Alex Inkles dan David H. Smith : Manusia Modern

32

2.3 Alex Inkles dan David H. Smith : Manusia Modern

Alex Inkles dan David Smith pada dasarnya juga berbicara tentang pentingnya faktor manusia sebagai komponen penting penopang pembangunan. Pembangunan bukan sekedar perkara pemasokan modal dan teknologi saja. Tetapi dibutuhkan manusia yang dapat mengembangkan sarana material tersebut supaya menjadi produktif untuk ini, dibutuhkan apa yang disebut Inkles sebagai manusia modern. Apakah manusia modern itu? Dalam buku mereka yang terkenal, Becoming Modern, kedua tokoh itu mencoba memberikan ciri-ciri dari manusia yang dimaksud, yang antara lain meliputi hal-hal seperti keterbukaan terhadap pengalaman dan ide baru, berorientasi ke masa sekarang dan masa depan, punya kesanggupan merencanakan, percaya bahwa manusia menguasai alam dan bukan sebaliknya, dan sebagainya. Ciri-ciri yang diberikannya tentu saja ditambah lagi, atau dikurangi, atau dikritik ketepatannya. Dalam hal ini, Inkles dan Smith tidak berbeda dengan Weber dengan konsep etika protestannya, atau Mclelland dengan konsep n-Achnya. Bedanya, Inkeles dan Smith menguraikan secara lebih rinci dan menguji konsep-konsep ini dalam sebuah penelitian emperis yang meliputi penduduk di enam negara berkembang. Untuk tujuan buku ini, yang lebih penting adalah teori Inkeles dan Smith tentang proses pembentukan manusia modern. Pertama-tama, mereka menyatakan “kami beranggapan bahwa, bagaimanapun juga, manusia bisa diubah secara mendasar setelah dia menjadi dewasa, dan karena itu tak ada manusia yang tetap menjadi manusia tradisional dalam pandangan dan kepribadiannya hanya karena dia dibesarkan dalam sebuah masyarakat yang tradisional”. Artinya, dengan Universitas Sumatera Utara 33 memberikan lingkungan yang tepat, setiap orang bisa diubah menjadi manusia modern setelah dia mencapai usia dewasa. Dari hasil penelitiannya, Inkeles dan Smith menjumpai bahwa pendidikan adalah paling efektif untuk mengubah manusia. Dampak pendidikan tiga kali lebih kuat dibandingkan dengan usaha-usaha lainnya. Kemudian, pengalaman kerja dan pengenalan terhadap media massa merupakan cara kedua yang efektif. Penemuan ini mendukung pendapat Daniel Lerner yang menekankan pentingnya media massa sebagai lembaga yang mendorong proses modernisasi. Inkeles dan Smith kemudian menekankan faktor pengamatan kerja, terutama pengalaman kerja di pabrik, sebagai peran dalam mengubah manusia tradisional menjadi modern. Dengan kata lain, seorang manusia tradisional bisa diubah menjadi manusia modern bila dia diterjunkan dalam lembaga-lembaga kerja yang modern. Seorang yang bekerja di pabrik misalnya, dipaksa bekerja untuk menepati waktu, untuk membuat perencanaan, untuk bekerja sama dengan orang lain, dan sebagainya. Dalam penelitiannya, Inkeles dan Smith menemukan bahwa seorang manusia tradisional yang diterjunkan dalam lembaga kerja yang modern bukan saja bisa melakukan adaptasi yang cepat berbeda dengan persangkaan bahwa dia menjadi bingung dan kehilangan orientasi, tetapi dia juga bisa menyerap nilai-nilai kerja ini kedalam sikap, nilai dan tingkah lakunya. Dengan lain perkataan dia menjadi manusia modern. Untuk menjelaskan hal ini, Inkeles dan Smith mengambil teori Karl Marx menyatakan bahwa kesadaran manusia ditentukan oleh lingkungan materialnya. Hubungan manusia dengan alat produksinya memberi bentuk dan isi pada kesadarannya. Pendapat itu tampaknya dibenarkan oleh hasil penelitian Inkeles Universitas Sumatera Utara 34 dan Smith, di mana manusia tradisional berubah menjadi manusia modern karena bekerja pada lembaga-lembaga kerja yang modern, seperti misalnya di pabrik- pabrik. Bahkan kedua peneliti ini menemukan bahwa perbedaan etnis dan perbedaan agama, yang dianggap sebagai faktor penting dalam mengubah tingkah laku manusia oleh para ahli ilmu sosial yang menekankan faktor kebudayaan, ternyata kurang berperan penting dalam pembentukan manusia modern. Lebih penting, seperti sudah diungkapkan di atas, adalah faktor pendidikan dan pengalaman kerja di lembaga kerja yang modern. Arief, 2000: 34-36 Seperti yang dikatakan oleh Alex Inkeles pendidikan merupakan hal yang paling efektif untuk merubah manusia. Dalam penelitian ini Perusahaan PTPN VI Jambi memberikan pendidikan kepada petani plasma melalui pembinaan dan pelatihan kepada petani plasma mulai dari pelatihan manajemen hingga pelatihan teknis. Disini akan dilihat bagaimana hasil dari pelatihan dan pembinaan yang dilakukan Perusahaan kepada petani, apakah petani mampu menyerap pendidikan dan pelatihan yang diajarkan?, serta apakah petani mampu menerapkan apa yang telah diajarkan perusahaan, seperti penggunaan alat dan mesin pertanian untuk perkebunan kelapa sawit. Inkeles juga menyatakan bahwa manusia tradisional bila diterjukan pada lembaga kerja dapat beradaptasi dengan lingkungan kerja dan menjadi manusia modern, disini akan dilihat apakah petani plasma yang dilibatkan oleh pihak perusahaan dalam pengelolaan perbunan kelapa sawit mulai dari penggunaan teknologi hingga melakukan perencanaan, pengambilan keputusan dan berdiskusi melalui kelompok tani oleh pihak perusahaan bisa merubah pola pikir petani sehingga petani menjadi lebih mandiri. Universitas Sumatera Utara 35 Menurut Inkeles, manusia modern memiliki karakteristik sebagai berikut: memiliki sikap hidup untuk menerima hal-hal yang baru dan terbuka untuk perubahan; menyatakan pendapat atau opini mengenai lingkungan sendiri atau kejadian yang terjadi jauh diluar lingkungan serta dapat bersikap demokratis, menghargai waktu dan lebih banyak berorientasi ke masa depan daripada masa lalu, memiliki perencanaan dan pengorganisasian, percaya diri, perhitungan, menghargai harkat hidup manusia lain, lebih percaya pada ilmu pengetahuan dan teknologi dan menjunjung tinggi suatu sikap bahwa imbalan yang diterima seseorang haruslah sesuai dengan prestasinya di masyarakat. Nanang, 2011; 60- 61.

2.4 Perubahan Sosial : Difusi dan Transformasi Nilai

Dokumen yang terkait

Perneliharaan Tanarnan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Menghasilkan di Kebun lnti dan Plasma PIR Trans Sei Tungkal PT Agrowiyana, Jambi

0 11 89

Faktor–Faktor yang Berhubungan dengan Produktivitas Kerja Petani Kebun Plasma Kelapa Sawit (Studi Kasus Kebun Plasma PTP. Mitra Ogan, Kecamatan Peninjauan, Sumatra Selatan)

1 10 96

PENDAPATAN PETANI KELAPA SAWIT SEBELUM PENDAPATAN PETANI KELAPA SAWIT SEBELUM DAN SESUDAH MENJADI PETANI PLASMA ( Studi Kasus : Pada Petani Perkebunan Plasma, PT. Perkebunan Nusantara XIII ( Persero ), Kebun Gunung Emas, Provinsi Kalimantan Barat, Tah

0 8 24

PENDAHULUAN PENDAPATAN PETANI KELAPA SAWIT SEBELUM DAN SESUDAH MENJADI PETANI PLASMA ( Studi Kasus : Pada Petani Perkebunan Plasma, PT. Perkebunan Nusantara XIII ( Persero ), Kebun Gunung Emas, Provinsi Kalimantan Barat, Tahun 2009 ).

0 4 25

Analisa Perbandingan Keuntungan Antara Petani Kelapa Sawit (Elaeis guineensis J.) Kebun Plasma dengan Kebun Rakyat Di Kenagarian Manggopoh Kecamatan Lubuk Basung Kabupaten Agam.

0 0 6

Analisis Regresi Data Panel Pada Pemodelan Produksi Panen Kelapa Sawit Di Kebun Sawit Plasma Kampung Buatan Baru

0 0 12

Perilaku Rumah Tangga Petani Plasma Kelapa Sawit

0 6 238

BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Teori Fungsionalisme Struktural Robert Merton - Sistem Kebun Plasma Dalam Pengembangan Kemandirian Petani Plasma Kelapa Sawit Di Kebun Bunut Unit X Sungai Bahar Jambi

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Sistem Kebun Plasma Dalam Pengembangan Kemandirian Petani Plasma Kelapa Sawit Di Kebun Bunut Unit X Sungai Bahar Jambi

0 0 13

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI

0 1 18