Teori Fungsionalisme Struktural Robert Merton

24

BAB II KERANGKA TEORI

2.1 Teori Fungsionalisme Struktural Robert Merton

Merton dalam Margaret, 2010:35-37 mengemukakan bahwa fungsionalisme struktural awal memusatkan perhatian pada fungsi satu struktur sosial atau pada fungsi satu institusi sosial tertentu saja. Menurut teori ini masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri dari atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada satu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian lain. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial, fungsional terhadap yang lain. Sebaliknya kalau tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau hilang dengan sendirinya. Penganut teori ini cenderung untuk melihat hanya kepada sumbangan satu sistem atau peristiwa terhadap sistem yang lain dan karena itu mengabaikan kemungkinan bahwa suatu peristiwa atau sistem dapat menentang fungsi-fungsi lainnya dalam suatu sistem sosial. Menurut Merton, fungsi didefenisikan sebagai “konsekuensi-konsekuensi yang dapat diamati dan menimbulkan adaptasi atau penyesuaian dari sistem tertentu”. Tetapi jelas ada bias ideologis bila orang hanya memusatkan perhatian pada adaptasi atau penyesuaian diri, karena daptasi dan penyesuaian diri selalu mempunyai akibat positif. Perlu diperhatikan bahwa satu factor sosial dapat mempunyai akibat negatif terhadap fakta sosial lain. Untuk meralat serius dalam fungsionalisme struktural awal ini, Merton mengembangkan gagasan tentang Universitas Sumatera Utara 25 disfungsi. Sebagaimana srtuktur atau institusi dapat menyumbang pemeliharaan bagian-bagian lain dari sistem sosial, struktur, atau institusi pun dapat menimbulkan akibat negatif terhadap sistem sosial, misalnya perbudakan di bagaian selatan Amerika Serikat jelas mempunyai perekonomian, dan status sosial. Tetapi perbudakan juga mempunyai aspek pada perekonomian agraris dan arena itu tidak siap untuk pengembangan industrialisasi. Merton memulai analisa fungsionalnya dengan menunjukkan perbendaharaan yang tidak tepat serta beberapa asumsi atau postulat kabur yang terkandung dalam teori fungsionalisme. Merton mengeluh terhadap kenyataan bahwa “sebuah istilah terlalu sering digunakan untuk melambangkan konsep- konsep yang berbeda-beda, seperti halnya dengan konsep yang sama yang digunakan sebagai simbol dari istilah-istilah yang berbeda. Konsep-konsep sosiologi seharusnya memiliki batasan yang jelas bilamana mereka harus berfungsi sebagai bangunan dasar dari proposisi-proposisi yang dapat diuji. Lebih daripada itu, proposisi-proposisi harus dinyatakan dengan jelas tanpa berwayuh arti. Model Merton mencoba membuat batasan beberapa konsep analisis dasar bagi analisa fungsional dan menjelaskan beberapa ketidakpastian arti yang terdapat di dalam postulat-postulat kaum fungsional. Merton menyatakan kesatuan fungsional masyarakat yang dapat dibatasi sebagai suatu keadaan dimana seluruh bagian dari sistem sosial bekerja sama dalam satu tingkat tingkat keselarasan atau kosistensi internal yang memadai tanpa menghasilkan konflik berkepanjangan yang tidak dapat diatasi atau diatur. Merton menegaskan bahwa kesatuan fungsional yang sempurna dari suatu masyarakat adalah “bertentangan dengan fakta” sebagai contoh dia mengutip Universitas Sumatera Utara 26 beberapa kebiasaan masyarakat yang dapat bersifat fungsional bagi suatu kelompok menunjang integrasi dan kohesi suatu kelompok akan tetapi disfungsional mempercepat kehancuran bagi kelompok lain. Berdasarkan teori Merton, kita dapat melihat bahwa dalam kehidupan sehari-hari, jika dilihat berdasarkan teori struktural fungsional merupakan sebuah sistem besar yang selalu bergerak dan memproduksi individu-individu dari dalam sistem tersebut. Parson juga menyebutkan bahwa individu adalah bentukan dari sebuah sistem yang ada. Pada teori ini juga, muncul sebuah pernyataan yang mengatakan ketika sesuatu tidak lagi mempunyai fungsi signifikan pada masyarakat, hal itu akan hilang, sementara segala sesuatu yang dibutuhkan oleh masyarakat, akan tetap eksis. Untuk analisa pada penelitian ini, peneliti akan memberikan contoh pada petani plasma binaan PTPN VI Jambi. Ketika sistem kebun plasma berjalan, semua akan berjalan seperti sistem. Dalam teori struktural fungsional, kerusakan pada sistem adalah suatu yang harus dihindari, karena begitu suatu elemen dalam sistem rusak, maka sistem itu akan berakhir. Hal iniah yang dikhawatirkan pihak PTPN VI Jambi dalam menjalankan program sistem kebun plasma. Maka dari itu, segala bentuk hambatan dari elemen perusahaan dan petani yang ada dalam sistem jika mengalami gangguan maka harus segera ditangani agar tidak merusak sistem yang ada. Dalam teori Parson, muncul istilah yang kita sebut sebagai AGIL. AGIL merupakan singkatan dari elemen-elemen penting yang diperlukan agar sebuah sistem tetap eksis. Elemen itu adalah Adaptation, Goal Attaintment, Integration, Latency. Keempat elemen itulah yang kemudian juga dapat kita lihat pada sistem Universitas Sumatera Utara 27 kebun plasma yang dijalankan oleh PTPN VI Jambi pada petani binaan di Kebun Bunut Unit X Sungai Bahar Jambi. Pada Adaptation adaptasi, sistem dituntut harus mampu mengatasi kebutuhan yang datang dari luar sistem itu. Ia harus mampu beradaptasi agar tidak kandas di tengah jalan. Adaptasi, dilakukan oleh perusahaan dengan cara membuat program-program yang bisa memenuhi kebutuhan petani dan dapat melepaskan petani dari ketergantungan. Program yang diterapkan bisa dengan program-program yang pernah dilakukan atau pun dengan program baru yang dibuat oleh dinas pertanian. Goal tujuan merupakan syarat yang perlu dimiliki oleh sebuah sistem agar dapat terus mempertahankan eksistensinya. Tanpa adanya goal yang jelas, tidak bisa muncul sinergi antar sub sistem dalam sistem yang ada. Pada contoh kasus ini, goal yang ingin dicapai adalah mewujudkan hubungan yang harmonis antara petani dan perusahaan dan saling menguntungkan serta berkesinambungan juga mewujudkan petani yang mandiri dan mapan secara sosial dan ekonomi hingga terwujudnya kesejahteraan sosial. Integration integrasi adalah fungsi yang mengatur hubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Bisa dikatakan, integrase adalah faktor yang menciptakan sinergi antara satu sub dengan sub sistem lainnya. Fungsi ini juga bertugas mengatur hubungan antara fungsi Adaptation, Goal dan Latency. Ketika fungsi ini gagal tercapai, maka tak dapat dihindari kerusakan sistem tersebut. Pola sistem inti-plasma hendaknya dilakukan secara adil dan menguntungkan antara pihak perusahaan dan petani hingga petani merasa tidak Universitas Sumatera Utara 28 dirugikan dengan pihak lain, sehingga dengan terwujudnya pola keuntungan yang adil maka sinergi antara petani dan perusahaan akan terwujud. Latency, atau latensi bisa dipahami juga sebagai pemeliharaan pola. Sistem yang ada harus mampu menciptakan motivasi dan pola budaya yang kemudian tertanam pada diri setiap individu dalam sistem tersebut. Hal ini juga tampak pada sistem kebun plasma, dimana petani harus dibina secara berkelanjutan baik mulai dari cara penanaman, perawatan tanaman dan penggunaan teknologi. pembinaan yang dilakukan oleh perusahaan harus terus- menerus sehingga petani benar-benar mampu dalam mengelola kebun plasma mereka dan terwujudnya petani yang mandiri. Berdasarkan teori Merton, tampak bahwa PTPN VI Jambi telah melakukan fungsi-fungsi yang diperlukan agar suatu sistem tetap dapat berjalan. Tetapi dalam pelaksanaanya apakah perusahaan telah benar-benar menjalankan program inti- plasma sesuai dengan seharusnya, mulai dari manajemen, teknik penanaman, perawatan tanaman dan penggunaan teknologi, sehingga bisa mewujudkan petani yang mandiri?

2.2 Kemandirian Petani

Dokumen yang terkait

Perneliharaan Tanarnan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Menghasilkan di Kebun lnti dan Plasma PIR Trans Sei Tungkal PT Agrowiyana, Jambi

0 11 89

Faktor–Faktor yang Berhubungan dengan Produktivitas Kerja Petani Kebun Plasma Kelapa Sawit (Studi Kasus Kebun Plasma PTP. Mitra Ogan, Kecamatan Peninjauan, Sumatra Selatan)

1 10 96

PENDAPATAN PETANI KELAPA SAWIT SEBELUM PENDAPATAN PETANI KELAPA SAWIT SEBELUM DAN SESUDAH MENJADI PETANI PLASMA ( Studi Kasus : Pada Petani Perkebunan Plasma, PT. Perkebunan Nusantara XIII ( Persero ), Kebun Gunung Emas, Provinsi Kalimantan Barat, Tah

0 8 24

PENDAHULUAN PENDAPATAN PETANI KELAPA SAWIT SEBELUM DAN SESUDAH MENJADI PETANI PLASMA ( Studi Kasus : Pada Petani Perkebunan Plasma, PT. Perkebunan Nusantara XIII ( Persero ), Kebun Gunung Emas, Provinsi Kalimantan Barat, Tahun 2009 ).

0 4 25

Analisa Perbandingan Keuntungan Antara Petani Kelapa Sawit (Elaeis guineensis J.) Kebun Plasma dengan Kebun Rakyat Di Kenagarian Manggopoh Kecamatan Lubuk Basung Kabupaten Agam.

0 0 6

Analisis Regresi Data Panel Pada Pemodelan Produksi Panen Kelapa Sawit Di Kebun Sawit Plasma Kampung Buatan Baru

0 0 12

Perilaku Rumah Tangga Petani Plasma Kelapa Sawit

0 6 238

BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Teori Fungsionalisme Struktural Robert Merton - Sistem Kebun Plasma Dalam Pengembangan Kemandirian Petani Plasma Kelapa Sawit Di Kebun Bunut Unit X Sungai Bahar Jambi

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Sistem Kebun Plasma Dalam Pengembangan Kemandirian Petani Plasma Kelapa Sawit Di Kebun Bunut Unit X Sungai Bahar Jambi

0 0 13

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI

0 1 18