam akte pendirian ataupun anggaran dasar susunan Dewan Komisaris terdiri atas 1 (satu) orang anggota atau lebih, atau Dewan Komisaris yang terdiri atas lebih dari 1 (satu) orang anggota merupakan majelis (tribunal commisioners).12

Bahkan untuk Perseroan Terbatas tertentu wajib memiliki paling sedikit 2 (dua) orang anggota Dewan Komisaris, yaitu Perseroan Terbatas yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, Perseroan Terbatas yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, dan Perseroan Terbuka.13

F. Metode Penelitian

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar dapat mencapai tujuan lebih terarah serta dapat dipertanggungjawabkan, maka skripsi ini menggunakan penelitian yang bersifat deskriptif analitis dan dilakukan melalui metode

10

Pasal 1 angka 6 UUPT.

11

Munar Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, (Bandung: Perseroan Terbatas. Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 106.

12

Sujud Margono, Hukum Perusahaan Indonesia Catatan atas UU Perseroan Terbatas, (Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri, 2008), hlm. 83.

13


(17)

pendekatan yuridis normatif. Adapun pengumpulan data dari tulisan ini, dilakukan melalui studi pustaka (library research). Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang berkaitan dengan permasalahan yang ingin diteliti. Bahan pustaka yang dijadikan sumber dari penelitian disebut juga data sekunder.

Metode library research ini dilakukan melalui upaya untuk mempelajari sumber-sumber/bahan tertulis yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini. Sumber-sumber/bahan tertulis tersebut berupa buku-buku, artikel, dokumen-dokumen, hasil seminar, diskusi, simposium dan sebagainya.14

G. Sistematika Penulisan

Untuk menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya diuraikan secara sistematis dan diperlukan suatu sistematika penulisan yang teratur yang penulis bagi menjadi bab per bab, dimana masing-masing bab ini saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab I : Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II : Bab ini menjelakan tinjauan umum terhadap pengertian Business

Judgement Rule dan pengaturannya di dalam UUPT.

14

Pedoman Penulisan Skripsi dan Metode Penelitian Hukum, (Medan: Penerbit Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1990), hlm. 3-4.


(18)

Bab III : Bab ini menjelaskan pengaturan tentang Dewan Komisaris dalam pengawasan Perseroan Terbatas, yang mencakup tentang organ Perseroan Terbatas, berikut tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian Dewan Komisaris, kewajiban, serta tugas dan wewenang Dewan Komisaris.

Bab IV : Bab ini merupakan penelaahan lanjutan mengenai tanggung jawab Dewan Komisaris dan penerapan Business Judgement Rule pada Dewan Komisaris menurut UUPT.

Bab V : Bab ini merupakan bab terakhir, yaitu sebagai bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran mengenai permasalahan yang dibahas.


(19)

BAB II

PENGATURAN BUSINESS JUDGEMENT RULE

DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

A. Pengertian Business Judgement Rule

Business Judgement Rule merupakan suatu konsep corporate governance

yang berasal dari Amerika yang telah menjadi bagian dari tradisi hukum common

law lebih dari 150 tahun. Konsep ini secara tradisional digunakan sebagai tameng

untuk mencegah pengadilan-pengadilan di Amerika untuk mempertanyakan pengambilan keputusan usaha oleh Direksi, yang diambil dengan itikad baik, tanpa kepentingan pribadi, dan keyakinan yang dapat dipertanggungjawabkan bahwa mereka, para anggota Direksi, telah mengambil suatu keputusan yang menguntungkan Perseroan.15

Isu ini memang sangat penting bagi perlindungan Direksi yang selama ini tidak jelas diatur dalam UUPT yang lama. Dengan diadopsinya prinsip ini, diharapkan para Direksi berani mengambil resiko dalam keputusan-keputusan

Jika Direksi berhak atas perlindungan Business Judgement Rule maka pengadilan tidak boleh ikut campur apalagi mempertanyakan keputusan yang diambil Direksi.

Prinsip ini memberikan safe harbour bagi para Direksi yang mengambil calculated business decision untuk tidak dipertanggungjawabkan secara hukum apabila nantinya keputusan bisnisnya merugikan perusahaan.

15

Philip Lipton dan Abraham Herzberg, Understanding Company Law, (Brisbane: The Law Book Company Ltd, 1992), hlm. 36.


(20)

bisnisnya karena tanpa adanya keberanian untuk mengambil resiko ini, perkembangan bisnis di Indonesia dapat terhambat.

Doktrin ini mendudukkan manusia pada proporsi yang sebenarnya dengan segala kekurangannya, yang sering mengalami pencapaian atau harapan dari prediksi yang dirancang. Seorang Direksi, bagaimanapun tidak mungkin selalu benar dalam menjalankan usahanya, karena error (kekeliruan) adalah kelengkapan manusia. Jadi, sudah sepantasnya jika Direksi tidak digeneralisir untuk bertanggung jawab atas kesalahan dalam mengambil keputusan (mere errors of

judgement) tanpa mempertimbangkan unsur manusiawinya.

Oleh karena itu doktrin Business Judgement Rule memberikan perlindungan kepada Direksi atas kemungkinan adanya kesalahan yang diakibatkan oleh suatu keadaan yang wajar dan manusiawi.

Henry Campbell Black merumuskan:16

16

Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, 6th ed., (St. Paul, Minn: West Publishing Co., 1990), hlm. 200.

Business Judgement Rule. This rule immunizes management from liability in corporation undertaken within both power of corporatinand authority of management where there is reasonable basis to indicate that transaction was made with due care and in good faith.

(Aturan ini memberi kekebalan kepada manajemen dari tanggung jawab perusahaan yang diambil dalam hal kekuasaan perusahaan dan wewenang manajemen dimana terdapat dasar-dasar yang masuk akal untuk mengindikasikan bahwa transaksi tersebut dilakukan dengan hati-hati dan beritikad baik).

Dari pengertian yang diberikan di atas dapat diketahui bahwa Business

Judgement Rule melindungi Direksi atas setiap keputusan bisnis yang merupakan

transaksi Perseroan, selama hal tersebut dilakukan dalam batas-batas kewenangan dengan penuh kehati-hatian dan itikad baik.


(21)

Aturan Business Judgement Rule didasarkan pada konsepsi bahwa Direksi lebih tahu dari siapapun juga mengenai keadaan perusahaannya dan karenanya landasan dari setiap keputusan yang diambil olehnya.

Untuk itu maka Direksi selama dan sepanjang dalam mengambil keputusannya, tidak diperbolehkan untuk melakukan tindakan yang memberikan manfaat pribadi (self-dealing) atau tidak mempunyai kepentingan pribadi (personal interest) dan telah melaksanakan prinsip kehati-hatian dengan itikad baik.

Keputusan bisnis yang diambil Direksi tidak dapat ditentang atau dipertanyakan, kecuali keputusan tersebut telah diambil secara ceroboh (in

negligent manner), dilakukan dengan cara curang (tainted by fraud), adanya

benturan kepentingan (conflict of interest) atau didasarkan pada suatu perbuatan melawan hukum (illegality).

Business Judgement Rule secara tradisional, memang dikonsep untuk

melindungi kepentingan anggota Direksi dari pertanggungjawaban atas setiap keputusan usaha tertentu yang diambilnya yang menerbitkan atau mengakibatkan kerugian bagi Perseroan.17

Business Judgement Rule dapat juga dilihat sebagai suatu standard of conduct (standar perilaku) yang memberitahukan apa dan bagaimana seseorang

harus bertindak dalam suatu keadaan tertentu atau untuk memutuskan suatu hal tertentu. Untuk dapat menilai apakah telah terjadi pelanggaran terhadap Business

Judgement Rule, maka harus ada standard of review, yang menjadi dasar bagi

17

Lewis D. Salomon, Donald E. Schwartz, Jeffry D. Bauman, and Elliot J. Weiss. Corporations Law and Policy Materials and Problems, 4th ed., (St. Paul. Minn: West Group, 1998), hlm. 685.


(22)

penilaian apakah tindakan yang dilakukan memang sudah sewajarnya dan seharusnya dilakukan.18

Besarnya pengaruh prinsip Business Judgement Rule telah menyebabkan beberapa negara bagian di Amerika mengecualikan berbagai kerugian Perseroan dari tanggung jawab Direksi, kerugian yang terbit sebagai akibat perbuatan

Dengan demikian jelaslah bahwa perlindungan Business Judgement Rule dikatakan tidak berlaku bagi Direksi, jika dalam tindakan atau perbuatannya diketahui bahwa ia telah berupaya untuk mengendapkan kepentingan pribadinya. Ini berarti judgement atau keputusan yang telah diambilnya itu tidak dapat dikatakan sebagai discretionary exercises of power on behalf of the corporation karena tindakan atau perbuatan hukum tersebut di dalamnya mengandung kecurangan (fraud), dan benturan kepentingan (conflict of interest).

Perkembangan mengenai Business Judgement Rule belakangan ini menunjukkan bahwa hakim pengadilan dalam memeriksa perkara yang terkait dengan Business Judgement Rule ini, tidak hanya melihat semata-mata pada keberadaan conflict of interest, namun lebih kearah concept of neutrality (konsep netralis) yang melahirkan fairness (keadilan).

Yang dimaksud dengan konsep netralis ini adalah bahwa suatu perbuatan hukum yang di dalamnya terdapat unsur benturan kepentingan antara kepentingan salah satu atau lebih anggota Direksi maupun Dewan Komisaris dengan kepentingan Perseroan masih dapat dilaksanakan, selama dan sepanjang perbuatan tersebut adalah wajar dan telah disetujui oleh pihak-pihak yang tidak memiliki benturan kepentingan.

18

Melvin A. Einsberg, Whether the Business Judgement Rule Should Be Codified, (Vol. 28, 1998), hlm. 35.


(23)

Direksi Perseroan berikut di bawah ini, tidak dapat diberlakukan Business

Judgement Rule. Tindakan-tindakan tersebut adalah:19

1. pelanggaran terhadap duty of loyality, khususnya terkait dengan keterbukaan informasi dari transaksi yang mengandung benturan kepentingan;

2. melakukan atau tidak melakukan suatu hal tidak dengan itikad baik atau melibatkan perbuatan yang dengan sengaja melawan hukum atau patut diduga akan melawan hukum ;

3. pembagian dividen atau pembelian kembali saham yang tidak layak;

4. transaksi yang membawa akibat Direksi memperoleh keuntungan secara tidak layak.

Dari berbagai penjelasan tersebut di atas, secara umum dapat dikatakan bahwa pertimbangan dan keputusan seorang anggota Direksi tidak dapat diganggu gugat kecuali apabila keputusan tersebut didasarkan atas suatu kecurangan (fraud), atau lahir dari tidak adanya keterbukaan mengenai keberadaan benturan kepentingan (conflict of interest), atau terjadi sebagai akibat atau merupakan kesalahan atau perbuatan yang melanggar hukum (illegality), dan telah menerbitkan kerugian sebagai akibat kelalaian berat (gross negligence).

Dari keempat hal menyebabkan hapusnya perlindungan Business

Judgement Rule bagi Direksi, masalah penentuan kelalaian adalah hal yang paling

sulit untuk ditegaskan. Sehubungan dengan hal tersebut, dikatakan bahwa

19


(24)

penerapan standard of careful conduct bagi Direksi adalah antara lain sebagai berikut:20

1. Direksi harus secara sewajarnya terus-menerus melakukan monitoring dan pengawasan terhadap jalannya usaha Perseroan dan mengevaluasi apakah kegiatan usaha tersebut telah dikelola atau diurus dengan baik;

2. Direksi harus secara sewajarnya mengikuti guna memperoleh data dan informasi yang diperlukan melalui proses monitoring atau dengan cara lainnya agar Direksi terus memperoleh informasi yang up to date;

3. Direksi harus membuat keputusan yang wajar terhadap hal-hal yang memang dan harus diputuskan diambil;

4. Direksi harus melaksanakan proses pengambilan keputusan yang wajar sebelum suatu keputusan diambil.

Jadi dengan demikian dapat dikatakan bahwa untuk memperoleh perlindungan Business Judgement Rule ada 4 (empat) syarat yang perlu diperhatikan, yaitu:21

1. Direksi harus mengambil keputusan (judgement). Kelalaian Direksi untuk meminta dokumen yang diperlukan untuk mengambil suatu keputusan sudah cukup membuat Direksi yang bersangkutan dikeluarkan dari perlindungan Business Judgement Rule;

2. Direksi dalam mengambil keputusan harus sudah memperoleh masukan yang menurutnya selayaknya diperlukan yang terkait dengan keputusan yang akan diambil tersebut dan bahwa proses atau langkah-langkah yang sewajarnya untuk mengambil suatu keputusan bisnis sudah juga ditempuh;

20

Melvin A. Einsberg, Whether the Business Judgement Rule Should Be Codified, (Vol. 28, 1998), hlm. 38-39.

21


(25)

3. keputusan tersebut harus diambil berdasarkan pada itikad baik, dengan pengertian bahwa tidak ada seorangpun dari anggota Direksi yang mengetahui bahwa akibat dari keputusan tersebut akan menerbitkan kerugian bagi Perseroan secara nyata, yang merupakan perbuatan curang atau melawan hukum ;

4. tidak ada seorang anggota Direksi pun yang mempunyai benturan kepentingan secara finansial dengan kepentingan Perseroan terhadap keputusan yang diambil tersebut.

Jika dibandingkan dengan fiduciary duty Direksi, maka semua hal yang dikatakan sebagai pelanggaran yang menyebabkan tidak berlakunya Business

Judgement Rule adalah pelanggaran terhadap fiduciary duty Direksi. Dengan

demikian secara sederhana dapat dikatakan bahwa Direksi yang melanggar

fiduciary duty tidak dilindungi oleh Business Judgement Rule.

Dalam sistem pengurusan dengan dua dewan, Direksi dan Dewan Komisaris merupakan satu-kesatuan yang dipersamakan dengan sistem pengurusan dalam satu dewan. Dalam sistem pengurusan satu dewan, Direksi disamping sebagai pengurus, juga melaksanakan fungsi pengawasan, yang pada sistem dua dewan dilaksanakan oleh Dewan Komisaris.

Dengan demikian jelaslah bahwa baik bagi Direksi maupun Dewan Komisaris, keduanya memiliki fiduciary duty, yang jika dilaksanakan sebagaimana mestinya melindungi kedua dewan tersebut dari setiap tindakan, perbuatan, maupun keputusan yang diambil olehnya berdasarkan pada prinsip


(26)

Hal ini berarti bahwa segala ketentuan mengenai Business Judgement Rule yang berlaku bagi Direksi, secara mutatis mutandis juga berlaku bagi Dewan Komisaris. Hanya saja pada Dewan Komisaris ketentuan mengenai Business

Judgement Rule ini bukan mengenai tindakan atau keputusan dalam fungsi

pengurusan, melainkan dalam fungsi pengawasan.

B. Perkembangan Prinsip Business Judgement Rule

Perseroan Terbatas sebagai suatu perusahaan atau suatu entitas ekonomi dimana salah satu karakteristiknya adalah terpusatnya manajemen di bawah struktur Dewan Komisaris. Oleh karena itu sangat penting untuk mengontrol perilaku mereka. Awal dari pentingnya fungsi control terhadap Direksi tidak terlepas dari perkembangan teori pemisahan kekayaan dalam hukum perusahaan itu sendiri.22

Penerapan teori ini mempunyai misi utama, yakni untuk mencapai keadilan, khususnya bagi Direksi sebuah Perseroan Terbatas dalam melakukan

Berkaitan dengan tindakan Direksi yang mengambil tindakan untuk kepentingan dan keuntungan bagi Perseroan, terdapat pula doktrin dalam hukum korporasi yang melindungi Direksi yang beritikad baik tersebut sebagaimana terdapat dalam teori Business Judgement Rule yang merupakan salah satu teori yang sangat populer untuk menjamin keadilan bagi Direksi yang mempunyai itikad baik.

22

Bismar Nasution, Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris dalam Pengelolaan Perseroan Terbatas Bank, disampaikan dalam Seminar Sehari “Tanggung Jawab Pengurus Bank dalam Penegakan dan Penanganan Penyimpanan di Bidang Perbankan menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Perbankan”, Surabaya, 21 Februari 2008, hal. 1.


(27)

suatu keputusan bisnis.23

Teori ini berasal dari Teori Salomon yang muncul dari Putusan Pengadilan kasus Salomon v Salomon & Co. Ltd. (1897). Teori ini mengungkapkan bahwa pada sebuah pembentukan Perseroan Terbatas, perusahaan menjadi bagian terpisah dari orang yang membentuknya atau menjalankannya, dimana perusahaan tersebut mempunyai hak dan kewajiban yang berkaitan erat dengan aktivitasnya bukan kepada orang yang memiliki atau menjalankannya.

Business Judgement Rule merupakan sebuah doktrin yang telah lama diterapkan untuk melindungi Direksi dalam pertanggungjawaban hukum yang diambil dari keputusan-keputusan bisnis mereka.

24

Pemegang saham ini seringkali hanya mempunyai pengawasan yang kecil atau bahkan tidak sama sekali terhadap perilaku seorang Direksi. Oleh karena itu, dengan adanya pemisahan kekayaan antara Direksi dan perusahaannya, para Direksi mempunyai moral hazard yang tinggi karena mereka tidak mendapat konsekuensi finansial yang serius apabila keputusan mereka merugikan perusahaan. Akibatnya banyak para Direksi yang menggunakan kekuasaannya

Dalam perkembangannya, Teori Solomon sering disalahgunakan oleh para pemilik atau Direksi yang beritikad buruk untuk kepentingannya sendiri. Hal ini terjadi karena seorang Direksi dari sebuah perusahaan akan selalu berurusan dengan asset milik orang lain, tidak hanya dalam aspek hukum dimana dia akan berkuasa penuh untuk mengelola aset-aset perusahaan, tetapi juga perusahaan mungkin mempunyai pemegang saham yang menginvestasikan uangnya dalam perusahaan tersebut dengan membeli saham.

23

Teori Business Judgement Rule mengalami perkembangannya sebagai yurisprudensi dalam prinsip common law di Amerika dimulai dengan keputusan Lousiana Supreme Court, dalam kasus Percy v Millaudon pada tahun 1829.

24

Christopher L. Rya, Company Directors, Liabilities, Rights and Duties, CCH Editions Limited, Third Edition, 1990, hal. 215.


(28)

untuk memperkaya diri sendiri yang seringkali menyebabkan perusahaan mereka mengalami kerugian.

Adanya penyimpangan ini tentunya menimbulkan suatu isu tersendiri dalam hukum perusahaan. Kerugian perusahaan tentunya dapat merugikan pemilik modal perusahaan. Investasi mereka akan hilang apabila perusahaan tersebut menjadi insolven. Demikian juga apabila ada barang atau jasa yang digunakan oleh perusahaan yang diperoleh secara kredit, Direksi akan mengelola barang dan jasa yang didalamnya terdapat hak para kreditur yang baru akan hilang apabila hutang kredit tersebut dibayar lunas.

Dalam hal ini maka dibuatlah pengecualian terhadap teori ini, misalnya dalam hal ini para pemilik dan Direksi berada pada posisi yang tidak terlindungi (exposed position) maka mereka bertanggung jawab secara pribadi kepada akibat-akibat hukum dari perbuatan mereka.25

Pengadilan menerangkan bahwa Business Judgement Rule adalah sebagai berikut:

Dalam kasus Gries Sports Enterprises, INC. v Cleveland Brown Football

Co., Inc., 26 Ohio St.3d 15, 496 N.E2D 959 (1986), yang melibatkan pemegang

saham yang mengajukan gugatan minoritas dan/atau melawan Direksi-Direksi perusahaan yang diduga melanggar prinsip-prinsip keadilan dalam pengambilalihan saham kepada perusahaan lain.

26

25

Ibid, hlm. 216.

26

Bismar Nasution, Pertanggungjawaban Direksi dalam Pengeloaan Perseroan, disampaikan dalam Seminar Sehari Nasional Sehari “Optimalisasi Sistem Pengelolaan, Pengawasan, Pembinaan dan Pertanggungjawaban Keberadaan Perseroan Terbatas (Perseroan) Dilingkungan BUMN Ditinjau Dari Aspek Hukum dan Transparansi”, Jakarta, 8 Maret 2007, hal. 10.


(29)

Business Judgement Rule adalah sebuah prinsip dalam kepemimpinan

perusahaan yang menjadi tujuan dari Common Law sejak 150 tahun yang lalu.

Business Judgement Rule telah lama diterapkan untuk melindungi Direksi dari

tanggung jawab yang diambil dari keputusan-keputusan bisnis mereka. Apabila Direksi-Direksi dalam pelaksanaan tanggung jawab dimandati atas perlindungan tersebut, maka pengadilan tidak boleh mencampuri hal tersebut atau memberikan pendapat lain atas keputusan Direksi. Sebaliknya jika Direksi tidak dimandati atas perlindungan Business Judgement Rule maka pengadilan wajib memeriksa keputusan-keputusan tersebut apakah perilaku Direksi memang untuk kepentingan perusahaan dan dengan itikad baik serta memperhatikan pemegang saham minoritas perusahaan. Prinsip Business Judgement Rule merupakan ketentuan yang dapat dikesampingkan jika Direksi bertindak lebih baik daripada pengadilan yang akan mendalilkan Business Judgement Rule dan apabila Direksi bertindak dalam keputusan bisnis yang bebas dari self-dealing (untuk kepentingan pribadi) dan dapat menunjukkan tindakan tersebut dilaksanakan berdasarkan alasan yang wajar serta itikad baik. Pihak yang menggugat keputusan Direksi menghadapi risiko akan adanya ketentuan akan ditolaknya gugatan jika pada akhirnya dapat dibuktikan bahwa Direksi membuat keputusan bisnis yang tepat.

Oleh sebab itu Direksi harus mengetahui tugas dan tanggung jawabnya kepada perusahaan untuk menghindari hal yang di atas. Hal ini berkaitan dengan prinsip tanggung jawab Direksi atau yang sering disebut dengan fiduciary duty tersebut.27

27

Prinsip ini ditemukan dan dielaborasi oleh Court of Chancery pada sekitar abad 18-19 untuk menjamin bahwa orang yang memegang asset atau menjalankan fungsi dalam kapasitasnya sebagai perwakilan untuk kepentingan orang lain berlaku dengan itikad baik dan secara konsisten


(30)

pemegang saham perusahaan, karena Direksi mempunyai kewajiban untuk melindungi kepentingan pemegang saham dari tindakan sewenag-wenang pemegang saham mayoritas. Namun perlu ditekankan bahwa kewajiban utama dari Direksi adalah kepada perusahaan secara keseluruhan bukan kepada pemegang saham baik secara individu amupun kelompok.

Dalam perkembangannya penerapan prinsip fiduciary duty telah menimbulkan kekhawatiran yang mendalam bagi para Direksi untuk mengambil keputusan bisnisnya. Dalam dunia bisnis adalah lazim bagi Direksi untuk mengambil sebuah keputusan yang bersifat spekulatif karena ketatnya persaingan usaha.

Permasalahan timbul ketika keputusan bisnis yang diambilnya ternyata merugikan perusahaan, padahal dalam mengambil keputusan tersebut, Direksi tersebut melakukannya dengan jujur dan dengan itikad yang baik. Untuk melindungi Direksi yang beritikad baik tersebut maka muncul teori Business

Judgement Rule yang merupakan salah satu teori yang sangat populer untuk

menjamin keadilan bagi para Direksi yang mempunyai itikad baik.

Business Judgement Rule selain melindungi tanggung jawab pribadi

seorang Direksi apabila terjadi pelanggaran, ia juga dapat diberlakukan terhadap pembenaran-pembenaran keputusan bisnis di mana perintah-perintah yang ditujukan kepada Dewan Komisaris, atau terhadap keputusan-keputusan itu sendiri, terhadap kasus yang menitikberatkan kepada keputusan bisnis yang merupakan tanggung jawab dari pembuat keputusan.

melindungi kepentingan dari orang yang diwakilinya, lihat Robert R. Pennington, Director’s Personal Liability, Collin Professional Books, 1997, hlm. 33.


(31)

Menurut Business Judgement Rule, pertimbangan bisnis (business

judgement) dari pada anggoita Direksi tidak akan ditantang (diganggu gugat) atau

ditolak oleh pengadilan atau oleh para pemegang saham, dan para anggota Direksi tersebut tidak akan dibebani tanggung jawab atas akibat-akibat yang timbul karena telah diambilnya suatu pertimbangan bisnis oleh anggota Direksi yang bersangkutan, sekalipun apabila pertimbangan itu keliru, kecuali dalam hal-hal tertentu.

Mengenai perbuatan-perbuatan dan pertimbangan bisnis apa saja yang tidak dilindungi oleh Business Judgement Rule, sangatlah penting untuk diketahui masyarakat dan hakim. Apabila kita mempelajari putusan-putusan pengadilan Amerika Serikat, dapat diketahui bahwa ternyata pengadilan-pengadilan tidak seragam dalam merumuskan pengecualian-pengecualian rule tersebut. Beberapa pengadilan berpendapat bahwa pertimbangan (judgement) seorang anggota Direksi tidak dapat diganggu gugat kecuali apabila pertimbangan (judgement) tersebut didasarkan atas suatu kecurangan (fraud), atau menimbulkan benturan kepentingan (conflict of interest), atau merupakan perbuatan yang melanggar hukum (illegality). Sedangkan beberapa pengadilan yang lain berpendapat bahwa Direksi, yang dalam mengambil pertimbangan telah menimbulkan kerugian bagi Perseroan, tidak dilindunggi oleh Business Judgement Rule apabila kerugian tersebut adalah sebagai akibat kelalaian berat (gross negligence) dari anggota Direksi yang bersangkutan.28

Dari pendapat berbagai pengadilan di Amerika Serikat sepakat bahwa anggota Direksi tidak harus bertanggung jawab atas terjadinya kerugian perseroan

28

Francis v. United Jersey Bank, 432A. 2d814 (N.J.1981). Lihat juga Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Faillessementverordening Juncto Undang-undang No. 4 Tahun 1998, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2002, hlm. 431.


(32)

apabila anggota Direksi dalam mengambil suatu pertimbangan (judgement) dilakukan dengan itikad baik. Namun kebanyakan dari pengadilan juga berpendapat bahwa tidak seharusnya para anggota Direksi ini bertindak sembrono (act negligently) atau melakukan kelalaian yang berat (act in a grossly negligently

way). Bila demikian halnya, maka anggota Direksi yang bersangkutan harus

bertanggung jawab atas kerugian Perseroan yang telah ditimbulkannya.29

1. memiliki informasi tentang masalah yang akan diputuskan dan percaya bahwa informasi tersebut benar;

Dalam ilmu hukum , teori Business Judgement Rule diartikan sebagai aplikasi spesifik dari standar tingkah laku Direksi pada sebuah situasi dimana setelah pemeriksaan secara wajar, Direksi yang tidak mempunyai kepentingan pribadi menggunakan serangkaian tindakan dengan itikad baik, jujur dan secara rasional percaya bahwa tindakannya dilakukan hanya semata-mata untuk kepentingan perusahaan.

Salah satu tolak ukur untuk memutuskan apakah suatu kerugian tidak disebabkan oleh keputusan bisnis (business judgement) yang tidak tepat sehingga dapat menghindar dari pelanggaran prinsip duty of care adalah:

2. tidak memiliki kepentingan dengan keputusan dan memutuskan dengan itikad baik;

3. memiliki dasar rasional untuk mempercayai bahwa keputusan yang diambil adalah yang terbaik bagi perusahaan.

Apabila terbukti bahwa tindakan atau keputusan yang diambil oleh Direksi untuk memberlakukan suatu kebijakan Perseroan yang didasarkan atas business

29


(33)

judgement yang tepat dalam rangka meraih keuntungan yang sebanyak-banyaknya

bagi Perseroan, maka apabila ternyata tindakan yang diambil tersebut menimbulkan kerugian yang melahirkan pertanggungjawaban hukum , tidak dapat dibebankan pada pribadi Direksi, tetapi dibebankan pada Perseroan. Pertanggungjawaban oleh pengurus hanya dimungkinkan apabila terbukti terjadi pelanggaran duty of care dan duty of loyality.

Aplikasi secara implicit atau eksplisit dari teori Business Judgement Rule dapat dilihat dari pengalaman di Kanada di mana pengadilan lebih memfokuskan perhatian hukum (judicial attention) dari proses pengambilan keputusan dari hasil keputusan yang dibuat tersebut.

Pengadilan lebih cenderung melihat apakah duty of care sudah terpenuhi, walaupun keputusan tersebut dilihat dari sudut pandang bisnis.30

Hal ini penting agar mereka mempunyai landasan hukum yang kuat dalam bertindak sesuai dengan UUPT terhadap segala kewajiban mereka kepada para pemegang saham jika perusahaannya dinyatakan bersalah karena melanggar undang-undang. Dan lebih penting lagi tindakan di atas mengacu pada keputusan bisnis yang akan memenuhi secara objektif kenaikan nilai dari perusahaan.

Oleh karena itu penting bagi Direksi untuk menjamin telah melakukan hal-hal yang sesuai dengan standar dan prosedur yang terdapat dalam perusahaannya sebelum mengambil sebuah keputusan bisnis. Tindakan tersebut harus sesuai dan konsisten dengan aktivitas due diligence yang dibutuhkan agar terhindar dari pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan.

31

30

Margot Priest, R. Mecredy-Williams, Barbara R.C. Doherty dan James W. O’reilly, Director’s Duties in Canada, CCH Canadian Limited, 1995, hlm. 30.

31


(34)

C. Business Judgement Rule dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Sebelum keluarnya UUPT yang baru, Indonesia tidak secara jelas mengadopsi prinsip Business Judgement Rule. Padahal ini penting untuk menentukan apakah seorang Direksi dapat dimintai pertanggungjawabannya atau tidak. Karena perusahaan adalah risk taker yang bertujuan untuk mencari keuntungan dimana Direksi sebagai organ perusahaan dalam mengambil keputusan bisnis seringkali bersifat spekulatif yang bertendensi untuk mengalami kerugian. Disinilah pentingnya standar mengenai pertanggungjawaban untuk dapat melihat keputusan bisnis manakah yang diambil sesuai dengan prosedur demi kepentingan perusahaan ataukah keputusan bisnis yang diambil untuk kepentingan si Direksi itu sendiri. Sehingga dalam praktiknya UUPT lama mempunyai berbagai hambatan untuk melindungi keputusan bisnis dari Direksi.

Hal inilah yang merupakan salah satu unsur penting dalam amandemen UUPT lama. Tanpa adanya standar yang jelas mengenai pertanggungjawaban Direksi maka dikhawatirkan Direksi tidak akan berani mengambil keputusan bisnis. Hal ini bertentangan dengan posisi perusahaan sebagai risk taker sehingga secara tidak langsung akan menghentikan continuos improvement dari perusahaan itu sendiri. Oleh karena itu, masuknya prinsip Business Judgement Rule dalam UUPT adalah hal yang sangat positif untuk mendukung perkembangan iklim usaha di Indonesia.

Seorang Direksi bebas dari tanggung jawab atas kerugian perusahaan apabila dapat membuktikan:


(35)

2. Direksi melakukan kepengurusan dengan beritikad baik dan hati-hati; 3. kepengurusan dilakukan untuk kepentingan dan tujuan perusahaan; 4. Direksi tidak mempunyai conflict of interest; dan

5. telah mengambil langkah-langkah untuk mencegah kerugian.32

Sementara itu, anggota Dewan Komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian yang dialami Perseroan apabila ia dapat membuktikan:

1. telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; 2. tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak

langsung atas tindakan kepengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian; dan

3. telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.33

Secara umum, ketentuan di atas merupakan prinsip Business Judgement

Rule yang biasa ditemukan di negara Common Law. Namun demikian ada sedikit

perubahan versi dengan ketentuan Business Judgement Rule yang biasa ditemui di negara-negara Common Law.34

Pertama, pada umumnya prinsip Business Judgement Rule hanya berlaku pada keputusan bisnis saja. Dalam UUPT, prinsip ini berlaku pada “pengurusan Perseroan” yang merupakan aspek yang lebih luas dibandingkan dengan

32

Pasal 97 ayat (5)UUPT.

33

Pasal 114 ayat (5) UUPT.

34

Bismar Nasution, Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris dalam Pengelolaan Perseroan Terbatas Bank, disampaikan dalam Seminar Sehari “Tanggung Jawab Pengurus Bank dalam Penegakan dan Penanganan Penyimpanan di Bidang Perbankan menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Perbankan”, Surabaya, 21 Februari 2008, hal. 14.


(36)

keputusan bisnis. Hal ini berarti Direksi dapat dibebaskan dari tanggung jawabnya bukan hanya dalam hal keputusan bisnis yang diambil, tetapi juga dalam aspek manajemen perusahaan jika Direksi tersebut dapat membuktikan kelima unsur di atas.

Kedua, tidak ada kejelasan defenisi mengenai “kesalahan” dan “kelalaian”. Akan sangat sulit untuk membuktikan bahwa tidak ada unsur kesalahan atau kelalaian dalam keputusan bisnis atau kepengurusan tanpa parameter yang jelas tentang apa yang dapat dikategorikan sebagai kesalahan atau kelalaian. Dalam struktur perusahaan yang semakin rumit tidak jarang Direksi mendelegasikan kewenangannya kepada bawahannya yang mungkin menyalahgunakan kewenangan tersebut. Hal yang sama juga terjadi dalam hal keputusan bisnis. Dalam iklim usaha yang semakin kompetitif, tidak jarang Direksi harus mengambil keputusan yang bersifat spekulatif untuk dapat bersaing dengan kompetitornya. Apabila nantinya keputusan tersebut mengakibatkan kerugian, apakah Direksi dapat dianggap salah atau lalai.

Hal ini sedikit berbeda dengan negara Common Law yang pada umumnya tidak mencantumkan unsur ini di dalam bunyi pasalnya. Standar yang dilakuakan adalah standar kewajaran (reasonable) di mana pengadilan akan melihat keputusan yang diambil oleh Direksi dengan melihat apa yang akan dilakukan oleh orang lain yang mempunyai posisi dan dalam kondisi yang sama. Apabila orang lain tersebut cenderung akan mengambil keputusan yang sama, maka keputusan bisnis tersebut dapat dikatakan merupakan bisnis yang wajar. Hal ini dilakukan untuk mendorong Direksi untuk berani mengambil keputusan-keputusan yang bersifat inovatif. Tanpa adanya keberanian ini dikhawatirkan


(37)

perkembangan ekonomi dapat terhambat apalagi di masa globalisasi dimana para Direksi dihadapkan dengan pesaing dari berbagai Negara.

Ketiga, permasalahan ukuran “itikad baik” dan “kehati-hatian” masih juga terdapat di UUPT. Seperti juga ketidakjelasan dalam defenisi kesalahan dan kelalaian, tidak adanya unsur yang jelas dari ketentuan itikad baik dan kehati-hatian dapat mengakibatkan ketidakpastian bagi para Direksi. Oleh karena itu, para Direksi haruslah tetap berhati-hati dalam kepengurusan dan pengambilan keputusan bisnisnya agar mendapat perlindungan dari UUPT.

Keempat, Pasal 155 UUPT juga mengatur bahwa ketentuan tanggung jawab Direksi tidak mengurangi kesalahan atau kelalaian yang diatur oleh Undang-Undang Hukum Pidana. Artinya walaupun menurut ketentuan UUPT ini seorang Direksi dapat dibebaskan dari tanggung jawabnya, tidak menutup kemungkinan Direksi tersebut masih dapat dituntut dengan ketentuan lain dalam peraturan perundang-undangan lainnya.

Hal ini tentunya dapat mengaburkan penerapan prinsip Business

Judgement Rule itu sendiri. Di satu sisi ketentuan ini dimaksudkan untuk

memberikan safe harbour kepada para Direksi. Namun di sisi lain UUPT tidak secara otomatis melindungi Direksi dari tanggung jawabnya terhadap eksposure Undang-Undang Pidana lainnya.


(38)

BAB III

TUGAS DAN KEWENANGAN DEWAN KOMISARIS DALAM PERSEROAN TERBATAS

A. Dewan Komisaris sebagai Organ Perseroan Terbatas

Konsep hukum tentang Dewan Komisaris berasal dari konsep hukum Jerman, yang serupa dengan hukum di Negara Eropa Kontinental lainnya, yang dalam Bahasa Belanda disebut dengan Raad Van Commissarissen, yang meskipun tidak ada padanannya dalam konsep hukum Common Law, dalam Bahasa Inggris sering disebut dengan istilah Board of Commissioner. Akan tetapi, untuk Dewan Komisaris ini, dalam Bahasa Inggris sering juga disebut dengan Board of

Commissory atau Board of Supervisory Directors.35

UUPT sendiri memberikan pengertian bahwa Dewan Komisaris adalah organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan Anggaran Dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.36

Dewan Komisaris memegang peranan yang sangat penting dalam Perseroan. Menurut Egon Zehnder, Dewan Komisaris merupakan inti dari Good

Corporate Governance yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi

Pengawasan dan pemberian nasihat dari Dewan Komisaris dilakukan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.

35

Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, (Bandung: PT)

36


(39)

perusahaan, mengawasi Direksi dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas.37

Sebelum berlakunya UUPT, menurut KUHD, tidak ada ketentuan yang mewajibkan perusahaan untuk memiliki Komisaris. Jadi menurut KUHD, jabatan Komisaris adalah jabatan yang optional, yakni perusahaan boleh mempunyai Komisaris dan boleh tidak.

Pada intinya, Dewan Komisaris merupakan suatu mekanisme mengawasi dan mekanisme untuk memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan. Mengingat Direksi yang bertanggung jawab untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan—sedangkan Dewan Komisaris bertanggung jawab untuk mengawasi Direksi—maka Dewan Komisaris merupakan pusat ketahanan dan kesuksesan perusahaan.

38

Dalam akte pendirian ataupun Anggaran Dasar susunan Dewan Komisaris terdiri atas:39

1. Dewan Komisaris terdiri atas 1 (satu) orang anggota atau lebih;

2. Dewan Komisaris yang terdiri atas lebih dari 1 (satu) orang anggota merupakan majelis (tribunal commisioners).

Kewajiban Perseroan memiliki paling sedikit 2 (dua) orang anggota Dewan Komisaris,40

1. Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat;

terhadap hal-hal berikut ini:

37

Forum the Corporate Governance in Indonesian, Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan),

diakses tanggal 24 Agustus 2009.

38

Op Cit, hlm. 106.

39

Sujud Margono, Hukum Perusahaan Indonesia, Catatan atas UUPT, (Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri, 2008), hlm. 85.

40


(40)

2. Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat; dan

3. Perseroan Terbuka.

Pada prinsipnya, tugas Komisaris adalah untuk mengadakan pengawasan. Karena itu, Dewan Komisaris dapat disebut dengan Dewan Pengawas. Fungsi pengawas dari Dewan Komisaris diwujudkan dalam 2 (dua) level, yakni sebagai berikut:41

1. Level Performance; dan

2. Level Conformance.

Yang dimaksud dengan fungsi pengawasan Komisaris pada level

performance adalah fungsi pengawasan dimana Komisaris tersebut memberikan

pengarahan dan petunjuk kepada Direksi perusahaan dan RUPS. Sementara yang dimaksud dengan fungsi pengawasan Komisaris pada level conformance adalah berupa pelaksanaan kegiatan melaksanakan kegiatan melaksanakan pengawasan selanjutnya agar dipatuhi dan dilaksanakan, baik terhadap pengarahan dan petunjuk yang telah diberikan tersebut maupun terhadap ketentuan dalam perundang-undangan yang berlaku.42

Yang dapat diangkat menjadi anggota Dewan Komisaris adalah orang-perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum , kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah:

Setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri, melainkan berdasarkan Keputusan Dewan Komisaris.

43

41

IKAI, Kedudukan dan Tanggung Jawab Komisaris dan Komite Audit Pasca UU

Perseroan Terbatas Baru, , diakses pada tanggal 27 Juli 2009.

42

Ibid, hlm. 108.

43


(41)

1. dinyatakan pailit;

2. menjadi anggota Direksi atau angota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau

3. dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.

Terhadap Perseroan yang bidang uasahanya harus mendapat persetujuan atau izin dari instansi pemerintah secara teknis yang berwenang, dapat dimungkinkan penambahan persyaratan berdasarkan peraturan perundang-undangan.44 Segala pemenuhan persyaratan tersebut dibuktikan dengan surat yang disimpan oleh Perseroan.45

Ketentuan mengenai pengangkatan Dewan Komisaris,46 1. anggota Dewan Komisaris diangkat oleh RUPS;

antara lain:

2. untuk pertama kali pengangkatan anggota Dewan Komisaris dilakukan oleh pendiri dalam akte pendirian;

3. anggota Dewan Komisaris diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali;

4. keputusan RUPS mengenai pengangkatan, penggantian, dan

pemberhentian anggota Dewan Komisaris juga menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian tersebut;

5. dalam hal RUPS tidak menentukan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris, pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian mulai berlaku sejak ditutupnya RUPS;

44

Pasal 110 ayat (2) UUPT.

45

Pasal 110 ayat (3) UUPT.

46


(42)

6. dalam hal terjadi pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris, Direksi wajib memberitahukan perubahan tersebut kepada Menteri untuk dicatat dalam Daftar Perseroan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS tersebut;

7. dalam hal pemberitahuan perubahan tersebut pada Menteri untuk dicatat dalam Daftar Perseroan belum dilakukan, Menteri menolak setiap pemberitahuan tentang perubahan susunan Dewan Komisaris selanjutnya yang disampaikan kepada Menteri oleh Direksi.47

Pengangkatan anggota Dewan Komisaris yang tidak memenuhi persyaratan , batal demi hukum sejak saat anggota Dewan Komisaris lainnya atau Direksi mengetahui tidak terpenuhinya persyaratan tersebut.48 Maka, dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diketahui, Direksi harus mengumumkan batalnya pengangkatan anggota Dewan Komisaris yang bersangkutan dalam surat kabar dan memberitahukannya kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan.49

Perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh anggota Dewan Komisaris untuk dan atas nama Dewan Komisaris sebelum pengangkatannya batal, tetap mengikat dan menjadi tanggung jawab Perseroan.50

47

Pada umumnya Anggaran Dasar Perseroan yang mengatur tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris dan dapat juga mengatur tentang tata cara pencalonan anggota Dewan Komisaris.

48

Pasal 112 ayat (1) UUPT.

49

Pasal 112 ayat (2) UUPT.

50

Pasal 112 ayat (3) UUPT.


(43)

tanggung jawab anggota Dewan Komisaris yang bersangkutan terhadap kerugian Perseroan.51

Ketentuan mengenai pemberitahuan anggota Direksi secara mutatis mutandis berlaku juga bagi pemberhentian anggota Dewan Komisaris.52 Anggota Dewan Komisaris dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya. Keputusan untuk memberhentikan anggota Dewan Komisaris diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS.53

Prosedur di atas harus diikuti. Apabila prosedur itu tidak diikuti maka pemberitahuan tersebut batal demi hukum . Namun apabila prosedur diikuti namun alasan pemberhentian tidak dapat diterima oleh yang bersangkutan maka pemberhentian tersebut tetap sah. Direksi atau Dewan Komisaris dapat menggugat pemberhentian tersebut karena merupakan perbuatan melawan hukum .54

Dalam hal keputusan untuk memberhentikan anggota Dewan Komisaris dilakukan dengan keputusan di luar RUPS,55

51

Pasal 112 ayat (4) UUPT.

52

Pasal 119 UUPT.

53

Sujud Margono, Hukum Perusahaan di Indonesia, Catatan atas UU Perseroan Terbatas, (Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri, 2007), hal. 89. lihat juga Pasal 105 UUPT.

54

IKAI, Kedudukan dan Tanggung Jawab Komisaris dan Komite Audit Pasca UU

Perseroan Terbatas Baru, , diakses pada tanggal 27 Juli 2009.

55

Pasal 91 UUPT menentukan “Pemegang saham dapat juga mengambil keputusan yang mengikat di luar RUPS dengan syarat semua pemegang saham dengan hak suara menyetujui secara tertulis dengan menandatangani usul yang bersangkutan”.

anggota Dewan Komisaris yang bersangkutan diberitahu terlebih dahulu tentang rencana pemberhentian yang diberikan kesempatan untuk membela diri sebelum diambil keputusan pemberitahuan.


(44)

Pemberian keputusan untuk membela diri tidak diperlukan dalam hal yang bersangkutan tidak berkeberatan atas pemberhentian tersebut. Pemberhentian anggota Dewan Komisaris diberlakukan sejak:

1. ditutupnya RUPS (berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya);

2. tanggal keputusan (Keputusan Pemegang Saham di luar keputusan RUPS); 3. tanggal lain yang ditetapkan dalam keputusan RUPS dengan menyebutkan

alasannya;

4. tanggal lain yang ditetapkan dalam Keputusan Pemegang Saham di luar keputusan RUPS.

Beberapa prinsip yuridis yang berlaku untuk Dewan Komisaris adalah sebagai berikut:56

1. Dewan Komisaris Merupakan Badan Pengawas

Dewan Komisaris dimaksudkan sebagai badan pengawas (badan supervisi), mengawasi tindakan Direksi. Yang mempunyai konsekuensi juga sebagai pengawas Perseroan secara umum.

2. Dewan Komisaris Merupakan Badan Independen

Sama dengan Direksi dan RUPS, pada prinsipnya Dewan Komisaris merupakan badan yang independen, tidak tunduk pada kekuasaan siapapun, dan harus melihat semata-mata kepentingan Perseroan, meskipun sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, RUPS dapat mengangkat dan memberhentikan Dewan Komisaris.

56


(45)

3. Dewan Komisaris Tidak Mempunyai Otoritas Manajemen

(Non-Executive)

Meskipun ada ditemukan yang namanya Dewan Komisaris “pengambil keputusan” (decision maker), tetapi pada prinsipnya Badan Komisaris tidak memiliki otiritas manajemen (non-executive). Yang diberikan tugas manajemen atau eksekutif adalah Direksi.

4. Dewan Komisaris Tidak Bisa Memberikan Instruksi Kepada Direksi

Meskipun tugas utama dari Dewan Komisaris adalah untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas-tugas Direksi, tetapi Dewan Komisaris tidak berwenang untuk memberikan instruksi-instruksi langsung kepada Direksi. Sebab, jika kewenangan ini diberikan kepada Dewan Komisaris, posisinya akan berubah wajah, dari badan pengawas menjadi badan eksekutif. Karena itu, fungsi pengawasan dari Dewan Komisaris dilakukan dengan jalan sebagai berikut:

a. menyetujui tindakan-tindakan tertentu yang diambil oleh Direksi; b. memberhentikan Direksi untuk sementara;

c. memberi nasihat kepada Direksi, diminta atau tidak, dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan.

5. Dewan Komisaris Tidak Bisa Diinstruksikan oleh RUPS

Sebagai konsekuensi dari kedudukan Dewan Komisaris yang independen, maka Dewan Komisaris tidak bisa diinstruksikan oleh RUPS, meskipun RUPS memiliki kekuasaan tertinggi dalam suatu Perseroan. Dan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, RUPS dapat memberhentikan Dewan


(46)

Komisaris dengan atau tanpa menunjukkan alasan pemberhentian (for

cause or no cause).

Anggaran Dasar Perseroan dapat mengatur adanya 1 (satu) orang atau lebih Komisaris Independen dan 1 (satu) orang Komisaris Utusan.57 Komisaris Independen tersebut diangkat berdasarkan keputusan RUPS dari pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama, anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris lainnya.58

Komisaris Utusan merupakan anggota Dewan Komisaris yang ditunjuk berdasarkan keputusan rapat Dewan Komisaris.59 Komisaris Utusan ini sebenarnya sudah lama dikenal dan dapat dipersamakan dengan Compliance

Director.60 Tugas dan wewenang Komisaris Utusan ditetapkan dalam Anggaran Dasar Perseroan dengan ketentuan tidak bertentangan dengan tugas dan wewenang Dewan Komisaris dan tidak mengurangi tugas pengurusan yang dilakukan Direksi.61

Komisaris Utusan ini sama halnya dengan Komisaris lainnya. Bedanya yaitu Komisaris Utusan lebih rutin di kantor, sehingga fungsi kontrolnya lebih efektif. Fungsi Komisaris Utusan ini lebih kepada melaksanakan fungsi dari Dewan Komisaris from day to day.62

57

Pasal 120 ayat (1) UUPT.

58

Pasal 120 ayat (2) UUPT.

59

Pasal 120 ayat (3) UUPT.

60

Ratnawati W. Prasodjo, , diakses tanggal 24 Agustus 2009.

61

Pasal 120 ayat (4) UUPT.

62

UUPT 2007 Pertegas Tanggung Jawab Direksi dan Dewan Komisaris, , diakses tanggal 27 Juli 2009.


(47)

Untuk melengkapi materi muatan yang diatur dalam UUPT maka disepakati menambah materi muatan mengenai Perseroan yang berbasis pada prinsip syariah.63

Sitentukan secara tegas bahwa Perseroan yang berbasis pada prinsip syariah selain dalam organ perseroannya memiliki Dewan Komisaris, juga diwajibkan memiliki Dewan Pengawas Syariah64

Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariah. Dewan Pengawas Syariah terdiri atas seorang ahli syariah atau lebih yang diangkat oleh RUPS atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.

yang bertugas mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

65

Dewan Pengawas Syariah bertugas memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah.66

Dalam melakukan pengawasan, Dewan Komisaris dapat membentuk komite, yang anggotanya seorang atau lebih adalah anggota Dewan Komisaris.67

63

Sujud Margono, Hukum…, hlm. 90.

64

Pasal 109 ayat (1) UUPT.

65

Pasal 109 ayat (2) UUPT.

66

Pasal 109 ayat (3) UUPT.

67

Pasal 121 ayat (1) UUPT.

Komite ini antara lain adalah Komite Audit, Komite Remunerasi, dan Komite Nominasi. Komite ini bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris. Komite Audit untuk membantu Dewan Komisaris dalam memastikan integritas pelaporan keuangan, pengendalian internal, serta efektivitas fungsi eksternal audit dan internal audit (baik fungsi tersebut di dalam perusahaan maupun di-outsource dari luar). Khusus untuk perusahaan public, Komite Audit ini wajib dibentuk oleh


(48)

Dewan Komisaris. Sementara komite lainnya merupakan komite yang keberadaannya bukan merupakan sebuah keharusan, tetapi baik untuk dimiliki.68

B. Kewajian Dewan Komisaris dalam Perseroan Terbatas

Dewan Komisaris mempunyai beberapa kewajiban,69

1. membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya; antara lain:

2. melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada Perseroan tersebut dan Perseroan lain; dan

3. memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku lampau kepada RUPS.

C. Tugas dan Kewenangan Dewan Komisaris dalam Perseroan Terbatas

Berkenaan dengan bentuk Dewan dalam sebuah perusahaan, terdapat 2 (dua) sistem yang berbeda yang berasal dari 2 (dua) sistem hukum yang berbeda, yaitu Anglo Saxon dan dari Eropa Kontinental.70

Sistem hukum Anglo Saxon mempunyai Sistem Satu Tingkat atau One

Tier System. Di sini perusahaan hanya mempunyai satu Dewan Direksi yang pada

umumnya merupakan kombinasi antara Direksi Eksekutif dan Direksi Independen yang bekerja dengan prinsip paruh waktu (Non Direktur Eksekutif). Pada dasarnya yang disebut belakangan ini diangkat karena kebijakannya,

68

Mas Achmad Daniri dan Angela Indirawati Simatupang, Langkah Jitu Penerapan GCG

yang Efektif, , diakses tanggal 27 Juli 2009.

69

Pasal 116 UUPT.

70

Forum the Corporate Governance in Indonesia, Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan),


(49)

pengalamannya dan relasinya. Negara-negara dengan sistem ini misalnya adalah Amerika Serikat dan Inggris.

Sistem huku m Eropa Kontinental memakai Sistem Dua Tingkat atau Two

Tier System. Disini perusahaan mempunyai dua badan terpisah, yaitu Dewan

Pengawas (Dewan Komisaris) dan Dewan Eksekutif (Dewan Direksi). Yang disebutkan terakhir, yaitu Dewan Direksi, mengelola dan mewakili perusahaan di bawah pengarahan dan pengawasan Dewan Komisaris. Dalam sistem ini, anggota Direksi diangkat dan setiap waktu dapat diganti oleh Dewan Komisaris. Direksi juga memberikan informasi kepada Dewan Komisaris dan menjawab hal-hal yang diajukan oleh Dewan Komisaris. Sehingga Dewan Komisaris terutama bertanggung jawab untuk mengawasi tugas-tugas Direksi.

Dalam hal ini Dewan Komisaris tidak boleh melibatkan diri dalam tugas-tugas Direksi dan tidak boleh mewakili perusahaan dalam transaksi-transaksi dengan pihak ketiga. Anggota Dewan Komisaris diangkat dan diganti dalam RUPS. Negara-negara dengan Two Tier System adalah Denmark, Jerman, Belanda, dan Jepang. Karena sistem hukum Indonesia berasal dari sistem hukum Belanda, maka hukum perusahaan Indonesia menganut Two Tier System untuk struktur dewan dalam perusahaan.

Tetapi dengan diberlakukannya UUPT di Indonesia, maka hal-hal tersebut hanya merupakan pedoman dan dasar bagi berlakuknya sistem dua dewan di Indonesia.

Secara umum tugas Dewan Komisaris adalah untuk pengawasan atas kebijakan pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi, baik diminta maupun tidak.


(50)

Secara konkret, tugas Dewan Komisaris meliputi:

1. terkait dengan tugas Direksi untuk menyiapkan rencana kerja, jika Anggaran Dasar menentukan rencana kerja harus mendapat persetujuan RUPS, rencana kerja tersebut terlebih dahulu harus ditelaah Dewan Komisaris;71

2. terkait dengan tugas Direksi untuk menyampaikan Laporan Tahunan, Laporan Tahunan tersebut selain ditandatangani oleh semua anggota Direksi, juga wajib ditandatangani oleh semua anggota Dewan Komisaris yang menjabat pada tahun buku yang bersangkutan dan disediakan di kantor Perseroan sejak tanggal panggilan RUPS untuk dapat diperiksa oleh pemegang saham;72

3. terkait dengan pembagian dividen interim, maka sebelum pembagian dilakukan, hal tersebut harus disetujui terlebih dahulu oleh Dewan Komisaris;73

4. membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya;74 5. melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau

keluarganya pada Perseroan tersebut dan Perseroan lain;75

6. memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang baru lampau kepada RUPS;76

7. jika dalam Anggaran Dasar diberikan wewenang, Dewan Komisaris berkewajiban untuk memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi

71

Pasal 64 ayat (3) UUPT.

72

Pasal 67 ayat (1) UUPT.

73

Pasal 72 ayat (4) UUPT.

74

Pasal 116 UUPT.

75

Ibid.

76


(51)

dalam melakukan perbuatan hukum tertentu sesuai yang ditentukan dalam Anggaran Dasar;77

8. dalam hal Anggaran Dasar telah menetapkan persyaratan pemberian perstujuan atau bantuan Dewan Komisaris, perbuatan hukum tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lainnya dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik;78

9. berdasarkan Anggaran Dasar atau keputusan RUPS, Dewan Komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan Perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu;79

10.bagi Dewan Komisaris yang dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu melakukan tindakan pengurusan maka terhadapnya berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang, dan kewajiban Direksi terhadap Perseroan dan pihak ketiga.80

Mengenai kewenangan Dewan Komisaris telah diatur dalam UUPT yang menyebutkan bahwa Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi.81 Kemudian didalam UUPT ditegaskan kembali bahwa Dewan Komisaris bertanggung jawab atas pengawasan Perseroan.82

77

Pasal 117 ayat (1) UUPT.

78

Pasal 117 ayat (2) UUPT.

79

Pasal 118 ayat (1) UUPT.

80

Pasal 118 ayat (2) UUPT.

81

Pasal 108 ayat (1) UUPT.

82

Pasal 114 ayat (1) UUPT.


(52)

1. pemberian wewenang kepada Dewan Komisaris untuk memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu;83

2. apabila Anggaran Dasar menetapkan persyaratan pemberian persetujuan atau bantuan, tanpa persetujuan atau bantuan Dewan Komisaris, perbuatan hukum tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lainnya dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik;84

3. berdasarkan Anggaran Dasar atau keputusan RUPS, Dewan Komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan Perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu;85

4. Dewan Komisaris yang dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu melakukan tindakan pengurusan berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang, dan kewajiban Direksi terhadap Perseroan dan pihak ketiga.86

83

Pasal 117 ayat (1) UUPT.

84

Pasal 117 ayat (2) UUPT.

85

Pasal 118 ayat (1) UUPT.

86


(53)

BAB IV

PRINSIP BUSINESS JUDGEMENT RULE TERHADAP DEWAN KOMISARIS DALAM PERSEROAN TERBATAS

A. Tanggung Jawab Dewan Komisaris dalam Perseroan Terbatas

Tanggung jawab dalam Dewan Komisaris diatur dalam beberapa pasal dalam UUPT yang secara tegas mengatur mengenai tanggung jawab pribadi masing-masing anggota Direksi maupun tanggung jawab renteng semua anggota Dewan Komisaris Perseroan yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1. dalam hal laporan keuangan yang disediakan ternyata tidak benar dan/atau menyesatkan, (anggota Direksi dan) anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan;87 2. dalam hal berhubungan dengan pembagian dividen interim yang dilakukan

(Direksi) dengan persetujuan Dewan Komisaris sebelum tahun buku Perseroan berakhir, namun ternyata setelah akhir tahun buku diketahui dan Perseroan terbukti menderita kerugian, sedangkan pemegang saham tidak dapat mengembalikan dividen interim yang telah dibagikan tersebut kepada Perseroan. Jadi dalam hal ini unsur kehati-hatian guna menghindari kesalahan sangatlah ditekankan;88

3. dalam hal terjadinya pembatalan pengangkatan anggota Dewan Komisaris karena tidak memenuhi persyaratan pengangkatannya, maka meskipun perbuatan hukum yang telah dilakukan untuk dan atas nama Dewan Komisaris sebelum pengangkatannya batal, tetap mengikat dan menjadi

87

Pasal 69 ayat (3) UUPT.

88


(1)

2. Dewan Komisaris adalah organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan Anggaran Dasar serta memberi nasihat kepada Direksi. Pengawasan dan pemberian nasihat dari Dewan Komisaris dilakukan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Fungsi Dewan Komisaris dalam Perseroan sudah sangat jelas dan tentu sangat berbeda dari fungsi Direksi. Dewan Komisaris lebih menekankan pada pengawasan kinerja Direksi dalam melakukan pengurusan dan pemberian nasihat kepada Direksi. Oleh karena itu Dewan Komisaris bukanlah sebagai pengambil keputusan (decision maker) dan juga tidak dapat menjadi wakil Perseroan, karena hal tersebut merupakan kewenangan Direksi. Tetapi bukan berarti Dewan Komisaris tidak dilindungi oleh prinsip Business Judgement Rule. Indonesia yang menganut system dua dewan (Direksi dan Dewan Komisaris) dalam hal organ perusahaan, maka ketentuan mengenai

Business Judgement Rule yang terkandung dalam UUPT secara mutatis

mutandis juga berlaku bagi Dewan Komisaris, hanya saja Business

Judgement Rule ini berlaku bagi Dewan Komisaris bukan sebagai

pengambil keputusan tetapi sebagai pengawas dari kinerja Direksi dalam hal melakukan pengurusan Perseroan. Dengan adanya ketentuan tersebut, maka setiap anggota Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik dan bertanggung jawab dalam pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi untuk kepentingan Perseroan Terbatas. Setiap anggota Dewan Komisaris juga ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan Terbatas apabila yang bersangkutan lalai dalam menjalankan


(2)

tugasnya. Begitu pula jika terjadi pailit, apabila kepailitan yang terjadi merupakan akibat kesalahan atau kelalaian Dewan Komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang dilakukan Direksi dan kekayaan Perseroan Terbatas tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan Terbatas akibat kelalaian tersebut, setiap anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab dengan anggota Direksi atas kewajiban yang belum dilunasi.

3. Berbagai konsekuensi hukum tersebut dapat dihindari dan Dewan Komisaris memperoleh kebebasan (diskulpasi) bila terbukti hal tersebut terjadi bukan karena kesalahan ataupun kelalaiannya, telah beritikad baik dan penuh kehati-hatian, tidak mempunyai kepentingan pribadi atas tindakan tersebut serta telah memberikan nasihat kepada Direksi agar tidak terjadi hal yang merugikan Perseroan Terbatas, termasuk kepailitan. Hal ini juga telah dipertegas dalam Undang-undang No. 40 Tahun 2007, yang menyebutkan bahwa anggota Dewan Komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian Perseroan Terbatas apabila dapat membuktikan:

a. telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;

b. tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian; dan


(3)

c. telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

Hal inilah yang merupakan inti dari Business Judgement Rule terhadap Dewan Komisaris dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap pengurusan Perseroan Terbatas yang dilakukan Direksi.

B. Saran

1. Agar kiranya Pemerintah mensosialisasikan Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, agar Dewan Komisaris maupun masyarakat luar memahami fungsi dan hakikat sesungguhnya dari Dewan Komisaris tersebut.

2. Untuk masa yang akan dating hendaknya Pemerintah atau DPR

memberikan keterangan yang jelas mengenai penjelasan pasal demi pasal. Karena di dalam Undang-undang No. 40 Tahun 2007 masih terdapat frasa-frasa yang sifatnya abstrak maupun kurang jelas untuk dipahami yang menimbulkan berbagai penafsiran yang berbeda.

3. Agar organ Perseroan dalam hal ini Dewan Komisaris dapat meningkatkan eksistensinya dalam dunia usaha, dan tidak hanya sekedar rubber stamp maupun perwakilan dari pemegang saham saja, tetapi sebagai suatu organ yang benar-benar berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga Perseroan Terbatas dapat berjalan dengan baik.

4. Agar Dewan Komisaris dalam melaksnakan tugas dan wewenangnya tetap berpegang teguh pada peraturan yang berlaku, sehingga tercipta tata laku perusahaan yang baik dan perusahaan yang sehat.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

KELOMPOK BUKU

Ais, Chatamarrasjid. Penerobosan Cadar Perseroan dan Soal-Soal Aktual Hukum

Perusahaan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004.

Black, Henry Campbell. Black’s Law Dictionary, 6th ed., St. Paul Minn: West

Publishing Co., 1990.

Fuady, Munir. Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law & Eksistensinya

dalam Hukum Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002.

Fuady, Munir. Perseroan Terbatas Paradigma Baru, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003.

Gautama, Sudargo. Komentar atas Undang-undang Perseroan Terbatas (Baru)

Tahun 1995 No. I Perbandingan dengan Peraturan Lama. Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti, 1995.

Kansil, CST. Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum dalam Ekonomi), Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1995.

Khairandy, Ridwan., et. al. Pengantar Hukum Dagang Indonesia I, Yogyakarta: Pusat Studi Hukum FH UII, 1999.

Margono, Sujud. Hukum Perusahaan Indonesia, Jakarta: CV. Novindo Pustaka Mandiri, 2008.

Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perseroan Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996.

Purwosutjipto, HMN. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 2, Jakarta: Penerbit Djambatan, 1991.

Regar, Moenaf H. Dewan Komisaris Peranannya Sebagai Organ Perseroan, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000.

Sembiring, Sentosa. Hokum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas, Bandung: CV. Nuansa Aulia, 2006.

Sjahdeni, Sutan Remy. Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris dalam Jurnal

Hukum Bisnis Volume 14, 2001.

Suparmono, Gatot. Hukum Perseroan Terbatas yang Baru, Jakarta: Penerbit


(5)

Syahrani, Ridwan. Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Bandung: PT. Alumni, 2000. Usman, Rachmadi. Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Bandung: PT. Alumni, 2004.

Widiono, Try. Direksi Perseroan Terbatas, Keberadaan, Tugas, Wewenang &

Tanggung Jawab, Bogor: Ghalia Indonesia, 2005.

Widjaya, I. G. Rai. Hukum Perusahaan, Bekasi: Kesaint Blanc, 2006.

Widjaya, I. G. Rai. Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas Khusus Pemahaman

Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, Jakarta: Kesaint Blanc, 2000.

Widjaya, Gunawan. Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan Pemilik PT, Jakarta: Forum Sahabat, 2008.

Widjaya, Gunawan. Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.

Widjaya, Gunawan. 150 Tanya Jawab tentang Perseroan Terbatas, Jakarta: Forum Sahabat, 2008.

Yani, Achmad dan Gunawan Widjaja. Seri Hukum Bisnis: Perseroan Terbatas,

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000.

. Pedoman Penulisan Skripsi dan Metode Penelitian Hukum, Medan: Penerbit Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1990.

. Hukum Perusahaan dan Paradigma Hukum Bisnis. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003.

MAJALAH/MAKALAH

Nasution, Bismar. Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris dalam Pengelolaan

Perseroan Terbatas Bank dalam Seminar Sehari Tanggung Jawab

Pengurus Bank dalam Penegakan dan Penanganan Penyimpanan di

Bidang Perbankan Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas dan

Undang-Undang Perbankan, Surabaya: 2008.

Nasution, Bismar. Pertanggungjawaban Direksi dalam Pengelolaan Perseroan

dalam Seminar Nasional Sehari Optimalisasi Sistem Pengelolaan,

Pengawasan, Pembinaan dan Pertanggungjawaban Keberadaan PT

(Persero) di Lingkungan BUMN ditinjau Dari Aspek Hukum dan


(6)

Nasution, Bismar. UU No. 40 Tahun 2007 Dalam Perspektif Hukum Bisnis

Pembelaan Direksi Melalui Prinsip Business Judgement Rule dalam

Seminar Bisnis 46 Tahun FE USU Pengaruh UU No. 40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas terhadap Iklim Usaha di Sumatera Utara,

Medan: Aula Fakultas Ekonomi USU, 2007. PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 No. 13. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 No. 106. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek).

Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wetboek van Koephandel). MEDIA ELEKTRONIK

IKAI, Artikel: Kedudukan dan Tanggung Jawab Komisaris dan Komite Audit

Pasca UU Perseroan Terbatas, 27 Juli 2009,

Forum The Corporate Governance in Indonesia, Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance (Tata Kelola

Perusahaan), 24 Agustus 2009,

Ratnawati W. Prasodjo, 24 Agustus 2009,

UUPT 2007 Pertegas Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris, 27 Juli 2009,

Mas Achmad Daniri dan Angela Indirawati Simatupang, Langkah Jitu Penerapan