103
menitipkannya ke pengadilan negeri setempat melalui prosedur konsinyasi. Hal itulah yang kemudian menjadi permasalahan, bahwa konsinyasi yang diterapkan dalam Perpres
ini berbeda dengan konsinyasi yang diatur dalam KUH Perdata, yaitu konsinyasi dapat dilakukan jika sebelumnya terdapat hubungan hukum antara para pihak.
Secara teknis terjadi penolakan atas bentuk dan besaran ganti rugi dalam proses pengadaan tanah jalan arteri bandara kualamau, maka pihak yang berhak dapat mengajukan
keberatan kepada pengadilan negeri Lubuk Pakam dalam waktu paling lama 14 hari kerja setelah ditandatangani berita acara hasil musyawarah. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 73 ayat
1 Perpres No. 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Dalam ayat 2 pasal tersebut diterangkan
selanjutnya bahwa Pengadilan Negeri berhak memutus bentuk danatau besarnya ganti kerugian dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak diterimanya pengajuan keberatan.
109
4. Proses Eksekusi Tanah dalam Pengadaan Tanah Jalan Arteri Bandara Kualanamu.
Dalam hal ini, ada beberapa Tanah warga dalam kecamatan dan desa yang masih menolak ganti rugi tersebut, walaupun telah dilakukan proses musyawarah, dan telah
dikeluarkannya keputusan Gubernur sebagai Kepala Daerah. Oleh karena itu, tahap selanjutanya adalah dengan menitipkan uang persil ganti rugi dibayarkan melalui konsinyiasi
di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam. Batas penitipan itu diberikan selama tiga bulan, apabila dalam tiga bulan masyarakat tidak mengambil uang ganti ruginya, maka uang tersebut jatuh
ke kas Negara pemerintahan daerah.
Setelah melalui proses musyawarah panjang yang dilakukan berkali-kali selama beberapa tahun, pembebasan lahan jalan arteri bandara kualanamu tidak kunjung selesai.
109
Republik Indonesia, Perpres Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Pasal 2.
Universitas Sumatera Utara
104
Kemudian dikeluarkan keputusan gubernur yang kemudian disosialisasikan kepada masyarakat namun hal tersebut juga tidak menyelesaikan masalah. Namun yang terjadi
adalah justru pemberontakan masyarakat terhadap keputusan tersebut. Kemudian, pada tahun 2013, eksekusi pertama kali dilakukan di Desa Telaga Sari
sebagai Desa yang sebagian besar lahannya masih berstatus HGU PTPN II. Sehingga masyarakat setempat tidak memperoleh ganti rugi atas tanah, melainkan hanya ganti rugi
bangunan dan tanaman saja. Secara teoritis, perihal eksekusi pengadaan tanah dilakukan dengan terlebih dahulu
memberikan atau mensosialisaikan surat peringatan eksekusi tanah kepada masyarakat. Agar masyarakat meninggalkan tempat kediamannya ketika proses eksekusi tanah dilakukan.
Namun kesalahan yang terjadi adalah bahwa pemerintah menyalahi prosedur yang seharusnya.
Berdasarkan ketentuan pasal di atas dan ditambah dengan asas-asas eksekusi maka tata cara eksekusi riil dapat diringkas sebagai berikut:
110
3. Eksekusi riil baru dapat dijalankan setelah dilampaui tenggang waktu 1. Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
Syarat ini merupakan prinsip umum dalam menjalankan eksekusi, termasuk eksekusi riil, kecuali dalam putusan yang dapat dilaksanakan lebih dahulu dan dalam putusan provisi.
2. Pihak yang kalah tidak mau mentaati dan mematuhi putusan secara sukarela Eksekusi sebagai tindakan pemenuhan putusan pengadilan baru dapat berfungsi
apabila pihak yang kalah dalam suatu sengketa tidak mau menjalankan atau memenuhi putusan secara sukarela.
110
http:www. eprints.undip.ac.id167141Basiran.pdf, diakses pada tanggal 22 Januari 2015, pukul 13.50 WIB.
Universitas Sumatera Utara
105
peringatan. Sebelum eksekusi secara fisik dilaksanakan maka sebelumnya harus ada peringatan
agar pihak yang kalah melaksanakan pemenuhan terhadap kewajibannya sebagaimana yang ditentukan dalam putusan pengadilan dalam jangka waktu yang ditentukan yaitu selama 8
hari agar pihak melaksanakan putusan pengadilan. 4. Mengeluarkan Surat Penetapan Perintah Eksekusi.
Apabila dalam jangka waktu peringatan pihak yang kalah tidak melaksanakan pemenuhan putusan dan masa peringatan sudah dilampaui, Ketua Pengadilan Negeri akan
mengeluarkan surat penetapan perintah eksekusi yang berisi perintah kepada Panitera atau Juru Sita untuk melaksankan eksekusi pengosongan atau pembongkaran.
Tepat pada September 2013, secara mendadak dan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, banyak polisi datang ke Desa Telaga Sari untuk melakukan pengamanan proses
eksekusi mendampingi panitia P2T pengadaan tanah dan para pelaksana eksekusi tersebut. Hal ini mengejutkan masyarakat sehingga menimbulkan ketakutan dalam masyarakat yang
secara terpaksa harus melepaskan tanahnya karena pada saat itu petugas keamanan yang datang jumlahnya melebihi masyarakat yang akan dieksekusi tanahnya.
b. Upaya Masyarakat dalam Penyelesaian Sengketa Pelaksanaan Pengadaan Tanah Jalan Arteri Bandara Kualanamu.
Bukan hanya pemerintah yang memiliki upaya dalam melakukan penyelesaian pembebasan tanah masyarakat sepanjang jalan arteri bandara kualanamu, tetapi masyarakat
juga memiliki upaya dalam mempetahankan tanahnya, oleh karena masyarakat merasa adanya ketidakadilan dan kekeliruan pemerintah dalam proses pemberian ganti rugi.
Terkhusus untuk masyarakat yang tidak menerima ganti rugi atas tanah, melainkan hanya hanya menerima santunan atau kompenasasi atas bangunan dan tanaman, mereka
Universitas Sumatera Utara
106
melakukan pemberontakan ketika dipaksa untuk menyerahkan tanahnya untuk pembangunan jalan arteri bandara kualanamu
Misal, Ponirin, salah satu warga Dusun 5 Desa Telaga Sari, saat dikonfirmasi Martabe Sumut seusai mengikuti RDP Komisi A dan Komisi D DPRDSU, membenarkan kalau
tanahnya belum diganti rugi Panitia Pembebasan Pengadaan Tanah P2T. Saya hanya mendapat dana ganti rugi bangunantanaman senilai Rp. 39 juta. Luas tanah saya 10x30 M2,
alas hak SK Camat tahun 1999. Sejak tahun 1961 orangtua saya telah menguasai dan mengusahai lahan. Kami masyarakat juga mau cepat selesai. Sekarang jalan kami di sana
berdebu semua, belum lagi rawan kecelakaan. Di Desa Telaga Sari ada 5 dusun yang terimbas langsung dengan pembangunan jalan
arteri non tol di bagian kiri dan kanan menuju Bandara Kuala Namu. Tapi warga Dusun 1 - 4 yang disebutnya tidak pantas mendapat ganti rugi, justru dibayarkan cepat secara tuntas.
Sedangkan warga Dusun 5 masih dibiarkan tidak jelas dalam kurun 6 tahun terakhir, dengan alas an bahwa ganti rugi secara tiba-tiba diberikan pada PTPN II selaku pemegang HGU.
Sementara disisi lain, masyarakat yang memiliki alas hak berupa SK Camat tersebut merasa bahwa kepemilikan tanah tidak lagi berupa HGU PTPN II, namun masyarakat yang telah
lama menguasai tanah tersebut selama bertahun-tahun tanpa gugatan dari pihak manapun, merupakan pemilik yang sah.
Berangkat dari kenyataan tersebut, masyarakat melakukan upaya dengan melaporkan kebeeratan mereka kepada LSM dan LP3 Lembaga Pemantau Penyelenggaraan
Pemerintahan untuk membantu masyarakat dalam mempertahankan tanahnya dalam proses pengadaan tanah ini. LP3 memberikan bantuan dengan melakukan musyawarah dengan
masyarakat, mecari kesalahan yang ada dalam proses pengadaan tanah, dan melaporkannya pada pengadilan dan Komnas HAM.
Universitas Sumatera Utara
107
Pada bulan November 2014, telah beredar surat dari Komisi Nasional HAM Republik Indonesia kepada masyarakat perihal tentang tanggapan terhadap Pemenuhan Hak atas Rasa
Aman bagi Masyarakat atas dugaan initimidasi dalam Pembangunan Jalan Arteri Bandara Kualanamu. Surat tanggapan tersebut keluar sebagai balasan atas pengaduan yang diterima
Komnas HAM secara lisan dan tulisan oleh Ketua DPP Sumut LP3, Ganda Satria Dharma, S. Ak., yang mengadu bertindak atas nama warga desa Telaga Sari, Kabupaten Deli Serdang
selaku pemilik lahan seluas 8.328 M2 yang tidak menerima ganti rugi. Sehubungan dengan adanya surat pengaduan tersebut, maka Komnas HAM sesuai
dengan mandate pemantauan dan penyelidikan dalam pasal 89 ayat 3 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, memberi himbauan pada Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara dan
Pangdam Bukit Barisan, untuk :
111
a. Mematuhi ketentuan yang diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara RI dan UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang TNI sehingga tidak melaksanakan tindakan yang di luar tugas dan fungsi pokok yang diamanatkan Negara.
b. Memastikan bahwa polisi dan aparat kepolisian adalah untuk mengayomi masyarak
dan menjaga ketertiban umum, sedangkan posisi tugas TNI dalah untuk menjaga keamanan Negara. Sehingga posisi terbaik bagi kepolisian dan TNI dalam persoalan
ini adalah mendorong pihak Pemerintah Daerah untuk mengurus seluruh urusan pembangunan di wilayah adminsitrasi kerjanya.
Komnas HAM mengingatkan tidak adanya tindak lanjut atas perkara ini mengindikasikan adanya dugaan pelanggaran HAM, khususnya untuk hak memperoleh
keadilan dan rasa aman yang diatur dalam Pasal 30 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Untuk itu, penjelasan disampaikan dalam waktu paling lama 30 hari setelah
penerimaan surat.
111
Republik Indonesia, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, Pasal 89 ayat 3.
Universitas Sumatera Utara
108
Universitas Sumatera Utara
107
BAB V PENUTUP
5.1. KESIMPULAN