29
2.1.6 Faktor-faktor yang memengaruhi Kecenderungan Kenakalan Remaja
Menurut Kartono 2012 penyebab timbulnya kecenderungan kenakalan remaja terbagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal antara lain: a.
Faktor intelegensi, remaja nakal ini pada umumnya mempunyai intelegensi verbal rendah dan pencapaian hasil prestasi sekolah rendah.
b. Ciri kepribadian, ciri kepribadian nampak lebih ambivalen terhadap
otoritas, mendendam, bermusuhan, curiga, destruktif dan impulsif. Kepribadian memengaruhi seseorang untuk melakukan tindakan
menyimpang. c.
Motivasi, motivasi yang rendah dalam mengontrol perilaku yang sesuai dengan lingkungan sosialnya.
d. Internalisasi diri yang keliru, berada pada lingkungan yang melakukan
kenakalan menyebabkan remaja menanamkan nilai-nilai yang salah dalam diri remaja.
e. Emosi yang kontroversial. Pendorong kuat munculnya kenakalan
adalah ketidakmatangan emosi terutama bila disertai kecemasan sehingga mengakibatkan pemikiran dan pertimbangan remaja akan
memburuk, tindakan menjadi tidak menentu dan dapat membawa pada perilaku maladaptif.
f. Kecenderungan psikopatologis, adanya sikap yang tidak bertanggung
jawab dalam hubungannya dengan lingkungan sosialnya sehingga cenderung akan bersifat manipulatif dan tidak menunjukan penyesalan.
30
Faktor eksternal timbulnya kecenderungan kenakalan remaja Kartono 2012 adalah:
a. Lingkungan rumah atau keluarga: i
Status ekonomi orang tua rendah, banyak penghuni atau keluarga besar dan rumah kotor.
ii Memiliki kebiasaan yang kurang baik.
iii Tidak melaksanakan tata-tertib dan kedisiplinan atau justru
menerapkan disiplin yang salah. iv
Tidak mampu mengembangkan ketenangan dan emosional. v
Anak tidak mendapat kasih sayang orang tua. vi
Anak diasuh bukan oleh orang tuanya. vii
Tidak ada rasa persekutuan antar anggota. viii
Ada penolakan baik dari ibu maupun ayah. ix
Orang tua kurang memberi pengawasan pada anaknya. x
Broken home karena kematian, perceraian, hukuman dan lain- lainnya.
b. Lingkungan sekolah i
Sekolah yang berusaha memandaikan anak yang sebenarnya kurang mampu.
ii Guru bersikap reject atau menolak.
iii Sekolah atau guru yang mendisiplinkan anak dengan cara yang
kaku, tanpa menghiraukan perasaan anak. iv
Suasana sekolah buruk. Hal ini menimbulkan anak suka membolos, malas belajar, melawan peraturan sekolah atau
melawan guru, anak meninggalkan sekolah.
31
c. Lingkungan masyarakat i
Tidak menghiraukan kepentingan anak dan tidak melindunginya. ii
Tidak memberikan kesempatan bagi anak untuk melaksanakan kehidupan sosial dan tidak mampu menyalurkan emosi anak.
iii Lingkungan tempat anak dibesarkan dan dengan siapa anak
berteman, anak terkadang tanpa disadari meniru perbuatan teman- temannya.
Graham 1983, dalam Sarwono, 2007, membagi faktor-faktor penyebab kecenderungan kenakalan lebih mendasarkan pada sudut
kesehatan mental remaja dalam dua golongan: a.
Faktor lingkungan, meliputi a malnutrisi kekurangan gizi, b kemiskinan, c gangguan lingkungan polusi, kecelakaan lalu
lintas, bencana alam, dan lain-lain, d migrasi urbanisasi, pengungsian, dan lain-lain. e faktor sekolah f keluarga yang
tercerai berai perceraian, perpisahan yang terlalu lama, dan lain- lain. g gangguan dalam pengasuhan oleh keluarga meliputi
kematian orang tua, orang tua sakit atau cacat, hubungan antar anggota keluarga, antar saudara kandung, sanak saudara yang
tidak harmonis serta pola asuh yang salah. Hubungan antar anggota yang tidak haarmonis dapat menghambat perkembangan
individu, khususnya perkembangan mental dan perilakunya. b.
Faktor pribadi, seperti faktor bawaan yang mempengaruhi temperamen menjadi pemarah, hiperaktif, dan lain-lain, cacat
tubuh, serta ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri.
32
Selain faktor penyebab di atas, dalam beberapa penelitian lain ditemukan beberapa faktor yang memengaruhi kecenderungan kenakalan
remaja: a.
Kecerdasan Interpersonal Menurut Aprilia 2013 kecerdasan interpersonal merupakan
kemampuan dan keterampilan seseorang dalam menciptakan relasi, membangun relasi dan mempertahankan relasi sosialnya sehingga kedua
belah pihak berada dalam situasi saling menguntungkan. Indikator kecerdasan interpersonal yaitu kesadaran diri, pemahaman situasi sosial
dan etika sosial, pemecahan masalah efektif, kemampuan empati, sikap prososial, komunikasi dengan santun serta mendengarkan dengan efektif.
Ketika seseorang memimili kecerdasan interpersonal maka orang tersebut akan memiliki kecenderungan nakal yang rendah karena kecerdasan
interpersonal memiliki hubungan negatif dengan perilaku kenakalan remaja.
b. Religiusitas
Millatina et al. 2012 dalam penelitiannya menemukan bahwa adanya hubungan religiusitas dengan kecenderungan kenakalan remaja.
Religiusitas diwujudkan dalam berbagai sisi atau dimensi kehidupan manusia. Remaja yang memiliki religiusitas relatif tinggi menunjukan
perilaku negatif relatif rendah. Individu yang memiliki religiusitas tinggi mampu menjadikan nilai-nilai ajaran agamanya sebagai mekanisme
kontrol yang mengatur serta mengarahkan tingkah lakunya sehari-hari sehingga dimungkinkan remaja dalam berperilaku normatif dan terhindar
dari kecenderungan kenakalan remaja. Nilai-nilai agama yang melekat dalam diri remaja menumbuhkan religiusitas yang memungkinkan remaja
33
dapat mengontrol dirinya. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Halima 2013 bahwa religiusitas yang memadai dari remaja
memungkinkan remaja mampu mengatasi kondisi sulit dan dapat berperilaku adaptif serta terhindar dari kecenderungan kenakalan remaja.
c. Kontrol Diri
Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan untuk mengembangkan kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku.
Kebanyakan remaja telah mempelajari perbedaan antara tingkah laku yang dapat diterima dan tingkah laku yang tidak dapat diterima, namun remaja
yang melakukan kenakalan tidak mengenali hal ini. Kontrol diri sebagai atribut internal akan berpengaruh pada menurunnya kecenderungan
kenakalan remaja. Hal tersebut ditemukan dalam penelitian Aroma dan Suminar 2012 semakin tinggi kontrol diri seseorang maka akan semakin
rendah perilaku kenakalannya.
d. Konsep Diri
Konsep diri merupakan prediktor penting bagi tingkah laku. Konsep diri merupakan pandangan atau keyakinan dari keseluruhan diri meliputi
konsep, asumsi, dan prinsip-prinsip yang dipegang selama hidup sehingga menjadi cermin bagi individu dalam memandang dan menilai dirinya
sendiri yang kemudian terwujud dalam tingkah laku. Millatina et al. 2012 dalam penelitian menemukan semakin tinggi tingkat konsep diri
maka kecenderungan kenakalan remaja akan rendah, begitu pula sebaliknya.
34
e. Kepercayaan Diri
Menurut Fatchurahman dan Pratikto 2012 kepercayaan diri merupakan
sikap individu dalam hal ini siswa yang yakin akan kemampuan dirinya atau mempunyai pandangan yang bersifat positif terhadap dirinya, dengan
tidak perlu membandingkan dengan orang lain. Bentuk kepercayaan diri seperti percaya pada kemampuan diri sendiri, bertindak mandiri dalam
mengambil keputusan, memiliki konsep diri yang positif, dan berani mengungkapkan pendapat. Semakin tinggi kepercayaan diri remaja maka
semakin rendah tingkat kecenderungan kenakalan.
f. Penyesuaian Sosial
Adanya hubungan yang sangat signifikan antara penyesuaian sosial
dengan kecenderungan kenakalan remaja Setianingsih, et al., 2006.
Remaja yang dapat menyesuaikan diri dengan baik, tentu akan mampu melewati masa remajanya dengan lancar dan diharapkan ada
perkembangan ke arah kedewasaan yang optimal serta dapat diterima oleh lingkungannya. Ketika remaja tidak mampu melakukan penyesuaian
sosial, maka akan menimbulkan permasalahan yang semakin kompleks. Permasalahan-permasalahan tersebut menuntut suatu penyelesaian agar
tidak menjadi beban yang dapat mengganggu perkembangan selanjutnya. Hal inilah yang menjadi salah satu sebab mengapa masa remaja dinilai
lebih rawan.
35
g. Kemampuan menyelesaikan Masalah
Berhasil tidaknya remaja dalam mengatasi tekanan dan mencari jalan keluar dari berbagai masalahnya tergantung bagaimana remaja
mempergunakan pengalaman yang diperoleh dari lingkungannya dan kemampuan menyelesaikan masalah tersebut sehingga dapat membentuk
sikap pribadi yang lebih mantap dan lebih dewasa. Semakin tinggi kemampuan menyelesaikan masalah pada remaja maka semakin rendah
kecenderungan perilaku delinkuennya Setianingsih et al., 2006. Ketika
remaja yang gagal mengatasi masalah seringkali menjadi tidak percaya diri, prestasi sekolah menurun, hubungan dengan teman menjadi kurang
baik serta berbagai masalah dan konflik lainnya yang terjadi. h.
Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang memengaruhi
individu dalam berperilaku. Kecerdasan emosional yang baik dapat menekan kecenderungan perilaku nakal yang dilakukan. Penelitian yang
dilakukan Rini, Hardjajani, dan Nugroho 2012 menjelaskan kecerdasan emosional mempunyai pengaruh yang penting dalam menentukan perilaku
individu. Individu
dengan kecerdasan
emosional tinggi
dapat mengendalikan dan mengelola emosi sehingga dapat mengendalikan
terjadinya perilaku yang salah, seperti perilaku nakal. Hal ini diperkuat dengan temuan Agung dan Matulesssy 2012 bahwa kecerdasan
emosional berpengaruh pada tinggi rendahnya perilaku nakal seseorang.
36
i. Keharmonisan Keluarga
Keluarga dan suasana hidup keluarga sangat berpengaruh atas taraf-taraf permulaan perkembangan anak dan menentukan apakah yang kelak akan
terbentuk Gunarsa, 2003. Kenakalan remaja sangat terkait dengan hubungan yang di dalam keluarga misalnya hubungan tidak baik antara
orang tua dan anak Ilahude 1983, dalam Sarwono, 1999 atau apa yang dilihatnya di rumah, sekolah dan kalangan teman. Penelitian yang
dilakukan oleh Darokah dan Safaria 2005 menyatakan bahwa anak dari keluarga yang tidak harmonis mempunyai resiko lebih tinggi untuk terlibat
dalam kenakalan remaja. Sejalan dengan itu penelitian Maria 2007 menyatakan keharmonisan keluarga memberi sumbangan dalam arti
menekan tingkat kecenderungan kenakalan remaja. Selain itu penelitian Widyawati et al., 2014, Saputri dan Naqiah 2014 yang menyatakan
keharmonisan keluarga yang baik akan menekan perilaku nakal remaja. Berdasarkan berbagai hasil penelitian yang dikemukakan di atas,
dapat disimpulkan kecenderungan kenakalan remaja dipengaruhi oleh faktor interal dari remaja itu sendiri maupun faktor eksternal yakni faktor
dari luar. Dalam penelitian ini penulis memilih faktor internal yakni kecerdasan emosional dan faktor eksternal yakni keharmonisan keluarga.
Pemilihan kecerdasan emosional dan keharmonisan keluarga dengan asumsi: 1. Masa remaja merupakan masa transisi dan remaja akan
mengalami berbagai perubahan. Kecerdasan emosional memungkinkan remaja untuk mampu mengenali emosi diri sendiri, orang lain dan dapat
mengendalikan emosi diri yang berpengaruh dalam pengendalian perilaku. 2 Keharmonisan keluarga menjadi faktor penting yang memengaruhi
tingkat kecenderungan kenakalan. Keluarga sebagai lingkungan primer pada setiap individu yang mengajarkan berbagai norma-norma dan nilai-
37
nilai dalam masyarakat. Keharmonisan keluarga sebagai suatu lingkungan yang diantara anggotanya didasari pada cinta kasih sehingga tercipta
kehidupan yang seimbang fisik, mental, emosional dan spiritual yang memungkinkan seluruh anggota keluarga menjalankan perannya dan anak
dapat untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. Pengaruh hubungan, suasana dalam keluarga akan memengaruhi remaja dalam berbagai
perkembangannya juga dalam kemampuan bersosialisasi dengan orang lain.
2.2 KECERDASAN EMOSIONAL
2.2.1 Pengertian Kecerdasan Emosional
Kecerdasan Emosional
berawal ketika
pakar psikologi
berkebangsaan Amerika, Edward Thorndike membicarakan mengenai “kecerdasan sosial”. Selanjutnya manfaat penting “faktor emosi”
dikemukakan oleh David Wechler, salah seorang penemu uji IQ. Pada tahun 1940, dalam sebuah karya ilmiah Wechler mendesak agar “aspek
non intelektual dan kecerdasan umum hendaknya disertakan dalam setiap pengukuran lengkap. Tulisan itu juga membicarakan kemampuan “afektif
dan konatif” yang pada dasarnya adalah kecerdasan emosional dan sosial
yang menurutnya amat penting dalam memberikan gambaran menyeluruh. Pada tahun 1948, R.W. Leeper memperkenalkan gagasannya tentang
“pemikiran emosional”. Tahun 1955, Alberth Ellis meneliti apa yang kemudian dikenal dengan Rational Emotive Therapy suatu proses yang
melibatkan unsur pengajaran untuk menguji emosi manusia secara logis dan mendalam. Kemudian pada tahun 1983, Howard Gardner menulis
tentang kemungkinan adanya kecerdasan yang bermacam-macam termasuk yang disebutnya “kemampuan dalam tubuh” yang pada