PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DEBITUR DAN KREDITUR

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DEBITUR DAN KREDITUR

GADAI SAHAM YANG BERLANDASKAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM KREDIT PERBANKAN Perlindungan hukum dalam transaksi perbankan, khususnya di bidang perkreditan dalam perjanjian gadai saham, merupakan hal yang patut dikedepankan agar kepentingan para pihak dapat terlindungi. Wujud perlindungan hukum pada dasarnya merupakan upaya penegakan hukum. Penegakan hukum secara konsepsional merupakan kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Faktor-faktor yang patut dipertimbangkan dalam penegakan hukum adalah faktor hukumnya sendiri, faktor penegakan hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk atau menerapkan hukum, faktor masyarakat, yakni tempat hukum tersebut berlaku dan diterapkan dan faktor kebudayaan, yakni hukum sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Upaya penegakan hukum tidak terlepas dari cita hukum yang dianut masyarakat yang bersangkutan ke dalam perangkat berbagai aturan hukum positif, lembaga hukum, dan proses terjadinya transaksi yang dibuat. Universitas Sumatera Utara Dalam rangka kebebasan berkontrak, hukum memberikan kesempatan bagi semua pihak untuk membuat perjanjian gadai saham. Dengan adanya itikat baik sejak awal pembuatan dan pelaksanaan perjanjian gadai saham hingga selesainya perjanjian tersebut, sebenarnya memberikan jaminan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang mengadakan perjanjian gadai saham sehingga diharapkan dapat memberikan keadilan bagi pihak yang melakukan perjanjian, dengan catatan perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan yang baik dan ketertiban umum. Di dalam setiap pergaulan hidup yang telah mengalami tingkat perkembangan, transaksi-transaksi barang-barang dan jasa-jasa telah dipertukarkan, terdapat berbagai kebutuhan akan persetujuan-persetujuan. Semakin pergaulan hidup tersebut mencapai tingkat perkembangan yang lebih tinggi, maka tidak hanya dirasakan kebutuhan akan sejumlah besar kontrak yang beraneka ragam, tetapi juga pentingnya peningkatan sebagaimana mestinya. Tanpa kepercayaan dan tanpa kepastian bahwa janji-janji serta kesanggupan-kesanggupan ini akan di penuhi, maka nampaknya tidak akan ada masyarakat yang dapat berkembang dengan baik. Dan apabila kepastian itu hilang, maka lalu-lintas ekonomi akan terpuruk. Kesetiaan akan janji yang telah diberikan merupakan persyaratan rasio alam. Dalam kaitan ini, pandangan yang diberikan oleh Aristoteles dalam Rethorica I, 14, 22: “......if you destroy the authority of contracts, the mutual intercourse of men is destroyed”. Universitas Sumatera Utara “.....jika kita menghancurkan otoritas kontrak, maka hubungan timbal balik antara pribadi juga hancur.” 272 Prinsip bahwa kita terikat pada janji-janji dan kesanggupan-kesanggupan kontraktual bukan saja harus dipenuhi secara moral, tetapi juga secara hukum, dengan asumsi kita berada dalam suatu masyarakat yang beradab dan maju. Dalam masyarakat seperti itu terdapat kebebasan untuk berpartisipasi dalam lalu-lintas yuridis-ekonomis. Untuk itu suatu prinsip, yaitu adanya kebebasan berkontrak yang merupakan suatu bagian dari hak-hak dan kebebasan-kebebasan manusia. 273 Pembatasan-pembatasan dalam kebebasan untuk membuat perjanjian di dalam masyarakat nampaknya tidak dapat dihindari sesuai dengan kebutuhan dan tempat tertentu dalam pergaulan hidup. A. Asas Kebebasan Berkontrak dalam Kredit Perbankan Secara tradisional suatu perjanjian terjadi berlandaskan asas kebebasan berkontrak diantara dua pihak yang mempunyai kedudukan yang seimbang dan kedua belah pihak berusaha untuk mencapai kesepakatan yang diperlukan bagi terjadinya perjanjian itu melalui proses negosiasi diantara mereka. Namun dewasa ini kecenderungan makin memperlihatkan bahwa banyaknya perjanjian dalam transaksi bisnis yang terjadi bukan melalui proses negosiasi yang seimbang diantara para 272 Hartkamp-Asser-Rutten. Handeling tot de beofening van het Nederlands burgerlijk recht, verbintenissenrecht, Deel II, Alagemene leer der overeenkomsten, tiende druk, bewerkt door Hartkamp. Deventer: Tjeen Willink, 1997, hal. 35 273 Ibid., hal.5. Universitas Sumatera Utara pihak, tetapi perjanjian itu terjadi dengan cara pihak yang satu telah menyiapkan syarat-syarat baku pada suatu formulir perjanjian yang sudah dicetak dan kemudian disodorkan kepada pihak lainnya untuk disetujui dengan hampir tidak memberikan kebebasan sama sekali kepada pihak lainnya untuk melakukan negosiasi atas syarat- syarat yang disodorkan yang merupakan bagian dari kebebasan berkontrak itu sendiri. Kebebasan tersebut harus mempunyai batasan-batasan tertentu agar tercapai rasa keadilan bagi kedua belah pihak debitur dan kreditur. 1. Asas kebebasan Berkontrak dan Perkembangannya a. Pengertian Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak di dalam pustaka-pustaka yang berbahasa Inggris dikenal dengan istilah “freedom of contract” “liberty of contract” atau “party autonomy ”. Defenisinya adalah: 274 “The doctrine that people have the right to bind themselves legally; a judicial concept that contracts are based on a mutual agreement and free choice, and thus should not be hampered by external control such as governmental interference” Menurut Treitel, ruang lingkup asas kebebasan berkontrak meliputi kebebasan bagi para pihak untuk menentukan dengan siapa dia ingin atau tidak ingin membuat perjanjian dan kebebasan berkontrak meliputi kebebasan para pihak untuk menentukan sendiri isi perjanjian yang ingin mereka buat. Pendapat tersebut 274 Bryan A. Garner, ed., Black’s Law Dictionary, St. Paul: West Publishing Co. 2004, hal. 689. Universitas Sumatera Utara menunjukkan bahwa kebebasan berkontrak itu tanpa batas. 275 Dan kebebasan tanpa batas ini dapat menimbulkan ketidak-adilan karena salah satu pihak dapat menggunakan bargaining position-nya yang tinggi untuk menindas yang lemah. 276 Pernyataan Treitel di atas didasarkan pada pendapat bahwa asas kebebasan berkontrak digunakan untuk merujuk kepada dua asas umum general principle, pertama yaitu asas yang mengemukakan bahwa hukum tidak membatasi syarat-syarat yang boleh diperjanjikan oleh para pihak, jadi hukum tidak bisa menganulir perjanjian karena perjanjian tersebut kejam atau tidak adil bagi satu pihak. Asas kedua adalah bahwa pada umumnya seseorang menurut hukum tidak dapat dipaksa untuk memasuki suatu perjanjian. 277 Maine memandang bahwa kebebasan berkontrak adalah suatu aspek hukum esensial dari kebebasan individu. 278 Hugo Grotius, seorang tokoh terkemuka dari aliran hukum alam, mengatakan bahwa hak untuk perjanjian adalah suatu dari hak asasi manusia. Dikemukakannya bahwa ada suatu supreme body of law yang dilandasi oleh nalar manusia human reason yang disebutnya sebagai hukum alam natural law. Ia beranggapan bahwa suatu kontrak adalah suatu tindakan sukarela dari seorang yang ia menjanjikan sesuatu kepada orang lain dengan maksud orang lain itu akan menerimanya. Kontrak tersebut adalah lebih dari sekedar suatu janji, 275 Sutan Remy Syahdeini, Kebebasan Berkontrak, Op.Cit., hal 38-39. 276 Ridwan Khairandy, Itikad Baik, Op.Cit., hal 1-2. 277 Ibid. 278 Friedman, Teori dan Filsafat Hukum dan Masalah-masalah Kontemporer susunan III. Jakarta: Rajawali Pers, 1990, hlm.7. Universitas Sumatera Utara karena suatu janji tidak memberikan hak kepada pihak yang lain atas pelaksanaan janji itu. 279 Pendekatan hukum alam melandasi asas kebebasan berkontrak, yang ide dasarnya ialah bahwa setiap individu dapat membuat perjanjian dalam arti seluas- luasnya, tanpa campur tangan dari pihak luar. Dengan demikian hukum ataupun negara tidak dapat campur tangan terhadap perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Pelopor dari asas kebebasan berkontrak, Thomas Hobbes, menyebutkan bahwa kebebasan berkontrak merupakan bagian dari kebebasan manusia. Menurut Hobbes kebebasan hanya dimungkinkan apabila orang dapat dengan bebas bertindak sesuai dengan hukum. 280 Konsep ini didukung pula oleh John Stuart Mill yang menggunakan konsep kebebasan berkontrak melalui dua asas. 281 Asas umum pertama mengatakan bahwa “hukum tidak dapat membatasi syarat-syarat yang boleh diperjanjikan oleh para pihak”. Artinya bahwa hukum tidak boleh membatasi apa yang telah diperjanjikan oleh para pihak yang telah mengadakan suatu perjanjian. Asas umum yang pertama itu menegaskan bahwa para pihak bebas untuk menentukan sendiri isi perjanjian yang akan dibuat. Asas umum kedua mengemukakan bahwa “pada umumnya seseorang menurut hukum tidak dapat dipaksa untuk memasuki suatu perjanjian”. Asas umum yang kedua menegaskan bahwa kebebasan berkontrak meliputi kebebasan bagi para pihak 279 Peter Aronstam. Consumer Protection, Freedom of Contract and The Law. Cape Town: Juta and Company Limited, 1979, hal.1. 280 Ibid, hal.3. 281 Ibid, hal.3-4. Universitas Sumatera Utara untuk menentukan dengan siapa dia berkeinginan atau tidak berkeinginan membuat suatu perjanjian. Konsep yang dikemukakan oleh Adam Smith mengatakan bahwa suatu peraturan perundang-undangan sepatutnya tidak dapat digunakan untuk mencampuri kebebasan berkontrak karena kebebasan itu penting bagi kelanjutan perdagangan dan industri. 282 Sehubungan dengan itu, Adam Smith menentang keras peraturan perundang-undangan yang mengatur perjanjian-perjanjian kerja, karena campur tangan yang demikian itu dapat mempengaruhi penawaran dari salah satu alat produksi yang terpenting dalam masyarakat industri, yaitu buruh. Konsep lain datang dari Bentham, yang merupakan penganut paham utilitarisme. Menurut Bentham, ukuran yang menjadi patokan sehubungan dengan kebebasan berkontrak adalah bahwa setiap orang dapat bertindak bebas, tanpa dapat dihalangi hanya karena memiliki posisi bargaining position atau posisi tawar untuk dapat memperoleh uang untuk memenuhi kebutuhannya. 283 Juga tidak seorang pun sebagai satu pihak dalam suatu perjanjian dapat dihalangi untuk dapat bertindak bebas memenuhi hal tersebut., asal saja pihak yang lain dapat menyetujui syarat- syarat perjanjian itu sebagai yang patut diterima. Dikatakannya pula bahwa secara umum tidak seorang pun dapat mengetahui apa yang baik untuk kepentingan dirinya, kecuali dirinya sendiri. Pembatasan terhadap kebebasan berkontrak dengan demikian 282 Ibid, hal.3. 283 Sutan Remy Sjahdeini. Kebebasan Berkontrak Op.Ci., hal.44. Universitas Sumatera Utara adalah pembatasan terhadap kebebasan itu sendiri. Pemerintah tidak boleh ikut campur tangan dalam hal yang tidak dipahaminya. Friedman mengatakan bahwa kebebasan berkontrak masih dianggap aspek yang esensial dari kebebasan individu tetapi tidak lagi memiliki nilai absolut seperti satu abad yang lalu. 284 Demikian pula Subekti, berpendapat bahwa asas kebebasan berkontrak berarti para pihak dapat membuat perjanjian apa saja, asal tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. 285 Dasar tentang hak-hak dan kebebasan-kebebasan manusia dapat pula dicari di dalam persyaratan-persyaratan dan tuntutan-tuntutan pergaulan hidup. Pergaulan hidup kita berbasiskan tatanan tukar-menukar barang-barang dan jasa-jasa yang menuntut adanya suatu kebebasan tertentu untuk mengadakan hubungan-hubungan kontraktual. 286 Kepentingan umum menuntut kebebasan berkontak dan bahkan menentukan pula bagaimana dan sejauh mana kebebasan tersebut harus dibatasi. Pembatasan ini tidak sama untuk segala waktu dan jaman, akan tetapi berada dalam konteks kemasyarakatan yakni harus diletakkan dalam kerangka latar belakang hubungan- hubungan dan peimbangan-perimbangan kemasyarakatan, evolusi ekonomi, dan perubahan-perubahan pada pandangan-pandangan sosial. 284 Friedman, Legal Theory. Steven Sans Limited, Fifth Edition, 1967, hal.400. 285 Subekti, Hukum Perjanjian, Op.Cit., hal.15. 286 Hartkamp-Asser-Rutten. Op. Cit. hal.35 Universitas Sumatera Utara Feenstra dan Margreet menyatakan kebebasan berkontrak ditinjau dari dua sudut, yakni dalam arti materiil dan formil. 287 Lebih lanjut dijelaskan: Pertama, kebebasan berkontrak dalam arti materil adalah bahwa kita memberikan kepada sebuah persetujuan setiap isi atau substansi yang dikehendaki, dan bahwa kita tidak terikat pada tipe-tipe persetujuan tertentu. Pembatasan-pembatasan terhadap persetujuan hanya dalam bentuk ketentuan- ketentuan umum, yang mensyaratkan bahwa isi tersebut harus merupakan sesuatu yang halal dan menerapkan bentuk-bentuk aturan khusus, berupa hukum memaksa bagi jenis-jenis persetujuan-persetujuan tertentu, misalnya persetujuan ketenaga-kerjaan dan persetujuan sewa-menyewa, gadai saham. Kebebasan berkontrak dalam arti materiil dikenal dengan sistem terbuka persetujuan-persetujuan . Kedua, kebebasan berkontrak dalam arti formil, yakni sebuah persetujuan dapat diadakan menurut cara yang dikehendaki. Pada prinsipnya di sini tidak ada persyaratan apa pun tentang bentuk. Persesuaian kehendak atau kesepakatan antara para pihak saja sudah cukup. Kebebasan berkontrak dalam arti formil sering juga dinamakan prinsip konsensualitas. “Sistem terbuka” dan “konsensualitas” baru akan mendapat makna sepenuhnya bilamana kita menghubungkannya dengan akibat hukum dari suatu persetujuan, yakni kekuatan mengikatnya. Prinsip bahwa orang terikat pada perkataan yang diucapkannya sendiri berasal dari etika. Hal tersebut telah ditemukan sejak jaman kuno pada sejumlah peneliti yang tidak belatar belakang yuridis. Namun setelah itu terdapat perubahan situasi dan kondisi. 288 Di dalam ilmu hukum, pemikiran tentang keterikatan telah diambil alih. Hal tersebut telah dinyatakan dengan keterbatasan-keterbatasan yang dirumuskan secara 287 Feenstra dan Margreet Ahsmann. Contract, Aspecten van de Begrippen Contract en Contractsvrijheid in Hostorisch Perspectief. Deventer: Kluwer, 1988, hal.5 288 Ibid, hal.5. Universitas Sumatera Utara lebih jelas lagi, seperti persyaratan bahwa yang diperjanjikan itu tidak boleh bertentangan dengan aturan-aturan hukum yang memaksa. 289 Prinsip “sistem terbuka” maupun prinsip “kekuatan mengikat” tersebut mendapat dukungan dalam ketentuan Pasal 1374 ayat 1 BW atau dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata, yang berbunyi: “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Menurut J.H. Beekhuis, rumusan dalam pasal undang-undang ini mempunyai arti: “Bahwa setiap warga negara sesuai dengan caranya masing-masing melalui kontrak tersebut bertindak selaku pembuat undang-undang di dalam suasana pribadi, yang ada antara dia sendiri dengan sesama warga negaranya. ” 290 Perumusan Pasal 1374 ayat 1 BW atau Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata pada hakikatnya merupakan suatu penerjemahan harafiah dari Code Civil Perancis Pasal 1134, hanya pada Code Civil tidak ditemukan perkataan “semua”. Code Civil, 291 yang menam bahkan unsur “dijadikan undang-undang”, merupakan penjabaran formula dari seorang peneliti hukum alam Perancis pada akhir abad XVII, yaitu Jean Domat 1625- 1696. Perkatan “dijadikan undang-undang”, 289 Ibid, hal.5 290 Feenstra dan Margreet Ahsmann, Op. Cit, hal.5 291 http:id.m.wikipedia.orgwikiundang-undang_napoleonsection_language , Code Civil adalah udang-undang sipil Prancis yang disusun pada masa kekuasaan Napoleon Bonaparte. Disusun secara cepat oleh komisi yang terdiri dari empat oerang ahli hukum terkenal Prancis dan mulai diberlakukan pada tanggal 21 Maret 1804. Meskipun undang-undang ini bukanlah undang-undang sipil resmi yang pertama yang disusun di negara Eropa tapi dianggap sebagai undang-undang sipil pertama yang berhasil dan sangat mempengaruhi perundang-undangan di banyak negara. Universitas Sumatera Utara memiliki pengertian bahwa dalam suatu kontrak, pihak-pihak diperkenankan membuat suatu janji atau syarat khusus yang menyimpang dari aturan-aturan umum mengenai besarnya tanggung jawab yuridis; dan bilamana pihak-pihak melakukan hal ini, maka “kontrak tersebut telah memberikan undang-undang” 292 Tentang apa yang menyangkut kebebasan berkontrak dalam arti formil, yakni prinsip “konsensualitas”, pada umumnya dianggap sebagai sebuah “hadiah” kaum Kanonik abad pertengahan para penyelenggara hukum kanonik, yakni hukum gereja. Dalam sebuah kodifikasi hukum kanonik 293 yang berasal dari abad XIII, dalam dekrit-dekrit Paus Gregorius IX yang berasal dari tahun 1234, ditemukan bahwa “persetujuan-persetujuan, betapa pun tak lengkapnya hal itu, harus dipenuhi” pacta quantum cum que nuda servanda sund 294 Nampaknya orang akan berpikir bahwa sebuah ketentuan seperti itu, yang telah diformulasikan secara yuridis, juga mempunyai makna praktis. Akan tetapi hal ini tidak demikian dan untuk kepentingan teori masih tetap berpengaruh selama beberapa abad, naskah-naskah hukum Romawi 295 yang mengandung hal-hal yang bertentangan dengan kebebasan berkontrak menghalang-halangi penerapannya lebih lanjut. 292 Feenstra dan Margreet Ahsmann, Op. Cit, hal.5-6 293 http:materi-kuliah-hukum.blogspot.com2008-11-01-archive.html , Sistem hukum Kanonik adalah sistem hukum yang dianut oleh mereka yang tunduk pada peraturan peraturan gereja. Kitab hukum Kanonik 1983 dengan 1752 kanon terbagi menjadi dalam 7 tujuh buku dan setiap buku dalam bagian, seksi, judul bab dan artikel. 294 Feenstra dan Margreet Ahsmann, Op. Cit, hal.6 295 http:statushukum.comsistem-hukum.html , Hukum Romawi adalah sistem hukum Eropa kontinental yang biasa disebut dengan istilah “civil law”. Sistem hukum ini disebut sebagai hukum Romawi karena sistem hukum Eropa kontinental memang bersumber dari kodifikasi hukum yang digunakan pada masa kekaisaran Romawi tepatnya pada masa pemerintahan Kaisar Yustinianus yang memerintah Romawi pada sekitar abad ke-5 antara 527 sampai dengan 565 M. Hal yang mendasar dalam sistem hukum Eropa Kontinental adalah kepastian hukum merupakan tujuan hukum. Tujuan Universitas Sumatera Utara Namun, bagaimana pun juga hukum Kanonik telah menunjang seperlunya sehingga terdapat upaya-upaya secara terus-menerus mencari solusi untuk menyingkirkan rintangan-rintangan hukum Romawi tersebut. Setelah abad XVI, tatkala berbagai negara berkenaan dengan materi tersebut memposisikan diri secara lebih bebas lagi terhadap hukum Romawi dan ketika peneliti-peneliti hukum alam pun mulai memainkan peranan yang lebih besar, maka prinsip konsensualitas tersebut juga di dalam praktik telah meluaskan ruang lingkup pengaruhnya. 296 b. Sejarah dan Perkembangan Asas Kebebasan Berkontrak Asal mulanya asas kebebasan berkontrak lahir pada abad pertengahan di Eropa bersamaan dengan munculnya teori ekonomi klasik laissez faire yang merupakan reaksi terhadap mercantile system. 297 Adam Smith dalam bukunya “ An Inquiry Into The Nature and Causes of The Wealth of Nations”, mengatakan bahwa sistem merkantilis tidak memajukan pertumbuhan ekonomi suatu negara, melainkan menghambat pertumbuhan ekonomi dan kemajuan negara tersebut. Dengan tegas Adam Smith mengatakannya bahwa: “Yang berupaya, entah dengan dorongan luar biasa, menarik sejumlah cukup besar modal masyarakat untuk ditanamkan pada jenis industri khusus tertentu daripada yang mungkin secara alamiah terjadi; atau, dengan pembatasan luar biasa, mengalihkan secara paksa saham tertentu dari industri khusus tertentu hukum tersebut hanya dapat diwujudkan apabila segala interaksi dan perilaku manusia dalam masyarakat diatur dalam peraturan yang tertulis. Dalam sistem hukumEropa Kontinental dikenal adagium yang berbunyi bahwa tak ada hukum selain undang-undang atau dengan kata lain bahwa hukum merupakan undang-undang itu sendiri. 296 Feenstra dan Margreet Ahsmann, Op.Cit, hal.7 297 Essel R Dillavoul[et.al]. Principle of Business Law. New Jersey: Prentice Hall inc. 1962, hal. 51-55 Universitas Sumatera Utara yang semestinya akan digunakan pada industri tersebut; sesungguhnya bertentangan dengan tujuan sejati yang hendak dicapainya. Sistem tersebut menghambat , dan bukannya memacu, kemajuan masyarakat menuju kemakmuran dan kejayaan yang nyata; serta mengurangi dan bukannya meningkatkan, nilai nyata dari hasil tahunan tanah dan tenaga kerja” 298 Sistem ini juga dirasakan tidak adil karena dalam upayanya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, ia memberi hak-hak istimewa bagi kelompok- kelompok tertentu, dan bukannya memberikan kebebasan ekonomi kepada semua pelaku ekonomi. 299 Titik kulminasi pertumbuhan kebebasan berkontrak dicapai setelah revolusi Perancis dengan motto: liberte’, egalite’, fraternite’, yang merupakan reaksi terhadap campur tangan negara yang ada sebelumnya, ketika kebebasan dibatasi oleh sejumlah besar institusi sepe rti “gilden” atau perhimpunan-perhimpunan ahli pertukangan. Pertumbuhan tersebut harus dilihat dalam konteks keadaan-keadaan kemasyarakatan dan perkembangan perdagangan dan lalu-lintas ekonomi, yang sejak awal abad XVIII makin menguasai kehidupan kemasyarakatan. Para ahli ekonomi mulai belajar bahwa salah satu persyaratan bagi suatu tertib sosial terletak dalam kebebasan individu, kebebasan bagi setiap orang untuk memperjuangkan kesejahteraan dan mengatur hubungan-hubungan sesuai dengan kehendaknya. Untuk itu dilakukan berbagai penghapusan yakni, intervensi negara, perkumpulan gilden, semua ketentuan yang menghambat kebebasan tersebut. 298 Sonny Keraf. Pasar Bebas, Keadilan dan Peran Pemerintah. Yogyakarta: Kanisius, 1996, hal.214 299 Ibid, hal.215 Universitas Sumatera Utara Salah satu persyaratan yakni adanya suatu tertib sosial di dalam kebebasan individu, yaitu kebebasan setiap orang untuk memperjuangkan kesejahteraannya dan mengatur hubungan-hubungannya sesuai dengan apa yang dianggap baik. 300 Pengaruh individualisme dan doktrin liberal atas prinsip kebebasan berkontrak dapat kita dasarkan atas dua buah dalil, yaitu dikarenakan mengadakan perikatan-perikatan kontraktual dan setiap perikatan kontraktual yang dibuat dengan bebas adalah adil dan patut dan oleh sebab itu memerlukan sanksi undang-undang. 301 Dikatakan oleh Asser, bahwa: “...hukum memberikan kepada manusia secara individual sebuah lingkaran, yang didalamnya dengan bebas ia dapat menentukan regulasi apa yang hendak dipergunakannya.” 302 Dengan demikian ajaran-ajaran individualisme dan liberalisme mempunyai pengaruh yang besar, baik tehadap Code Civil maupun BW lama, yakni prinsip bahwa persetujuan-persetujuan dapat dibuat dengan bebas. Dalam perkembangannya sejak tahun 1870 kebebasan berkontrak mengalami kegagalan. Hal ini terbukti dengan adanya campur tangan dari peraturan perundang- undangan tehadap kebebasan berkontrak sejak peraturan perundang-undangam tersebut dihasilkan oleh parlemen Inggris. 300 Herlien Budiono. Het Evenwichtbeginsel voor het Indonesisch Vor Contractenrecht. Dissertatie. Leiden: 2001, hlm.72 301 Hartkamp-Asser-Rutten. Op. Cit, hal. 29 302 Ibid, hal. 29 Universitas Sumatera Utara Atiyah berpendapat bahwa kegagalan kebebasan berkontrak disebabkan oleh masalah-masalah yang ditimbulkan oleh: externalities, monopoli dan kegagalan pasar lainnya, dan consumer ignorance. 303 Di bawah ini akan dijelaskan hal-hal yang dimaksud oleh Atiyah yaitu: 1. Externalities Externalities adalah biaya yang dibebankan kepada pihak-pihak yang sebenarnya tidak harus memikul biaya itu atau sebaliknya tidak seharusnya menjadi manfaat bagi pihak-pihak lain, untuk mana imbalan jasa untuk itu tidak diperoleh. Solusi yang disarankan oleh Pigou untuk mengatasi masalah tersebut adalah mengenakan pajak kepada mereka yang membebankan biaya-biaya terhadap pihak lain atau dengan cara menawarkan subsidi kepada mereka yang memberikan manfaat kepada pihak yang lain itu. 304 Masalah externalities dapat diterangkan sebagai berikut: Apabila A da B membuat suatu perjanjian yang menguntungkan untuk kedua belah pihak, hal ini tetap tidak dapat ditafsirkan bahwa prestasi dari suatu perjanjian sesuai dengan kepentingan masyarakat, kecuali bila jelas bahwa prestasi dari perjanjian itu tidak akan membebankan biaya apapun kepada pihak ke tiga; atau lebih tepatnya bahwa prestasi itu tidak akan membebankan kepada pihak ke tiga melebihi manfaat yang dapat diperoleh pihak ke tiga dari prestasi itu. 305 Kegagalan yang terjadi adalah ketidakmampuan mengatasi externalities, dimana memperhitungkan 303 Atiyah. The Raise and Fall of Freedom of Contract. Oxford: Clorendon Press, 1979, hal. 693 304 Ibid, hal. 620 305 Ibid, hal. 621 Universitas Sumatera Utara jangkauan dari kebebasan para pihak yang membuat perjanjian itu untuk menyesuaikan hubungan kontraktual mereka dengan pihak ketiga. Meskipun perjanjian itu sendiri tidak berkaitan dengan kepentingan orang lain selain para pihak itu sendiri, namun kemungkinan implikasi dari perjanjian itu terhadap pihak ke tiga selalu ada. Pertama adalah yang menyangkut mereka yang kemungkinan akan menjadi pengganti para pihak, yang nantinya akan terikat dan berhak untuk memperoleh manfaat dari perjanjian itu. Kedua, kepentingan dari kreditur dari para pihak yang hak-haknya mungkin dapat terpengaruh oleh pemakaian habis atau kekayaan para pihak. Misalnya, penjualan barang secara kredit di mana penjual diberi hak di dalam perjanjian itu atas barang-barang tersebut terhadap tuntutan pihak ketiga yang memperoleh hak dari pembeli. Caranya adalah dengan memperjanjikan hak milik penjual atas barang-barang itu belum beralih kepada pembeli sebelum dilakukan pembayaran penuh atas barang-barang itu. Syarat tersebut menurut hukum mengikat pihak ke tiga.

2. Monopoli dan kegagalan pasar lainnya

Perkembangan dalam bidang industri dengan berdirinya asosiasi dagang, merger, dan pengaturan dagang secara bilateral antara tahun 1880 sampai dengan 1890 membuat para ekonom tidak mempercayai bahwa bentuk monopoli para bangsawan dan gilden yang telah dihapuskan akan hilang dan digantikan dengan bentuk persaingan. Ternyata tidak demikian halnya. Dengan berkembangnya pasar internasional maka perdagangan secara internasional semakin meluas pula. Suatu perusahaan yang telah mencapai skala raksasa akan menggeser semua saingannya di Universitas Sumatera Utara semua tempat. Penyebabnya berupa kegagalan dalam mengatasi masalah-masalah yang timbul dari monopoli dan masalah-masalah yang menyangkut perjanjian- perjanjiannya yang bersifat mengadakan pembatasan. Setelah Perang Dunia II, terdapat perkembangan dari peraturan perundang-undangan dengan dibentuknya Monopolies Comission dan Restrictive Practices Court, dengan mengubah iklim untuk menggalakkan kembali kompetisi. Perjanjian-perjanjian kolektif mendapat penelitian dari pengadilan, demikian pula dengan monopoli dan merger dikendalikan oleh peraturan perundang-undangan. Sebagai contoh putusan dalam perkara Esso Petroleum 1968 306 , di mana pengadilan menyatakan tidak sah suatu perjanjian yang menetetapkan suatu perusahaan minyak tanah setuju untuk memasok minyak tanah kepada suatu pengecer dan melarang perusahaan pengecer itu menerima pasokan dari tempat lain selama 21 tahun. Pengadilan berpendapat bahwa pembatasan tersebut merupakan “unreasonable in the interest of the public” dan mengakui bahwa dalam kasus ini para pihak tidak berada dalam kedudukan yang seimbang. 3. Consumer Ignorance Masalah berikutnya berkaitan dengan ketidaktahuan konsumen sehubungan makin majunya teknologi dan makin beragamnya barang-barang yang diperdagangkan. Dalam hal konsumen bahkan juga suatu organisasi komersial tidak memiliki pengetahuan yang cukup, maka tidak dapat dikatakan bahwa terdapat keserasian kepentingan antara perikatan pribadi dan kesejahteraan umum. Sehubungan dengan itu maka negara menganggap perlu untuk mengeluarkan 306 Ibid, hal. 702 Universitas Sumatera Utara peraturan perundang-undangan yang bertujuan untuk melindungi kepentingan konsumen. Atiyah mengkhawatirkan bahwa bagaimana pun juga ada kemungkinan bahwa peraturan perundang-undangan itu tidak bertindak terlalu jauh, bahwa ada kemungkinan biaya untuk mengundangkan peraturan perundang-undangan itu terpaksa dipikul oleh semua konsumen namun manfaatnya ternyata dinikmati hanya terbatas oleh sekelompok kecil konsumen yang tidak memiliki keterampilan. 307 Demikian juga di negara Belanda kebebasan berkontrak sejak pertengahan abad XIX telah direduksi oleh penguasa dengan mempersempit lingkaran kebebasan tersebut. Sejumlah undang-undang diterbitkan oleh pemerintah yang menyebabkan kebebasan individu untuk mengatur hubungan-hubungan yang sesuai dengan keinginannya mengalami reduksi yang semakin kuat. Hal ini didorong oleh pemikiran untuk memberikan proteksi kepada pihak yang tergolong ekonomi lemah terhadap dominasi pihak lawannya atau bermotifkan pemberian perlindungan bagi kepentingan umum. Sebagai contoh bertambah banyaknya jumlah aturan-aturan hukum memaksa, seperti halnya tercantum dalam Wet op Het Arbeidscontract 1907 Undang-Undang Kontrak Kerja tahun 1907. Undang-undang ini melindungi para pekerja dalam hal ditiadakannya ketentuan kebebasan kehendak para pihak pada waktu mengatur perihal gaji, tentang cara bagaimana membayar gaji dan kapan gaji itu dibayar dan mengenai pemberian ganti rugi jika terjadi pelanggaran kontrak. 308 307 Ibid, hal. 703 308 Herlien Budiono. Het Evenwichtbeginsel Op. Cit, hal. 72 Universitas Sumatera Utara 2. Asas Kebebasan Berkontrak dan Pembatasannya a. Pembatasan dari Pemerintah dan peraturan Perundang-undangan Sejak abad XIX, semakin banyak tekanan diletakkan pada kepentingan- kepentingan pergaulan hidup. Berbagai ketentuan perundang-undangan merupakan saksi mengenai hal ini dan bahkan Portalis mengemukakan, ”La vraie liberte’ consiste dans une sage composition des droit et des pouvoir individuels avec le bien commun”. Hak-hak individu menemukan batas-batasnya di dalam kepentingan- kepentingan masyarakat dan sebaliknya masyarakat harus mengindahkan hak-hak individu. 309 Sesungguhnya di sini kita melihat betapa sulitnya tugas pembuat undang- undang untuk menemukan keseimbangan yang tepat. Kebebasan berkontrak adalah begitu esensial, baik bagi ruang dan peluang individu untuk dapat mengembangkan dan mengaktualisasikan diri, baik di dalam kehidupan pribadi maupun di dalam lalu-lintas kemasyarakatan di satu sisi, dan pada sisi lainnya agar ia dapat memelihara kepentingan-kepentingan hukum dan harta kekayaan, maupun untuk menyangkut masyarakat sebagai satu kesatuan. Dengan demikian kebebasan berkontrak dipandang oleh beberapa peneliti sebagai suatu hak dasar, kendatipun tidak secara tertulis, tidak di atur di dalam undang-undang dasar, ataupun dipositifkan di dalam traktat-traktat hak-hak asasi manusia. Ketentuan tentang kebebasan berkontrak tercantum dalam Pasal 8 dan 19 ayat 3 Undang-Undang Dasar Belanda. Hak-hak dasar yang di atur di dalamnya, yakni hak untuk berserikat, hak untuk bebas memilih pekerjaan, hak “to the peaceful 309 Hartkamp-Asser-Rutten. Op. Cit, hal.33. Universitas Sumatera Utara enjoyment of his possesions ”, pada hakikatnya mengasumsikan untuk melakukan hak untuk dengan bebas mengadakan kontrak agar dapat merealisasikan hak-hak itu. 310 Keberadaan dan berlakunya asas kebebasan berkontrak di Indonesia tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUHPerdata. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memiliki urutan setara dengan Undang-Undang dalam hierarki perundang-undangan 311 di Indonesia. Pasal 1329 jo Pasal 1330 KUHPerdata menetapkan bahwa setiap orang cakap untuk membuat suatu perjanjian kecuali ditetapkan sebaliknya oleh undang-undang. Berarti ketentuan ini mengatur setiap orang bebas mengadakan perjanjian dengan setiap orang yang dikehendaki asalkan cakap. Hal inipun tidak berlaku mutlak, karena berdasarkan Pasal 1331 KUHPerdata , bila pihak lainnya tidak menuntut pembatalan melalui pengadilan, maka perjanjian tersebut tetap berlaku. 312 Pasal 1332 KUHPerdata menetapkan bahwa asalkan suatu perjanjian mengenai barang yang memiliki nilai ekonomis, maka setiap orang bebas untuk memperjanjikannya. 310 Ibid, hal. 33. 311 Hierarki perundang-undangan di Indonesia untuk pertama kalinya di atur dalam Ketetapan MPRS Nomor XXMPRS1966, kemudian pada tahun 2000 MPR melakukan revisi melalui Ketetapan MPR RI Nomor IIIMPR2000 tentang Sumber Hukum dan Tata urutan Peraturan Perundang- undangan. Dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan pada Pasal 7, secara hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia sebagai berikut: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-UndangPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Propinsi; dan g. Peraturan Daerah KabupatenKota 312 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Op. Cit, hal. 45-49 Universitas Sumatera Utara Untuk memberlakukan pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak melalui campur tangan pemerintah tidak dapat dilakukan dalam bentuk peraturan yang memiliki derajat lebih rendah dari Undang-Undang. Oleh karena itu, hanya Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Peraturan perundang-undangan yang memiliki tingkatan lebih tinggi saja yang mempunyai kekuatan hukum untuk membatasi bekerjanya asas kebebasan berkontrak, sedangkan perundang-undangan yang tingkatannya lebih rendah dari Undang-Undang, seperti Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri, dan peraturan yang lebih rendah lainnya hanya dapat mengatur pelaksanaan dari pembatasannya yang telah ditetapkan sebelumnya oleh suatu Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dan bukannya menetapkan pembatasan itu sendiri. Pembatasan kebebasan membuat perjanjian dalam gadai saham yang merupakan perlindungan hukum dalam bidang perkreditan mencakup perlindungan hukum yang terdapat antara lain pada Undang-Undang Perbankan, dan Undang- undang perlindungan Konsumen. Ketentuan tersebut adalah: Pasal 29 ayat 1, 2, 3, dan 4 UUP Tahun 1998 yang merupakan ketentuan yang mengatur pembinaan dan pengawasan bank, memberikan konsekuensi bagi Bank Indonesia saat ini Otoritas Jasa Keuangan untuk lebih efektif dalam melakukan pembinaan dan pengawasan bank. Salah satu upaya perlindungan konsumen yang berkaitan dengan pelayanan jasa yang diberikan oleh bank tercantum dalam Pasal 18 ayat 1, 2, 3, dan 4 Undang- Universitas Sumatera Utara Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen UUPK Tahun 1999. Bahwa Pasal 18 UUPK Tahun 1999, khususnya ayat 1 huruf g dan h, berimplikasi sangat luas terhadap perjanjian kredit bank. Walaupun ayat 1 huruf g dipergunakan sebagai salah satu klausula yang memberatkan bagi nasabah debitur, namun dalam batasan-batasan tertentu masih dipertahankan untuk digunakan, khususnya menghadapi regulasi tertentu yang cepat berubah dan berdampak luas bagi bisnis bank, misalnya regulasi di bidang transaksi eksport-import. Peneliti berpendapat bahwa klausula ini masih dapat dipertahankan, sedangkan untuk di luar kasus ini, hendaknya tetap dipertimbangkan secara kasuistik. Sedangkan untuk ketentuan dalam ayat 1 huruf h, rumusan dalam ketentuan ini hendaknya dihapuskan. Karena peneliti mempertimbangkan bahwa jaminan dipergunakan dalam penyelesaian kredit nasabah debitur sebagai solusi terakhir, seandainya ia tidak dapat menyelesaikan seluruh kewajiban pinjamannya termasuk tunggakan kredit beserta bunga pinjaman dengan kapasitas yang dimilikinya. Selain berlaku ketentuan-ketentuan dari UUPK Tahun 1999, karena perjanjian standar pada dasarnya adalah juga perjanjian, maka ketentuan di dalam buku III KUHPerdata masih tetap berlaku bagi perjanjian standar. Ketentuan-ketentuan dalam buku III KUHPerdata yang harus diperhatikan adalah: ketentuan tentang keabsahan suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata; dan ketentuan- Universitas Sumatera Utara ketentuan tentang kerugian akibat wanprestasi atau breach of contractnon performance, sebagaimana diatur dalam Pasal 1243 KUHPerdata. 313 Merujuk pada Pasal 12 A ayat 1 UUP dan Pasal 18 UUPK Tahun 1999, bahwa undang- undang memperkenankan bank untuk menguasai dan memiliki marjin jaminan atas agunan nasabah debitur. Dengan ditunjang adanya suatu jaminan dalam pemberian kredit, berarti bank diberi kuasa untuk memasang ikatan atas jaminan kredit, baik berupa Hak Tanggungan, hak Gadai, Fiducia dan sebagainya. Tidak diperkenankannya bank mendapat kuasa seperti yang tercantum dalam ayat 1 huruf h Pasal 18 UUPK Tahun 1999 untuk fasilitas kredit yang digunakan untuk pembelian barang yang diangsur, menjadi kendala bagi dunia perbankan. Hal ini dikarenakan sebagian besar fasilitas kredit kecil, menengah, dan konsumtif, pada saat kredit direalisir, jaminan masih dalam proses. Selain itu, jaminan yang dijaminkan merupakan barang yang dibeli secara angsuran, misalnya rumah atau kenderaan. Oleh karenanya rumusan dalam Pasal 18 ayat 3 UUPK Tahun 1999 yang menyatakan batal demi hukum atas perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2, khususnya bagi lembaga perbankan adalah perjanjian kredit, menjadikan tidak berfungsinya lembaga bank dalam mengemban tugas untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Rumusan Pasal 18 ayat 3 UUPK Tahun 1999 313 Pasal 1243 KUHPerdata: Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya. Universitas Sumatera Utara akan sangat menghambat lembaga-lembaga intermediasi, termasuk di dalamnya bank. 314 Selain itu di dalam UUPT Tahun 2007, sehubungan dengan pengaturan preemtive right yang merupakan ketentuan yang bersifat memaksa. Sebagai konsekuensi hukumnya, bahwa dalam jaminan gadai preemtive right tidak dapat dikecualikan dengan jalan perjanjian gadai saham. Preemtive right hanya dapat dikecualikan dengan syarat-syarat limitatif yang disebutkan pada Pasal 57 ayat 2 UUPT Tahun 2007 atau apabila telah dilepas oleh si pemilik preemtive right itu sendiri. Pasal 1155 alinea 1 KUHPerdata memberi kemungkinan kepada para pihak untuk membuat perjanjian lain selain yang ditetapkan dalam ketentuan tersebut, namun apabila benda yang digadaikan adalah saham, maka perjanjian gadai saham tersebut seharusnya tidak bertentangan dengan Pasal 1155 alinea 2 dan tetap memperhatikan UUPT Tahun 2007 tentang preemtive right, kecuali apabila hak yang diberikan dalam UUPT tahun 2007 tersebut tidak digunakan oleh pemilik saham lain. b. Pembatasan dari kesusilaan dan ketertiban Umum Kebebasan berkontrak sebagai hak-hak dasar dalam pergaulan hidup mempunyai arti asasi, sehingga memainkan peranan penting dalam hubungan dan perimbangan hukum, baik dalam hubungan-hubungan antara para warganegara dan organisasi-organisasi hukum privat lainnya dengan penguasa maupun dalam 314 Selain itu dalam RUUPP Rancangan Undang-Undang Perkreditan Perbankan,Pasal 38 ayat 1 bah wa:”Jaminan kredit yang diserahkan oleh debitur harus mempunyai harga dan nilai sekurang- kurangnya 125 seratus dua puluh lima persen dari jumlah kredit yang diterima oleh debitur.” Universitas Sumatera Utara hubungan-hubungan interaktif antara para warganegara berikut organisasi- organisasinya secara timbal balik. Dalam kaitan ini, pada satu s isi dimungkinkan bahwa “keterlibatan fungsional” dapat terlaksana melalui undang-undang dalam arti formil, misalnya sebuah norma hukum privat, yang menyatakan batal sebuah persetujuan, sedangkan bila tidak adanya akibat hukum melalui undang-undang dalam arti formil di atas, maka hak dasar tersebut dapat dimanfaatkan oleh hakim untuk mengatur hubungan- hubungan antara para warganegara, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pertama , hakim menurunkan ketentuan hak dasar atau hak asasi manusia menjadi sebuah norma yang mengatur hubungan hukum perdata; dan kedua, hakim memperhatikan dan memperhitungkan kepentingan yang terkandung dalam hak dasar ini atau nilai yang melekat padanya, dalam menerapkan ketentuan-ketentuan hukum perdata, antara lain norma-norma terbuka seperti kesusilaan, ketertiban umum, itikad baik, dan kepatutan yang berlaku dalam masyarakat. 315 Peranan hakim dalam penerapan pengertian hukum privat yang terbuka seperti “bertentangan dengan kesusilaan” harus memperhatikan apa yang di atur pada Pasal 1335, Pasal 1337, dan Pasal 1320 ayat 4 KUHPerdata. Pasal 1335 KUHPerdata berbunyi : “Suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan.” 315 Hartkamp-Asser-Rutten. Op. Cit, hal.35. Universitas Sumatera Utara Pasal 1337 jo 1320 ayat 4 KUHPerdata menetapkan: Suatu sebab adalah terlarang, apabila causa yang dilarang, dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. Pembatasan asas kebebasan berkontrak di atas menyangkut dua kausa yaitu kesusilaan dan ketertiban umum. Kesusilaan goede zeden merupakan istilah yang abstrak, yang isinya dapat berbeda-beda di satu daerah dibanding dengan daerah lain dan di samping itu penilaian orang tentang kesusilaan berubah-ubah menurut perkembangan zaman. 316 Terdapat ketidaksamaan antara kausa yang tidak boleh bertentangan itu bersifat umum atau khusus. Sesudah tahun 1980, perubahan perkembangan yurisprudensi tentang asas kebebasan berkontrak, tidak lagi menjadi asas mutlak, sebab hakim dapat memasuki kebebasan berkontrak itu dengan alasan yang rasional dan dapat diterima masyarakat. 317 Mengenai ketidaksamaan ini, pendapat yang satu hanya mau menerima kesusilaan dalam lapangan terbatas, yaitu kalau ia merupakan penerapan moral umum pada kalangan terbatas atau hubungan hukum tertentu, sedangkan pendapat lain yang luas mau menerima kesusilaan dalam kalangan yang terbatas, asal tidak bertentangan dengan kesusilaan umum. 318 316 J.Satrio. Hukum Perikatan, Perikatan Yang lahir dari Perjanjian dan buku II. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995, hal. 109 317 Henry Pandapotan Panggabean, Peranan Mahkamah Agung Melalui Putusan-Putusan Hukum Perikatan , Bandung: Alumni, 2008, 129-130. 318 J.Satrio. Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir, Op. Cit, hal.110 Universitas Sumatera Utara Van Brekel lebih setuju dengan pendapat yang terbatas, dengan alasan bahwa sulit bagi hakim menerapkan norma moral, yang ia sendiri tidak yakin, karena ia sendiri bukan datang dari kalangan tempat moral itu berlaku dan karenanya tidak sesuai dengan kesadaran moralnya. 319 Untuk menentukan suatu perjanjian bertentangan dengan kesusilaan atau tidak, Wirjono Prodjodikoro memberikan contoh tentang “penjualan praktik” seorang dokter atau pengacara kepada rekan sejawatnya. Dikatakan olehnya bahwa kesemuanya bergantung pada penerimaan masyarakat. 320 Kausa ketertiban umum berkaitan dengan kausa kesusilaan, karena apa yang bertentangan dengan kesusilaan umum mempunyai kaitan pula dengan ketertiban umum. Hanya saja ketertiban umum di sini mempunyai arti yang lebih luas, meliputi keamanan negara. Dengan demikian dalam membicarakan kausa yang bertentangan dengan undang-undang dan kesusilaan mempunyai kaitan dengan kausa yang bertentangan dengan ketertiban umum. 321 Pada umumnya yang dikatakan “ketetiban umum” adalah hal-hal yang berkaitan dengan masalah kepentingan umum, seperti keamanan negara, keresaham dalam masyarakat, dan lain-lain, dan karenanya dikatakn mengenai masalah ketatanegaraan. 322 Salah satu masalah yang tampil ke permukaan tentang daya kerja horisontal hak-hak dasar, adalah bahwa dengan itu acapkali pertentangan-pertentangan 319 Brakel. Leerboek Van Het Nederlande Verbintenissenrecht. Zwole: Tjeenk, 1945, hal. 433-434 320 Wirjono Prodjodikoro. Asas-asas Hukum, Op.Cit., hal. 37 321 J.Satrio.Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir, Op. Cit, hal. 127 322 Wirjono Prodjodikoro. Asas-Asas, Op. Cit, hal. 37 Universitas Sumatera Utara kepentingan-kepentingan memainkan peranan, yang kedua-duanya dapat menuntut perlindungan hak-hak dasar. Dengan sendirinya hakim di dalam kasus-kasus seperti itu tidak mendasarkan putusannya pada suatu pertimbangan “abstrak” nilai-nilai hak- hak dasar tersebut. Merupakan tugas hakim untuk menemukan putusan berdasarkan pertimbangan in concreto semua situasi dan kondisi tersebut, sebagaimana halnya yang dilakukannya pada umumnya, di mana pada penerapan norma-norma terbuka ia harus memperhatikan dan memperhitungkan kepentingan-kepentingan antar pribadi atau kepentingan-kepentingan pribadi dengan kepentingan-kepentingan umum yang saling bertentangan. 323 Kausa kesusilaan dan kausa ketertiban umum merupakan bentuk pembatasan berkontrak. Kebebasan berkontrak itu sendiri adalah sebuah nilai yang pada prinsipnya mempunyai bobot yang sama seperti kepentingan yang dipositifkan di dalam undang-undang dasar yang harus dipertimbangkan, sehingga hakim harus menilai keabsahan persetujuan tersebut melalui kedua buah kepentingan tersebut sesuai dengan situasi dan kondisinya. c. Pembatasan dari Cacat dalam Kehendak Unsur kesepakatan merupakan hal yang penting dalam keabsahan suatu perjanjian. Kesepakatan dapat terjalin melalui proses penawaran dan permintaan yang dilakukan oleh para pihak. Penawaran adalah suatu usul yang disampaikan kepada pihak lawan untuk mengadakan suatu persetujuan, dan usul tersebut ditetapkan sedemikian rupa sehingga dengan menerimanya akan terciptalah sebuah 323 Hartkamp-Asser-Rutten. Op. Cit, hal. 35-36 Universitas Sumatera Utara persetujuan. 324 Dalam penawaran suatu perbuatan atau tindakan dilakukan melalui kata-kata atau sikap dan perilaku yang ditujukan kepada pihak lain. Akibat hukum penawaran adalah bahwa atas beban pihak yang menawarkan terciptalah suatu kehendak wilsrecht bagi orang yang diarahkan penawaran tersebut. 325 Untuk mengetahui apakah kita menghendaki sesuatu, maka pertama-tama kehendak tersebut harus dinyatakan terlebih dahulu, artinya apakah sebuah pernyataan sungguh-sungguh sejalan dengan apa yang dimaksudkan, sebagaimana hal itu ada dalam benak pihak-pihak yang bersangkutan. Hal yang tidak mudah untuk mengklasifikasi kekuatan beraneka ragam jenis pernyataan, untuk memutuskan maksud dan tujuan pihak-pihak yang memberikan pernyataan tersebut. Pernyataan- pernyataan yang diucapkan dengan sungguh-sungguh atau diarahkan langsung kepada seseorang mempunyai efek lebih pasti. 326 Pernyataan-pernyataan pada prinsipnya tidak terikat pada bentuk tertentu. Hal-hal itu dapat diberikan dengan tegas, namun dapat pula terselubung dalam satu atau lebih sikap dan perilaku. Bentuk pemberian pernyataan-pernyataan kehendak dan lain-lain pemberitahuan tertuang dalam Pasal 3:37 ayat 1 KUHPerdata lama “kecuali ditentukan lain, pernyataan-pernyataan termasuk pemberitahuan- pemberitahuan dapat diberikan dalam setiap bentuk dan dapat terselubung dalam satu atau lebih sikap dan peril aku.” 324 Ibid, hal 135 325 Herlien Budiono, Op. Cit, hal.81 326 Herlien Budiono, Op.Cit., hal. 82 Universitas Sumatera Utara Pemberian penawaran atau penerimaannya dapat dilakukan dengan segala sarana, yang di dalam lalu-lintas kemasyarakatan dipergunakan dan dipahami selaku demikian. Kehendak para pihak yang ditujukan untuk terciptanya persetujuan harus diberikan secara bebas. Kesepakatan yang terjadi dikarenakan tidak adanya kebebasan bagi para pihak untuk memberikan pernyataan yang tentunya juga mempengaruhi kebebasan berkontrak, yaitu dwaling atau kekhilafan, dwang atau paksaan, bedrog atau penipuan, dan misbruik van omstandigheden atau penyalahgunaan keadaan. 1. Kekhilafan KUHPerdata tidak menjelaskan yang dimaksud dengan kekhilafan tetapi membatasi kekhilafan yang merusak kesepakatan adalah kekhilafan mengenai hakikat barang yang menjadi pokok perjanjian dan kekhilafan mengenai diri seseorang. Pengertian tentang “hakikat barang”, menurut Hoge Raad, Arrest 30 Mei 1924 adalah keadaan yang menjadi dasar dibuatnya perikatan oleh para pihak. “hakikat” di sini tidak selalu berhubungan dengan benda berwujud tetapi juga dapat merupakan suatu benda tidak berwujud, seperti halnya dalam penanggungan. Menurut Subekti kekhilafan terjadi apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-hal yang pokok dari apa yang diperjanjikan atau tentang sifat-sifat yang penting dari barang yang menjadi objek perjanjian, ataupun mengenai orang dengan siapa diadakan perjanjian itu. 327 327 Subekti, Hukum, Op.Cit., hal.23 Universitas Sumatera Utara Paksaan fisik tidak menimbulkan kesepakatan dari orang yang dipaksa, karenanya perjanjian itu adalah batal, bukan dapat dimintakan pembatalan. 328 2. Paksaan Pasal 1324 KUHPerdata merumuskan tentang paksaan bahwa “suatu paksaan terjadi bila terdapat perbuatan yang sedemikian rupa hingga dapat menakutkan seorang yang berpikiran sehat dan bila perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang tersebut bahwa dirinya atau kekayaan terancam dengan suatu kerugian yang terang dan nyata”. Menurut Subekti, yang dimaksud denga paksaan adalah paksaan rohani atau paksaan jiwa psikis, jadi bukan paksaan badan fisik. 329 Paksaan dapat merupakan alasan untuk dimintakan pembatalan suatu perjanjian, bila paksaan itu dilakukan terhadap: a. Orang atau pihak yang membuat perjanjian pasal 1323 KUHPerdata b. Suami atau isteri dari pihak perjanjian atau sanak saudara keluarga dalam garis keturunan ke atas maupun ke bawah pasal 1325KUHPerdata. Paksaan yang dapat membatalkan suatu perjanjian bukan saja paksaan yang dilakukan oleh pihak lawan tetapi juga mencakup paksaan yang dilakukan pihak ke tiga Pasal 1323 KUHPerdata. Pihak ketiga adalah pihak di luar perjanjian. 3. Penipuan 328 Ibid,. 329 Hardijan Rusli. Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993, hal. 71 Universitas Sumatera Utara Pasal 1320 ayat 2 KUHPerdata menetapkan bahwa perjanjian atau kontrak tidak sah apabila dibuat tanpa adanya konsensus atau sepakat dari para pihak. Dengan kata lain, asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh kesepakatan dari para pihak. Penipuan merupakan salah satu alasan yang merusak kesepakatan. Penipuan yang dapat dijadikan alasan pembatalan perjanjian adalah tipu muslihat dari salah satu pihak yang sedemikian rupa sehingga terang dan nyata bahwa pihak yang lain tidak akan membuat perikatan itu jika ada tipu muslihat Pasal 1328 KUHPerdata. Menurut Subekti, penipuan terjadi apabila satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan palsu atau tidak benar disertai dengan tipu muslihat untuk membujuk pihak lawannya memberikan perjanjiannya. 330 Bl ack’s Law Dictionary menyebutkan bahwa misrepresentation adalah: “any manifestation by words or other conduct by one person to another that under the circumtances amounts to on assertation not in accordance with the facts” “setiap pernyataan dengan kata-kata atau perbuatan oleh seseorang kepada orang lainnya yang dalam hal ini adalah merupakan suatu pernyataan yang tidak sesuai dengan fakta”.” 331 Misrepresentation atau penipuan dapat dibagi dalam dua macam, yaitu penipuan material dan penipuan fraudelent. Penipuan material terjadi bila suatu pernyataan yang tidak benar itu menyebabkan orang yang berpikir waras reasonable person atau orang-orang tertentu the particular person memberikan 330 Subekti. Hukum, Op. Cit.. hal. 24 331 Black‟s, Black’s Law Dictionary, Op.Cit., hal. 1001 Universitas Sumatera Utara kesepakatannya untuk suatu transaksi, sedangkan suatu penipuan fraudelent tejadi bila pernyataan yang tidak benar disertai dengan maksud atau keinginan dari pembuat pernyataan untuk mempengaruhi pihak lawannya agar percaya. Penipuan harus merupakan pernyataan yang tidak benar tentang suatu kenyataan yang ada pada waktu pernyataan itu dibuat. 4. Penyalahgunaan keadaan Pada Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata menetapkan bahwa para pihak harus beritikad baik sejak saat perikatan itu dibuat sampai dengan perikatan itu selesai pembuatan dan pelaksanaan kontrak. Jadi kebebasan berkontrak yang dimiliki para pihak harus digunakan dengan itikad baik. Pelaksanaan perjanjian secara itikad baik berarti perjanjian harus dilaksanakan sesuai kepatutan dan keadilan naar redelijkheid en bilijkheid . 332 Dengan demikian, asas itikad baik mengandung pengertian bahwa kebebasan suatu pihak dalam membuat perjanjian tidak dapat diwujudkan sekehendaknya tetapi dibatasi oleh itikad baiknya. Kesimpulannya adalah asas itikad baik merupakan salah satu instrumen hukum untuk membatasi kebebasan berkontrak dan kekuatan mengikatnya perjanjian. 333 Dalam hukum perdata terdapat perkembangan baru yang perlu dikaji dalam hubungannya dengan penerapan asas kebebasan berkontrak, yaitu muncul ajaran penyalahgunaan keadaan misbruik van omstandiggeden; undue influence. Penyalahgunaan dikategorikan sebagai cacat kehendak wilsgebrek, karena lebih 332 Putusan Pengadilan Tinggi Bandung No. 911970PerdPTB, Ny. Lie Lian Joun v. Arthur Tutuarima. 333 Ridwan Khairandy, Op. Cit. hal. 33 Universitas Sumatera Utara sesuai dengan isi dan hakikat penyalahgunaan keadaan itu sendiri. Ia tidak berhubungan dengan syarat-syarat obyektif perjanjian 334 , melainkan mempengaruhi syarat-syarat subyektifnya. Menggolongkan penyalahgunaan kehendak sebagai salah satu bentuk cacat kehendak, lebih sesuai dengan kebutuhan konstruksi hukum dalam hal seseorang yang dirugikan menuntut pembatalan perjanjian. Gugatan atas dasar penyalahgunaan keadaan terjadi dengan suatu tujuan tertentu. Penggugat seharusnya mendalilkan bahwa perjanjian itu sebenarnya tidak dikehendakinya, atau perjanjian itu tidak dikehendakinya dalam bentuknya yang demikian. 335 Seperti halnya asas kebebasan berkontrak, penyalahgunaan keadaan akan sangat membantu dalam menyelesaikan kasus-kasus yang berkaitan dengan masalah perjanjian. Ajaran penyalahgunaan keadaan pada dasarnyan menyangkut perwujudan asas kebebasan berkontrak. Penyalahgunaan yang mengganggu adanya kebebasan kehendak bebas untuk mengadakan persetujuan sehingga penyalahgunaan merupakan salah satu alasan untuk membatalkan perjanjian. 336 Menurut Hartkamp, dalam hal penyalahgunaan keadaan, persetujuan-persetujuan, hilang keseimbangan dan pertimbangan antara prestasi-prestasi, dan diarahkan pada pembatasan baik terhadap kebebasan berkontrak maupun masalah kekuatan mengikat persetujuan. Dalam hal pihak yang dikemudian hari mengalami kerugian yang cukup besar, ia tidak lagi 334 Setiawan. Asas Kebebasan Berkontrak dan Kedudukan Yang Seimbang daro Para Pihak dalam Perjanjian. Media Notariat No. 28-29, tahun VIII, Juli-Oktober 1993, hal. 12 335 Ibid, hal. 12-13 336 Herlien Budiono . Kebebasan Berkontrak dan kedudukan yang Seimbang dalam Suatu Perjanjian. Media Notariat No. 28-29, tahun VIII, Juli-Oktober 1993, hlm. 31 Universitas Sumatera Utara berkewajiban untuk memenuhi persetujuan yang telah dibuat. 337 Oleh karenanya penyalahgunaan keadaan dikategorikan sebagai kehendak yang cacat karena tidak berhubungan dengan syarat-syarat objektif perjanjian, melainkan mempengaruhi syarat-syarat subjektifnya. Penyalahgunaan keadaan yang terjadi dalam Niew burgerlijke Wetboek NBW dtentukan 4 empat syarat terjadinya penyalahgunaan keadaan, yaitu: 1 Keadaan-keadaan istimewa bijzondere omstandigheden, seperti keadaan darurat, ketergantungan, ceroboh, jiwa kurang waras, dan tidak berpengalaman; 2 Suatu hal yang nyata kenbaarheid, disyaratkan bahwa salah satu pihak mengetahui atau semestinya mengetahui bahwa pihak lain karena keadaan istimewa tergerak hatinya untuk menutup suatu perjanjian; 3 Penyalahgunaan misbruik, salah satu pihak telah melaksanakan perjanjian itu walaupun ia mengetahui atau seharusnya mengerti bahwa dia seharusnya tidak melakukannya; 4 Hubungan kausal causaal verband, adalah penting bahwa tanpa menyalahgunaan keadaan itu maka perjanjian itu tidak akan ditutup. 338 Ajaran penyalahgunaan keadaan dibedakan dalam 2 dua hal, yaitu: 1 Penyalahgunaan keunggulan ekonomi a. Suatu pihak harus mempunyai keunggulan ekonomis terhadap yang lain; atau 337 Hartkamp-Asser-Rutten. Op. Cit, hal. 32 338 Henry Panggabean. Penyalahgunaan Keadaan Misbruik van Omstandigheden Sebagai Alasan Baru Untuk Pembatalan Perjanjian Berbagai Perkembangan Hukum di Belanda. Yogyakarta: Liberty, 1992, hal. 40 Universitas Sumatera Utara b. Pihak lain terpaksa mengadakan perjanjian 2 Penyalahgunaan keunggulan kejiwaan. 339 a. Salah satu pihak menyalahgunakan ketergantungan relatif, seperti hubungan kepercayaan istimewa antara orang tua dan anak, suami dan isteri, dokter dan pasien, pendeta dan jemaat; atau b. Salah satu pihak menyalahgunakan keadaan jiwa yang istimewa dari pihak lawan, seperti adanya gangguan jiwa, tidak berpengalaman, kurang pengetahuan, kondisi badan yang tidak baik, dan sebagainya. Ajaran penyalahgunaan keadaan mengandung 2 dua unsur, yaitu: 1. Adanya kerugian yang diderita satu pihak; 2. Adanyan penyalahgunaan kesempatan oleh para pihak pada saat terjadinya perjanjian. 340 Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa kebebasan berkontrak walaupun memberi kebebasan yang luas terhadap setiap orang, tetapi terdapat pembatasan. Pembatasan tersebut adalah itikad baik dan peraturan perundang-undangan. Sifat memaksa dari undang-undang dapat juga dijadikan batasan kebebasan berkontrak. Jadi a contrario sepanjang isi dari perjanjian tersebut mengenai hukum yang bersifat mengatur, maka setiap orang dapat mengecualikannya. Sebaliknya, bila hal yang disepakati termasuk ketentuan yang bersifat memaksa, maka hal tersebut tidak dapat dikecualikan. 339 Ibid, hal.44 340 Ibid, hal. 64 Universitas Sumatera Utara 3. Asas Kebebasan Berkontrak dalam Perjanjian Kredit Bank Pasal 1320 ayat 4 juncto Pasal 1337 KUHPerdata menetapkan asal saja bukan mengenai kausa yang dilarang oleh undang-undang atau bertentangan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum, maka setiap orang memiliki kebebasan untuk memperjanjikannya.Dalam KUHPerdata, selain ketentuan di atas, tidak terdapat ketentuan yang mengharuskan maupun yang melarang seseorang untuk mengikatkan diri atau tidak mengikatkan diri dalam suatu perjanjian. Hal ini sesuai dengan ruang lingkup dari asas kebebasan berkontrak. Berlakunya asas konsensualitas dalam hukum perjanjian Indonesia semakin memantapkan adanya kebebasan berkontrak. Tanpa adanya sepakat dari salah satu pihak dalam membuat suatu perjanjian, maka perjanjian yang dibuat tidak sah. Pada tahun 1934, Benedity melihat bahwa ada fenomena-fenomena suatu evolusi sebuah kontrak “otonom” ke arah yang sedikit banyak “heteronom”; dari penentuan “sendiri” sebuah kontrak menjurus “penetapan” hal itu oleh yang berwajib. 341 Dalam proses campur tangan penguasa di dalam hukum privat bertambah banyak jumlahnya, maka makin lama makin banyak pula unsur-unsur hukum publik dijumpai di dalam hukum privat. 342 Pembatasan-pambatasan dalam kebebasan berkontrak menjadikan para pihak tidak leluasa untuk mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajibannya secara timbal balik menurut kehendak sendiri. Sepertinya hampir tidak dijumpai lagi persetujuan, di 341 Herlien Budiono, Het Evenwichtbeginsel, Op. Cit, hal. 72 342 Ibid, hal. 73 Universitas Sumatera Utara mana kedua prestasi ini adalah benar-benar terpenuhi berdasarkan hasil negosiasi kedua belah pihak. Dengan demikian persyaratan-persyaratan yang dengan bebas dikemukakan para pihak semakin sedikit, dan lebih banyak dipaksakan melalui peraturan atau seperti yang diungkapkan oleh Pitlo “kebebasan berkontrak adalah sebuah fiksi” 343 Di dalam doktrin, tendensi ke arah pembatasan kebebasan berkontrak dapat dilihat, meskipun dalam skala yang tidak terlalu tampak. Dorongan itu terutama tampil ke permukaan dengan memberi ruang lingkup yang luas kepada pengertian- pengertian keadilan dan kepatutan, kesusilaan dan ketertiban umum, dan di dalam pembuatan kontrak-kontrak. Ditinjau secara formal kebebasan berkontrak tetap dipertahankan, namun isi hubungan kontraktual pada hakikatnya ditentukan oleh seperangkat aturan yang telah ditetapkan sebelumnya. Hukum mengalami proses sosialisasi melalui pergeseran tekanan dari kepentingan pribadi ke arah kepentingan bersama. Jadi, di sini dijumpai tindakan pendesakan ke belakang unsur-unsur hukum privat dan penarikan ke depan unsur-unsur hukum publik. Suatu akibat jelas dari tindakan ini adalah adanya pengikisan kebebasan pribadi manusia. 344 Di dalam perkembangannya, kebebasan berkontrak hanya dapat mencapai tujuannya bila para pihak mempunyai posisi tawar yang seimbang. Jika salah satu pihak lemah, maka pihak yang memiliki posisi tawar lebih kuat dapat memaksakan 343 Pitlo. Evolutie in Het Privaatsrecht. Haarleem: 1969, hlm. 173 344 Herlien Budiono, Het Evenwichtbeginsel, Op. Cit. hal. 73 Universitas Sumatera Utara kehendaknya untuk menekan pihak lain bagi keuntungannya sendiri. Oleh karenanya, syarat atau ketentuan-ketentuan dalam perjanjian seperti itu akan melanggar rasa keadilan. Di dalam kenyataanya tidak selalu para pihak memiliki posisi tawar yang seimbang, sehingga negara dapat campur tangan untuk melindungi pihak yang lemah. 345 Keadaan seperti ini dapat berlaku dalam hubungan antara bank selaku kreditur dan nasabah peminjam selaku debitur. Dikarenakan posisi bank selaku kreditur yang menjelma dalam bentuk perusahaan besar dan pemilik dari dana, maka dapat diasumsikan memiliki posisi tawar yang kuat terhadap nasabah debitur. Dalam perjalanan dari asas berkontrak, berlakunya asas ini tidaklah mutlak. KUHPerdata memberikan pembatasan berlakunya asas kebebasan berkontrak. Pembatasan-pembatasan yang terdapat dalam KUHPerdata, dapat dilihat dalam ketentuan: Pasal 1320 ayat 1 KUHPerdata menentukan bahwa perjanjian tidak sah apabila dibuat tanpa adanya dari pihak yang membuatnya. Ketentuan ini memberikan petunjuk bahwa hukum perjanjian dikuasai oleh “asas konsensualitas”. Ketentuan Pasal 1320 ayat 1 KUHPerdata tersebut mengandung pengertian bahwa kebebasan suatu pihak untuk menentukan isi perjanjian dibatasi oleh sepakat pihak lainnya atau dapat dikatakan bahwa asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh asas konsensualitas. Pasal 1320 ayat 2 KUHPerdata dapat disimpulkan bahwa kebebasan untuk membuat suatu perjanjian dibatasi oleh kecakapan. Seseorang yang menurut 345 Ibid, hal. 38-39 Universitas Sumatera Utara ketentuan undang-undang tidak cakap untuk membuat perjanjian, sama sekali tidak memiliki kebebasan untuk membuat perjanjian. Pasal 1320 ayat 4 Pasal 1337 KUHPerdata menentukan bahwa para pihak tidak bebas untuk membuat perjanjian yang menyangkut kausa yang dilarang oleh undang-undang atau bertentangan dengan kesusilaan baik atau bertentangan dengan ketertiban umum. Pasal 1332 KUHPerdata memberikan arah mengenai kebebasan para pihak untuk membuat perjanjian sepanjang menyangkut objek perjanjian. Menurut ketentuan ini adalah tidak bebas untuk memperjanjikan setiap barang apapun, hanya barang-barang yang mempunyai nilai ekonomis saja yang dapat dijadikan objek perjanjian. Selain berbagai pembatasan dalam KUHPerdata, penerapan asas kebebasan berkontrak dalam hubungan dengan perkreditan bank dibatasi oleh beberapa asas, yaitu kepercayaan fiduciary relation, kerahasian confidential relation, dan kehati- hatian prudential relation. 1. Asas kepercayaan fiduciary relation Asas kepercayaan adalah suatu asas yang menyatakan bahwa usaha bank dilandasi oleh hubungan kepercayaan antara bank dan nasabahnya. 346 Bank berusaha dari dana masyarakat yang disimpan berdasarkan kepercayaan, sehingga setiap bank 346 Rachmad Usman. Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta: Gramedia, 2001, hlm.16 Universitas Sumatera Utara perlu untuk menjaga kesehatannya dengan tetap memelihara dan mempertahankan kepercayaan masyarakat. Symons, Jr., mengatakan bahwa hubungan antara bank dan nasabah bukanlah sekedar hubungan debitur-kreditur semata tapi lebih dari itu. Dilihat dari transaksi loan to deposite adalah hubungan debitur-kreditur. Namun mengingat status bank sebagai a place of special safety and probity, maka hubungan tersebut adalah fiduciary . 347 Ketentuan tentang hubungan kepercayaan fiduciary relation mendapat perhatian dari Ogilive yang mengemukakan sebagai berikut: “The Banker and cotumer relationship is no longer simply one of debtor and creditor. In the past three decades the courts, slowly but steadily have found that in special circumtances banks are subject to additional higher duties in tort or as fiduciary over and above their contractual duties, whether derived from an express contract or the common law ”, 348 artinya: “Hubungan antara bank dan nasabah tidak hanya sekedar kreditur-debitur. Dalam tiga dekade terakhir pengadilan secara perlahan tapi mantap telah mengemukakan bahwa dalam perbankan tunduk kepada tugas-tugas tambahan keadaan istimewa seperti halnya perbuatan melawan hukum tort atau sebagai kepercayaan fiduciary di samping tugas-tugas yang sesuai dengan perjanjian diantara mereka, apakah yang dari perjanjian atau dalam common law .” Selanjutnya menurut Sutan Remy Sjahdeini, hubungan bank dan nasabah penyimpan dana adalah hubungan pinjam-meminjam uang antara debitur bank dan kreditur penyimpan dana yang dilandasi oleh asas kepercayaan. Demikian pula hubungan antara bank dengan nasabah debitur juga bersifat hubungan kepercayaan yang membebankan kewajiban kepercayaan fiduciary obligation oleh bank terhadap nasabahnya. Bank hanya bersedia memberikan kredit kepada nasabah debitur atas 347 Edward L.Symons and James J. White. Bankin Law, Teaching Materials. Second Edition. St.Paul Minnesota: West Publishing Co, 1984, hlm.285 348 M.H. Ogilvie. Canadian Banking Law. Toronto: Creswell, 1991, hlm. 431 Universitas Sumatera Utara dasar kepercayaan bahwa nasabah debitur mampu dan mau membayar kembali kreditnya tersebut. 349 Asas kepercayaan tercantum dalam Pasal 29 ayat 4 Undang- Undang Perbankan Tahun 1998, berbunyi: “Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.” Penjelasan Pasal 29 ayat 4 UUP Tahun 1998: “Penyediaan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian nasabah dimaksudkan agar akses untuk memperoleh informasi perihal kegiatan usaha dan kondisi bank menjadi lebih terbuka yang sekaligus menjamin adanya transparansi dalam dunia perbankan. Informasi tersebut dapat memuat keadaan bank, termasuk kecukupan modal dan sekaligus aset. Apabila informasi tersebut telah disediakan, bank dianggap telah melaksanakan ketentuan ini. Informasi tersebut perlu diberikan dalam hal bank bertindak sebagai perantara penempatan dana dari nasabah, atau pembelianpenjualan surat berharga untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya.” Transparansi informasi mengenai produk bank sangat diperlukan untuk memberikan kejelasan pada nasabah mengenai manfaat dan risiko yang melekat pada produk bank. Direksi bank bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan dan prosedur transparansi mengenai produk bank tersebut. Produk bank adalah produk dan atau jasa perbankan termasuk produk dan atau jasa lembaga keuangan bukan bank yang dipasarkan oleh bank sebagai agen pemasaran. Dalam hal produk bank terkait dengan penghimpunan dana, bank wajib memberikan informasi mengenai program penjaminan terhadap produk bank. Bank memberikan informasi yang akurat dan sebenarnya mengenai produk bank yang akan dimanfaatkan nasabah dengan 349 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Op. Cit, hal. 167-168 Universitas Sumatera Utara memenuhi etika penyampaian informasi yang berlaku umum. Pemberian informasi dianggap menyesatkan mislead apabila bank memberikan informasi yang tidak sesuai dengan fakta, misalnya menyebutkan produk reksadana sebagai deposito. Pemberian informasi dianggap tidak etis misconduct antara lain apabila memberikan penilaian negatif terhadap produk bank lain. Tranfaransi informasi mengenai produk bank menjadi suatu kebutuhan yang tidak dapat dihindari untuk menjaga kredibilitas lembaga perbankan sekaligus melindungi hak-hak nasabah sebagai konsumen pengguna jasa perbankan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 350 Terkait perlindungan konsumen nasabah jasa keuangan diatur juga dalam Peraturan OJK No. 1POJK.72013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, bahwa pelaku usaha jasa keuangan wajib menyediakan danatau menyampaikan informasi mengenai produk danatau jasa layanan yang akurat, jujur, jelas, dan tidak menyesatkan, dan juga wajib menyampaikan informasi yang terkini dan mudah diakses kepada konsumen tentang produk danatau layanan. Informasi tersebut dituangkan dalam dokumen atau sarana lain yang dapat digunakan sebagai alat bukti. 351 2. Asas Kerahasiaan confidential relation. Asas kerahasiaan adalah asas yang mengharuskan atau mewajibkan bank merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan yang menurut 350 Peraturan Bank Indonesia No. 76PBI2005 tentangTransparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah 351 Pasal 4 dan Pasal 5 Peratran Jasa Keuangan No. 1POJK.072013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan Universitas Sumatera Utara kalaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan. Kerahasiaan ini untuk kepentingan sendiri karena bank memerlukan kepercayaan masyarakat yang menyimpan dananya di bank. Masyarakat hanya akan mempercayakan uangnya atau memanfaatkan jasa bank apabila bank menjamin bahwa tidak akan ada penyalahgunaan tentang simpanannya. Asas kerahasiaan diatur dalam Undang-Undang Perbankan Tahun 1998, dalam pasal-pasal: Pasal 40 ayat 1 UUP Tahun 1998: “Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaiman dimaksud dalam pasal 41, pasal 41 A, pasal 42, pasal 44, dan pasal 44 A”. Pasal 40 ayat 2 UUP Tahun 1998: “ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 berlaku pula bagi pihak terafiliasi” Penjelasan pasal 40 ayat 1 UUP Tahun 1998: “Apabila nasabah bank adalah nasabah penyimpan yang sekaligus juga sebagai nasabah debitur, bank wajib tetap merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam kedudukannya sebagai nasabah penyimpan. Keterangan mengenai nasabah selain sebagai nasabah penyimpan, bukan keterangan yang wajib dirahasiakan bank. Bagi bank yang melakukan kegiatan sebagai lembaga penunjang pasar modal, misalnya bank selaku kustodian dan atau wali amanat, tunduk pada ketentuan perundang- undangan di bidang pasar modal.” Ketentuan kerahasiaan bank ini dapat dikecualikan dalam hal-hal tertentu, yaitu untuk kepentingan perpajakan Pasal 41, penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang NegaraPanitia urusan Piutang Universitas Sumatera Utara Negara Pasal 41 A, peradilan pidana Pasal 42 dan Pasal 42 A, perkara perdata antara bank dan nasabahnya Pasal 43, tukar-menukar informasi antar bank Pasal44 dan atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan dana Pasal 44A. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang selanjutnya UU tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU yang berkaitan dengan industri perbankan mengatur bahwa penyedia jasa keuangan wajib memutus hubungan usaha dengan pengguna jasa Pasal 22 UU tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, jika pengguna jasa menolak untuk mematuhi prinsip mengenali pengguna jasa, atau pengguna jasa keuangan meragukan kebenaran informasi yang disampakan oleh pengguna jasa. Pemutusan hubungan usaha tersebut wajib dilaporkan kepada PPATK sebagai transaksi keuangan mencurigakan. Perluasan pelaporan oleh penyedia jasa keuangan pasal 23 UU tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, selain pelaporan laporan transaksi keuangan mencurigakan dan laporan transaksi keuangan tunai, penyedia jasa keuangan juga wajib melaporkan transaksi keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri. Bahwa pelaksanaan kewajiban oleh pihak pelapor dikecualikan dari ketentuan kerahasiaan yang berlaku bagi pihak pelapor yang bersangkutan Pasal 28 UU tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Pemberian kewenangan kepada penyedia jasa keuangan untuk menunda transaksi, paling lama 5 lima hari kerja Pasal 26 UU tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, karena pengguna jasa melakukan transaksi yang patut diduga menggunakan harta kekayaan yang berasal Universitas Sumatera Utara dari hasil tindak pidana, memiliki rekening untuk menampung harta kekayaan yang berasal dari hasil tindak pidana, atau diketahui danatau patut diduga menggunakan dokumen palsu. 352 Keterikatan bank terhadap ketentuan atau kewajiban merahasiakan keadaan keuangan nasabahnya menunjukkan bahwa hubungan antara bank dan nasabah penyimpan dana dilandasi oleh asas kerahasiaan. 3. Asas Kehati-hatian Asas kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam rangka melindungi dana masyarakat untuk dipercayakan pada bank. Prinsip kehati-hatian telah diatur dalam Undang-Undang Perbankan Tahun 1998, dalam pasal-pasal: Pasal 2 UUP Tahun 1998: “Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berdasarkan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatia n.” Pasal 29 ayat 2 UUP Tahun 1998: 352 UU tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU No.8 Tahun 2010 mengandung beberapa norma hukum yang lebih baik dan maju dibandingkan dengan ketentuan yang diatur UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang selanjutnya UU TPPU sebagaimana kemudian telah diubah dengan UU No. 25 Tahun 2003. Beberapa ketentuan dalam UU No. 8 Tahun 2010, diyakini akan menjadikan penegakan hukum di bidang tindak pidana pencucian uang yang lebih efektf. Dari Pasal 33 UU TPPU dapat disimpulkan bahwa pengecualian terhadap ketentuan rahasia bank dalam rangka pemberantasan dan penindakan tindak pidana pencucian uang hanya dapat diberikan apabila pemeriksaan tindak pidana pencucian uang telah memasuki tahap penyidikan. Artinya, nasabah penyimpan harus telah menjadi tersangka. Apabila masih dalam tahap penyelidikan, sehingga karena itu nasabah penyimpan belum menjadi tersangka, maka keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya tidak boleh diungkap oleh bank. Universitas Sumatera Utara “Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati- hatian.” Penjelasan umum: “...prinsip kehati-hatian harus dipegang teguh sedangkan ketentuan mengenai kegiatan usaha bank perlu disempurnakan terutama yang berkaitan dengan penyaluran dana,... ” Penjelasan Pasal 29 ayat 2 UUP Tahun 1998: “...di pihak lain, bank wajib memiliki dan menerapkan sistem pengawasan intern dalam rangka menjamin terlaksananya proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan bank yang sesuai dengan prinsip kehati- hatian.” Tujuan diberlakukannya prinsip kehati-hatian agar bank selalu dalam keadaan sehat, menjalankan usahanya dengan baik dan benar dengan mematuhi ketentuan- ketentuan dan norma-norma yang berlaku dalam dunia perbankan. 4. Asas Kebebasan Berkontrak dan Asas Keseimbangan dalam Perjanjian StandarBaku pada Perjanjian Kredit Bank. Rumusan yang tercantum dalam pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi mere ka yang membuatnya. Istilah “semua” di dalamnya terkandung asas partij autonimie ; freedom of contract; contracy vrijheid .isi maupun bentuk perjanjian yang akan mereka buat, termasuk penuangannya dalam perjanjian standar, memang sepenuhnya disarankan kepada para pihak. Terhadap isi perjanjian kredit, asas kebebasan berkontrak berkaitan erat dengan kebebasan menentukan “apa” dan dengan “siapa” perjanjian kredit itu Universitas Sumatera Utara diadakan. Sedangkan terhadap bentuknya, perjanjian kredit harus dituangkan secara tertulis 353 , baik dengan akta di bawah tangan maupun dengan akta notaril. Penuangan perjanjian kredit dalam bentuk perjanjian standar atau baku harus memahami posisi kebebasan berkontrak dalam kaitan tepadu dengan asas-asas hukum perjanjian lainnya yang secara menyeluruh. Asas-asas ini merupakan pilar, tiang, fondasi dari hukum perjanjian. 354 Salah satu dari asas tersebut adalah asas keseimbangan. Asas keseimbangan menurut Mariam Darus Badrulzaman merupakan perkembangan lebih lanjut dari asas persamaan. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun kreditur memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. Dapat dilihat di sini bahwa kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajiban untuk memperhatikan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur menjadi seimbang. 355 353 Berdasarkan Instruksi Presidium Nomor 15IN1066 tentang Pedoman Kebijakan di Bidang Perkreditan tanggal 3 Oktober 1966 juncto Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I Nomor2539UPKPemb. Tanggal 8 Oktober, Surat Edaran Bank Indonesia Unit I Nomor 2649UPKPemb. Tanggal 20 Otober 1966 dan Instruksi Presidium Kabinet Nomor 10EK21967 tanggal 6 Februari 1967 menyatakan bahwa bank dilarang melakukan pemberian kredit dalam berbagai bentuk tanpa adanya perjanjian kredit yang jelas antara bank dan nasabah atau Bank Sentral dan bank- bank lainnya. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27162KEPDIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 277UPPB masing-masing tertanggal 31 Maret 1995 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank bagi Bank Umum, yang menyatakan bahwa setiap kredit yang disetuji dan disepakati, pemohon kredit dituangkan dalam perjanjian kredit akad kredit secara tertulis. 354 Mariam Darus Badrul Zaman. Kerangka Dasar Hukum Perjanjian dimuat dalam buku “Hukum Kontrak di Indonesia”. Jakarta: Elips, 1998, hal.38 355 Ibid, hal.43 Universitas Sumatera Utara Herlien Budiono mengulas asas keseimbangan menjadi dua bentuk yaitu asas keseimbangan sebagai asas etis dan asas keseimbangan sebagai asas yuridis. 356 a. Asas kesimbangan sebagai asas etis mengandung arti “adanya keadaan yang berat atau bobot pada kedua sisi adalah seimbang”. Di dalam konteks inilah keseimbangan yang merupakan “keadaan seimbang karena adanya beberapa kekuatan tidak melampaui satu sama lain, atau karena tidak adanya elemen yang menyebabkan terjadinya hal tersebut”. “Keseimbangan” di dalam kejiwaan dan karakter mengandung suatu pengertian akan adanya suatu keadaan dimana tidak diperlukan lagi suatu tindakan lain karena adanya kesesuaian antara keinginan kemauan atau antara naluri atau dorongan hawa nafsu dan kemauan. Di dalam suatu keadaan kejiwaan seimbang, maka kecenderungan orang adalah secara sadar menuju atau diarahkan kepada suatu tindakan yang membawa hasil atau keadaan dan hidup yang lebih baik sesuai dengan kemampuannya. Dengan keadaan “seimbang” tersebut, seseorang dapat membatasi suatu keinginan yang ditimbulkan dari penilaian di satu pihak dan keyakinan untuk dapat melaksanakan dan tercapainya keinginan tersebut. D engan demikian “seimbang” mengandung suatu muatan positif. b. Keseimbangan sebagai asas yuridis mengandung arti bahwa asas ini disamping harus mempunyai sifat-sifat tertentu juga harus konsisten tertuju kepada kebenaran yang logis dan cukup konkrit. Dengan alasan-alasan tersebut, sampailah kita pada 356 Herlien Budiono. Asas Keseimbangan bagi Hukum Kontrak Indonesia. Makalah Temu Ilmiah Seminar Nasional I PPAT di Surabaya, tanggal 8-10 Maret 2002, Hotel Grand Place, hal. 15-16 Universitas Sumatera Utara suatu pemikiran bahwa asas keseimbangan adalah asas yang dapat dianggap adil dan merupakan dasar yang dapat diterima sebagai kekuatan mengikat secara yuridis bagi hukum kontrak di Indonesia. Untuk sampai pada penemuan asas keseimbangan, menurut Herlien Budiono, perlu diadakan penyelidikan secara kritis dan menganalisis gejala-gejala hukum Indonesia seperti kekeluargaan, gotong-royang dan tolong-menolong. 357 Melalui Induksi dari bagian-bagian esensial ini, akan sampai pada pengertian keseimbangan. Keseimbangan berkaitan dengan kepentingan individu dan masyarakat karena individu dan masyarakat secara bersama-sama membentuk ketentuan-ketentuan normatif dalam suatu perjanjian. Dalam membentuk suatu perjanjian harus dilihat kepentingan individu dan kepentingan masyarakat sedemikian rupa sehingga kedua kepentingan ini berada dalam keadaan seimbang. Dengan demikian, kehendak para pihak dibangkitkan oleh kekuatan-kekuatan yang membawa kepada motivasi untuk menundukkan diri kepada maksud dari pihak lainnya dengan tujuan yang sama, yaitu tercapainya keseimbangan. Dapat dikatakan bahwa elemen-elemen yang relevan dari asas keseimbangan sudah jelas yaitu kepentingan pribadi dan kepentingan masyarakat harus berada dalam keadaan seimbang dan diterapkan sebagai dasar bagi kekuatan mengikat secara kontraktual. Perjanjian standar tidak menutup kemungkinan bahwa perjanjian tersebut tidak dapat mengikat secara kontraktual. Walaupun perjanjian standar dirumuskan secara sepihak dan digandakan, perjanjian standar secara universal telah diterima dan secara 357 Ibid, hal. 17-18 Universitas Sumatera Utara eksplisit tercantum dalam Principles of International Commercial Contract Rome 1994 atau disingkat Unidroit Principles dalam ketentuan Pasal 2. 19 sampai dengan 2. 22. 358 Ketentuan yang menyatakan persyaratan standar dapat mengikat bagi para pihak tercantum dalam Pasal 2. 20: “Suatu persyaratan dalam persyaratan-persyaratan standar yang tidak dapat secara layak diharapkan oleh suatu pihak, dinyatakan tidak berlaku kecuali pihak tersebut secara tegas menerimanya.” Hal mengikat secara kontraktual tercantum dalam kata- kata “...kecuali para pihak t ersebut secara tegas menerimanya”. Demikian juga format yang dipergunakannya, bila disetujui akan mengikat para pihak kecuali persyaratan- persyaratan tertentu yang tidak disepakati dan dinyatakan secara tegas. Hal ini tercantum dalam Pasal 2. 22, Unidroit Principles berbunyi: “jika kedua belah pihak menggunakan persyaratan-persyaratan standar dan mencapai kesepakatan, kecuali untuk beberapa persyaratan tertentu, suatu kontrak disimpulkan berdasarkan perjanjian-perjanjian yang telah disepakati dan persyaratan-persyaratan yang memiliki kesamaan dalam substansi, kecuali suatu pihak sebelumnya telah menyatakan secara jelas atau kemudian dan tanpa penundaan untuk memberitahukannya kepada pihak lain, bahwa hal tersebut tidak dima ksudkan untuk terikat dengan kontrak tersebut.” Dalam perumusan perjanjian kredit bank berupa klausula-klausula yang dituangkan dalam perjanjian standar terdapat kecenderungan adanya upaya-upaya pengamanan yang dilakukan secara sepihak oleh pihak kreditur atau bank. Klausula- klausula tersebut membatasi agar pihak nasabah debitur mengikuti aturan yang 358 Ibid, hal. 17-18 Universitas Sumatera Utara dikehendaki kreditur untuk mentaati setiap pasal di dalam perjanjian kredit. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sejak semula terdapat indikasi kecurigaan terhadap debitur. Seharusnya debitur ditempatkan dalam posisi yang seimbang yang seharusnya berupa mitra dalam perjanjian. Pola pemikiran mitra perjanjian merupakan suatu perombakan terhadap konsep lawan perjanjian. Dalam mitra perjanjian para pihak ditempatkan dalam posisi yang seimbang sehingga upaya-upaya yang dilakukan oleh para pihak perjanjian aman dan saling menguntungkan. Membicarakan asas kebebasan berkontrak dalam nuansa win-win solution berarti juga berbicara tentang keseimbangan para pihak yang akan menyentuh pada kajian mendasar mengenai makna keadilan dalam berkontrak. Keadilan yang dimaksud tidak sekedar dimaknakan dalam konteks “sama rata, sama rasa” suatu keadilan yang komutatif- ius komutativa. 359 Makna keadilan harus diletakkan dalam kerangka dan konteks yang sistematis dan komprehensif. Pola-pola hubungan yang ada hendaknya disesuaikan dalam kondisi yang berlaku di dunia bisnis, dengan mengaitkannya pada “nilai tambah” dan “nilai manfaat” bagi para pihak. Dengan demikian akan terdapat keadilan yang proporsional yang disepakati para pihak dan mencerminkan kebebasan berkontrak yang adil secara proporsional – ius distributiva. 360 359 Budiono Kusumo Hamidjojo. Ketertiban yang Adil Problematik Filsafat Hukum. Jakarta: Grasindo, 1999, hlm. 38-140. 360 Ibid, menurut Budiono Kusumo Hamidjojo, pemikiran Aristoteles tentang keadilan komutatif dan distributif ini juga diikuti oleh Hobbes dan Leviathan. Universitas Sumatera Utara Dalam pemahaman yang utuh dan bulat, penerapan Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata harus juga dikaitkan dengan kerangka pemahaman pasal-pasal terkait, yaitu: Pasal 1337 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu sebab telarang apabila dilarang undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum; Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata menetapkan bahwa persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Maksudnya perjanjian harus dilaksanakan menurut kepatutan dan keadilan. Pasal 1339 KUHPerdata menunjuk pada terikatnya perjanjian kepada sifat kebiasaan, dan undang-undang. Kebiasaan yang dimaksud dalam pasal 1339 bukanlah kebiasaan setempat, melainkan ketentuan yang dalam kalangan tertentu selalu diperhatikan. Pasal 1347 KUHPerdata mengatur hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya disetujui untuk secara diam-diam dimasukkan dalam perjanjian bestanding gebruiklijk beding . Dengan demikian, jelas bahwa pemahaman Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata diinterpretasikan dalam suatu kerangka pikir yang menempatkan posisi para pihak dalam kondisi yang seimbang. Universitas Sumatera Utara B. Perjanjian Gadai Saham Tunduk pada Asas-Asas Hukum Perjanjian Perjanjian gadai saham memiliki dimensi hukum perjanjian dan dimensi hukum kebendaan. Dimensi hukum perjanjian terletak pada adanya perbuatan perjanjian yaitu perjanjian kredit dan gadai saham perjanjian pinjaman uang dengan janji sanggup memberi saham sebagai jaminan yang hanya bersifat konsensual obligatoir , yaitu sebatas meletakkan apa yang menjadi hak dan kewajiban kreditur dan debitur yang tunduk pada hukum perjanjian yakni harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Ketentuan ini bersifat memaksa karena tak dapat diserahkan pada orang-orang yang bertindak sendiri untuk menentukan syarat-syarat untuk sah atau tidaknya perbuatan-perbuatan hukum. Walaupun secara umum dikatakan bahwa kepentingan-kepentingan yang diatur oleh hukum menentukan daya kerja hukum tersebut. Hukum yang mengatur kepentingan umum biasanya hukum yang memaksa sedangkan hukum yang mengatur kepentingan khusus adalah hukum yang menambah atau mengatur. Dengan kata lain setiap orang diperkenankan untuk mengecualikan suatu ketentuan undang-undang yang bersifat mengatur dengan jalan membuat suatu perjanjian. Dimensi Hukum Benda terletak pada fase penyerahan benda gadai dalam kekuasaan penerima gadai yang harus dilepas dari kekuasaan debitur pemberi gadai. Saham juga memberikan hak kebendaan kepada pemiliknya. Dalam hukum jaminan, hak kebendaan terikat kepada saham dapat menjadi tanggungan perjanjian yang dibuat oleh si pemegang saham, dan saham dapat dijaminkan dengan gadai. Hak suara atas saham yang dijaminkan tetap berada pada pemegang saham. Sehingga dalam penjaminan saham hak-hak lain Universitas Sumatera Utara kecuali hak memberi suara dapat disimpangi oleh pemegang saham dan pemegang jaminan. Memperjanjikan suatu jaminan kebendaan seperti memperjanjikan gadai, pada intinya adalah melepas sebagian dari kekuasaan seseorang pemilik pemberi gadai atas barang gadai demi keamanan kreditur dengan mencopot kekuasaannya untuk menyerahkan benda tersebut kepada kreditur. Karena perjanjian gadai saham merupakan perjanjian, oleh karena itu perjanjian gadai saham tunduk pada asas hukum perjanjian. Perjanjian dalam KUHPerdata diatur dalam buku III tentang perikatan, bab kedua, bagian kesatu sampai dengan bagian keempat. Sementara itu, gadai saham selain diatur dalam KUHPerdata buku II tentang Kebendaan, harus juga tunduk pada buku III tentang perikatan karena gadai saham merupakan perjanjian yang memberikan hak kepada yang berpiutang atas saham yang diserahkan kepadanya sebagai jaminan utang oleh seorang berutang atau oleh orang lain atas namanya, dan memberikan kekuasaan kepada si berpiutang untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari berpiutang lainnya. Selain itu persetujuan gadai saham itu dibuktikan dengan segala alat yang diperbolehkan bagi pembuktian persetujuan pokok yang dalam hal ini perjanjian kredit. 361 361 Lihat Pasal 1150 dan Pasal 1151 KUHPerdata. Universitas Sumatera Utara Tidak ada suatu defenisi perjanjian 362 yang diterima secara umum, bahwa masing-masing ahli merumuskan defenisi perjanjian berdasarkan fokus atau stressing point yang dipandangnya penting. Rumusan tentang perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata sebagai berikut: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.” Menurut R. Setiawan, rumusan tersebut selain tidak lengkap juga sangat luas. Tidak lengkap karena hanya menyebutkan persetujuan sepihak saja. Sangat luas karena dengan dipergunakannya perkataan “perbuatan” tercakup juga perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum. Sehubungan dengan Rumusan perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata, perlu diadakan perbaikan mengenai defenisi perbuatan, yaitu: 1. Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum; 362 Subekti, Hukum, Op.Cit., hal. 1 mengatakan “Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”. Sedangkan Black’s Law Dictionary, Op.Cit .hal. 367, merumuskan pengertian agreement sebagai berikut: “A coming together of minds; a coming together in opinion or determination; the coming together in accord of two minds on a given proposition. The union of two or more minds in a thing done or to be done; a mutual assent to do a thing... agreement is a broader term; e.g. an agreement might lack an essential element of a contract” Budiono Kusumohamidjojo. Panduan untuk Merancang Kontrak. Jakarta: Grasindo, 2001, hal. 6. Perjanjian menurut sistem common law, dipahami sebagai suatu perjumpaan kehendak, yang merupakan perjumpaan pendapat atau ketetapan maksud. Perjanjian adalah perjumpaan dari dua atau lebih kehendak tentang suatu hal yang telah dilakukan atau yang akan dilakukan. Sedangkan kontr ak yang berasal dari bahasa Inggris”contract” dalam Black’s Law Dictionary, Op. Cit ., hal. 322, adalah:“An agreement between two or more person which creates an obligation to do or not to do a particular thing. Its essentials are competent parties, subject matter, a legal consideration, mutuality agreement, an mutuality obligation...the writing which contains the agreement of parties, with the term and conditions, and which serves as a proof of the obligation .” Universitas Sumatera Utara 2. Menambahkan perkataan “atau saling mengikatkan dirinya” dalam Pasal 1313 KUHPerdata. Sehingga perumusannya menjadi: “Persetujuan adalah suatu perbuatan hukum, di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih” 363 Penulis berpendapat bahwa tidak semua perbuatan adalah berakibat hukum atau merupakan perbuatan hukum, sehingga harus ditegaskan bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan yang berakibat hukum. Kontrak adalah suatu perjanjian tertulis antara dua atau lebih orang pihak yang menciptakan hak dan kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan suatu hal tertentu. 368 Istilah kontrak atau perjanjian dalam sistem hukum nasional memiliki pengertian yang sama, seperti halnya di Belanda tidak dibedakan antara pengertian contract dan overeenkomst. Suatu kontrak 369 atau perjanjian dengan demikian memiliki unsur-unsur, yaitu pihak-pihak yang kompeten, pokok yang disetujui, pertimbangan hukum, 363 R. Setiawan. Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Bandung: Binacipta, 1979, hal 49. 368 Satrio. Hukum Perjanjian. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992, hal.31-33, menyebutnya sebagai “perjanjian atas beban”yang membedakan dengan “perjanjian cuma-cuma”. Yang dimaksud kontrak semata-matamerupakan perjanjian atas beban, sedangkan perjanjian Cuma-Cuma telah jarang dijumpai dalam kenyataan. 369 Yohanes Sogar Simamora, Hukum Perjanjian; prinsip Hukum Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Oleh Pemerintah Yokyakarta: LaksBang, 2009. Peter Mahmud Marzuki, Batas-Batas Kebebasan Berkontrak, Yuridika, Vol 18 Nomor 3 Mei 2003, hal 196. R. Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa 1987, hal. 1. Istilah kontrak atau perjanjian dalam sistem hukum nasional memiliki pengertian yang sama, seperti halnya di Belanda tidak dibedakan antara pengertian contract dan overeenkomst. Universitas Sumatera Utara perjanjian timbal balik, serta hak dan kewajiban timbal balik. Ciri kontrak yang utama ialah bahwa kontrak merupakan suatu tulisan yang memuat janji dari para pihak secara lengkap dengan ketentuan-ketentuan dan persyaratan-persyaratan serta berfungsi sebagai alat bukti tentang adanya seperangkat kewajiban. 370 Unsur-unsur kontrak seperti dirinci tersebut dengan demikian secara tegas membedakan perjanjian sepihak dari perjanjian timbal balik. 371 Para pihak melakukan kontrak dengan beberapa kehendak, 372 yaitu: 1. Kebutuhan terhadap janji atau janji-janji; 2. Kebutuhan terhadap janji atau janji-janji antara dua atau lebih pihak dalam suatu perjanjian; 3. Kebutuhan terhadap janji-janji yang dirumuskan dalam bentuk kewajiban; dan 4. Kebutuhan terhadap kewajiban bagi penegak hukum. Hukum perjanjian memuat sejumlah asas hukum. Pengertian asas hukum menurut beberapa pakar antara lain: Paul Scholten menguraikan defenisi mengenai asas hukum, sebagai berikut: “Pikiran-pikiran dasar, yang terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum, masing-masing dirumuskan dalam aturan-aturan perundangan-undangan dan 370 Johannes Ibrahim Lindawaty Sewu, Hukum Bisnis, dalam Persepsi Manusia Modern, Bandung: Refika Aditama, 2004, hal.43. 371 Satrio, Hukum Perjanjian, Op. Cit., hal 36, membedakan perjanjian sepihak dari perjanjian timbal balik. Sebagai contoh perjanjian sepihak disebutnya antara lain hibah dan perjanjian kuasa tanpa upah. Dalam kenyataanya, orang dapat menolak suatu hibah atau pelimpahan kuasa tanpa upah. Jadi, juga dalam kedua hal itu diperlukan persetujuan timbal balik. Dari sudut konsensus saja sudah agak sulit untuk menerima adanya perjanjian sepihak, karena suatu janji menjadi relevan jika ada lebih dari satu pihak yang terlibat dengan janji tersebut. 372 Stephen Graw, An Introdction to The Law Of Contract, Sydney: Thomson Legal and Regulatory Limited , 2002, hal. 25. Universitas Sumatera Utara putusan-putusan hakim, yang berkenaan dengannya ketentuan-ketentuan dan keputusan- keputusan individual dapat dipandang sebagai penjabarannya.” 373 Menurut Satjipto Rahardjo, asas hukum dapat diartikan sebagai suatu hal yang dianggap oleh masyarakat hukum yang bersangkutan sebagai basic truth atau kebenaran asasi, sebab melalui asas-asas hukum itulah pertimbangan etis dan sosial masyarakat masuk ke dalam hukum. Dengan demikian, asas hukum menjadi semacam sumber untuk menghidupi tata hukumnya dengan nilai-nilai etis, moral, dan sosial masyarakatnya. 374 Asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Ini berarti bahwa peraturan-peraturan hukum pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas-asas tersebut. 375 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa asas hukum atau prinsip hukum bukanlah kaidah hukum yang konkrit melainkan merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang peraturan yang konkrit yang terdapat di dalam dan dibelakang setiap sistem hukum. Pada umumnya asas hukum tidak dituangkan 376 dalam bentuk peraturan yang konkrit atau pasal-pasal, akan tetapi tidak jarang pula asas hukum dituangkan dalam 373 J.J.H. Bruggink alih bahasa: Arief Sidharta. Refleksi tentang Hukum. Bandung:Citra Aditya Bakti, 1996, hal. 119-120. 374 Satjipto Rahardjo, Peranan dan Kedudukan Asas-Asas Hukum dalam Kerangka Hukum Nasional Pembahasan terhadap Makalah Sunaryati Hartono, Seminar dan Lokakarya Ketentuan Umum Peraturan Perundang-Undangan, Jakarta: 19-20 Oktober 1988. 375 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000 hal. 85. 376 Asas hukum yang tidak di tuangkan dalam bentuk peraturan konkrit, misalnya: “Lex posteriori derogat legi priori”yang berarti undang-undang peraturan yang kemudian mengesampingkan undang-undang peraturan yang terdahulu yang mengatur masalah yang sama Universitas Sumatera Utara peraturan konkrit. Untuk menemukan asas hukum dicarilah sifat-sifat umum dalam kaidah atau peraturan konkrit. Ini berarti menunjuk kepada kesamaan-kesamaan yang terdapat dalam ketentuan-ketentuan yang konkrit itu. 377 Asas hukum yang dituangkan dalam peraturan konkrit, misalnya asas “Kebebasan Berkontrak” yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya,” atau asas “Konsensualitas” yang tertuang dalam Pasal 1320 ayat 1 KUHPerdata berbunyi: “ Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.” Sejumlah prinsip atau asas hukum merupakan dasar bagi hukum kontrak. Dari sejumlah prinsip hukum tersebut perhatian dicurahkan kepada prinsip atau asas utama. Prinsip-prinsip atau asas-asas utama dianggap sebagai soko guru hukum kontrak, memberikan sebuah gambaran mengenai latar belakang cara berfikir yang menjadi dasar hukum kontrak. Satu dan lain karena sifat fundamental hal-hal tersebut, maka prinsip-prinsip utama itu dikatakan pula sebagai prinsip-prinsip dasar. 378 Prinsip-prinsip atau asas-asas fundamental yang menguasai hukum kontrak adalah: prinsip atau asas konsensualitas yaitu persetujuan-persetujuan dapat terjadi karena persesuaian kehendak konsensus para pihak. Pada umumnya persetujuan- atau “Lex specialis derogat legi generali”, yang berarti ketentuan atau peraturan khusus mengesampingkan ketentuan atau peraturan umum. 377 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Yokyakarta: Liberty, 1999, hal. 34-35. 378 Herlien Budiono, Het Evenwichtbeginsel, Op.Cit., hal 64, sebagai prinsip-prinsip hukum kontrak, Nieuwenhuis menyebutkan; asas otonomi, asas kepercayaan dan asas causa. Drie beginselen van het contracten recht . Universitas Sumatera Utara persetujuan itu dapat dibuat secara bebas bentuk dan dibuat tidak secara formal melainkan konsensual. 379 Prinsip atau asas “kekuatan mengikat persetujuan” menegaskan bahwa para pihak harus memenuhi apa yang telah merupakan ikatan mereka satu sama lain dalam persetujuan yang mereka adakan, dan yang terakhir adalah prinsip atau asas kebebasan berkontrak; yaitu para pihak diperkenankan membuat suatu persetujuan sesuai dengan pilihan bebas masing-masing dan setiap orang mempunyai kebebasan untuk membuat kontrak dengan siapa saja yang dikehendakinya, selain itu para pihak dapat menentukan sendiri isi maupun persyaratan-persyaratan suatu persetujuan dengan pembatasan bahwa persetujuan tersebut tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang yang bersifat memaksa, ketertiban umum, dan kesusilaan. 380 Konsensualitas menyangkut terjadinya sebuah persetujuan. Prinsip kekuatan mengikat menyangkut akibat persetujuan, sedangkan prinsip kebebasan berkontrak terutama berhubungan dengan isi persetujuan. Diantara ketiga prinsip yang disebut di atas dapat dan harus dibedakan dengan tegas satu dengan yang lain, maka untuk memperoleh pengertian yang benar prinsip-prinsip itu justru harus dibahas secara bersama-sama, satu dan lain karena ketiganya berhubungan erat satu dengan yang lain. 379 Prinsip ini ditemukan dalam Hukum Kanonik yaitu dekrit-dekrit Paus Gregorius IX berbunyi “Pacta nuda servanda sunt” semua persetujuan betapapun ini tidak berwujud harus dipenuhi. R. Feenstra dan M. Ahsman, Contract, Aspecten van begrippen contract en contractsvrijheid in historisch perpectief , Tweede druk, Deventer: 1988. Hal 40. 380 Pasal 1339 KUHPerdata, lihat juga J. Satrio. Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir, Op.Cit, hal. 74, dan Subekti, Hukum, Op.Cit., hal. 41. Universitas Sumatera Utara 1. Perjanjian gadai saham berasaskan konsensualitas Dalam perjanjian, hal yang harus diutamakan adalah asas konsensualitas, yang merupakan syarat mutlak bagi hukum perjanjian modern dan bagi terciptanya kepastian hukum. 381 Asas konsensualitas mempunyai arti yang terpenting, yaitu bahwa untuk melahirkan perjanjian adalah cukup dengan dicapainya sepakat mengenai hal-hal pokok dari perjanjian tersebut dan bahwa perjanjian itu dan perikatan yang ditimbulkan karenanya sudah dilahirkan pada saat atau detik tercapainya konsensus atau kesepakatan. Dengan perkataan lain, perjanjian itu sudah sah apabila hal-hal pokok sudah disepakati dan tidak diperlukan suatu formalitas. 382 Untuk terjadinya sebuah persetujuan pada umumnya persesuaian kehendak saja sudah cukup. 383 Seperti yang telah diutaran Eggens, asas konsensualitas merupakan suatu puncak peningkatan manusia yang tersirat dalam pepatah: “een man een man, een woord een woord. ” Maksudnya adalah dengan diletakkannya kepercayaan pada perkataannya, orang itu ditingkatkan martabatnya setinggi- 381 Subekti, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992, hal. 5 382 Subekti, Hukum, Op.Cit., hal 15. 383 R. Feenstra dan M. Ashman, Contract, Aspecten van begrippen contract en contractsvrijheid in historisch perpectief , Tweede druk, Deventer: 1988, hal 8-9. Tatanan-tatanan hukum BW lama dan KUHPerdata Indonesia telah melepaskan diri dari tatanan hukum Romawi. Di dalam tatanan hukum Romawi persetujuan baru terjadi pada saat benda atau barang diserahkan. Pada awalnya baik hukum Germani maupun hukum Romawi tidak mengenal persetujuan- persetujuan konsensual. Hukum Romawi berpegang teguh pada persyaratan yang ketat bahwa persetujuan-persetujuan, dengan beberapa kekecualian, harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu untuk dapat dipandang sebagai persetujuan yang telah diadakan. Herlien Budiono, Het Evenwichtbeginsel, Op.Cit., hal 6. Jadi, menurut Budi, aturan umum”nudus consensus obligat” tidak berlaku. Namun, dalam perkembangannya terdapat kecenderungan untuk mengakui aturan tersebut. Hal ini merupakan pemikiran- pemikiran “primitif” dalam hukum romawi yang didalamnya diadakan berbagai tindakan terutama yang bersifat formal untuk memperoleh suatu akibat hukum. Oleh karena itu, dalam perkembangan selanjutnya, dengan sengaja dihilangkan untuk diganti dengan sebuah pemikiran baru, yakni sebuah persesuaian kehendak. Yang memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu adalah sebuah kontrak yang sah menurut hukum. Universitas Sumatera Utara tingginya sebagai manusia. Hal yang tepat diutarakan Eggens bahwa ketentuan yang mengharuskan orang dapat dipegang ucapannya adalah suatu tuntutan kesusilaan, dan memang jika orang ingin dihormati sebagai manusia, ia harus dapat dipegang perkataannya. 384 Namun hukum harus menyelenggarakan ketertiban dan menegakkan keadilan dalam masyarakat, dan memerlukan asas konsensualitas demi tercapainya kepastian hukum. Asas konsensualitas dapat disimpulkan dari Pasal 1320 juncto Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata. Dalam perjanjian utang piutang yang merupakan perjanjian pokok dari perjanjian gadai, debitur mengakui dan telah berutang kepada kreditur sebesar yang telah disepakati atas dasar utang piutang dan uang itu telah diterima oleh debitur. Pengakuan ini dibenarkan oleh kreditur, dan para pihak telah saling sepakat untuk menetapkan dan menerima persyaratan yang telah disepakati dalam perjanjian utang piutang tersebut. Kesemua persyaratan tersebut demi keamanan dan kemudahan kreditur dalam mengambil pelunasan atas kreditnya. Pasal 1238 merupakan ketentuan hukum yang menambah unsur naturalia dari perjanjian yang memungkinkan bagi para pihak untuk mengadakan ketentuan sendiri yang menyimpang. Dalam hal debitur meninggal dunia, pailit atau ditaruh di bawah pengampuan, maka kreditur berkepentingan agar tagihannya bisa ditagih dengan segera, karena kalau ada penerimaan warisan secara beneficiair, pemanggilan kreditur untuk penyelesaian tagihan dalam kepailitan, maka kreditur berkepentingan agar tagihannya disertakan dalam penyusunan urut-urutan prioritas tagihan rangregeling. Untuk itu tagihannya 384 Subekti, Hukum, Op. Cit., hal 6. Universitas Sumatera Utara pada saat itu harus sudah tepat untuk ditagih opeisbaar. Demikian pula kalau ada sita jaminan yang merupakan permulaan dari suatu executie kreditur berkepentingan, bahwa tagihannya sudah jatuh waktu, agar ia dengan turut menggugat debitur dan meletakkan sita atas benda yang sama dan mungkin juga yang lain Pasal 202, Pasal 203 H.I.R dapat turut menikmati hasil eksekusi secara pond`s-pond`s dengan eksekutoir yang lain. Apabila benda gadai hilang, maka hak gadai menjadi hapus Pasal 1152 ayat 3, dengan akibat bahwa tagihannya kalau hanya menjamin dengan benda gadai yang hilang saja tagihannya menjadi tagihan konkuren dan karenanya kreditur berkepentingan agar ia dapat segera menagih debitur, sebelum kreditur yang lain. Hal ini mungkin kalau tagihannya sudah sampai tenggang waktu yang ditentukan sampai. Itulah dasar mengapa kreditur umumnya memperjanjikan janji tersebut. Dalam perjanjian tersebut kedua belah pihak kreditur dan debitur telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perjanjian. Menurut kitab undang- undang hukum perdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat Pasal 1338 KUHPerdata. Dalam Pasal 1151 KHPerdata, bahwa perjanjian gadai dapat dibuktikan dengan segala alat bukti yang diperbolehkan bagi persetujuan pokoknya. Karena persetujuan pokoknya bisa berupa perjanjian obligatoir 385 yang manapun, tetapi umumnya berupa 385 http:click-gtg.blockspot.com200811asas-asas-dalam-kontrak.html . Obligatir adalah, asas yang menentukan bahwa jika suatu kontrak telah dibuat maka para pihak telah terikat, tetapi keterikatan itu hanya sebatas timbulnya hak dan kewajiban semata-mata. Sedangkan prestasi belum dapat dipaksakan karena kontrak kebendaan belum terjadi. Jadi jika terhadap kontrak jual beli misalnya, maka dengan kontrak saja hak milik belum berpindah. Jadi baru terjadi kontrak obligatoir saja. Hak milik tersebut baru dapat berpindah setelah adanya kontrak kebendaan atau sering disebut Universitas Sumatera Utara perjanjian utang piutang dan prinsip perjanjian obligatoir bentuknya adalah bebas, bisa lisan, tertulis, baik otentik maupun di bawah tangan, maka perjanjian gadai juga tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu. Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang pihak-pihaknya sepakat mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak lain. Fase ini baru merupakan kesepakatan konsensual dan harus diikuti dengan perjanjian penyerahan perjanjian kebendaan. 386 2. Perjanjian Gadai Saham Berasaskan Kekuatan Mengikat Sistem terbuka yang dianut oleh hukum perjanjian kontrak ataupun prinsip kekuatan mengikat, dapat dirujuk pada Pasal 1374 ayat 1 BW lama atau Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata: “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya.” Di dalam Pasal 1339 KUHPerdata dimasukkan prinsip kekuatan mengikat: “Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang- undang.” Prinsip bahwa di dalam sebuah persetujuan orang menciptakan sebuah kewajiban hukum dan bahwa ia terikat pada janji-janji kontraktualnya dan harus memenuhi janji-janji ini, dipandang sebagai sesuatu yang sudah dengan sendirinya dan bahkan orang tidak lagi mempertanyakan mengapa hal itu demikian. Suatu serah terima levering. Untuk perjanjian jual beli benda-benda bergerak maka perjanjian obligatoir dan perjanjian kebendaannya jatuh bersamaan. 386 Mariam Darus Badrulzaman dkk, Kompilasi, Op.Cit., hal.68. Universitas Sumatera Utara pergaulan hidup hanya dimungkinkan antara lain bila salah seorang dapat mempercayai kata-kata orang lain. 387 Dalam Perjanjian gadai saham, perjanjian utang-piutang yang merupakan pendahuluan dari perjanjian gadai saham, merupakan perjanjian pokok yang berdiri sendiri; penyerahan dan penerimaan uang pinjaman merupakan syarat adanya perjanjian utang-piutang sebagai perjanjian yang bersifat riil. Para pihak telah saling sepakat untuk menetapkan perjanjian utang piutang dengan syarat-syarat tertentu. Perjanjian gadai diadakan untuk lebih menjamin pelaksanaan kewajiban debitur berdasarkan perjanjian utang piutang. Jadi perjanjian gadai dibuat untuk mendukung perjanjian utang piutang. Dalam hal ini bahwa perjanjian gadai diadakan demi kepentingan atau dengan perkataan lain accessoir pada perjanjian utang piutang sebagai perjanjian pokok. Untuk adanya gadai, tidaklah cukup bahwa para pihak sepakat untuk menutup perjanjian gadai, tetapi benda-benda gadai harus dikeluarkan dari kekuasaan pemberi gadai dalam bentuk penyerahan nyata dari debitur pemberi gadai ke dalam tangan kreditur penerima gadai. Janji terhadap kata yang diucapkan sendiri adalah mengikat. Persetujuan ini pada hakikatnya diletakkan oleh para pihak itu sendiri di atas pundak masing-masing dan menetapkan ruang lingkup dan dampaknya. Persetujuan mempunyai akibat 387 Herlien Budiono, Het Evenwichtbeginsel, Op. Cit., hal. 67. Nampaknya untuk hal ini ilmu hukum tidak dapat menjelaskan lebih lanjut selain mengatakan bahwa kontrak tersebut mengikat, oleh karena hal itu adalah sebuah janji atau kesanggupan yang sama halnya dengan undang-undang. Apabila kepastian pemenuhan kesanggupan-kesanggupan yang dikandung oleh kontrak-kontrak itu tidak ada, maka keseluruhan sistem tukar-menukar di dalam masyarakat akan runtuh. Hal ini yang menyebabkan bahwa kesetiaan terhadap kata yang diucapkan oleh karena itu tak lain adalah tuntutan akal sehat alami. Asser-Hartkamp, Verbintenissenrecht Deel I, De Verbintenis in Het Algemeen, Zwolle: Tjeenk Link, 1998, hal 37. Universitas Sumatera Utara hukum dan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak. 388 Keterikatan pada sebuah persetujuan terkandung dalam janji atau kesanggupan yang diberikan oleh para pihak yang satu terhadap yang lain. 389 Kata yang diucapkan itu bukanlah yang mengikat di sini, melainkan ucapan kata yang ditujukan kepada pihak lain tersebut; “saya harus membayar bukan karena saya menghendakinya, akan tetapi oleh karena saya telah menjanjikannya, artinya kehendak yang telah dinyatakan terhadap satu dan lain hal.” 390 Dalam rumusan Pasal 1374 ayat 1 BW lama atau Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang disebut sebelumnya, telah diberikan arti bahwa sesungguhnya setiap manusia melalui sebuah persetujuan dapat bertindak sebagai pembuat undang- undang. Persetujuan ini dijadikan sumber hukum di samping undang-undang, oleh karena semua perikatan lahir dari persetujuan atau undang-undang. Hal ini tidak berarti bahwa sedikit banyak setiap manusia menurut caranya sendiri dengan perantaraan kontrak dapat bertindak sebagai pembuat undang-undang di dalam suasana pribadi, yang ada antaranya dan sesama manusia. Beekhuis berpendapat bahwa BW lama memberikan penilaian terlampau tinggi terhadap pengertian kontrak tersebut. Dengan adanya ketentuan bahwa semua perikatan lahir 388 Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata. 389 Fried mendasarkan keterikatan ini pada moral: “legal obligation can be imposed only by the community, and so imposing it’sthe community must be pursuing its goal and imposing its standards, rather neutrally endorsing those of the contracting parties,”kewajiban tentang hukum dapat dikenakan hanya oleh masyarakat, dan demikian pemaksaan adalah masyarakat harus mengjar tujuannya dan memaksakan standardnya, dengan cara netral menguasakan mereka yang dari pihak- pihak dalam kontrak,” Charles Fried, Contracts as Promise, A Theory of Contractual Obligation. Cambridge Massachussetts and London, England: Harvard University Press, 1981, hal 2-3. 390 Herlien Budiono, Het Evenwichtbeginsel, Op. Cit., hal.68. Universitas Sumatera Utara dari persetujuan atau undang-undang, maka persetujuan ini dengan seketika menjadi sumber hukum di luar undang-undang. 391 Adagium ungkapan pacta sunt servanda diakui sebagai aturan bahwa semua persetujuan yang dibuat oleh manusia-manusia secara timbal balik pada hakikatnya bermaksud untuk dipenuhi dan jika perlu dapat dipaksakan, sehingga secara hukum mengikat. 3. Perjanjian Gadai Saham merupakan refleksi Asas Kebebasan Berkontrak Kebebasan berkontrak begitu esensial, baik bagi individu untuk mengembangkan diri di dalam kehidupan pribadi dan di dalam lalu lintas kemasyarakatan serta untuk mengindahkan kepentingan-kepentingan harta kekayaannya, maupun bagi masyarakat sebagai satu kesatuan, sehingga hal-hal tersebut oleh beberapa peneliti dianggap sebagai suatu hak dasar. 394 Prinsip-prinsip dalam hukum perjanjian sebagaimana telah diuraikan, berlaku juga terhadap perjanjian gadai saham, hal ini tercermin dari fase terjadinya gadai saham yang terdiri dari dua fase. 395 Pertama , fase perjanjian pinjam uang dengan 391 Ibid, hal 69. 394 Asser-Hartkamp, Verbintenissenrecht Deel I, De Verbintenis in Het Algemeen, Zwolle: Tjeenk Link, 1998. hal 38. Prinsip kebebasan berkontrak, seperti dalam Code Civil, tidak dituangkan dangan panjang lebar di dalam BW. Relatif sedikit ketentuan undang-undang yang sedikit banyak menunjukkan dengan jelas prinsip ini. Helien Budiono Op. Cit, pada halaman 71, menjelaskan untuk referensi dapat diajukan Pasal 6:248 BW, Pasal 1374 BW lama atau Pasal 1338 KUHPerdata dan Pasal 3:40 BW, yang mengandung ketentuan bahwa persetujuan-persetujuan tidak diperkenankan bertentangan dengan suatu ketentuan undang-undang yang bersifat memaka, ketertiban umum, dan kesusilaan, dapat dijabarkan secara a contrario, bahwa pada prinsipnya persetujuan-persetujuan lain dapat diadakan dengan bebas. 395 Mariam Darus Badruzaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan. Bandung: Alumni, 2005, hal. 108, Bandingkan dengan Munir Fuady, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas , Bandung: CV. Utomo, 2005, hal. 30. Universitas Sumatera Utara janji sanggup memberikan saham sebagai jaminan. Perjanjian ini bersifat konsensual, obligatoir , pacta sunt servanda. Perjanjian ini merupakan titel dari perjanjian gadai saham. Pada fase ini perjanjian baru sebatas meletakkan hak-hak dan kewajiban antara kreditur dan debitur. Kedua, fase ini terjadi penyerahan benda gadai dalam kekuasaan penerima gadai inbezitstelling. Benda harus dilepaskan dari kekuasaan debitur atau pemberi gadai. Penyerahan nyata ini jatuh bersamaan dengan penyerahan yuridis, sehingga penyerahan dalam hal ini merupakan unsur sahnya gadai, sehingga tidak sah jika benda gadai berada dalam penguasaan debitur. 396 Pada fase ini diadakan perjanjian kebendaan zakelijke overeenkomst, untuk menjalankan amanat Pasal 1150 dan Pasal 1152 KUHPerdata. Para pihak dalam suatu kontrak memiliki hak untuk memenuhi kepentingan pribadinya sehingga melahirkan suatu perjanjian dalam hal ini perjanjian gadai saham. Pertimbangannya ialah bahwa individu harus memiliki kebebasan dalam Dalam buku ini dijelaskan yang dimaksud dengan prinsip kebebasan berkontrak freedom of contract adalah suatu prinsip yang mengajarkan bahwa para pihak dalam suatu perjanjian pada prinsipnya bebas untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, demikian juga kebebasan untuk mengatur isi perjanjian tersebut, sepanjang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku yang bersifat memaksa, sedangkan yang dimaksud dengan prinsip konsensual adalah bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menyatakan keinginannya will, yang dirasa baik untuk menciptakan perjanjian. Jika suatu perjanjian dibuat, yakni setelah adanya kata sepakat diantara para pihak, maka perjanjian telah sah dan mengikat secara penuh, tanpa memerlukan persyaratan lain, seperti persyaratan tertulis, kecuali jika undang-undang menentukan lain. Dalam hal ini perjanjian semata- mata digantungkan pada kata sepakat saja. Prinsip konsensualisme ini erat hubungannya dengan prinsip kebebasab berkontrak. Selanjutnya yang dimaksud dengan obligatoir adalah jika suatu perjanjian telah dibuat, yakni telah terjadi kata sepakat, maka para pihak telah terikat, tetapi keterikatannya itu hanya sebatas timbulnya hak dan kewajiban semata-mata, dan haknya belum beralih sebelum dilakukan penyerahan. Prinsip pacta sunt servanda, yang secara harafiah berarti janji itu mengikat maksudnya adalah jika suatu perjanjian sudah dibuat secara sah oleh para pihak, maka perjanjian tersebut sudah mengikat para pihak prinsip kekuatan mengikat Bahkan mengikatnya perjanjian yang dibuat oleh para pihak tersebut sama kekutannya dengan mengikatnya sebuah undang-undang yang dibuat oleh parlemen dan pemerintah. Promissorum implendorum obligatio, kita harus menepati janji. 396 Mariam Darus Badrulzaman, Bab-bab tentang Credietverband, Gadai, Op.Cit., hal. 58. Universitas Sumatera Utara setiap penawaran dan mempertimbangkan kemanfaatan perjanjian gadai saham itu bagi pihak yang melakukannya. Pengadilan harus memberikan kemudahan terhadap individu atas setiap penawaran untuk membuat kontrak. Dalam penulisan disertasi ini tak terlepas dari pembahasan tentang kebebasan berkontrak. Para pihak dalam suatu kontrak memiliki hak untuk memenuhi kepentingan pribadinya sehingga melahirkan suatu perjanjian gadai saham. Pertimbangannya adalah bahwa individu harus memiliki kebebasan dalam setiap penawaran dan mempertimbangkan kemanfaatannya perjanjian gadai saham itu bagi pihak yang melakukannya. Pengadilan harus memberikan kemudahan terhadap individu atas setiap penawaran untuk membuat kontrak Gagasan ini dikemukakan oleh Sir George Jessel MR: “Jika diperlukan satu atau lebih dari kebijakan publik untuk pemahaman bagi pihak-pihak, untuk mengikatkan dalam suatu kontrak secara bebas dan sukarela akan dikuatkan oleh pengadilan.” 397 Sedangkan Morris Cohen berpendapat: “Hubungan kontraktual dalam hukum adalah suatu pandangan di dalam suatu sistem yang diinginkan oleh hukum sehingga kewajiban-kewajiban akan bangkit berdasarkan kehendak dari individu secara bebas tanpa adanya pengekangan. Hal yang terbaik bahwa peran pemerintah adalah seminimal mungkin.” 398 397 Petter Heffey, Principle of Contract Law, Sydney: Thomson Legal and Regulatory Limited , 2002, hal. 5. 398 Ibid. Universitas Sumatera Utara Pasal 1155 KUH Perdata yang menetapkan bahwa penjualan barang gadai mesti melalui penjualan umumlelang executoriale verkoop kecuali diperjanjikan lain oleh para pihak. Dalam praktiknya, pemegang gadai yang menjual objek gadai saham dibawah tangan dibenarkan serta dinyatakan sah oleh penetapan pengadilan sebagaimana Penetapan N0. 332Pdt.P2001PN. Jak.Sel. sampai dengan Penetapan No. 343Pdt.P2001PN.Jak.Sel, dengan Permohonan: Deutsche Bank Aktiengesellschapt. Berdasarkan share pledge agreement, kreditur berhak untuk menjual keseluruhan saham yang telah digadaikan secara privat atau secara “tidak di muka umum.” Oleh karena pembenaran dan pengesahan penjualan barang gadai berdasarkan penetapan pengadilan, maka secara yuridis formal, penjualan barang gadai yang dilakukan pemegang gadai di bawah tangan tersebut adalah benar dan sah. Dengan demikian agar tercapai tujuan dari suatu kontrak dalam perjanjian gadai saham sesuai pendapat P.S. Atiyah, kontrak memiliki tiga tujuan, yaitu: Pertama , janji dengan hak menjual atas kuasa sendiri rechts van eigenmachtige verkoop objek gadai saham harus dapat dilaksanakan namun harus tetap memberikan perlindungan terhadap debitur pemberi gadai saham dan kreditur pemegang saham; Kedua, agar tidak terjadi suatu penambahan kekayaan kreditur penerima gadai saham yang tidak halal; Ketiga, dihindarinya suatu kerugian dari debitur pemberi gadai saham. 399 399 P.S. Atiyah, An Introduction to Law of Contract, New York: Oxford University Press Inc.,1995, hal 35. Menurut P.S. Atiyah, kontrak memiliki tiga tujuan, yaitu: Pertama, janji yang telah diberikan harus dilaksanakan dan memberikan perlindungan terhadap suatu harapan yang pantas; Kedua , agar tidak terjadi suatu penambahan kekayaan yang tidak halal; Ketiga, agar dihindarinya suatu kerugian. Universitas Sumatera Utara Di Barat walaupun telah terjadi pergeseran hukum perdata pada umumnya, hukum perjanjian pada khususnya, dunia barat tetap berada dalam sistem individualisme. Yang merupakan unsur primer didalam masyarakat adalah kepentingan individu. 400 Max Weber dalam bukunya Wirtschaft und Gesellschaft, membenarkan adanya pemberian restriksi ini dengan menyatakan sebagai berikut: The interest of every creditor of a person contracting a debt are affected by the latter’s increased liabilities, and the interest of the neighbors by every sale of land, for intance, through the changes in its use which the new owner may, or may not, be economically able to introduce. … There are moreover, cases in wich the interest of third parties can be affected in still another way through the utilization of freedom of contract. 401 Di Indonesia, tidak ada ketentuan yang tegas menentukan tentang berlakunya asas kebebasan berkontrak, namun tak berarti pula para pihak tak boleh membuat perjanjian kontrak secara bebas. Perjanjian kontrak harus dibuat dengan mengindahkan syarat-syarat untuk sahnya perjanjian, baik syarat umum sebagaimana disebut dalam Pasal 1320 KUHPerdata maupun syarat khusus untuk perjanjian perjanjian tertentu, 402 selain itu juga harus memperhatikan Pasal 1337, Pasal 1338 3 dan Pasal 1339 KUHPerdata. 403 Dengan kata lain para pihak pembuat kontrak dalam 400 Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Kompilasi, Op.Cit., 2001, hal. 85. Selanjutnya menurut Mariam Darus Badrulzaman bahwa asas kebebasan berkontrak tetap perlu dipertahankan sebagai asas utama didalam hukum perjanjian nasional. 401 Edward Shils dan Maw Rheinstein, Max Weber on Law in Economy and Society, Terjemahan ke dalam Bahasa Inggris oleh Simon and Schuster, New York, USA: 1967, hal. 127, dalam buku Ridwan Chairandi, Op. Cit. hal 34. 402 Subekti, Hukum, Op.Cit, hal 13. 403 Pasal 1320 ayat 4 juncto 1337 KUHPerdata: menentukan bahwa sesuatu sebab dalam perjanjian tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum, maka setiap orang bebas untuk melakukan perikatan. Universitas Sumatera Utara keadaan bebas, tetapi kebebasan berkontrak tersebut dibatasi paling tidak oleh empat hal; Pertama, perjanjian dilakukan tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Kedua, perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik. 404 Ketiga, perjanjian harus sesuai dengan asas kepatutan dan kesusilaan. Keempat, perjanjian harus sesuai dengan kepentingan umum dan kebiasaan setempat. Dalam kalimat lebih singkat Mariam Darus Badrulzaman, menyatakan bahwa dalam kebebasan berkontrak itu harus bertanggung jawab. Asas kebebasan berkontrak yang melahirkan perjanjian gadai saham harus dengan itikad baik pada pelaksanaan perjanjian itu. Lebih baik lagi sebenarnya bahwa itikad baik sudah ada saat perjanjian itu dibuat sampai dengan perjanjian itu selesai sesuai amanat Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata. Pemerintah dalam hal ini seyogianya membuat aturan yang lebih difokuskan pada kepentingan yang proporsional antara pihak debitur dan kreditur dalam perjanjian gadai saham. Di negara-negara yang menganut sistem common law, kebebasan berkontrak juga dibatasi oleh peraturan perundang-undangan, ketertiban umum public policy dan kesusilaan, namun beberapa perjanjian-perjanjian khusus nampaknya berlainan Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata hanya berbunyi:”Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Dengan kata lain para pihak harus beritikad baik sejak saat perikatan itu dibuat sampai dengan perikatan itu selesai pembuatan dan pelaksanaan kontrak. Pasal 1339 KUHPerdata berbunyi : “Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang- undang.” Pasal 1320 ayat 1 KUH Perdata berbunyi: “Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: 1.sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2.kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3.suatu hal tertentu; 4.suatu sebab yang halal.” 404 Itikad baik tidak hanya ada pada pelaksanaan kontrak, tetapi juga harus ada pada saat dibuatnya kontrak. Universitas Sumatera Utara dari hukum kontinental, seperti kontrak yang mencegah seseorang untuk dapat memilih pekerjaan. 405 C. Kebebasan Berkontrak dalam Praktik Perjanjian Gadai Saham Dibatasi oleh Itikad Baik dan Peraturan Perundang-Undangan. Proses terjadinya perjanjian kredit bank yang merupakan perjanjian pokok dari gadai saham didasarkan pada asas kebebasan berkontrak contractvrijheid beginselen , bahwa dengan asas tersebut pihak bank telah menawarkan bentuk model perjanjian kredit untuk diterima pihak debitur tanpa kemungkinan adanya perubahan terhadap isi syarat-syarat umum algemene voorwaarden yang sudah tercetak di dalam model perjanjian kredit tersebut. Kenyataannya masyarakat umum pengguna jasa bank tidak bisa berbuat lain kecuali menerima bentuk model perjanjian kredit bank yang ditawarkan tersebut, dan dengan cara ini asas kesepakatan dalam perjanjian cenderung ditinggalkan. Hal ini ditegaskan oleh Assistant Vice President PT Bank Mandiri Persero Tbk Regional Credit Operations 406 bahwa: “Praktik perjanjian gadai saham dilakukan lebih kepada adanya moral hazard” 407 Persoalan ini berkaitan dengan eksekusi terhadap barang jaminan milik debitur yang telah dinyatakan tidak mampu melunasi utangnya terhadap kreditur.Jika 405 R. Subekti, Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Paramita, 1996, hal. 41. 406 Wawancara yang dilakukan dengan Agung Purwanto di PT Bank Mandiri Persero Tbk Medan pada Oktober 2013. 407 http:denydestin.blogspot.com201111moral-hazard , Oktober 2013, Moral hazard adalah keadaan yang berkaitan dengan sifat, pembawaan dan karakter manusia yang dapat menambah besarnya kerugian dibanding dengan risiko rata-rata. Universitas Sumatera Utara isi pokok perjanjian kredit bank dapat dibagi dalam 2 dua bagian, maka bagian ke-I adalah merupakan bagian induk dan bagian ke-2 merupakan bagian tambahan. Pada bagian ke-2 ini dijumpai syarat-syarat umum perjanjian yang berisikan berbagai ketentuan yang lebih membebani pihak debitur mematuhi syarat-syarat peminjaman uang dari bankkreditur yang merupakan perjanjian pokok dan perjanjian gadai saham merupakan perjanjian ikutantambahan perjanjian pokok tersebut. Salah satu ketentuan dalam syarat umum algemene voorwaarden perjanjian kredit bank yaitu memberi kewenangan kepada kreditur untuk melakukan penjualan benda jaminan secara privat apabila debitur gagal bayar utang pada waktu yang telah ditentukan. Oleh karena itu, isi syarat-syarat umum dalam perjanjian kredit dibuat secara sepihak oleh bank, sehingga dapat diperkirakan bahwa bank memperoleh peluang melakukan penyalahgunaan keadaan misbruik van omstandigheden. Dengan ditanda tanganinya perjanjian kredit tersebut oleh peminjam debiturpemberi gadai, syarat-syarat umum yang dibuat pihak bankkrediturpenerima gadai telah memberikan berbagai kewenangan bagi krediturpemegang gadai. Dalam perkembangannya, kebebasan berkontrak tanpa batas oleh pengadilan- pengadilan dan para ahli sudah dianggap bukan tanpa batas. Pembatasan asas kebebasan berkontrak ini setidaknya dipengaruhi oleh: 408 408 Khairandy, Itikad Baik, hal 2-3, Lihat Setiawan , Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, tanpa cetak, Bandung: Alumni, 1992, hal 179-180. Lihat Purwahid Patrik, Asas itikad Baik dan Kepatutan dalam Percetakan , tanpa cetakan Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1986, hal 9-10. Lihat Djohari Santoso dan Ahmad Ali, Hukum Perjanjian Indonesia, tanpa cetakan Yokyakarta: Badan Penerbit FH UII, 1983 hal 53-54. Di negara-negara yang menganut sistem common law, kebebasan berkontrak dibatasi oleh peraturan perundang-undangan dan public policy. Jenis kontrak yang dianggap bertentangan hal yang disebutkan sebelumnya adalah pertama kontrak Universitas Sumatera Utara 1. Makin berpengaruhnya ajaran itikad baik. Itikad baik tidak hanya ada pada pelaksanaan kontrak, tetapi juga harus ada pada saat dibuatnya kontrak; 2. Makin berkembangnya ajaran penyalahgunaan keadaan misbruik van omstandigheden atau undue influence yaitu karena hubungan tidak seimbang; 3. Makin banyaknya kontrak baku; 4. Berkembangnya hukum ekonomi; 5. Terjadinya pemasyarakatan, keinginan adanya keseimbangan antara individu dan masyarakat yang tertuju pada keadilan sosial; 6. Timbulnya formalisme perjanjian; 7. Adanya aliran dalam masyarakat yang menginginkan adanya kesejahteraan sosial; 8. Adanya campur tangan pemerintah untuk melindungi kepentingan umum atau pihak yang lemah. Di negara Indonesia tidak ada ketentuan yang secara tegas menentukan tentang berlakunya asas kebebasan berkontrak. Pembatasan asas kebebasan berkontrak dapat ditemukan dalam beberapa pasal dalam KUHPerdata, antara lain: 1. Pasal 1329 KUHPerdata Jo Pasal 1330 KUHPerdata. Ketentuan ini mengatur setiap orang bebas mengadakan perjanjian dengan setiap orang yang dikehendakinya asalkan cakap. Namun hal ini tidak berlaku mutlak, karena berdasarkan Pasal 1331 KUHPerdata, bila pihak lainnya tersebut tidak menuntut yang mengenyampingkan kekuatan pengadilan untuk memeriksa dan mengadili klausul arbitrase tidak termasuk, kedua adalah kontrak yang membatasi hak seseorang untuk menikah dan menentukan pilihannya, dan ketiga adalah kontrak yang mencegah seseorang untuk dapat memilih pekerjaan, melaukan bisnis atau profesi yang dikehendakinya kontrak ini tidak dapat dibatalkan bila pembatasan tersebut masuk akal menurut pandangan para pihak sendiri dan juga pandangan masyarakat. Universitas Sumatera Utara pembatalan melalui pengadilan, maka perjanjian tersebut tetap berlaku walaupun pihak lainnya tidak cakap. 2. Pasal 1332 KUHPerdata yang menetapkan bahwa asalkan suatu perjanjian mengenai barang yang memiliki nilai ekonomis, maka setiap orang bebas untuk memperjanjikannya. 3. Pasal 1320 ayat 4 KUHPerdata jo. 1337 KUHPerdata yang menetapkan bahwa asalkan bukan mengenai kausa yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum, maka setiap orang bebas untuk melakukan perjanjian. 4. Pasal 1320 ayat 2 KUHPerdata menetapkan bahwa perjanjian tidak sah apabila dibuat tanpa adanya konsensus atau sepakat dari para pihak. Dengan kata lain, asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh kesepakatan dari para pihak. 5. Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata menetapkan bahwa para pihak harus beritikad baik sejak saat perjanjian itu itu dibuat sampai dengan perjanjian itu selesai pembuatan dan pelaksanaan kontrak. Jadi kebebasan berkontrak yang dimiliki para pihak harus digunakan dengan itikad baik. Pelaksanaan perjanjian gadai saham secara itikad baik berarti perjanjian gadai saham harus dilaksanakan sesuai kepatutan dan keadilan. 409 Dengan demikian, asas itikad baik mengandung pengertian bahwa kebebasan suatu pihak dalam membuat perjanjian gadai saham tidak dapat diwujudkan sekehendaknya tetapi 409 Lihat Putusan Pengadilan Tinggi Bandung No. 911970Perd.PTB, Ny. Lie Lian Joun v. Arthur Tutuarima. Universitas Sumatera Utara dibatasi oleh itikad baik. Asas itikad baik merupakan satu instrumen hukum untuk membatasi kebebaan berkontrak dan kekuatan mengikatnya perjanjian gadai saham. Kebebasan berkontrak memang memberi kebebasan yang luas terhadap setiap orang, tetapi terdapat adanya pembatasan. Pembatasan tersebut adalah itikad baik dan peraturan perundang-undangan. Untuk itu sifat memaksa dari undang-undang dapat juga dijadikan batasan kebebasan berkontrak. Jadi a contrario sepanjang isi dari perjanjian gadai saham tersebut mengenai hukum yang bersifat mengatur, maka setiap orang dapat mengecualikannya. Sebaliknya, bila hal yang mau disepakati masuk mengenai ketentuan yang bersifat memaksa, maka hal tersebut tidak dapat dikecualikan. 1. Hukum Mengatur Aanvullendrecht dan Hukum Memaksa Dwingendrecht pada Gadai Saham Menurut daya kerjanya, hukum terdiri dari hukum yang memaksa dwingendrecht dan hukum yang mengatur aanvullendrecht. Hukum memaksa adalah peraturan-peraturan yang tidak boleh disimpangi dengan jalan perjanjian. Hukum memaksa mengikat tiada bersyarat, artinya tidak perduli apakah para pihak menghendaki untuk tunduk atau tidak. Sedang hukum yang mengatur adalah peraturan-peraturan yang dibuat dengan perjanjian oleh pihak yang berkepentingan. Hukum mengatur hanya mengatur dan tidak mengikat dengan tiada bersyarat. 410 410 L.J. van Apeldoorn, Inleiding Tot De Studie Van Het Nederlandse Recht, diterjemahkan oleh Oetarid Sadino, Pengantar Ilmu Hukum Jakarta: Noor Komala, 1960, hal. 156-161. Menurut Apeldoorn, pemberian istilah hukum yang memaksa dan hukum yang mengatur sebenarnya tidak tepat, karena menurutnya segala hukum itu memaksa dan segala hukum itu mangatur. Akan tetapi pemberian Universitas Sumatera Utara Hukum publik disebut sebagai hukum yang memaksa sedangkan hukum perdata disebut sebagai hukum yang mengatur. Selanjutnya Ulpianus mengatakan: “Publicum ius est, quod ad statum rei romanae spectat, private quod ad singuloru utitilate; sunt enim quaedam publice, utilia, quaedam privatim .” Hukum publik adalah hukum yang berhubungan dengan kesejahteraan negara Romawi; hukum perdata adalah hukum yang mengurus kepentingan perorangan- perorangan khusus; karena ada hal yang merupakan kepentingan umum, ada pula hal yang merupakan kepentingan perdata. 411 Berdasarkan pendapat Ulpianus, memang terdapat kepentingan-kepentingan umum dan ada kepentingan-kepentingan khusus dalam suatu isi hukum. Dengan kata lain isi peraturan-peraturan hukum bergantung kepada kepentingan-kepentingan yang diatur oleh hukum. 412 Kepentingan-kepentingan yang diatur oleh hukum inilah yang menentukan daya kerja dari hukum tersebut. Hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan umum biasanya adalah hukum yang memaksa sedangkan hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan khusus adalah hukum yang mengatur atau menambah. 413 Hukum publik disebut sebagai hukum yang memaksa karena ia mengatur kepentingan-kepentingan umum. Oleh karena itu seseorang tak diperbolehkan untuk istilah itu diperlukan untuk membedakan antara hukum-hukum yang disebutkan pada paragraf sebelumnya. 411 Ibid, hal. 147-155 412 Ibid. 413 Ibid . Universitas Sumatera Utara mengecualikan hukum publik demi kepentingan-kepentingan perdata khusus. Sebaliknya hukum perdata biasanya adalah hukum yang mengatur, karena mengatur kepentingan perdata. Pembentuk undang-undang pada umumnya memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk mengatur kepentingan sebagai yang dikehendakinya. 414 Walaupun demikian, dalam hukum perdata banyak terdapat peraturan- peraturan yang sifatnya memaksa. Hal ini ditimbulkan oleh sebab-sebab sebagai berikut: 415 a. Ketentuan yang ditetapkan dengan tujuan menghindarkan setiap orang melakukan pelanggaran-pelanggaran dari suatu prinsip umum hukum perdata; b. Ketentuan yang ditetapkan untuk mencegah penyalahgunaan posisi seseorang yang memiliki kedudukan ekonomi lebih kuat agar pihak lain yang berkedudukan ekonomi lebih rendah tidak dipaksa untuk mengikuti kemauan pihak lain yang lebih kuat; c. Ketentuan yang juga menyangkut kepentingan-kepentingan umum, sehingga memiliki sifat campuran, yaitu hukum perdata dan hukum publik; d. Ketentuan yang mengatur syarat sahnya perbuatan hukum, contohnya peraturan tentang kewenangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum dan tentang bentuk-bentuk perbuatan hukum tersebut. Ketentuan ini bersifat memaksa karena 414 Ibid . 415 Ibid, hal. 157-158. Universitas Sumatera Utara tak dapat diserahkan pada orang-orang yang bertindak sendiri untuk menentukan syarat-syarat untuk sah atau tidaknya perbuatan-perbuatan hukum mereka. Selanjutnya untuk mengetahui apakah suatu undang-undang tersebut bersifat memaksa, maka dapat digunakan ketentuan dalam Pasal 14 Algemeine van Bepalingen yang menyatakan: “Tak ada tindakan atau perjanjian yang dapat melumpuhkan kekuatan undang- undang yang bersangkutan dengan t ertib hukum atau susila yang baik” Menurut ketentuan tersebut, segala peraturan mengenai tertib umum atau susila yang baik adalah memaksa. Peraturan mengenai tertib umum adalah peraturan yang langsung tersangkut kepentingan umum, jadi baik peraturan hukum publik maupun peraturan yang bersifat campuran hukum perdata dan hukum publik. 416 Peraturan mengenai susila baik adalah peraturan yang mengenai kesusilaan yang berlaku dalam mayarakat pada waktu sekarang positieve moraal artinya peraturan yang umumnya diakui dan diikuti sebagai peraturan kesusilaan dalam masyarakat pada waktu tersebut. 417 Mengenai pendapat yang menggeneralisasi hukum yang memaksa adalah sama dengan hukum publik dan hukum yang mengatur adalah sama dengan hukum perdata, sepenuhnya tidak benar. Untuk hukum perdata, terdapat pengecualian yang 416 Ibid. 417 Ibid. Universitas Sumatera Utara menyebabkan sifatnya menjadi memaksa. Hal ini tidak menyebabkan aturan tersebut dapat diklasifikasi sebagai hukum publik, hakekatnya tetap hukum perdata tetapi dengan sifat memaksa. Khusus untuk hukum perdata yang bersifat memaksa, terhadapnya tidak dapat dikecualikan dengan perjanjian. Setiap orang harus mematuhinya dengan tidak bersyarat. Ketentuan UUPT Tahun 2007, termasuk ke dalam ranah hukum perdata. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUPT Tahun 2007, yang dimaksud dengan Perseroan Terbatas adalah: ”Badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang- undang ini serta peraturan pelaksanaannya.” Dengan adanya kata perjanjian, pada hakekatnya perseroan terbatas merupakan suatu lembaga yang masuk ke dalam ranah hukum perdata. Aturan mengenai preemptive right pada Pasal 57 ayat 1 UUPT Tahun 2007, juga merupakan kepentingan perdata, kepentingan yang bebas untuk diatur oleh para pihak yang membuatnya. Namun karena ketentuan tentang preemtive right tersebut menentukan keabsahan dari perbuatan pemindahan hak atas saham, maka memiliki sifat memaksa dwingendrecht. Dengan demikian konsekuensi hukumnya adalah dalam jaminan gadai saham pada perjanjian gadai saham preemtive right tidak dapat dikecualikan dengan perjanjian gadai saham. Preemtive right hanya dapat dikecualikan dengan syarat-syarat limitatif yang disebutkan dalam Pasal 57 ayat 2 Universitas Sumatera Utara UUPT Tahun 2007 atau haknya telah dilepaskan oleh si pemilik preemtive right itu sendiri. 2. Hak memesan saham terlebih dahulu preemtive right dalam gadai saham belum jelas pengaturannya dalam hukum di Indonesia Pada UUPT Tahun 2007 dikenal ada dua macam preemtive right yaitu hak yang diatur pada Pasal 43 dan Pasal 57-58 UUPT Tahun 2007. Pasal 43 mengatur mengenai keharusan untuk menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham untuk saham yang dikeluarkan untuk penambahan modal. Sedangkan Pasal 57-58 UUPT Tahun 2007 mengatur mengenai keharusan untuk menawarkan terlebih dahulu penjualan saham yang dimiliki oleh pemegang saham. Berdasarkan Pasal 43 UUPT Tahun 2007, preemtive right terhadap saham hanya dapat dikecualikan terhadap saham yang dikeluarkan yang ditujukan kepada karyawan perseroan Employee Stock Option Program 418 , pemegang obligasi atau efek lain dapat dikonversikan menjadi saham yang telah disetujui oleh RUPS atau yang dilakukan dalam rangka reorganisasi danatau resrtrukturisasi yang telah disetujui RUPS. Berdasarkan Pasal 57 ayat 2 UUPT Tahun 2007, preemptive right terhadap saham yang telah dikeluarkan hanya dapat dikesampingkan dalam hal peralihan hak karena hukum, antara lain penggabungan, peleburan atau pemisahan. Dalam hal hubungannya dengan eksekusi gadai saham, hukum Indonesia tidak dengan jelas 418 Dalam Nomor IX.D.4 Lampiran Keputusan Ketua Bapepam No. Kep 44PM1998 bahwa emiten atau perusahaan publik dapat menambah modal tanpa memberikan hak memesan efek terlebih dahulu HMETD kepada pemegang saham sepanjang ditentukan dalam aggaran dasar dengan syarat tertentu. Universitas Sumatera Utara mengatur keberlakuan preemtive right tersebut. Berbeda dengan hukum di Swedia yang menegaskan bahwa preemptive right tetap berlaku dalam eksekusi gadai saham. 419 Bila dikaji lebih lanjut bahwa hak memesan saham terlebih dahulu ini memang suatu hak yang lahir karena adanya suatu perjanjian, yaitu anggaran dasar perseroan. Sedangkan Pasal 55 UUPT Tahun 2007 mengharuskan setiap pemindahan hak atas saham untuk mengikuti ketentuan-ketentuan yang diatur dalam anggaran dasar. Bahwa kekuatan mengikat dari undang-undang tersebut tidak tergantung pada kesepakatan orang atau para pihak, melainkan hanya dibatasi pada asas teritorial saja. Sehingga setiap penduduk yang berada di wilayah kedaulatan negara kesatuan Indonesia harus mematuhi ketentuan Pasal 55 UUPT Tahun 2007. Sehingga dalam hal eksekusi gadai saham, para pihak harus memperhatikan ketentuan ini. Dalam sistem hukum common law khususnya Negara Singapura dan Malaysia terdapat ketentuan yang disebut sebagai transfer restriction. Perseroan wajib untuk mengeluarkan surat saham baru atas pemegang saham yang baru apabila pemindahan hak atas saham tersebut memenuhi tata cara peralihan hak yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dan tidak ada transfer restriction. Pada prinsipnya setiap saham bebas untuk dialihkan tetapi harus mengikuti batasan-batasan yang ditetapkan dalam anggaran dasar. Salah satu batasannya adalah ketentuan mengenai keharusan untuk menawarkan saham terlebih dahulu kepada pemegang 419 Roschier Attorneys Ltd, “Preemptive right, Requrement for Consent and Right of First Refusal in the Article of Association of a Limited Liability Company in Sweden ”, http:www.lexuniversal.comenarticles1181 , diakses Oktober 2010. Universitas Sumatera Utara saham . Konsekuensinya bila tidak dipatuhi oleh para pihak, maka perseroan tidak diwajibkan untuk mengeluarkan surat saham baru atas nama pemegang saham yang baru tersebut. 420 Pada kasus antara DBA yang mengeksekusi saham Asminco, jenis hak memesan saham terlebih dahulu yang relevan adalah preemptive right terhadap saham yang telah dikeluarkan. Dapat dilihat dari Share Pladge Agreement antara Asminco dengan DBA Pasal 2.1 yang berbunyi “in order to secure the prompt payment when due...the Borrower hereby pledges to the Bank and the Bank hereby accepts the Stock...”. Yang dimaksud dengan Stock adalah “the shares of the capital stock of the Company now owned by the Borrower...” 421 Prosentasi banyaknya saham IBT yang dimiliki Asminco adalah sebesar 40, sehingga jika mengacu pada Share Pledge Agreement semua saham tersebut digadaikan kepada DBA. Jadi dalam perjanjian tersebut saham yang digadaikan adalah saham yang telah dikeluarkan. Pada anggaran dasar IBT berdasar Pasal 9.4, diatur bahwa setiap pemegang saham memiliki preemptive right. Dengan kata lain bahwa setiap pemegang saham yang ingin memindahkan hak atas saham, haruslah menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham lainnya. Ditetapkan juga caranya yaitu diajukan secara tertulis dengan disertai harga dan persyaratan penjualan. Tawaran tersebut tetap berlaku dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal penawaran dan pembelian dan harus sesuai dengan perimbangan jumlah saham yang dimiliki masing-masing. 420 Walter Woon, Company Law, Malaysia: Sweet Maxwell Asia, 2000, hal 469-473 421 Dalam perjanjian tersebut, yang dimaksud dengan Borrower dan Company berturut-turut adalah Asminco dan IBT Universitas Sumatera Utara Setelah langkah tersebut terpenuhi dan apabila ternyata pemegang saham yang lain tidak membeli, maka barulah saham tersebut dapat ditawarkan kepada pihak ketiga yang dalam hal ini barulah aturan yang dimaksudkan pada Pasal 1155, 1156 KUHPerdata dapat diberlakukan. Menurut penulis, jika barang gadai dijual secara tidak dimuka umum, seperti yang disyaratkan dalam KUHPerdata Pasal 1152 alinea 2 tersebut sebenarnya tidak ada pertentangan yang terjadi, karena tidak ada larangan bagi si pemegang saham untuk melakukan penawaran lebih dahulu, malahan jika penjualan dilakukan di muka umum, maka berdasarkan aturan dalam Pasal 1 Vendu Reglement dan Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Kauangan No. 40PMK.072006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, si pemegang gadai tidak diperbolehkan untuk melakukan penawaran terbatas kepada beberapa orang saja melainkan harus dilakukan secara terbuka seluas-luasnya. Berbagai Penetapan serta Putusan pengadilan dan Putusan MARI yang dijabarkan selanjutnya adalah merupakan suatu dampak penormaan yang ada serta adanya asas kebebasan berkontrak diberikan oleh ketentuan yang ada kepada para pihak dalam hal ini kreditur dan debitur dalam perjanjian gadai saham. Ketidak- konsistenan putusan pengadilan tersebut menimbulkan ketidak-pastian hukum dan menimbulkan rasa ketidakadilan bagi para pihak yang terkait. Pada dasarnya setiap perbuatan pemindahan hak atas saham, orang yang hendak melakukannya memiliki keharusan untuk menawarkan sahamnya terlebih dahulu kepada pemegang saham yang lain. Ketentuan ini mengikat apabila memang Universitas Sumatera Utara diatur dalam anggaran dasar perseroan yang mengeluarkan saham tersebut. 422 Pasal 57 UUPT Tahun 2007, menentukan persyaratan pemindahan hak atas saham. Dalam anggaran dasar dapat diatur persyaratan mengenai pemindahan hak atas saham antara lain keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya. Keharusan untuk menawarkan saham terlebih dahulu ini, bila dilihat dari pemegang saham lainnya, disebut sebagai hak memesan saham terlebih dahulu. Hak memesan saham terlebih dahulu terbagi dua, yaitu preemptive right terhadap saham yang masih dalam portepel untuk melakukan peningkatan modal perseroan dan preepmtive right terhadap saham yang telah dikeluarkan tidak terjadi peningkatan modal perseroan. 423 Apabila pemegang saham hendak menjual sahamnya, selain harus lebih dahulu ditawarkan kepada pemegang saham dalam klasifikasi yang sama atau pemegang saham lainnya, pemindahan hak atas saham melalui jual beli, tunduk kepada ketentuan Pasal 1457 KUHPerdata. Terdapat persetujuan antara para pihak, dan pihak yang satu mengikatkan diri untuk menyerahkan saham tersebut, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan merupakan suatu keharusan. Jika dihubungkan dengan ketika debitur tidak melaksanakan kewajibannya untuk membayar utang pada waktu yang telah ditentukan, apakah kreditur dalam menjual gadai saham harus dilakukan dengan persetujuan pemberi gadai? Pengadilan 422 Pasal 57 UUPT Tahun 2007. 423 Karimsyah Law Firm , “Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu Rights Issue”, http:www.karimsyah.comimagescontentarticle20050922170905.pdf, diakses 2008 Universitas Sumatera Utara menetapkan dengan Penetapan 333Pdt.P2001PN.Jak.Sel, bahwa penjualan seluruh saham yang digadaikan tanpa perlu mendapat persetujuan terlebih dahulu. Di beberapa negara bagian di Amerika Serikat, setiap pemegang saham harus menjalankan ketentuan mengenai preemptive right walaupun anggaran dasar perseroan yang mengeluarkan sahamnya tidak mengatur demikian. 424 Alasannya, preemptive right adalah menghindari terjadinya dilusi porsi kepemilikan perseroan oleh pemegang saham dan juga untuk menjaga terdilusinya porsi kontrol perusahaan. 425 Selain itu preemptive right juga bermaksud untuk memberikan pemilik atau pemegang saham perseroan suatu kesempatan yang pertama dan utama untuk memiliki atau turut memiliki saham yang hendak ditawarkan. 426 Apabila konsep perseroan terbatas dianalogikan dengan konsep persekutuan perdata maatschap maka alasan adanya preemptive right adalah untuk mengutamakan manfaat bersama antara sekutu atau dalam hal perseroan terbatas, antara pemegang saham. 427 Pengaturan preemptive right tidak secara tegas diatur pada UUPT Tahun 2007. Hal ini terlihat dalam ketentuan yang menunjuk bahwa ketentuan tersebut dapat diatur oleh para pihak dalam anggaran dasar perseroan. Sebagai perbandingan, dalam hukum perusahaan di Swedia, ketentuan mengenai preemptive right pada peraturan perundang-undangannya secara tegas dinyatakan berlaku dalam perbuatan pengalihan 424 J.David Reitzel, et,Al., Contemporary Business Law, Principles and Cases, United States: McGraw-Hill Inc, 1986, hal. 1035 425 Thomas J. Harron, Business Law, Massachusets: Allyn and Bacon, Inc.,1981, hal. 794- 795. 426 Agustinus Dawarja, “First Right of RefusalPengelolaan Sumber Daya Alam Bangsa,” http:www.lexregis.com?menu=legal_articleid_la=28 , 9 Maret 2009 427 Pasal 1618 KUHPerdata Universitas Sumatera Utara saham melalui akuisisi, jual beli, hibah tidak termasuk warisan dan hibah wasiat dan termasuk juga perolehan saham karena prosedur eksekusi atau pailit. 428 Oleh karena itu menurut penulis, dalam hukum Indonesia, bila para pihak para pemegang saham memang menginginkan ketentuan hak memesan saham terlebih dahulu diatur secara lengkap dan defenitif, melalui RUPS dan harus menetapkan hal-hal yang dikehendaki dalam anggaran dasar perseroan. Timbulnya permasalahan hukum apakah eksekusi gadai saham dapat dilakukan secara dibawah tangan private sale tanpa melalui kantor lelang, hal ini muncul karena adanya frasa “kecuali ditentukan lain” dalam Pasal 1155 ayat 1 KUHPerdata, yang juga merupakan cerminan dari perwujudan asas kebebasan berkontrak. Dalam Penetapan No. 332Pdt.P2001PN.Jak.Sel sampai dengan Penetapan No. 343Pdt.P2001PN.Jak.Sel dengan pemohon Deutche Bank Aktiengesellschaft, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan bahwa kreditur berhak untuk menjual keseluruhan saham yang telah digadaikan secara privat atau “secara tidak di muka umum” karena hal tersebut diperjanjikan dalam suatu perjanjian gadai saham share pledge agreement . Dalam Putusan Mahkamah Agung MA No. 115 PKPDT2007 jo. No. 517PDT.G2003PN.JKT.PST dinyatakan bahwa penjualan harus dilakukan dengan cara lelang di muka umum atau dengan cara lain yang telah ditentukan oleh Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Kesimpulan ini ditarik dari 428 http:www.lexuniversal.comenarticles1181 , Op.Cit, diakses 20 September 2010. Universitas Sumatera Utara pertimbangan bahwa eksekusi gadai saham secara tegas telah diatur dalam ketentuan gadai yang bersifat tertutup dan tidak dapat disimpangi, penjualan harus dilakukan dengan cara lelang di muka umum sesuai ketentuan Pasal 1155 KUHPerdata atau dengan cara lain yang ditentukan oleh Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap sesuai dengan ketentuan Pasal 1156 KUHPerdata. Bahwa yang menarik dalam dalam putusan tersebut adalah “cara lain” yang ditentukan oleh Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum. Putusan ini tidak menyatakan bahwa penjualan secara privat tidak diizinkan, tetapi harus melalui Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Dalam sudut pandang praktis, dari penjualan secara privat dan ditentukan oleh Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap bisa didapatkan nilai penjualan yang lebih tinggi sehingga apabila disetujui oleh kedua pihak yang bersengketa, cara itu harusnya masuk akal untuk ditempuh. Aspek lain yang penting untuk dicatat dalam putusan ini adalah bahwa eksekusi gadai tidak dapat dikecualikan, artinya walaupun diperjanjikan oleh pemberi dan penerima gadai, tetap untuk mengeksekusi barang gadai harus tunduk pada aturan dan mekanisme yang mengaturnya, apalagi eksekusi gadai yang bersifat tertutup. Tentang penentuan eksekusi gadai saham secara privat atau melalui kantor lelang harus berdasarkan penetapan atau putusan pengadilan dapat dilihat dalam Penetapan No. PTJ.KPT.01.2005 sampai dengan Penetapan No. PTJ.KPT.04.2005 jo. Penetapan No. 33pdt.P2002PN. Jaksel sampai dengan Penetapan No. 36Pdt.P2002PN. Jaksel, PNJakarta Selatan menentukan walaupun kreditur telah menjual secara privat gadai saham yang dipegang dengan dasar telah diperjanjikan Universitas Sumatera Utara memiliki hak parate eksekusi, setelah itu tetap meminta penetapan dari pengadilan agar penjualan tersebut adalah sah. Sikap yang sama juga diambil dalam Penetapan No. PTJ.KPT.01.2005 sampai dengan Penetapan No. PTJ.KPT.04.2005 jo. Penetapan No. 33Pdt.P2002PN. Jaksel sampai dengan Penetapan No. 36Pdt.P2002PN. Jaksel yang menyatakan bahwa “Berdasarkan Pasal 1156 KUHPerdata untuk melakukan eksekusi maka lembaga jaminan gadai memerlukan pengadilan. Selanjutnya dalam putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia MARI No. 115PKPDT2007 jo. No.517PDT.G2003PN.JKT.PST, Mahkamah Agung MA menyatakan bahwa metode eksekusi harus dilakukan berdasarkan yang telah ditentukan oleh Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Sehingga penentuan apakah suatu gadai saham dieksekusi secara privat atau melalui kantor lelang harus berdasarkan penetapanputusan pengadilan. Apabila eksekusi gadai saham dilakukan secara privat, yaitu tanpa melalui kantor lelang dibenarkan, apakah harus melalui prosedur permohonan ataukah harus melalui prosedur gugatan. Hal ini dapat dilihat pada Penetapan No. PTJ.KPT.01.2005 sampai dengan Penetapan No. PTJ.KPT.04.2005 jo. Penetapan No. 33Pdt.P2002PN.Jaksel sampai dengan Penetapan No. 36Pdt.P2002PN. Jaksel, Pengadilan Jakarta Selatan menentukan memang secara umum prosedur eksekusi obyek jaminan melalui perantaraan pengadilan adalah melalui permohonan eksekusi terhadap obyek jaminan . Dengan demikian, prosedur yang ditempuh tidaklah melalui upaya gugatan , tetapi dengan permohonan. Namun dalam kasus tersebut perjanjian Universitas Sumatera Utara gadai sahamnya bersifat ikutan accesoir dari perjanjian pokok utang piutang sehingga termasuk dalam perkara sengketa yang terjadi antara para pihak yang berkepentingan kreditur dan debitur sehingga seharusnya diajukan dalam bentuk gugatan. Dengan demikian bahwa gadai saham dilakukan melalui permohonan kecuali jika perjanjian gadai saham bersifat ikutan accesoir. Bahwa Apabila perjanjian gadai saham bersifat accesoir, maka perjanjian gadai saham tersebut berakhir ketika perjanjian pokoknya berakhir. Hal ini dapat terlihat dalam putusan kasus PT Ongko Multicorpora PT Mitra Investindo Multicorpora vs BFI. Putusan PK Nomor 115 PKPDT2007 jo. No. 517PDT.G2003PN.JKT.PST, MARI menyatakan berlakunya hak gadai atas saham bergantung pada ada tidaknya perjanjian pokok atau utang piutang, yang artinya jika perjanjian utang piutang sah, perjanjian gadai sahamnya sebagai perjanjian tambahan juga sah, sebaliknya jika perjanjian utang piutang tidak sah, perjanjian gadai sahamnya juga tidak sah. Dalam kasus tersebut dinyatakan bahwa perjanjian gadai saham tersebut tetap berlaku sepanjang APT tidak melakukan wanprestasi kepada BFI. Majelis Pengadilan negeri Jakarta Pusat memutuskan bahwa Akta Gadai Saham Pledge of shares Agreement tertanggal 1 Juni 1999, surat tanggal 22 Februari 2000 Perubahan Akta Gadai Saham Concent to Transfer, tanggal 7 Agustus 2000 dan Surat Kuasa Power of attorney tanggal 7 Agustus 2000 telah gugur dan tidak berlaku lagi terhitung sejak tanggal 1 Desember 2000 dan karenanya seluruh perjanjian dan perbuatan hukum yang dibuat dan dilakukan Ongko Universitas Sumatera Utara Multicorpora dan Debenture Trust Corporation berdasarkan perjanjian-perjanjian tersebut sejak tanggal 1 Desember 2000 adalah batal demi hukum. Dalam Putusan MARI No. 240PKPDT2006, MARI menentukan bahwa hak mengeksekusi barang yang digadaikan ada pada pihak penerima gadai selama perjanjian gadai itu masih berlaku . Dengan kata lain, dengan berakhirnya masa berlaku perpanjangan gadai dalam kasus tersebut, hak untuk mengeksekusi demi hukum turut berakhir gugur. Dalam Putusan PK Nomor 115PKPDT2007 jo. No.517PDT.G2003PN.JKT.PST, MARI menentukan bahwa perjanjian gadai saham akan berlaku terus dengan sistem diperpanjang selama utang belum lunas. Dalam putusan MARI No. 240PKPDT2006 jo. No. 123PDT.G2003PN.JKT.PST, MARI menyatakan kreditur melakukan parate eksekusi atas gadai saham yang diterimanya. Namun, oleh majelis hakim dianggap sebagai perbuatan melawan hukum karena perjanjian gadai saham telah berakhir. Hak mengeksekusi saham yang digadaikan ada pada penerima gadai selama perjanjian itu masih berlaku. Isu hukum tentang perjanjian gadai saham bisa berakhir sebelum perjanjian pokok berakhir, dapat dilihat dalam putusan MARI No. 240PKPDT2006 jo. 123PDT.G2003PN.JKT.PST, MARI menyatakan bahwa hak mengeksekusi saham yang digadaikan ada pada penerima gadai selama perjanjian itu masih berlaku. Berakhirnya suatu gadai bukan harus karena utang yang dijamin telah lunas. Saham-saham terikat sebagai jaminan hanya selama jangka waktu yang Universitas Sumatera Utara telah disepakati para pihak dan bukan sampai seluruh utang lunas. Dimungkinkan apabila suatu perjanjian gadai saham berakhir tanpa adanya pembebasanpelunasan utang yang dijamin. Hal ini tidak sesuai dengan sifat gadai saham yang bersifat accesoir, bahwa perjanjian gadai saham berakhir ketika perjanjian pokoknya yaitu utang piutang berakhir. Isu hukum tentang pembuatan surat kuasa mutlak atau irrevocable power of attorney, merupakan tindakan kepemilikan terhadap benda gadai oleh kreditur penerima gadai. Pasal 1154 KUHPerdata mengatur bahwa ketika debitur cidera janji, kreditur dilarang secara serta merta menjadi pemilik benda yang dibebani gadai. Alasannya adalah mencegah kreditur penerima gadai memiliki benda gadai yang nilainya lebih tinggi dari jumlah utang debitur beserta bunga dan denda. Dalam praktik pemberian fasilitas kredit oleh bank, untuk kepentingan eksekusi dibuat surat kuasa mutlak atau irrevocable power of attorney yang isinya debitur memberi kuasa kepada kreditur kuasa yang tidak dapat ditarik kembali, untuk menjual saham-saham yang digadaikan dengan cara dan harga yang ditentukan oleh kreditur. Surat kuasa ini sudah dibuat sebelum debitur cidera janji. Permasalahan hukum yang timbul apakah pembuatan surat kuasa seperti ini, substansinya merupakan tindakan kepemilikan oleh kreditur penerima gadai yang dilarang oleh Pasal 1154 KUHPerdata. Dalam Putusan PK Nomor 115 PKPDT2007 jo. No. 517PDT.G2003PN.JKT.PST, MARI menyatakan bahwa irrevocable power of attorney tidak memenuhi syarat dan tidak memiliki kualitas sebagai kuasa yang berdiri sendiri sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1792, 1796 KUHPerdata, Universitas Sumatera Utara karena nyata-nyata power of attorney tidak berdiri sendiri. Power of attorney lahir karena adanya perjanjian gadai saham dan karenanya demi hukum tidak boleh dipergunakan selain untuk dan dalam rangka eksekusi gadai saham. Isu hukum tentang memperpanjang masa gadai apakah kreditur penerima gadai harus meminta persetujuan atau cukup hanya melakukan pemberitahuan notification saja dari debitur pemberi gadai. Dalam Putusan PK Nomor 115 PKPDT2007 jo. No. 517PDT.G2003PN.JKT.PST, MARI menyatakan bahwa cukup dengan pemberitahuan, merujuk pada Pasal 49 ayat 1 UUPT Tahun 1995, bahwa pemindahan hak atas saham atas nama dilakukan dengan akta pemindahan hak. Ayat 2, Akta pemindahan hak sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 atau salinannya disampaikan secara tertulis kepada perseroan, sehingga perpanjangan gadai saham cukup dengan pemberitahuan saja, tidak memerlukan persetujuan debitur. Dampak penjualan saham yang dinyatakan tidak sah terhadap pembeli pihak ketiga yang beritikad baik tetap diberikan. Dalam Penetapan No. 092007 Eks, dinyatakan bahwa Putusan PK dalam Kasus Aryaputra Teguharta vs BFI 240PKPDT2006 jo. 123PDT.G2003PN.JKT.PST, adalah non executable. Ketika saham-saham tersebut telah dijual di pasar modal meskipun kreditur kalah, perlindungan terhadap pihak ketiga yang beritikad baik tetap diberikan. Universitas Sumatera Utara Pendapat yang senada juga diutarakan dalam Penetapan 332Pdt.P2001PN.JakSel; Pembeli berhak untuk melaksanakan dan menikmati segala hak-hak yang terbit dari saham-saham yang bersangkutan. Pada Putusan Arbitrase 429 Pemerintah Indonesia melawan PT Newmont Nusa Tenggara yang menyatakan berdasarkan Pasal 1492 KUPerdata, Pemerintah Indonesia dapat menuntut PT NNT sebagai penjual menjalankan kewajibannya dalam hal penanggungan dan pemerintah berhak untuk menerima gadai saham tersebut. Artinya, sebagai pembeli yang beritikad baik, saham tersebut walaupun tidak dijual secara sah tetap merupakan milik pembeli yang beritikad baik. Penjual kreditur saham harus bertanggungjawab atas perbuatannya menjual saham secara tidak sah kepada pihak pemberi gadai. Dengan demikian, pembeli pihak ketiga gadai tetap berhak atas saham walaupun pemegang gadai kreditur menjualnya secara tidak sah. D. Perlindungan Hukum terhadap Debitur Pemberi dan Kreditur Pemegang Gadai Saham yang Berlandaskan Kebebasan Berkontrak dalam Kredit Perbankan Perlindungan hukum dalam transaksi perbankan, khususnya dibidang perkreditan, merupakan hal yang patut dikedepankan agar kepentingan para pihak dapat terlindungi. Wujud perlindungan hukum pada dasarnya merupakan upaya penegakan hukum. Penegakan hukum secara konsepsional merupakan kegiatan 429 http:www.jatam.org . Boks 1 Rencana Divestasi Saham PT Newmont Nusa Tenggara Pasca Sidang Arbitrase. Diakses 16 Januari 2012 Universitas Sumatera Utara menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah yang mantap dan pada akhirnya merupakan sikap dan tindakan sebagai penjabaran nilai untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. 430 Selanjutnya konkretisasi dari upaya penegakan hukum secara konsepsional dijabarkan bahwa manusia didalam pergaulannya mempunyai pandangan-pandangan tertentu mengenai apa yang baik dan apa yang buruk. Pandangan-pandangan tersebut senantiasa terwujud dalam pasangan-pasangan tertentu, misalnya pasangan nilai kepentingan umum dan kepentingan pribadi. Didalam penegakan hukum, pasangan nilai-nilai tersebut perlu diserasikan dan dijabarkan secara lebih konkrit lagi karena nilai-nilai tersebut lazimnya bersifat abstrak. Penjabaran lebih konkrit diwujudkan dalam bentuk kaidah-kaidah hukum yang berisikan suruhan, larangan, dan kebolehan. Kaidah-kaidah itu menjadi pedoman atau patokan perilaku atau sikap tindak yang dianggap pantas atau yang seharusnya. Perilaku atau sikap tindak tersebut bertujuan untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian. 431 Faktor-faktor yang patut dipertimbangkan dalam penegakan hukum adalah faktor hukumnya sendiri, faktor penegakan hukum, yakni pihak-pihak yang 430 Soerjono Soekanto. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: Rajawali Press, 1983, hal.2. 431 Ibid, hal. 3-4. Bandingkan lebih lanjut, Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan, Jakarta: Arikha Media Cipta, 1995, hal. 61. Menurutnya penegakan hukum atau law enforcement Inggris atau rechthandhaving Belanda adalah upaya yang dilakukan oleh negara melalui berbagai aparat pelaksana hukum terkait. Penegakan hukum merupakan pelaksanaan hukum secara konkrit dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Dalam penegakan hukum digunakan instrumen administratif, kepidanaan, atau keperdataan agar dapat dicapai penataan ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku umum dan individual. Penegakan handhaving dibagi dua tahap, yaitu pertama tindakan preventif yang meliputi upaya penerangan, dan nasihat dan kedua; tindakan represif. Universitas Sumatera Utara membentuk atau menerapkan hukum, faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, faktor masyarakat, yakni tempat hukum itu berlaku dan diterapkan dan faktor kebudayaan, yakni hukum sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. 432 Upaya penegakan hukum tidak terlepas dari cita hukum yang dianut dalam masyarakat yang bersangkutan ke dalam perangkat berbagai aturan hukum positif, lembaga hukum, dan proses perilaku birokrasi pemerintah dan warga masyarakat. 433 Hukum dapat diartikan sebagai aturan yang mengatur perilaku manusia dan mengikat mereka sejak diundangkan. 434 Oleh karena itu, hukum tak boleh disimpangi atau dikecualikan karena akan menimbulkan ketidak-adilan dan ketidak-teraturan, kecuali pengecualian tersebut diperkenankan oleh hukum itu sendiri. Salah satu pengecualian hukum yang diperkenankan adalah pengecualian dikarenakan berlakunya asas lex specialis derogate legi generali artinya aturan yang khusus menderogasi aturan yang umum. Sebagai contoh, Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal UUPM 1995 yang mengecualikan ketentuan mengenai perseroan terbatas yang diatur dalam UUPT Tahun 2007. Dalam hal ini UUPM Tahun 1995 adalah lex specialis dari UUPT Tahun 2007. Selain itu terdapat hukum yang aturannya hanya mengikat kepada pihak-pihak yang sepakat membuatnya saja dan berlaku sebagai undang-undang, yaitu hukum 432 Soerjono Soekanto, Op. Cit, hal. 4-5. 433 Arief Sidharta, Refleksi tentang Struktur Hukum, Bandung:Mandar Maju, 1999, hal 180. 434 Hukum adalah “een regel van behoren is, een bevel.” E. Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, cet 3 Jakarta: N.V.Penerbitan dan Balai Buku Indonesia, 1956, hal. 9-19 Universitas Sumatera Utara yang disebut dengan perikatan atau verbintenis. 435 Perikatan 436 adalah suatu hubungan hukum kekayaanharta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi. 437 Berdasarkan defenisi perikatan tersebut, maka bagi para pihak dalam suatu perikatan 438 harus menghormati hak atau recht pihak lainnya dan melaksanakan kewajibannya atau plicht 439 Sedangkan perjanjian 440 adalah suatu perbuatan dengan mana 1 satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 satu orang lain atau lebih, seperti yang tercantum pada Pasal 1313 KUHPerdata, yang dapat dinilai dengan uang. Perjanjian adalah kehendak para pihak yang membuatnya. Sehingga dalam hukum perikatan pengecualian dapat dilakukan oleh salah satu pihak atau lebih sepanjang disetujui oleh semua pihak yang membuatnya. Hal ini sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata yang berbunyi: “Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:1. sepakat mereka yang mengikat dirinya; 2. kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; 3. suatu hal tertentu; 4. suatu causa yang halal.” Pada Pasal 1338 ayat 1 menyatakan: “ Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” 435 Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, hal. 89. 436 R. Subekti, Hukum, Op.Cit, hal.1, mengartikan perikatan sebagai suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. 437 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian Bandung: Alumni, 1986, hal. 6-7. 438 Buku III KUHPerdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. 439 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum, Op. Cit, hal.7 440 Mariam Darus badrulzaman, Dkk, Kompilasi, Op.Cit., hal.65 Universitas Sumatera Utara Causa yang halal seperti yang diatur Pasal 1320 mengisyaratkan bahwa perjanjian harus memuat causa yang tidak boleh bertentangan dengan undang- undang. 441 Asas kebebasan berkontrak atau contractvrijheid yang merupakan salah satu asas dalam hukum perjanjian, yaitu sebagai kehendak yang bebas untuk membuat atau tidak membuat suatu perjanjian yang mengikat mengenai urusan-urusan pribadi seseorang, termasuk hak untuk membuat perjanjian-perjanjian kerja, dan untuk menentukan syarat-syarat yang dianggapnya baik sebagai hasil dari perundingan atau tawar-menawar dengan pihak lainnya. 442 Berdasarkan defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap orang mempunyai hak untuk menentukan bentuk dan isi perjanjian yang dibuatnya. Kebebasan berkontrak yang diberikan ini dibatasi oleh tanggung jawab para pihak dan kewenangan hakim untuk menilai isi setiap kontrak. 443 Dengan adanya kebebasan berkontrak adanya perjanjian yang mengecualikan undang-undang dapat menimbulkan ketidaktertiban dan ketidakadilan, sehingga bertentangan dengan cita hukum itu sendiri. Hal ini dapat dilihat pada perjanjian gadai saham, khususnya tentang penjualan benda gadai atau eksekusi gadai yang diatur pada Pasal 1155 KUHPerdata alinea 1 yang berbunyi: 441 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas, Op.Cit, hal 37 442 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan, Op.Cit, hal 45. Defenisi yang diberikan merupakan pengertian asas kebebasan berkontrak menurut sistem hukum common law di Amerika Serikat. 443 Rosa Agustina, “Asas Kebebasan Berkontrak dan Batas-Batasnya dalam Hukum Perjanjian .” http:209.85.175.104search?q=cache;gFOif8VOA5gJ:www.theceli.comindex.php3F0bti on3Dcom_docman26task3Ddoc_download26gid3D17626Itemid3D27+pengertian+kebe basan+berkontrakhl=idct=clnkcd=1gl=id, diakses 13 September 2009 Universitas Sumatera Utara “Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain, maka si berpiutang adalah berhak jika si berutang atau si pemberi gadai bercedera janji, setelah tenggang waktu yang ditentukan lampau, atau jika tidak telah ditentukan suatu tenggang waktu, setelah dilakukannya suatu peringatan untuk membayar, menyur uh menjual barang gadainya di muka umum ...” Dari ketentuan tersebut ada dua cara melaksanakan penjualan benda gadai atau eksekusi gadai, yaitu dengan menjual di muka umum dan menjual tidak di muka umum jika memang telah diperjanjikan para pihak. Namun karena benda gadai tersebut adalah berupa saham maka harus diperhatikan proses pemindahan hak atas saham tersebut sesuai ketentuan UUPT 444 Tahun 2007 dan juga anggaran dasar dari perseroan tersebut. Apabila dalam anggaran dasar telah diatur cara pemindahan hak atas saham tersebut, yaitu dengan kewajiban bagi pemegang saham untuk menawarkan sahamnya ke pemegang saham terlebih dahulu preemptive right, maka harus memenuhi ketentuan tersebut. Hal ini dimungkinkan dengan adanya ketentuan Pasal 57 ayat 1 UUPT Tahun 2007. 445 Namun walaupun telah diatur sedemikian rupa apakah dimungkinkan para pihak dapat melakukan pengecualian dari ketentuan tersebut dengan adanya kebebasan berkontrak, dengan menuangkannya dalam bentuk 444 Pasal 55 UUPT Tahun 2007: “Dalam anggaran dasar perseroan ditentukan cara pemindahan hak atas saham sesuai dengan ketentuan perundang- undangan.” 445 Pasal 57 UUPT Tahun 2007: 1 “Dalam anggaran dasar dapat diatur persyaratan mengenai pemindahan hak atas saham, yaitu: a. Keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya; b. Keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari organ perseroan; danatau c. Kaharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku dalam hal pemindahan hak atas saham disebabkan peralihan hak karena hukum, kecuali keharusan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c berkenaan dengan kewarisan.” Universitas Sumatera Utara perjanjian gadai saham. Artinya kreditur atau penerima gadai dapat menjual saham tersebut tanpa memperdulikan ketentuan yang telah disebutkan dan tindakan yang dilakukan tersebut sebenarnya telah dibukakan kemungkinannya pada ketentuan KUHPerdata dan Pasal 12 A ayat 1 UUP Tahun 1998. 446 Permasalahan hukum apakah eksekusi gadai saham bisa dilakukan secara privat tanpa melalui kantor lelang ini muncul karena frasa “kecuali ditentukan lain” dalam Pasal 1155 ayat 1 KUHPerdata, dan berdasarkan Pasal 1156 KUHPerdata untuk melakukan eksekusi maka lembaga jaminan gadai memerlukan pengadilan. Secara umum prosedur eksekusi objek jaminan melalui perantaraan pengadilan adalah melalui permohonan eksekusi terhadap objek jaminan. Dengan demikian prosedur yang ditempuh tidaklah melalui upaya gugatan, tetapi dengan permohonan. Namun karena secara ilmiah bahwa gadai saham bersifat accesoir dan merupakan ikutan dari perjanjian pokok utang piutang sehingga termasuk dalam perkara sengketa yang terdapat di dalamnya para pihak yang berkepentingan kreditur dan debitur sehingga seharusnya diajukan dalam bentuk gugatan. Selain itu perjanjian gadai berakhir ketika perjanjian pokoknya berakhir karena perjanjian gadai saham bersifat accesoir. Jika hendak melakukan perpanjangan perjanjian gadai saham harus ada pemberitahuan kepada debitur pemberi gadai dengan merujuk pada Pasal 56 UUPT Tahun 2007 ayat 1, bahwa pemindahan hak atas saham dilakukan 446 Pasal 12 A UUP Tahun 1998 UURI Tahun 1992 tentang Perbankan Sebagaimana telah Diubah dengan UURI No. 10 Tahun 1998 ayat 1: Bank Umum dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal nasabah debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya. Universitas Sumatera Utara dengan akta pemindahan hak. Sedangkan Ayat 5 pasal tersebut menyatakan bahwa ketentuan mengenai tata cara pemindahan hak atas saham yang diperdagangkan di pasar modal diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Hampir tidak pernah terjadi bahwa suatu perjanjian gadai saham berakhir sebelum utang yang dijaminnya dibayar lunas. Namun hal ini dapat saja terjadi karena adanya kebebasan berkontrak. Sifat perjanjian gadai adalah accessoir pada perjanjian utang yang dijaminnya dan biasanya dalam perjanjian gadai selalu ada ketentuan bahwa selama kewajiban debitur belum lunas, perjanjian gadai akan terus berlaku. Bila debitur telah melunasi utangnya atau telah memenuhi kewajiban menurut perjanjian pinjam meminjam uang perjanjian kredit maka berakhir pula perjanjian gadai dan barang gadai harus dikembalikan kepada debitur. 447 Hal ini berdasarkan Pasal 1150 KUHPerdata. Namun jika terjadi perjanjian gadai saham sudah berakhir padahal utang yang dijaminnya belum lunas dibayar, maka merujuk pada Pasal 1153 KUHPerdata 448 UUPT Tahun 2007 tidak ada mengatur tentang cara menggadaikan saham. Bahwa dalam Pasal tersebut yang dimaksud dengan orang terhadap siapa hak yang digadaikan itu harus dilaksanakan, adalah perseroan yang mengeluarkan saham yang digadaikan. Dengan demikian, perjanjian gadai saham yang dibuat oleh PT. APT, PT. OM dengan PT. BFI akan berlaku terus selama utang- piutang dari PT.APT dan PT.OM belum dilunasi. 447 Peter Mahmud Marzukii, et.al, Hukum Jaminan Indonesia Seri Dasar Hukum Ekonomi 4, Jakarta: Proyek Elps, 1998, hal.238-239 448 Pasal 1153 KUHPerdata:”Hak gadai atas benda-benda bergerak yang tak bertubuh, kecuali surat-surat tunjuk atau surat-surat bawa, diletakkan dengan pemberitahuan perihal penggadaiannya, kepada orang terhadap siapa hak yang digadaikan itu harus dilaksanakan. Oleh orang ini, tentang hal pembe ritahuan tersebut serta tentang izinnya si pemberi gadai dapat diminta suatu bukti tertulis.” Universitas Sumatera Utara Jika debitur belum melunasi utangnya kepada kreditur, tetapi gadai saham yang diberikan oleh pemberi gadai sudah berakhir, maka jika debiturpemberi gadai beritikad baik, debitur tersebut harus memperpanjang berlakunya perjanjian gadai, dan perpanjangan berlakunya gadai tersebut juga harus diberitahukan secara tertulis oleh debiturpemberi gadai dan atau krediturpemegang gadai kepada perseroan yang mengeluarkan saham yang digadaikan sesuai Pasal 1153KUHPerdata. 449 Untuk memperpanjang gadai saham tidak diperlukan persetujuan debiturpemberi gadai, tetapi cukup melalui pemberitahuan oleh krediturpemegang gadai saham kepada debiturpemberi gadai saham. Putusan Mahkamah Agung RI No. PKPdt.2007 dan putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PKpdt2006 jelas membuktikan bahwa tidak ada bukti yang menyatakan bahwa PT. APT maupun PT OM, telah melunasimembayar seluruh utang yang dijamin dengan gadai atas saham-saham mereka di PT. BFI. Menurut Majelis Hakim Agung dalam putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PKpdt2006, bahwa perjanjian gadai saham tanggal 1 Juni1999 tersebut merupakan “perjanjian dengan suatu ketepatan waktu” sebagaimana diatur dalam Pasal 1268 KUHPerdata, karena dalam perjanjian tersebut secara pasti telah ditentukan lama waktu berlakunya perjanjian gadai yaitu berlangsung selama 12 bulan kemudin diperpanjang menjadi 18 bulan sejak tanggal 1 Juni 1999 dan berakhir pada tanggal 1 Desember 2000. Jangka waktu berakhirnya perjanjian gadai saham 449 Berdasarkan kesepakatan dalam Perjanjian Gadai Saham yang dilakukan PT. APT dan PT OM dengan PT. BFI, Pasal 4.2, jelas diatur bahwa pemegang gadai yaitu PT. BFI diberikan hak opsi untuk memperpanjang perjanjian gadai saham cukup dengan memberitahukan secara tertulis kepada pemberi gadai mengenai perpanjangan jangka waktu gadai. Dengan demikian perpanjangan jangka waktu gadai cukup dilakukan dengan pemberitahuan saja dan tidak memerlukan persetujuan atau kesepakatan apapun dari pemberi gadai dalam hal ini PT. APT dan PT. OM. Universitas Sumatera Utara tanggal 1 Desember 2000 yang merupakan syarat dalam perjanjian gadai tersebut oleh kedua belah pihak dimaksudkan bahwa barang-barang gadai diikat sebagai jaminan utang selama jangka waktu gadai saham yang berlangsung dan pemegang gadai dapat melaksanakan hak parate eksekusi yang dimilikinya yakni menjual barang-barang gadai di muka umum selama jangka waktu gadai saham belum berakhir dan “bukan dimaksudkan agar pemegang gadai mengeksekusi barang- barang gadai pada saat gadai saham telah berakhir karena utang belum dibayar lunas ”. Menurut penulis, apabila perjanjian gadai saham tersebut merupakan perjanjian dengan suatu ketepatan waktu sebagaimana diatur dalam Pasal 1268 KUHPerdata dalam arti perjanjian dengan ketepatan waktu bersifat memutuskan ataupun mengakhiri daya kerja suatu perjanjian, karenanya barang jaminan hanya terikat sebagai jaminan utang sampai berakhirnya jangka waktu perjanjian dan selama itu pemegang gadai berhak menjual bendabarang gadai tersebut di muka umum, maka tentunya hal ini akan bertentangan dan menghilangkan asas-asas penting yang terkandung dalam hukum jaminan khususnya gadai yang bersifat accesoir. Hal ini juga akan sangat mempengaruhi kepastian pelaksanaan eksekusi jaminan gadai apabila perjanjian gadai saham tersebut hanya diartikan sebatas yang dimaksud Majelis Hakim dalam putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PKpdt2006. Sejalan dengan pendapat Prof. Subekti yang menyatakan bahwa orang yang berutang dengan memberikan tanggunganjaminan gadai sejak semula telah memberikan izin Universitas Sumatera Utara kalau ia lalai, barang tanggungan boleh dijual oleh si berpiutang untuk pelunasan utang dengan hasil penjualan tersebut. 450 Dalam hal ini, dapat saja terjadi bahwa perseroan minta bukti tertulis tentang perpanjangan perjanjian gadai ini, dan jika debitur mau bekerja sama dengan cara menegaskan secara tertulis bahwa benar utangnya belum lunas, maka gadai diperpanjang. Jika pemberi gadai tidak beritikad baik dan tidak setuju memberi konfirmasi bahwa gadai saham itu diperpanjang berlakunya, maka pihak kreditur menghadapi persoalan yang pelik. Kalau perseroan menerima pemberitahuan perpanjangan gadai saham dari krediturpemegang gadai, dan kemudian debitur membantahmenolak perpanjangan gadai saham itu, perseroan kemungkinan besar tidak dapattidak mau mencatatkan perpanjangan gadai saham. Dalam hal ini kreditur dapat kehilangan jaminan berupa gadai saham. Perseroan Terbatas BFI dalam putusan peninjauan kembali tersebut mendalilkan mengenai perjanjian gadai saham telah diperpanjang, yang pertama tanggal 22 Februari 2000 dan berakhir pada tanggal 1 Dsember 2000, yang kedua tanggal 28 Nopember 2000 dan berakhir tanggal 1 Desember 2001. Berdasarkan hal ini maka perjanjian gadai saham berlaku hingga tanggal 1 Desember 2001. Majelis Hakim Agung RI No. 240PKpdt2006 memiliki pertimbangan hukum yang berbeda dan bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung RI No.115 PKpdt2007 bahwa akibat hukum berakhirnya jangka waktu gadai setelah perpanjangan 1 Desember 450 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, 2003. hal. 124, Universitas Sumatera Utara 2000, saham-saham yang digadaikan sudah tidak lagi terikat sebagai jaminan utang pada PT. BFI dan saham-saham tersebut harus dikembalikan kepada PT. APT dan PT. OM. Hal ini tidak berdasar dan bertentangan dengan ketentuan Pasal 1150 KUHPerdata oleh karena gadai adalah bersifat accesoir, mengenai tata cara perpanjangan jangka waktu gadai. Putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PKpdt2006 berpendapat sama dengan Majelis Hakim dalam pemeriksaan tingkat pertama Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 123pdt.G2003PN.JKT.PST bahwa perpanjangan jangka waktu gadai haruslah berdasarkan persetujuan para pihak. Oleh karena itu pemberitahuan perpanjangan gadai sampai dengan tanggal 1 Desember 2001 sesuai surat PT. BFI tanggal 28 November 2000 selain merupakan permintaan perpanjangan secara sepihak karena tidak pernah disetujui PT. APT sehingga tidak mengikat PT. APT. Jadi pada dasarnya, dalam pembuatan perjanjian gadai saham harus dihindari kemungkinan berakhirnya gadai saham sebelum utang debitur dibayar lunas. Perpanjangan perjanjian gadai saham tidak boleh bertentangan dengan ketentuan anggaran dasar perseroan yang mengeluarkan saham yang digadaikan itu, dan selanjutnya harus dicatat dalam daftar pemilik saham perseroan danatau daftar khusus perseroan yang bersangkutan Pasal 60 UUPT Tahun 2007. Dalam anggaran dasar perseroan, terdapat faktor yang dapat menghambat penjualan saham yang digadaikan. Menurut Pasal 57 ayat 1 UUPT Tahun 2007, dalam anggaran dasar dapat diatur persyaratan pemindahan hak atas saham, yaitu; Universitas Sumatera Utara keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham lainnya dan keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari organ perseroan. Apabila dalam anggaran dasar perseroan yang sahamnya digadaikan terdapat persyaratan yang dimaksud Pasal 57 ayat 1 UUPT Tahun 2007, maka jika kreditur dan pemberi gadai ingin membuat perjanjian gadai, maka dalam perjanjian gadai saham, kreditur harus mensyaratkan agar para pemegang saham yang lainnya secara tertulis dengan tegas melepaskan haknya untuk membeli saham yang akan digadaikan itu dan mereka setuju jika debiturpemberi gadai cidera janji, pemegang gadai dapat melakukan penjualan saham yang digadaikan tanpa perlu menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham lainnya. Selain itu dalam perjanjian gadai, kreditur juga mensyaratkan adanya persetujuan tertulis semua anggota organ perseroan yang persetujuannya disyaratkan oleh anggaran dasar peseroan, untuk memberi persetujuan kepada pemegang gadai menjual saham yang digadaikan dan selama utang debitur belum terbayar lunas, keanggotaan organ yang bersangkutan tidak dapat diubah tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari krediturpemegang gadai. Dari paparan terdahulu memperlihatkan bahwa hukum perjanjian menganut sistem terbuka. Asas kebebasan berkontrak contractvrijheid yang tercantum dalam ketentuan Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata, memperlihatkan bahwa hukum memberi kesempatan bagi semua pihak untuk membuat suatu perjanjian. Ketentuan tersebut sebenarnya memberikan jaminan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang mengadakan perjanjian dalam hal ini perjanjian gadai saham. Universitas Sumatera Utara Sebenarnya, terhadap asas kebebasan berkontrak, Pasal 1338 ayat 3 telah memberikan keadilan dan perlindungan yaitu dengan adanya asas itikad baik pada pelaksanaan perjanjian hingga perjanjian tersebut selesai. Jaminan keadilan itu juga dapat dipedomani dengan ketentuan yang ada pada Pasal 1337 KUHPerdata, bahwa suatu perjanjian akan dapat dibatalkan jika bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan yang baik dan atau ketertiban umum. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kapatutan , kebiasaan atau undang-undang. 451 Prinsip bahwa di dalam sebuah persetujuan orang menciptakan sebuah kewajiban hukum dan bahwa ia terikat pada janji-janji kontraktualnya dan harus memenuhi janji-janji ini, dipandang sebagai sesuatu yang sudah dengan sendirinya dan bahkan orang tidak lagi mempertanyakan mengapa hal itu demikian. Suatu pergaulan hidup hanya dimungkinkan antara lain bilamana seseorang dapat mempercayai kata-kata orang lain. 452 Nampaknya ilmu hukum tidak dapat menjelaskan lebih lanjut selain mengatakan bahwa kontrak tersebut mengikat, oleh karena hal itu adalah sebuah janji atau kesanggupan yang sama halnya dengan undang-undang. Apabila kepastian pemenuhan kesanggupan-kesanggupan yang dikandung oleh kontrak-kontrak itu tidak ada, maka keseluruhan sistem tukar-menukar di dalam masyarakat akan runtuh. 451 Pasal 1339 KUHPerdata. 452 Herlien Budiono, Het Evenwichtbeginsel, Op. Cit, hal 67 Universitas Sumatera Utara Hal ini yang menyebabkan bahwa kesetiaan terhadap kata yang diucapkan oleh karena itu tak lain adalah tuntutan akal sehat alami. 453 Janji terhadap kata yang diucapkan sendiri adalah mengikat. Persetujuan ini pada hakikatnya diletakkan oleh para pihak itu sendiri di atas pundak masing-masing dan menetapkan ruang lingkup dan dampaknya. Persetujuan mempunyai akibat hukum dan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak. 454 Keterikatan pada sebuah persetujuan terkandung dalam janji atau kesanggupan yang diberikan oleh para pihak yang satu terhadap yang lain. 455 Kata yang diucapkan itu bukanlah yang mengikat di sini, melainkan ucapan kata yang ditujukan kepada pihak lain tersebut; saya harus membayar, bukan karena saya menghendakinya, akan tetapi oleh karena saya telah menjanjikannya, artinya kehendak yang telah dinyatakan terhadap satu dan lain hal. 456 Beekhuis berpendapat bahwa dengan adanya ketentuan bahwa semua perikatan lahir dari persetujuan atau undang-undang, maka persetujuan ini dengan seketika menjadi sumber hukum di luar undang-undang. 457 Dengan demikian apa-apa yang telah diperjanjikan dalam perjanjian kredit yang didalamnya terdapat gadai 453 Asser-Hartkamp. Op.Cit, hal 37. 454 Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata. 455 Fried mendasarkan keterikatan ini pada moral: “Legal Obligation can be imposed only by the community, and so immposing it`sthe community must be pursuing its goal and imposing its standards, rather neutrally endorsing those of the contracting parties ,”kewajiban tentang hukum dapat dikenakan hanya oleh masyarakat, dan demikian pemaksaan adalah masyarakat harus mengejar tujuannya dan memaksakan standardnya, dengan cara netral menguasakan mereka yang dari pihak-pihak dalam kontrak “ Charles Fried, Contracts as Promise, A Theory of Contractual Obligation, Cambridge Massachussetts and London, England: Harvard University Press, 1981, hal. 2-3. 456 Herlien Budiono, Het Evenwichtbeginsel, Op. Cit, hal. 68. 457 J.M.Beekhuis. Contract en Contractvrijheid, rede Groningen 1953, Groningen Djakarta 1953, hal 5, dapat ditunjuk berbagai ketentuan, yang menjabarkan prinsip kebebasan berkontrak, Pasal 1329 KUHPerdata, dan Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata. Universitas Sumatera Utara saham pasti mengikat kepada pihak yang membuatnya. Adagium ungkapan pacta sunt servanda diakui sebagai aturan bahwa semua perjanjian yang dibuat oleh manusia-manusia secara timbal balik pada hakikatnya bermaksud untuk dipenuhi dan jika perlu dapat dipaksakan, sehingga secara hukum mengikat. Kredit 458 diberikan dengan jaminan gadai saham, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain, namun undang- undang tersebut tidak menentukan lebih lanjut mengenai bagaimana bentuk persetujuan pinjam-meminjam tersebut. Pengertian tentang perjanjian kredit belum dirumuskan dalam UUP Tahun 1998, oleh karena itu perlu untuk memahami pengertian perjanjian kredit yang diutarakan oleh para pakar hukum yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Di dalam praktik perbankan, setiap bank telah menyediakan blanko atau formulir perjanjian kredit yang isinya telah disiapkan terlebih dahulu standaardform. Blanko perjanjian kredit ini diserahkan kepada pihak nasabah debitur untuk disetujui dan tanpa memberikan kebebasan sama sekali untuk melakukan negosiasi atas syarat- syarat yang disodorkannya. Perjanjian demikian dikenal dengan perjanjian standar atau perjanjian baku 459 atau perjanjian adhesi. 458 Pasal 1 butir 11 UUP Tahun 1998: “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.” 459 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka, Op. Cit, hal. 47. Perjanjian baku adalah konsep tertulis yang disusun tanpa membicarakan isinya dan lazimnya dituangkan ke dalam sejumlah perjanjian tidak terbatas yang sifatnya tertentu. Universitas Sumatera Utara Penggunaan perjanjian baku bukan tanpa masalah. Masala-masalah yang dihadapi dalam perjanjian baku adalah: Pertama, mengenai keabsahan dari perjanjian baku. Kedua, sehubungan dengan pembuatan klausula-klausula atau ketentuan- ketentuan yang secara tidak wajar sangat memberatkan bagi pihak lainnya, terutama nasabah debitur. 460 Upaya perlindungan debitur sebagai konsumen yang berkaitan dengan gadai saham sebagai pelayanan jasa yang diberikan oleh bank tercantum dalam Pasal 18 UUPK Tahun 1999 tentang pencantuman klausula baku yang melarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen danatau perjanjian apabila menyatakan pengalihan tanggungjawab pelaku usaha ayat 1 huruf a Pasal 18 UUPK Tahun 1999, menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibeli ayat 1 huruf g Pasal 18 UUPK Tahun 1999, menyatakan konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran ayat 1 huruf h Pasal 18 UUPK Tahun 1999. Hal tersebut banyak terdapat dalam perjanjian- perjanjian kredit, yang memperlihatkan dominasi bank selaku kreditur yang menekan nasabah debitur untuk bersedia menerima persyaratan-persyaratan yang memberatkan. Penulis berpendapat bahwa Pasal 18 UUPK Tahun 1999, khususnya ayat 1 huruf g dan h, berimplikasi sangat luas terhadap perjanjian kredit bank. Walaupun 460 P.S Atiyah, An Introduction, Op. Cit, hal 18. Universitas Sumatera Utara ayat 1 huruf g dipergunakan sebagai salah satu klausula yang memberatkan bagi nasabah debitur, namun dalam batasan-batasan tertentu masih dipertahankan untuk digunakan, khususnya menghadapi regulasi tertentu yang cepat berubah dan berdampak luas bagi bisnis bank, misalnya regulasi dibidang transaksi ekspor-impor. Penulis berpendapat klausula ini masih dapat dipertahankan, sedangkan untuk diluar kasus ini, hendaknya tetap dipertimbangkan secara kasuistik. Sedangkan untuk ketentuan dalam ayat 1 huruf h, rumusan dalam ketentuan ini hendaknya dihapuskan. Pertimbangannya dalam hal jaminan gadai saham, jaminan saham dipergunakan dalam penyelesaian kredit nasabah debitur sebagai solusi terakhir, seandainya ia tidak dapat menyelesaikan seluruh kewajiban pinjamannya termasuk tunggakan kredit beserta bunga pinjaman dengan kapasitas yang dimilikinya. Merujuk pada Pasal 12 A ayat 1 UUP Tahun 1998, bahwa undang-undang ini memperkenankan bank untuk menguasai dan memiliki marjin jaminan atas jaminan nasabah debitur. Dengan ditunjang adanya suatu jaminan saham dalam pemberian kredit, berarti bank diberi kuasa untuk memasang ikatan atas jaminan kredit, baik berupa hak gadai saham. Tidak diperkenankannya bank untuk mendapatkan kuasa seperti yang tercantum dalam ayat 1 huruf h untuk fasilitas kredit yang digunakan untuk pembelian barang yang diangsur, menjadi kendala bagi dunia perbankan. Hal ini dikarenakan sebagian besar fasilitas kredit kecil, menengah, dan konsumtif, pada saat kredit direalisir, jaminan masih dalam proses. Selain itu jaminan yang dijaminkan merupakan barang yang dibeli secara angsuran, misalnya rumah atau kenderaan. Oleh karenanya, rumusan dalam Pasal 18 ayat 3 UUPK Universitas Sumatera Utara Tahun 1999 yang manyatakan batal demi hukum atas perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2, khususnya bagi lembaga perbankan adalah perjanjian kredit, menjadikan tidak berfungsinya lembaga bank dalam mengemban tugas untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Rumusan Pasal 18 ayat 3 UUPK Tahun 1999 akan sangat menghambat lembaga-lembaga intermediasi, termasuk bank. Menurut Herlien Budiono, larangan penggunaan klausula baku diberlakukan secara selektif, sebagaimana dianjurkan oleh ajaran penundukan kehendak yang relatif. 461 Menurut ajaran ini pada dasarnya teori kehendak wilstheori dianut tetapi hanya berlaku manakala adanya faktor kepercayaan vertrouwen yang termotifikasi dangan itikad baik yang harus sesuai dengan kepentingan hukum. Klausula baku lainnya yang tidak dilarang sebagaimana yang dikelompokkan dalam ketentuan Pasal 18 UUPK Tahun 1999 akan tetapi merupakan klausula yang memberatkan bagi salah satu pihak, dapat pula menjadi alasan untuk dimintakan pembatalan. Akan tetapi sepanjang dibuktikan tidak adanya penyalahgunaan keadaan, klausula baku adalah sah. Hal penyalahgunaan keadaan dapat diminimalisir dengan mengatur suatu sistem agar dapat melindungi kelompok ekonomi lemah dengan tetap berlandaskan kebebasan berkontrak bagi semua orang. Pengaturan sistem tersebut dapat berupa pembentukan suatu komisi pada Departemen Kehakiman yang bersama- sama dengan lembaga masyarakat terkait Bank Indonesia, Lembaga Konsumen, 461 Herlien Budiono, Asas Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Konsumen, pada Perjanjian Kredit. Dialog Hukum Mengenai Masalah Perkreditan Saat ini dan yang akan Datang . Ikatan Notaris Indonesia dan Perbanas, Jakarta: 29 Mei 2002, hal 21. Universitas Sumatera Utara Ikatan Notaris Indonesia meneliti dan mengkaji klausula baku dan standar baku sebelum digunakan, disahkan atau disetujui oleh menteri dan selanjutnya diumumkan di dalam berita negara Repulik Indonesia guna memenuhi asas publisitas. Universitas Sumatera Utara

BAB IV PENGATURAN YANG MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM