BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DEBITUR DAN KREDITUR
GADAI SAHAM YANG BERLANDASKAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM KREDIT PERBANKAN
Perlindungan hukum dalam transaksi perbankan, khususnya di bidang perkreditan dalam perjanjian gadai saham, merupakan hal yang patut dikedepankan
agar kepentingan para pihak dapat terlindungi. Wujud perlindungan hukum pada dasarnya merupakan upaya penegakan hukum. Penegakan hukum secara
konsepsional merupakan kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap
tindak sebagai penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.
Faktor-faktor yang patut dipertimbangkan dalam penegakan hukum adalah faktor hukumnya sendiri, faktor penegakan hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk
atau menerapkan hukum, faktor masyarakat, yakni tempat hukum tersebut berlaku dan diterapkan dan faktor kebudayaan, yakni hukum sebagai hasil karya, cipta, dan
rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Upaya penegakan hukum tidak terlepas dari cita hukum yang dianut masyarakat yang
bersangkutan ke dalam perangkat berbagai aturan hukum positif, lembaga hukum, dan proses terjadinya transaksi yang dibuat.
Universitas Sumatera Utara
Dalam rangka kebebasan berkontrak, hukum memberikan kesempatan bagi semua pihak untuk membuat perjanjian gadai saham. Dengan adanya itikat baik sejak awal
pembuatan dan pelaksanaan perjanjian gadai saham hingga selesainya perjanjian tersebut, sebenarnya memberikan jaminan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang
mengadakan perjanjian gadai saham sehingga diharapkan dapat memberikan keadilan bagi pihak yang melakukan perjanjian, dengan catatan perjanjian tersebut tidak
bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan yang baik dan ketertiban umum. Di dalam setiap pergaulan hidup yang telah mengalami tingkat perkembangan,
transaksi-transaksi barang-barang dan jasa-jasa telah dipertukarkan, terdapat berbagai kebutuhan akan persetujuan-persetujuan. Semakin pergaulan hidup tersebut mencapai
tingkat perkembangan yang lebih tinggi, maka tidak hanya dirasakan kebutuhan akan sejumlah besar kontrak yang beraneka ragam, tetapi juga pentingnya peningkatan
sebagaimana mestinya. Tanpa kepercayaan dan tanpa kepastian bahwa janji-janji serta kesanggupan-kesanggupan ini akan di penuhi, maka nampaknya tidak akan ada
masyarakat yang dapat berkembang dengan baik. Dan apabila kepastian itu hilang, maka lalu-lintas ekonomi akan terpuruk.
Kesetiaan akan janji yang telah diberikan merupakan persyaratan rasio alam. Dalam kaitan ini, pandangan yang diberikan oleh Aristoteles dalam Rethorica I, 14,
22: “......if you destroy the authority of contracts, the mutual intercourse of men is
destroyed”.
Universitas Sumatera Utara
“.....jika kita menghancurkan otoritas kontrak, maka hubungan timbal balik antara pribadi juga hancur.”
272
Prinsip bahwa kita terikat pada janji-janji dan kesanggupan-kesanggupan kontraktual bukan saja harus dipenuhi secara moral, tetapi juga secara hukum, dengan
asumsi kita berada dalam suatu masyarakat yang beradab dan maju. Dalam masyarakat seperti itu terdapat kebebasan untuk berpartisipasi dalam lalu-lintas
yuridis-ekonomis. Untuk itu suatu prinsip, yaitu adanya kebebasan berkontrak yang merupakan suatu bagian dari hak-hak dan kebebasan-kebebasan manusia.
273
Pembatasan-pembatasan dalam kebebasan untuk membuat perjanjian di dalam masyarakat nampaknya tidak dapat dihindari sesuai dengan kebutuhan dan tempat
tertentu dalam pergaulan hidup.
A.
Asas Kebebasan Berkontrak dalam Kredit Perbankan
Secara tradisional suatu perjanjian terjadi berlandaskan asas kebebasan berkontrak diantara dua pihak yang mempunyai kedudukan yang seimbang dan kedua
belah pihak berusaha untuk mencapai kesepakatan yang diperlukan bagi terjadinya perjanjian itu melalui proses negosiasi diantara mereka. Namun dewasa ini
kecenderungan makin memperlihatkan bahwa banyaknya perjanjian dalam transaksi bisnis yang terjadi bukan melalui proses negosiasi yang seimbang diantara para
272
Hartkamp-Asser-Rutten. Handeling tot de beofening van het Nederlands burgerlijk recht, verbintenissenrecht, Deel II, Alagemene leer der overeenkomsten, tiende druk, bewerkt door
Hartkamp. Deventer: Tjeen Willink, 1997, hal. 35
273
Ibid., hal.5.
Universitas Sumatera Utara
pihak, tetapi perjanjian itu terjadi dengan cara pihak yang satu telah menyiapkan syarat-syarat baku pada suatu formulir perjanjian yang sudah dicetak dan kemudian
disodorkan kepada pihak lainnya untuk disetujui dengan hampir tidak memberikan kebebasan sama sekali kepada pihak lainnya untuk melakukan negosiasi atas syarat-
syarat yang disodorkan yang merupakan bagian dari kebebasan berkontrak itu sendiri. Kebebasan tersebut harus mempunyai batasan-batasan tertentu agar tercapai rasa
keadilan bagi kedua belah pihak debitur dan kreditur. 1.
Asas kebebasan Berkontrak dan Perkembangannya a.
Pengertian Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak di dalam pustaka-pustaka yang berbahasa Inggris
dikenal dengan istilah “freedom of contract” “liberty of contract” atau “party autonomy
”. Defenisinya adalah:
274
“The doctrine that people have the right to bind themselves legally; a judicial concept that contracts are based on a mutual agreement and free choice, and
thus should not be hampered by external control such as governmental interference”
Menurut Treitel, ruang lingkup asas kebebasan berkontrak meliputi kebebasan bagi para pihak untuk menentukan dengan siapa dia ingin atau tidak ingin membuat
perjanjian dan kebebasan berkontrak meliputi kebebasan para pihak untuk menentukan sendiri isi perjanjian yang ingin mereka buat. Pendapat tersebut
274
Bryan A. Garner, ed., Black’s Law Dictionary, St. Paul: West Publishing Co. 2004, hal.
689.
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan bahwa kebebasan berkontrak itu tanpa batas.
275
Dan kebebasan tanpa batas ini dapat menimbulkan ketidak-adilan karena salah satu pihak dapat
menggunakan bargaining position-nya yang tinggi untuk menindas yang lemah.
276
Pernyataan Treitel di atas didasarkan pada pendapat bahwa asas kebebasan berkontrak digunakan untuk merujuk kepada dua asas umum general principle,
pertama yaitu asas yang mengemukakan bahwa hukum tidak membatasi syarat-syarat yang boleh diperjanjikan oleh para pihak, jadi hukum tidak bisa menganulir
perjanjian karena perjanjian tersebut kejam atau tidak adil bagi satu pihak. Asas kedua adalah bahwa pada umumnya seseorang menurut hukum tidak dapat dipaksa
untuk memasuki suatu perjanjian.
277
Maine memandang bahwa kebebasan berkontrak adalah suatu aspek hukum esensial dari kebebasan individu.
278
Hugo Grotius, seorang tokoh terkemuka dari aliran hukum alam, mengatakan bahwa hak untuk perjanjian adalah suatu dari hak
asasi manusia. Dikemukakannya bahwa ada suatu supreme body of law yang dilandasi oleh nalar manusia human reason yang disebutnya sebagai hukum alam
natural law. Ia beranggapan bahwa suatu kontrak adalah suatu tindakan sukarela dari seorang yang ia menjanjikan sesuatu kepada orang lain dengan maksud orang
lain itu akan menerimanya. Kontrak tersebut adalah lebih dari sekedar suatu janji,
275
Sutan Remy Syahdeini, Kebebasan Berkontrak, Op.Cit., hal 38-39.
276
Ridwan Khairandy, Itikad Baik, Op.Cit., hal 1-2.
277
Ibid.
278
Friedman, Teori dan Filsafat Hukum dan Masalah-masalah Kontemporer susunan III. Jakarta: Rajawali Pers, 1990, hlm.7.
Universitas Sumatera Utara
karena suatu janji tidak memberikan hak kepada pihak yang lain atas pelaksanaan janji itu.
279
Pendekatan hukum alam melandasi asas kebebasan berkontrak, yang ide dasarnya ialah bahwa setiap individu dapat membuat perjanjian dalam arti seluas-
luasnya, tanpa campur tangan dari pihak luar. Dengan demikian hukum ataupun negara tidak dapat campur tangan terhadap perjanjian yang dibuat oleh para pihak.
Pelopor dari asas kebebasan berkontrak, Thomas Hobbes, menyebutkan bahwa kebebasan berkontrak merupakan bagian dari kebebasan manusia. Menurut Hobbes
kebebasan hanya dimungkinkan apabila orang dapat dengan bebas bertindak sesuai dengan hukum.
280
Konsep ini didukung pula oleh John Stuart Mill yang menggunakan konsep kebebasan berkontrak melalui dua asas.
281
Asas umum pertama mengatakan bahwa “hukum tidak dapat membatasi syarat-syarat yang boleh
diperjanjikan oleh para pihak”. Artinya bahwa hukum tidak boleh membatasi apa yang telah diperjanjikan oleh para pihak yang telah mengadakan suatu perjanjian.
Asas umum yang pertama itu menegaskan bahwa para pihak bebas untuk menentukan sendiri isi perjanjian yang akan dibuat.
Asas umum kedua mengemukakan bahwa “pada umumnya seseorang menurut hukum tidak dapat dipaksa untuk memasuki suatu perjanjian”. Asas umum yang
kedua menegaskan bahwa kebebasan berkontrak meliputi kebebasan bagi para pihak
279
Peter Aronstam. Consumer Protection, Freedom of Contract and The Law. Cape Town: Juta and Company Limited,
1979, hal.1.
280
Ibid, hal.3.
281
Ibid, hal.3-4.
Universitas Sumatera Utara
untuk menentukan dengan siapa dia berkeinginan atau tidak berkeinginan membuat suatu perjanjian.
Konsep yang dikemukakan oleh Adam Smith mengatakan bahwa suatu peraturan perundang-undangan sepatutnya tidak dapat digunakan untuk mencampuri
kebebasan berkontrak karena kebebasan itu penting bagi kelanjutan perdagangan dan industri.
282
Sehubungan dengan itu, Adam Smith menentang keras peraturan perundang-undangan yang mengatur perjanjian-perjanjian kerja, karena campur
tangan yang demikian itu dapat mempengaruhi penawaran dari salah satu alat produksi yang terpenting dalam masyarakat industri, yaitu buruh.
Konsep lain datang dari Bentham, yang merupakan penganut paham utilitarisme. Menurut Bentham, ukuran yang menjadi patokan sehubungan dengan
kebebasan berkontrak adalah bahwa setiap orang dapat bertindak bebas, tanpa dapat dihalangi hanya karena memiliki posisi bargaining position atau posisi tawar untuk
dapat memperoleh uang untuk memenuhi kebutuhannya.
283
Juga tidak seorang pun sebagai satu pihak dalam suatu perjanjian dapat dihalangi untuk dapat bertindak
bebas memenuhi hal tersebut., asal saja pihak yang lain dapat menyetujui syarat- syarat perjanjian itu sebagai yang patut diterima. Dikatakannya pula bahwa secara
umum tidak seorang pun dapat mengetahui apa yang baik untuk kepentingan dirinya, kecuali dirinya sendiri. Pembatasan terhadap kebebasan berkontrak dengan demikian
282
Ibid, hal.3.
283
Sutan Remy Sjahdeini. Kebebasan Berkontrak Op.Ci., hal.44.
Universitas Sumatera Utara
adalah pembatasan terhadap kebebasan itu sendiri. Pemerintah tidak boleh ikut campur tangan dalam hal yang tidak dipahaminya.
Friedman mengatakan bahwa kebebasan berkontrak masih dianggap aspek yang esensial dari kebebasan individu tetapi tidak lagi memiliki nilai absolut seperti satu
abad yang lalu.
284
Demikian pula Subekti, berpendapat bahwa asas kebebasan berkontrak berarti para pihak dapat membuat perjanjian apa saja, asal tidak
bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.
285
Dasar tentang hak-hak dan kebebasan-kebebasan manusia dapat pula dicari di dalam persyaratan-persyaratan dan tuntutan-tuntutan pergaulan hidup. Pergaulan
hidup kita berbasiskan tatanan tukar-menukar barang-barang dan jasa-jasa yang menuntut adanya suatu kebebasan tertentu untuk mengadakan hubungan-hubungan
kontraktual.
286
Kepentingan umum menuntut kebebasan berkontak dan bahkan menentukan pula bagaimana dan sejauh mana kebebasan tersebut harus dibatasi. Pembatasan ini
tidak sama untuk segala waktu dan jaman, akan tetapi berada dalam konteks kemasyarakatan yakni harus diletakkan dalam kerangka latar belakang hubungan-
hubungan dan peimbangan-perimbangan kemasyarakatan, evolusi ekonomi, dan perubahan-perubahan pada pandangan-pandangan sosial.
284
Friedman, Legal Theory. Steven Sans Limited, Fifth Edition, 1967, hal.400.
285
Subekti, Hukum Perjanjian, Op.Cit., hal.15.
286
Hartkamp-Asser-Rutten. Op. Cit. hal.35
Universitas Sumatera Utara
Feenstra dan Margreet menyatakan kebebasan berkontrak ditinjau dari dua sudut, yakni dalam arti materiil dan formil.
287
Lebih lanjut dijelaskan: Pertama,
kebebasan berkontrak dalam arti materil adalah bahwa kita memberikan kepada sebuah persetujuan setiap isi atau substansi yang
dikehendaki, dan bahwa kita tidak terikat pada tipe-tipe persetujuan tertentu. Pembatasan-pembatasan terhadap persetujuan hanya dalam bentuk ketentuan-
ketentuan umum, yang mensyaratkan bahwa isi tersebut harus merupakan sesuatu yang halal dan menerapkan bentuk-bentuk aturan khusus, berupa
hukum memaksa bagi jenis-jenis persetujuan-persetujuan tertentu, misalnya persetujuan ketenaga-kerjaan dan persetujuan sewa-menyewa, gadai saham.
Kebebasan berkontrak dalam arti materiil dikenal dengan sistem terbuka persetujuan-persetujuan .
Kedua, kebebasan berkontrak dalam arti formil, yakni sebuah persetujuan dapat
diadakan menurut cara yang dikehendaki. Pada prinsipnya di sini tidak ada persyaratan apa pun tentang bentuk. Persesuaian kehendak atau kesepakatan
antara para pihak saja sudah cukup. Kebebasan berkontrak dalam arti formil sering juga dinamakan prinsip konsensualitas.
“Sistem terbuka” dan “konsensualitas” baru akan mendapat makna sepenuhnya bilamana kita menghubungkannya dengan akibat hukum dari suatu persetujuan, yakni
kekuatan mengikatnya. Prinsip bahwa orang terikat pada perkataan yang diucapkannya sendiri berasal dari etika. Hal tersebut telah ditemukan sejak jaman
kuno pada sejumlah peneliti yang tidak belatar belakang yuridis. Namun setelah itu terdapat perubahan situasi dan kondisi.
288
Di dalam ilmu hukum, pemikiran tentang keterikatan telah diambil alih. Hal tersebut telah dinyatakan dengan keterbatasan-keterbatasan yang dirumuskan secara
287
Feenstra dan Margreet Ahsmann. Contract, Aspecten van de Begrippen Contract en Contractsvrijheid in Hostorisch Perspectief.
Deventer: Kluwer, 1988, hal.5
288
Ibid, hal.5.
Universitas Sumatera Utara
lebih jelas lagi, seperti persyaratan bahwa yang diperjanjikan itu tidak boleh bertentangan dengan aturan-aturan hukum yang memaksa.
289
Prinsip “sistem terbuka” maupun prinsip “kekuatan mengikat” tersebut
mendapat dukungan dalam ketentuan Pasal 1374 ayat 1 BW atau dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata, yang berbunyi:
“Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Menurut J.H. Beekhuis, rumusan dalam pasal undang-undang ini mempunyai arti:
“Bahwa setiap warga negara sesuai dengan caranya masing-masing melalui kontrak tersebut bertindak selaku pembuat undang-undang di dalam suasana
pribadi, yang ada antara dia sendiri dengan sesama warga negaranya. ”
290
Perumusan Pasal 1374 ayat 1 BW atau Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata pada hakikatnya merupakan suatu penerjemahan harafiah dari Code Civil Perancis Pasal
1134, hanya pada Code Civil tidak ditemukan perkataan “semua”.
Code Civil,
291
yang menam bahkan unsur “dijadikan undang-undang”,
merupakan penjabaran formula dari seorang peneliti hukum alam Perancis pada akhir abad XVII, yaitu Jean Domat 1625-
1696. Perkatan “dijadikan undang-undang”,
289
Ibid, hal.5
290
Feenstra dan Margreet Ahsmann, Op. Cit, hal.5
291
http:id.m.wikipedia.orgwikiundang-undang_napoleonsection_language , Code Civil
adalah udang-undang sipil Prancis yang disusun pada masa kekuasaan Napoleon Bonaparte. Disusun secara cepat oleh komisi yang terdiri dari empat oerang ahli hukum terkenal Prancis dan mulai
diberlakukan pada tanggal 21 Maret 1804. Meskipun undang-undang ini bukanlah undang-undang sipil resmi yang pertama yang disusun di negara Eropa tapi dianggap sebagai undang-undang sipil pertama
yang berhasil dan sangat mempengaruhi perundang-undangan di banyak negara.
Universitas Sumatera Utara
memiliki pengertian bahwa dalam suatu kontrak, pihak-pihak diperkenankan membuat suatu janji atau syarat khusus yang menyimpang dari aturan-aturan umum
mengenai besarnya tanggung jawab yuridis; dan bilamana pihak-pihak melakukan hal ini, maka “kontrak tersebut telah memberikan undang-undang”
292
Tentang apa yang menyangkut kebebasan berkontrak dalam arti formil, yakni prinsip “konsensualitas”, pada umumnya dianggap sebagai sebuah “hadiah” kaum
Kanonik abad pertengahan para penyelenggara hukum kanonik, yakni hukum gereja. Dalam sebuah kodifikasi hukum kanonik
293
yang berasal dari abad XIII, dalam dekrit-dekrit Paus Gregorius IX yang berasal dari tahun 1234, ditemukan
bahwa “persetujuan-persetujuan, betapa pun tak lengkapnya hal itu, harus dipenuhi” pacta quantum cum que nuda servanda sund
294
Nampaknya orang akan berpikir bahwa sebuah ketentuan seperti itu, yang telah diformulasikan secara yuridis, juga mempunyai makna praktis. Akan tetapi hal ini
tidak demikian dan untuk kepentingan teori masih tetap berpengaruh selama beberapa abad, naskah-naskah hukum Romawi
295
yang mengandung hal-hal yang bertentangan dengan kebebasan berkontrak menghalang-halangi penerapannya lebih lanjut.
292
Feenstra dan Margreet Ahsmann, Op. Cit, hal.5-6
293
http:materi-kuliah-hukum.blogspot.com2008-11-01-archive.html , Sistem hukum Kanonik
adalah sistem hukum yang dianut oleh mereka yang tunduk pada peraturan peraturan gereja. Kitab hukum Kanonik 1983 dengan 1752 kanon terbagi menjadi dalam 7 tujuh buku dan setiap buku dalam
bagian, seksi, judul bab dan artikel.
294
Feenstra dan Margreet Ahsmann, Op. Cit, hal.6
295
http:statushukum.comsistem-hukum.html , Hukum Romawi adalah sistem hukum Eropa
kontinental yang biasa disebut dengan istilah “civil law”. Sistem hukum ini disebut sebagai hukum Romawi karena sistem hukum Eropa kontinental memang bersumber dari kodifikasi hukum yang
digunakan pada masa kekaisaran Romawi tepatnya pada masa pemerintahan Kaisar Yustinianus yang memerintah Romawi pada sekitar abad ke-5 antara 527 sampai dengan 565 M. Hal yang mendasar
dalam sistem hukum Eropa Kontinental adalah kepastian hukum merupakan tujuan hukum. Tujuan
Universitas Sumatera Utara
Namun, bagaimana pun juga hukum Kanonik telah menunjang seperlunya sehingga terdapat upaya-upaya secara terus-menerus mencari solusi untuk
menyingkirkan rintangan-rintangan hukum Romawi tersebut. Setelah abad XVI, tatkala berbagai negara berkenaan dengan materi tersebut
memposisikan diri secara lebih bebas lagi terhadap hukum Romawi dan ketika peneliti-peneliti hukum alam pun mulai memainkan peranan yang lebih besar, maka
prinsip konsensualitas tersebut juga di dalam praktik telah meluaskan ruang lingkup pengaruhnya.
296
b. Sejarah dan Perkembangan Asas Kebebasan Berkontrak
Asal mulanya asas kebebasan berkontrak lahir pada abad pertengahan di Eropa bersamaan dengan munculnya teori ekonomi klasik laissez faire yang
merupakan reaksi terhadap mercantile system.
297
Adam Smith dalam bukunya “ An Inquiry Into The Nature and Causes of The Wealth of Nations”, mengatakan bahwa sistem merkantilis tidak memajukan
pertumbuhan ekonomi suatu negara, melainkan menghambat pertumbuhan ekonomi dan kemajuan negara tersebut. Dengan tegas Adam Smith mengatakannya bahwa:
“Yang berupaya, entah dengan dorongan luar biasa, menarik sejumlah cukup besar modal masyarakat untuk ditanamkan pada jenis industri khusus tertentu
daripada yang mungkin secara alamiah terjadi; atau, dengan pembatasan luar biasa, mengalihkan secara paksa saham tertentu dari industri khusus tertentu
hukum tersebut hanya dapat diwujudkan apabila segala interaksi dan perilaku manusia dalam masyarakat diatur dalam peraturan yang tertulis. Dalam sistem hukumEropa Kontinental dikenal
adagium yang berbunyi bahwa tak ada hukum selain undang-undang atau dengan kata lain bahwa hukum merupakan undang-undang itu sendiri.
296
Feenstra dan Margreet Ahsmann, Op.Cit, hal.7
297
Essel R Dillavoul[et.al]. Principle of Business Law. New Jersey: Prentice Hall inc. 1962, hal. 51-55
Universitas Sumatera Utara
yang semestinya akan digunakan pada industri tersebut; sesungguhnya bertentangan dengan tujuan sejati yang hendak dicapainya. Sistem tersebut
menghambat , dan bukannya memacu, kemajuan masyarakat menuju kemakmuran dan kejayaan yang nyata; serta mengurangi dan bukannya
meningkatkan, nilai nyata dari hasil tahunan tanah dan
tenaga kerja”
298
Sistem ini juga dirasakan tidak adil karena dalam upayanya untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, ia memberi hak-hak istimewa bagi kelompok- kelompok tertentu, dan bukannya memberikan kebebasan ekonomi kepada semua
pelaku ekonomi.
299
Titik kulminasi pertumbuhan kebebasan berkontrak dicapai setelah revolusi Perancis dengan motto:
liberte’, egalite’, fraternite’, yang merupakan reaksi terhadap campur tangan negara yang ada sebelumnya, ketika kebebasan dibatasi oleh sejumlah
besar institusi sepe rti “gilden” atau perhimpunan-perhimpunan ahli pertukangan.
Pertumbuhan tersebut harus dilihat dalam konteks keadaan-keadaan kemasyarakatan dan perkembangan perdagangan dan lalu-lintas ekonomi, yang sejak
awal abad XVIII makin menguasai kehidupan kemasyarakatan. Para ahli ekonomi mulai belajar bahwa salah satu persyaratan bagi suatu tertib sosial terletak dalam
kebebasan individu, kebebasan bagi setiap orang untuk memperjuangkan kesejahteraan dan mengatur hubungan-hubungan sesuai dengan kehendaknya. Untuk
itu dilakukan berbagai penghapusan yakni, intervensi negara, perkumpulan gilden, semua ketentuan yang menghambat kebebasan tersebut.
298
Sonny Keraf. Pasar Bebas, Keadilan dan Peran Pemerintah. Yogyakarta: Kanisius, 1996, hal.214
299
Ibid, hal.215
Universitas Sumatera Utara
Salah satu persyaratan yakni adanya suatu tertib sosial di dalam kebebasan individu, yaitu kebebasan setiap orang untuk memperjuangkan kesejahteraannya dan
mengatur hubungan-hubungannya sesuai dengan apa yang dianggap baik.
300
Pengaruh individualisme dan doktrin liberal atas prinsip kebebasan berkontrak dapat kita dasarkan atas dua buah dalil, yaitu dikarenakan mengadakan perikatan-perikatan
kontraktual dan setiap perikatan kontraktual yang dibuat dengan bebas adalah adil dan patut dan oleh sebab itu memerlukan sanksi undang-undang.
301
Dikatakan oleh Asser, bahwa: “...hukum memberikan kepada manusia secara individual sebuah lingkaran,
yang didalamnya dengan bebas ia dapat menentukan regulasi apa yang hendak dipergunakannya.”
302
Dengan demikian ajaran-ajaran individualisme dan liberalisme mempunyai pengaruh yang besar, baik tehadap Code Civil maupun BW lama, yakni prinsip
bahwa persetujuan-persetujuan dapat dibuat dengan bebas. Dalam perkembangannya sejak tahun 1870 kebebasan berkontrak mengalami
kegagalan. Hal ini terbukti dengan adanya campur tangan dari peraturan perundang- undangan tehadap kebebasan berkontrak sejak peraturan perundang-undangam
tersebut dihasilkan oleh parlemen Inggris.
300
Herlien Budiono. Het Evenwichtbeginsel voor het Indonesisch Vor Contractenrecht. Dissertatie.
Leiden: 2001, hlm.72
301
Hartkamp-Asser-Rutten. Op. Cit, hal. 29
302
Ibid, hal. 29
Universitas Sumatera Utara
Atiyah berpendapat bahwa kegagalan kebebasan berkontrak disebabkan oleh masalah-masalah yang ditimbulkan oleh: externalities, monopoli dan kegagalan pasar
lainnya, dan consumer ignorance.
303
Di bawah ini akan dijelaskan hal-hal yang dimaksud oleh Atiyah yaitu: 1. Externalities
Externalities adalah biaya yang dibebankan kepada pihak-pihak yang
sebenarnya tidak harus memikul biaya itu atau sebaliknya tidak seharusnya menjadi manfaat bagi pihak-pihak lain, untuk mana imbalan jasa untuk itu tidak diperoleh.
Solusi yang disarankan oleh Pigou untuk mengatasi masalah tersebut adalah mengenakan pajak kepada mereka yang membebankan biaya-biaya terhadap pihak
lain atau dengan cara menawarkan subsidi kepada mereka yang memberikan manfaat kepada pihak yang lain itu.
304
Masalah externalities dapat diterangkan sebagai berikut: Apabila A da B membuat suatu perjanjian yang menguntungkan untuk kedua
belah pihak, hal ini tetap tidak dapat ditafsirkan bahwa prestasi dari suatu perjanjian sesuai dengan kepentingan masyarakat, kecuali bila jelas bahwa prestasi dari
perjanjian itu tidak akan membebankan biaya apapun kepada pihak ke tiga; atau lebih tepatnya bahwa prestasi itu tidak akan membebankan kepada pihak ke tiga melebihi
manfaat yang dapat diperoleh pihak ke tiga dari prestasi itu.
305
Kegagalan yang terjadi adalah ketidakmampuan mengatasi externalities, dimana memperhitungkan
303
Atiyah. The Raise and Fall of Freedom of Contract. Oxford: Clorendon Press, 1979, hal. 693
304
Ibid, hal. 620
305
Ibid, hal. 621
Universitas Sumatera Utara
jangkauan dari kebebasan para pihak yang membuat perjanjian itu untuk menyesuaikan hubungan kontraktual mereka dengan pihak ketiga. Meskipun
perjanjian itu sendiri tidak berkaitan dengan kepentingan orang lain selain para pihak itu sendiri, namun kemungkinan implikasi dari perjanjian itu terhadap pihak ke tiga
selalu ada. Pertama adalah yang menyangkut mereka yang kemungkinan akan menjadi pengganti para pihak, yang nantinya akan terikat dan berhak untuk
memperoleh manfaat dari perjanjian itu. Kedua, kepentingan dari kreditur dari para pihak yang hak-haknya mungkin dapat terpengaruh oleh pemakaian habis atau
kekayaan para pihak. Misalnya, penjualan barang secara kredit di mana penjual diberi hak di dalam perjanjian itu atas barang-barang tersebut terhadap tuntutan
pihak ketiga yang memperoleh hak dari pembeli. Caranya adalah dengan memperjanjikan hak milik penjual atas barang-barang itu belum beralih kepada
pembeli sebelum dilakukan pembayaran penuh atas barang-barang itu. Syarat tersebut menurut hukum mengikat pihak ke tiga.
2. Monopoli dan kegagalan pasar lainnya
Perkembangan dalam bidang industri dengan berdirinya asosiasi dagang, merger, dan pengaturan dagang secara bilateral antara tahun 1880 sampai dengan
1890 membuat para ekonom tidak mempercayai bahwa bentuk monopoli para bangsawan dan gilden yang telah dihapuskan akan hilang dan digantikan dengan
bentuk persaingan. Ternyata tidak demikian halnya. Dengan berkembangnya pasar internasional maka perdagangan secara internasional semakin meluas pula. Suatu
perusahaan yang telah mencapai skala raksasa akan menggeser semua saingannya di
Universitas Sumatera Utara
semua tempat. Penyebabnya berupa kegagalan dalam mengatasi masalah-masalah yang timbul dari monopoli dan masalah-masalah yang menyangkut perjanjian-
perjanjiannya yang bersifat mengadakan pembatasan. Setelah Perang Dunia II, terdapat perkembangan dari peraturan perundang-undangan dengan dibentuknya
Monopolies Comission dan Restrictive Practices Court, dengan mengubah iklim
untuk menggalakkan kembali kompetisi. Perjanjian-perjanjian kolektif mendapat penelitian dari pengadilan, demikian pula dengan monopoli dan merger dikendalikan
oleh peraturan perundang-undangan. Sebagai contoh putusan dalam perkara Esso Petroleum 1968
306
, di mana pengadilan menyatakan tidak sah suatu perjanjian yang menetetapkan suatu perusahaan minyak tanah setuju untuk memasok minyak tanah
kepada suatu pengecer dan melarang perusahaan pengecer itu menerima pasokan dari tempat lain selama 21 tahun. Pengadilan berpendapat bahwa pembatasan tersebut
merupakan “unreasonable in the interest of the public” dan mengakui bahwa dalam kasus ini para pihak tidak berada dalam kedudukan yang seimbang.
3. Consumer Ignorance Masalah berikutnya berkaitan dengan ketidaktahuan konsumen sehubungan
makin majunya teknologi dan makin beragamnya barang-barang yang diperdagangkan. Dalam hal konsumen bahkan juga suatu organisasi komersial tidak
memiliki pengetahuan yang cukup, maka tidak dapat dikatakan bahwa terdapat keserasian kepentingan antara perikatan pribadi dan kesejahteraan umum.
Sehubungan dengan itu maka negara menganggap perlu untuk mengeluarkan
306
Ibid, hal. 702
Universitas Sumatera Utara
peraturan perundang-undangan yang bertujuan untuk melindungi kepentingan konsumen. Atiyah mengkhawatirkan bahwa bagaimana pun juga ada kemungkinan
bahwa peraturan perundang-undangan itu tidak bertindak terlalu jauh, bahwa ada kemungkinan biaya untuk mengundangkan peraturan perundang-undangan itu
terpaksa dipikul oleh semua konsumen namun manfaatnya ternyata dinikmati hanya terbatas oleh sekelompok kecil konsumen yang tidak memiliki keterampilan.
307
Demikian juga di negara Belanda kebebasan berkontrak sejak pertengahan abad XIX telah direduksi oleh penguasa dengan mempersempit lingkaran kebebasan
tersebut. Sejumlah undang-undang diterbitkan oleh pemerintah yang menyebabkan kebebasan individu untuk mengatur hubungan-hubungan yang sesuai dengan
keinginannya mengalami reduksi yang semakin kuat. Hal ini didorong oleh pemikiran untuk memberikan proteksi kepada pihak
yang tergolong ekonomi lemah terhadap dominasi pihak lawannya atau bermotifkan pemberian perlindungan bagi kepentingan umum.
Sebagai contoh bertambah banyaknya jumlah aturan-aturan hukum memaksa, seperti halnya tercantum dalam Wet op Het Arbeidscontract 1907 Undang-Undang
Kontrak Kerja tahun 1907. Undang-undang ini melindungi para pekerja dalam hal ditiadakannya ketentuan kebebasan kehendak para pihak pada waktu mengatur
perihal gaji, tentang cara bagaimana membayar gaji dan kapan gaji itu dibayar dan mengenai pemberian ganti rugi jika terjadi pelanggaran kontrak.
308
307
Ibid, hal. 703
308
Herlien Budiono. Het Evenwichtbeginsel Op. Cit, hal. 72
Universitas Sumatera Utara
2. Asas Kebebasan Berkontrak dan Pembatasannya
a. Pembatasan dari Pemerintah dan peraturan Perundang-undangan
Sejak abad XIX, semakin banyak tekanan diletakkan pada kepentingan- kepentingan pergaulan hidup. Berbagai ketentuan perundang-undangan merupakan
saksi mengenai hal ini dan bahkan Portalis mengemukakan, ”La vraie liberte’
consiste dans une sage composition des droit et des pouvoir individuels avec le bien commun”. Hak-hak individu menemukan batas-batasnya di dalam kepentingan-
kepentingan masyarakat dan sebaliknya masyarakat harus mengindahkan hak-hak individu.
309
Sesungguhnya di sini kita melihat betapa sulitnya tugas pembuat undang- undang untuk menemukan keseimbangan yang tepat.
Kebebasan berkontrak adalah begitu esensial, baik bagi ruang dan peluang individu untuk dapat mengembangkan dan mengaktualisasikan diri, baik di dalam
kehidupan pribadi maupun di dalam lalu-lintas kemasyarakatan di satu sisi, dan pada sisi lainnya agar ia dapat memelihara kepentingan-kepentingan hukum dan harta
kekayaan, maupun untuk menyangkut masyarakat sebagai satu kesatuan. Dengan demikian kebebasan berkontrak dipandang oleh beberapa peneliti sebagai suatu hak
dasar, kendatipun tidak secara tertulis, tidak di atur di dalam undang-undang dasar, ataupun dipositifkan di dalam traktat-traktat hak-hak asasi manusia.
Ketentuan tentang kebebasan berkontrak tercantum dalam Pasal 8 dan 19 ayat 3 Undang-Undang Dasar Belanda. Hak-hak dasar yang di atur di dalamnya, yakni
hak untuk berserikat, hak untuk bebas memilih pekerjaan, hak “to the peaceful
309
Hartkamp-Asser-Rutten. Op. Cit, hal.33.
Universitas Sumatera Utara
enjoyment of his possesions ”, pada hakikatnya mengasumsikan untuk melakukan hak
untuk dengan bebas mengadakan kontrak agar dapat merealisasikan hak-hak itu.
310
Keberadaan dan berlakunya asas kebebasan berkontrak di Indonesia tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUHPerdata. Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata memiliki urutan setara dengan Undang-Undang dalam hierarki perundang-undangan
311
di Indonesia. Pasal 1329 jo Pasal 1330 KUHPerdata menetapkan bahwa setiap orang cakap
untuk membuat suatu perjanjian kecuali ditetapkan sebaliknya oleh undang-undang. Berarti ketentuan ini mengatur setiap orang bebas mengadakan perjanjian dengan
setiap orang yang dikehendaki asalkan cakap. Hal inipun tidak berlaku mutlak, karena berdasarkan Pasal 1331 KUHPerdata , bila pihak lainnya tidak menuntut pembatalan
melalui pengadilan, maka perjanjian tersebut tetap berlaku.
312
Pasal 1332 KUHPerdata menetapkan bahwa asalkan suatu perjanjian mengenai barang yang memiliki nilai
ekonomis, maka setiap orang bebas untuk memperjanjikannya.
310
Ibid, hal. 33.
311
Hierarki perundang-undangan di Indonesia untuk pertama kalinya di atur dalam Ketetapan MPRS Nomor XXMPRS1966, kemudian pada tahun 2000 MPR melakukan revisi melalui Ketetapan
MPR RI Nomor IIIMPR2000 tentang Sumber Hukum dan Tata urutan Peraturan Perundang- undangan. Dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 yang kemudian diganti dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan pada Pasal 7, secara hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-UndangPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Propinsi; dan
g. Peraturan Daerah KabupatenKota
312
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Op. Cit, hal. 45-49
Universitas Sumatera Utara
Untuk memberlakukan pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak melalui campur tangan pemerintah tidak dapat dilakukan dalam bentuk peraturan
yang memiliki derajat lebih rendah dari Undang-Undang. Oleh karena itu, hanya Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau
Peraturan perundang-undangan yang memiliki tingkatan lebih tinggi saja yang mempunyai kekuatan hukum untuk membatasi bekerjanya asas kebebasan
berkontrak, sedangkan perundang-undangan yang tingkatannya lebih rendah dari Undang-Undang, seperti Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri, dan peraturan
yang lebih rendah lainnya hanya dapat mengatur pelaksanaan dari pembatasannya yang telah ditetapkan sebelumnya oleh suatu Undang-Undang atau Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang dan bukannya menetapkan pembatasan itu sendiri.
Pembatasan kebebasan membuat perjanjian dalam gadai saham yang merupakan perlindungan hukum dalam bidang perkreditan mencakup perlindungan
hukum yang terdapat antara lain pada Undang-Undang Perbankan, dan Undang- undang perlindungan Konsumen. Ketentuan tersebut adalah: Pasal 29 ayat 1, 2,
3, dan 4 UUP Tahun 1998 yang merupakan ketentuan yang mengatur pembinaan dan pengawasan bank, memberikan konsekuensi bagi Bank Indonesia saat ini
Otoritas Jasa Keuangan untuk lebih efektif dalam melakukan pembinaan dan pengawasan bank.
Salah satu upaya perlindungan konsumen yang berkaitan dengan pelayanan jasa yang diberikan oleh bank tercantum dalam Pasal 18 ayat 1, 2, 3, dan 4 Undang-
Universitas Sumatera Utara
Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen UUPK Tahun 1999.
Bahwa Pasal 18 UUPK Tahun 1999, khususnya ayat 1 huruf g dan h, berimplikasi sangat luas terhadap perjanjian kredit bank. Walaupun ayat 1 huruf g dipergunakan
sebagai salah satu klausula yang memberatkan bagi nasabah debitur, namun dalam batasan-batasan tertentu masih dipertahankan untuk digunakan, khususnya
menghadapi regulasi tertentu yang cepat berubah dan berdampak luas bagi bisnis bank, misalnya regulasi di bidang transaksi eksport-import. Peneliti berpendapat
bahwa klausula ini masih dapat dipertahankan, sedangkan untuk di luar kasus ini, hendaknya tetap dipertimbangkan secara kasuistik. Sedangkan untuk ketentuan dalam
ayat 1 huruf h, rumusan dalam ketentuan ini hendaknya dihapuskan. Karena peneliti mempertimbangkan bahwa jaminan dipergunakan dalam penyelesaian kredit nasabah
debitur sebagai solusi terakhir, seandainya ia tidak dapat menyelesaikan seluruh kewajiban pinjamannya termasuk tunggakan kredit beserta bunga pinjaman dengan
kapasitas yang dimilikinya. Selain berlaku ketentuan-ketentuan dari UUPK Tahun 1999, karena perjanjian
standar pada dasarnya adalah juga perjanjian, maka ketentuan di dalam buku III KUHPerdata masih tetap berlaku bagi perjanjian standar. Ketentuan-ketentuan dalam
buku III KUHPerdata yang harus diperhatikan adalah: ketentuan tentang keabsahan suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata; dan ketentuan-
Universitas Sumatera Utara
ketentuan tentang kerugian akibat wanprestasi atau breach of contractnon performance,
sebagaimana diatur dalam Pasal 1243 KUHPerdata.
313
Merujuk pada Pasal 12 A ayat 1 UUP dan Pasal 18 UUPK Tahun 1999, bahwa undang- undang memperkenankan bank untuk menguasai dan memiliki marjin
jaminan atas agunan nasabah debitur. Dengan ditunjang adanya suatu jaminan dalam pemberian kredit, berarti bank diberi kuasa untuk memasang ikatan atas jaminan
kredit, baik berupa Hak Tanggungan, hak Gadai, Fiducia dan sebagainya. Tidak diperkenankannya bank mendapat kuasa seperti yang tercantum dalam ayat 1
huruf h Pasal 18 UUPK Tahun 1999 untuk fasilitas kredit yang digunakan untuk pembelian barang yang diangsur, menjadi kendala bagi dunia perbankan. Hal ini
dikarenakan sebagian besar fasilitas kredit kecil, menengah, dan konsumtif, pada saat kredit direalisir, jaminan masih dalam proses. Selain itu, jaminan yang dijaminkan
merupakan barang yang dibeli secara angsuran, misalnya rumah atau kenderaan. Oleh karenanya rumusan dalam Pasal 18 ayat 3 UUPK Tahun 1999 yang menyatakan
batal demi hukum atas perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2, khususnya bagi lembaga perbankan adalah perjanjian
kredit, menjadikan tidak berfungsinya lembaga bank dalam mengemban tugas untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Rumusan Pasal 18 ayat 3 UUPK Tahun 1999
313
Pasal 1243 KUHPerdata: Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi
perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.
Universitas Sumatera Utara
akan sangat menghambat lembaga-lembaga intermediasi, termasuk di dalamnya bank.
314
Selain itu di dalam UUPT Tahun 2007, sehubungan dengan pengaturan preemtive right yang merupakan ketentuan yang bersifat memaksa. Sebagai
konsekuensi hukumnya, bahwa dalam jaminan gadai preemtive right tidak dapat dikecualikan dengan jalan perjanjian gadai saham. Preemtive right hanya dapat
dikecualikan dengan syarat-syarat limitatif yang disebutkan pada Pasal 57 ayat 2 UUPT Tahun 2007 atau apabila telah dilepas oleh si pemilik preemtive right itu
sendiri. Pasal 1155 alinea 1 KUHPerdata memberi kemungkinan kepada para pihak
untuk membuat perjanjian lain selain yang ditetapkan dalam ketentuan tersebut, namun apabila benda yang digadaikan adalah saham, maka perjanjian gadai saham
tersebut seharusnya tidak bertentangan dengan Pasal 1155 alinea 2 dan tetap memperhatikan UUPT Tahun 2007 tentang preemtive right, kecuali apabila hak yang
diberikan dalam UUPT tahun 2007 tersebut tidak digunakan oleh pemilik saham lain. b.
Pembatasan dari kesusilaan dan ketertiban Umum Kebebasan berkontrak sebagai hak-hak dasar dalam pergaulan hidup
mempunyai arti asasi, sehingga memainkan peranan penting dalam hubungan dan perimbangan hukum, baik dalam hubungan-hubungan antara para warganegara dan
organisasi-organisasi hukum privat lainnya dengan penguasa maupun dalam
314
Selain itu dalam RUUPP Rancangan Undang-Undang Perkreditan Perbankan,Pasal 38 ayat 1 bah
wa:”Jaminan kredit yang diserahkan oleh debitur harus mempunyai harga dan nilai sekurang- kurangnya 125 seratus dua puluh lima persen dari jumlah kredit yang diterima oleh debitur.”
Universitas Sumatera Utara
hubungan-hubungan interaktif antara para warganegara berikut organisasi- organisasinya secara timbal balik.
Dalam kaitan ini, pada satu s isi dimungkinkan bahwa “keterlibatan
fungsional” dapat terlaksana melalui undang-undang dalam arti formil, misalnya sebuah norma hukum privat, yang menyatakan batal sebuah persetujuan, sedangkan
bila tidak adanya akibat hukum melalui undang-undang dalam arti formil di atas, maka hak dasar tersebut dapat dimanfaatkan oleh hakim untuk mengatur hubungan-
hubungan antara para warganegara, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pertama
, hakim menurunkan ketentuan hak dasar atau hak asasi manusia menjadi sebuah norma yang mengatur hubungan hukum perdata; dan kedua, hakim
memperhatikan dan memperhitungkan kepentingan yang terkandung dalam hak dasar ini atau nilai yang melekat padanya, dalam menerapkan ketentuan-ketentuan hukum
perdata, antara lain norma-norma terbuka seperti kesusilaan, ketertiban umum, itikad baik, dan kepatutan yang berlaku dalam masyarakat.
315
Peranan hakim dalam penerapan pengertian hukum privat yang terbuka seperti “bertentangan dengan kesusilaan” harus memperhatikan apa yang di atur pada
Pasal 1335, Pasal 1337, dan Pasal 1320 ayat 4 KUHPerdata. Pasal 1335 KUHPerdata berbunyi :
“Suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan.”
315
Hartkamp-Asser-Rutten. Op. Cit, hal.35.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 1337 jo 1320 ayat 4 KUHPerdata menetapkan: Suatu sebab adalah terlarang, apabila causa yang dilarang, dilarang oleh undang-undang, atau apabila
berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. Pembatasan asas kebebasan berkontrak di atas menyangkut dua kausa yaitu
kesusilaan dan ketertiban umum. Kesusilaan goede zeden merupakan istilah yang abstrak, yang isinya dapat
berbeda-beda di satu daerah dibanding dengan daerah lain dan di samping itu penilaian orang tentang kesusilaan berubah-ubah menurut perkembangan zaman.
316
Terdapat ketidaksamaan antara kausa yang tidak boleh bertentangan itu bersifat umum atau khusus. Sesudah tahun 1980, perubahan perkembangan yurisprudensi
tentang asas kebebasan berkontrak, tidak lagi menjadi asas mutlak, sebab hakim dapat memasuki kebebasan berkontrak itu dengan alasan yang rasional dan dapat
diterima masyarakat.
317
Mengenai ketidaksamaan ini, pendapat yang satu hanya mau menerima kesusilaan dalam lapangan terbatas, yaitu kalau ia merupakan penerapan moral umum
pada kalangan terbatas atau hubungan hukum tertentu, sedangkan pendapat lain yang luas mau menerima kesusilaan dalam kalangan yang terbatas, asal tidak bertentangan
dengan kesusilaan umum.
318
316
J.Satrio. Hukum Perikatan, Perikatan Yang lahir dari Perjanjian dan buku II. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995, hal. 109
317
Henry Pandapotan Panggabean, Peranan Mahkamah Agung Melalui Putusan-Putusan Hukum Perikatan
, Bandung: Alumni, 2008, 129-130.
318
J.Satrio. Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir, Op. Cit, hal.110
Universitas Sumatera Utara
Van Brekel lebih setuju dengan pendapat yang terbatas, dengan alasan bahwa sulit bagi hakim menerapkan norma moral, yang ia sendiri tidak yakin, karena ia
sendiri bukan datang dari kalangan tempat moral itu berlaku dan karenanya tidak sesuai dengan kesadaran moralnya.
319
Untuk menentukan suatu perjanjian bertentangan dengan kesusilaan atau tidak, Wirjono
Prodjodikoro memberikan contoh tentang “penjualan praktik” seorang dokter atau pengacara kepada rekan sejawatnya. Dikatakan olehnya bahwa
kesemuanya bergantung pada penerimaan masyarakat.
320
Kausa ketertiban umum berkaitan dengan kausa kesusilaan, karena apa yang bertentangan dengan kesusilaan umum mempunyai kaitan pula dengan ketertiban
umum. Hanya saja ketertiban umum di sini mempunyai arti yang lebih luas, meliputi keamanan negara. Dengan demikian dalam membicarakan kausa yang bertentangan
dengan undang-undang dan kesusilaan mempunyai kaitan dengan kausa yang bertentangan dengan ketertiban umum.
321
Pada umumnya yang dikatakan “ketetiban umum” adalah hal-hal yang berkaitan dengan masalah kepentingan umum, seperti
keamanan negara, keresaham dalam masyarakat, dan lain-lain, dan karenanya dikatakn mengenai masalah ketatanegaraan.
322
Salah satu masalah yang tampil ke permukaan tentang daya kerja horisontal hak-hak dasar, adalah bahwa dengan itu acapkali pertentangan-pertentangan
319
Brakel. Leerboek Van Het Nederlande Verbintenissenrecht. Zwole: Tjeenk, 1945, hal. 433-434
320
Wirjono Prodjodikoro. Asas-asas Hukum, Op.Cit., hal. 37
321
J.Satrio.Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir, Op. Cit, hal. 127
322
Wirjono Prodjodikoro. Asas-Asas, Op. Cit, hal. 37
Universitas Sumatera Utara
kepentingan-kepentingan memainkan peranan, yang kedua-duanya dapat menuntut perlindungan hak-hak dasar. Dengan sendirinya hakim di dalam kasus-kasus seperti
itu tidak mendasarkan putusannya pada suatu pertimbangan “abstrak” nilai-nilai hak-
hak dasar tersebut. Merupakan tugas hakim untuk menemukan putusan berdasarkan pertimbangan in concreto semua situasi dan kondisi tersebut, sebagaimana halnya
yang dilakukannya pada umumnya, di mana pada penerapan norma-norma terbuka ia harus memperhatikan dan memperhitungkan kepentingan-kepentingan antar pribadi
atau kepentingan-kepentingan pribadi dengan kepentingan-kepentingan umum yang saling bertentangan.
323
Kausa kesusilaan dan kausa ketertiban umum merupakan bentuk pembatasan berkontrak. Kebebasan berkontrak itu sendiri adalah sebuah nilai yang pada
prinsipnya mempunyai bobot yang sama seperti kepentingan yang dipositifkan di dalam undang-undang dasar yang harus dipertimbangkan, sehingga hakim harus
menilai keabsahan persetujuan tersebut melalui kedua buah kepentingan tersebut sesuai dengan situasi dan kondisinya.
c. Pembatasan dari Cacat dalam Kehendak
Unsur kesepakatan merupakan hal yang penting dalam keabsahan suatu perjanjian. Kesepakatan dapat terjalin melalui proses penawaran dan permintaan yang
dilakukan oleh para pihak. Penawaran adalah suatu usul yang disampaikan kepada pihak lawan untuk mengadakan suatu persetujuan, dan usul tersebut ditetapkan
sedemikian rupa sehingga dengan menerimanya akan terciptalah sebuah
323
Hartkamp-Asser-Rutten. Op. Cit, hal. 35-36
Universitas Sumatera Utara
persetujuan.
324
Dalam penawaran suatu perbuatan atau tindakan dilakukan melalui kata-kata atau sikap dan perilaku yang ditujukan kepada pihak lain. Akibat hukum
penawaran adalah bahwa atas beban pihak yang menawarkan terciptalah suatu kehendak wilsrecht bagi orang yang diarahkan penawaran tersebut.
325
Untuk mengetahui apakah kita menghendaki sesuatu, maka pertama-tama kehendak tersebut harus dinyatakan terlebih dahulu, artinya apakah sebuah
pernyataan sungguh-sungguh sejalan dengan apa yang dimaksudkan, sebagaimana hal itu ada dalam benak pihak-pihak yang bersangkutan. Hal yang tidak mudah untuk
mengklasifikasi kekuatan beraneka ragam jenis pernyataan, untuk memutuskan maksud dan tujuan pihak-pihak yang memberikan pernyataan tersebut. Pernyataan-
pernyataan yang diucapkan dengan sungguh-sungguh atau diarahkan langsung kepada seseorang mempunyai efek lebih pasti.
326
Pernyataan-pernyataan pada prinsipnya tidak terikat pada bentuk tertentu. Hal-hal itu dapat diberikan dengan tegas, namun dapat pula terselubung dalam satu
atau lebih sikap dan perilaku. Bentuk pemberian pernyataan-pernyataan kehendak dan lain-lain pemberitahuan tertuang dalam Pasal 3:37 ayat 1 KUHPerdata lama
“kecuali ditentukan lain, pernyataan-pernyataan termasuk pemberitahuan- pemberitahuan dapat diberikan dalam setiap bentuk dan dapat terselubung dalam satu
atau lebih sikap dan peril aku.”
324
Ibid, hal 135
325
Herlien Budiono, Op. Cit, hal.81
326
Herlien Budiono, Op.Cit., hal. 82
Universitas Sumatera Utara
Pemberian penawaran atau penerimaannya dapat dilakukan dengan segala sarana, yang di dalam lalu-lintas kemasyarakatan dipergunakan dan dipahami selaku
demikian. Kehendak para pihak yang ditujukan untuk terciptanya persetujuan harus
diberikan secara bebas. Kesepakatan yang terjadi dikarenakan tidak adanya kebebasan bagi para pihak untuk memberikan pernyataan yang tentunya juga
mempengaruhi kebebasan berkontrak, yaitu dwaling atau kekhilafan, dwang atau paksaan, bedrog atau penipuan, dan misbruik van omstandigheden atau
penyalahgunaan keadaan. 1. Kekhilafan
KUHPerdata tidak menjelaskan yang dimaksud dengan kekhilafan tetapi membatasi kekhilafan yang merusak kesepakatan adalah kekhilafan mengenai hakikat
barang yang menjadi pokok perjanjian dan kekhilafan mengenai diri seseorang. Pengertian tentang “hakikat barang”, menurut Hoge Raad, Arrest 30 Mei 1924 adalah
keadaan yang menjadi dasar dibuatnya perikatan oleh para pihak. “hakikat” di sini
tidak selalu berhubungan dengan benda berwujud tetapi juga dapat merupakan suatu benda tidak berwujud, seperti halnya dalam penanggungan. Menurut Subekti
kekhilafan terjadi apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-hal yang pokok dari apa yang diperjanjikan atau tentang sifat-sifat yang penting dari barang yang menjadi
objek perjanjian, ataupun mengenai orang dengan siapa diadakan perjanjian itu.
327
327
Subekti, Hukum, Op.Cit., hal.23
Universitas Sumatera Utara
Paksaan fisik tidak menimbulkan kesepakatan dari orang yang dipaksa, karenanya perjanjian itu adalah batal, bukan dapat dimintakan pembatalan.
328
2. Paksaan Pasal 1324 KUHPerdata merumuskan tentang paksaan
bahwa “suatu paksaan terjadi bila terdapat perbuatan yang sedemikian rupa hingga dapat menakutkan
seorang yang berpikiran sehat dan bila perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang tersebut bahwa dirinya atau kekayaan terancam dengan suatu kerugian
yang terang dan nyata”. Menurut Subekti, yang dimaksud denga paksaan adalah paksaan rohani atau paksaan jiwa psikis, jadi bukan paksaan badan fisik.
329
Paksaan dapat merupakan alasan untuk dimintakan pembatalan suatu perjanjian, bila paksaan itu dilakukan terhadap:
a. Orang atau pihak yang membuat perjanjian pasal 1323 KUHPerdata b. Suami atau isteri dari pihak perjanjian atau sanak saudara keluarga dalam garis
keturunan ke atas maupun ke bawah pasal 1325KUHPerdata. Paksaan yang dapat membatalkan suatu perjanjian bukan saja paksaan yang
dilakukan oleh pihak lawan tetapi juga mencakup paksaan yang dilakukan pihak ke tiga Pasal 1323 KUHPerdata. Pihak ketiga adalah pihak di luar perjanjian.
3. Penipuan
328
Ibid,.
329
Hardijan Rusli. Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993, hal. 71
Universitas Sumatera Utara
Pasal 1320 ayat 2 KUHPerdata menetapkan bahwa perjanjian atau kontrak tidak sah apabila dibuat tanpa adanya konsensus atau sepakat dari para pihak. Dengan
kata lain, asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh kesepakatan dari para pihak. Penipuan merupakan salah satu alasan yang merusak kesepakatan. Penipuan
yang dapat dijadikan alasan pembatalan perjanjian adalah tipu muslihat dari salah satu pihak yang sedemikian rupa sehingga terang dan nyata bahwa pihak yang lain
tidak akan membuat perikatan itu jika ada tipu muslihat Pasal 1328 KUHPerdata. Menurut Subekti, penipuan terjadi apabila satu pihak dengan sengaja memberikan
keterangan-keterangan palsu atau tidak benar disertai dengan tipu muslihat untuk membujuk pihak lawannya memberikan perjanjiannya.
330
Bl ack’s Law Dictionary menyebutkan bahwa misrepresentation adalah:
“any manifestation by words or other conduct by one person to another that under the circumtances amounts to on assertation not in accordance with the
facts” “setiap pernyataan dengan kata-kata atau perbuatan oleh seseorang kepada orang lainnya yang dalam hal ini adalah merupakan suatu pernyataan
yang tidak sesuai dengan fakta”.”
331
Misrepresentation atau penipuan dapat dibagi dalam dua macam, yaitu
penipuan material dan penipuan fraudelent. Penipuan material terjadi bila suatu pernyataan yang tidak benar itu menyebabkan orang yang berpikir waras reasonable
person atau orang-orang tertentu the particular person memberikan
330
Subekti. Hukum, Op. Cit.. hal. 24
331
Black‟s, Black’s Law Dictionary, Op.Cit., hal. 1001
Universitas Sumatera Utara
kesepakatannya untuk suatu transaksi, sedangkan suatu penipuan fraudelent tejadi bila pernyataan yang tidak benar disertai dengan maksud atau keinginan dari pembuat
pernyataan untuk mempengaruhi pihak lawannya agar percaya. Penipuan harus merupakan pernyataan yang tidak benar tentang suatu kenyataan yang ada pada
waktu pernyataan itu dibuat. 4. Penyalahgunaan keadaan
Pada Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata menetapkan bahwa para pihak harus beritikad baik sejak saat perikatan itu dibuat sampai dengan perikatan itu selesai
pembuatan dan pelaksanaan kontrak. Jadi kebebasan berkontrak yang dimiliki para pihak harus digunakan dengan itikad baik. Pelaksanaan perjanjian secara itikad baik
berarti perjanjian harus dilaksanakan sesuai kepatutan dan keadilan naar redelijkheid en bilijkheid
.
332
Dengan demikian, asas itikad baik mengandung pengertian bahwa kebebasan suatu pihak dalam membuat perjanjian tidak dapat diwujudkan
sekehendaknya tetapi dibatasi oleh itikad baiknya. Kesimpulannya adalah asas itikad baik merupakan salah satu instrumen hukum untuk membatasi kebebasan berkontrak
dan kekuatan mengikatnya perjanjian.
333
Dalam hukum perdata terdapat perkembangan baru yang perlu dikaji dalam hubungannya dengan penerapan asas kebebasan berkontrak, yaitu muncul ajaran
penyalahgunaan keadaan misbruik van omstandiggeden; undue influence. Penyalahgunaan dikategorikan sebagai cacat kehendak wilsgebrek, karena lebih
332
Putusan Pengadilan Tinggi Bandung No. 911970PerdPTB, Ny. Lie Lian Joun v. Arthur Tutuarima.
333
Ridwan Khairandy, Op. Cit. hal. 33
Universitas Sumatera Utara
sesuai dengan isi dan hakikat penyalahgunaan keadaan itu sendiri. Ia tidak berhubungan dengan syarat-syarat obyektif perjanjian
334
, melainkan mempengaruhi syarat-syarat subyektifnya. Menggolongkan penyalahgunaan kehendak sebagai salah
satu bentuk cacat kehendak, lebih sesuai dengan kebutuhan konstruksi hukum dalam hal seseorang yang dirugikan menuntut pembatalan perjanjian. Gugatan atas dasar
penyalahgunaan keadaan terjadi dengan suatu tujuan tertentu. Penggugat seharusnya mendalilkan bahwa perjanjian itu sebenarnya tidak dikehendakinya, atau perjanjian
itu tidak dikehendakinya dalam bentuknya yang demikian.
335
Seperti halnya asas kebebasan berkontrak, penyalahgunaan keadaan akan sangat membantu dalam
menyelesaikan kasus-kasus yang berkaitan dengan masalah perjanjian. Ajaran penyalahgunaan keadaan pada dasarnyan menyangkut perwujudan asas kebebasan
berkontrak. Penyalahgunaan yang mengganggu adanya kebebasan kehendak bebas untuk mengadakan persetujuan sehingga penyalahgunaan merupakan salah satu
alasan untuk membatalkan perjanjian.
336
Menurut Hartkamp, dalam hal penyalahgunaan keadaan, persetujuan-persetujuan, hilang keseimbangan dan
pertimbangan antara prestasi-prestasi, dan diarahkan pada pembatasan baik terhadap kebebasan berkontrak maupun masalah kekuatan mengikat persetujuan. Dalam hal
pihak yang dikemudian hari mengalami kerugian yang cukup besar, ia tidak lagi
334
Setiawan. Asas Kebebasan Berkontrak dan Kedudukan Yang Seimbang daro Para Pihak dalam Perjanjian.
Media Notariat No. 28-29, tahun VIII, Juli-Oktober 1993, hal. 12
335
Ibid, hal. 12-13
336
Herlien Budiono . Kebebasan Berkontrak dan kedudukan yang Seimbang dalam Suatu Perjanjian.
Media Notariat No. 28-29, tahun VIII, Juli-Oktober 1993, hlm. 31
Universitas Sumatera Utara
berkewajiban untuk memenuhi persetujuan yang telah dibuat.
337
Oleh karenanya penyalahgunaan keadaan dikategorikan sebagai kehendak yang cacat karena tidak
berhubungan dengan syarat-syarat objektif perjanjian, melainkan mempengaruhi syarat-syarat subjektifnya.
Penyalahgunaan keadaan yang terjadi dalam Niew burgerlijke Wetboek NBW dtentukan 4 empat syarat terjadinya penyalahgunaan keadaan, yaitu:
1 Keadaan-keadaan istimewa bijzondere omstandigheden, seperti keadaan darurat,
ketergantungan, ceroboh, jiwa kurang waras, dan tidak berpengalaman; 2
Suatu hal yang nyata kenbaarheid, disyaratkan bahwa salah satu pihak mengetahui atau semestinya mengetahui bahwa pihak lain karena keadaan
istimewa tergerak hatinya untuk menutup suatu perjanjian; 3
Penyalahgunaan misbruik, salah satu pihak telah melaksanakan perjanjian itu walaupun ia mengetahui atau seharusnya mengerti bahwa dia seharusnya tidak
melakukannya; 4
Hubungan kausal causaal verband, adalah penting bahwa tanpa menyalahgunaan keadaan itu maka perjanjian itu tidak akan ditutup.
338
Ajaran penyalahgunaan keadaan dibedakan dalam 2 dua hal, yaitu: 1
Penyalahgunaan keunggulan ekonomi a. Suatu pihak harus mempunyai keunggulan ekonomis terhadap yang lain; atau
337
Hartkamp-Asser-Rutten. Op. Cit, hal. 32
338
Henry Panggabean. Penyalahgunaan Keadaan Misbruik van Omstandigheden Sebagai Alasan Baru Untuk Pembatalan Perjanjian
Berbagai Perkembangan Hukum di Belanda. Yogyakarta: Liberty, 1992, hal. 40
Universitas Sumatera Utara
b. Pihak lain terpaksa mengadakan perjanjian 2
Penyalahgunaan keunggulan kejiwaan.
339
a. Salah satu pihak menyalahgunakan ketergantungan relatif, seperti hubungan kepercayaan istimewa antara orang tua dan anak, suami dan isteri, dokter dan
pasien, pendeta dan jemaat; atau b. Salah satu pihak menyalahgunakan keadaan jiwa yang istimewa dari pihak
lawan, seperti adanya gangguan jiwa, tidak berpengalaman, kurang pengetahuan, kondisi badan yang tidak baik, dan sebagainya.
Ajaran penyalahgunaan keadaan mengandung 2 dua unsur, yaitu: 1. Adanya kerugian yang diderita satu pihak;
2. Adanyan penyalahgunaan kesempatan oleh para pihak pada saat terjadinya perjanjian.
340
Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa kebebasan berkontrak walaupun memberi kebebasan yang luas terhadap setiap orang, tetapi terdapat pembatasan.
Pembatasan tersebut adalah itikad baik dan peraturan perundang-undangan. Sifat memaksa dari undang-undang dapat juga dijadikan batasan kebebasan berkontrak.
Jadi a contrario sepanjang isi dari perjanjian tersebut mengenai hukum yang bersifat mengatur, maka setiap orang dapat mengecualikannya. Sebaliknya, bila hal yang
disepakati termasuk ketentuan yang bersifat memaksa, maka hal tersebut tidak dapat dikecualikan.
339
Ibid, hal.44
340
Ibid,
hal. 64
Universitas Sumatera Utara
3. Asas Kebebasan Berkontrak dalam Perjanjian Kredit Bank
Pasal 1320 ayat 4 juncto Pasal 1337 KUHPerdata menetapkan asal saja bukan mengenai kausa yang dilarang oleh undang-undang atau bertentangan dengan
kesusilaan baik atau ketertiban umum, maka setiap orang memiliki kebebasan untuk memperjanjikannya.Dalam KUHPerdata, selain ketentuan di atas, tidak terdapat
ketentuan yang mengharuskan maupun yang melarang seseorang untuk mengikatkan diri atau tidak mengikatkan diri dalam suatu perjanjian. Hal ini sesuai dengan ruang
lingkup dari asas kebebasan berkontrak. Berlakunya asas konsensualitas dalam hukum perjanjian Indonesia semakin
memantapkan adanya kebebasan berkontrak. Tanpa adanya sepakat dari salah satu pihak dalam membuat suatu perjanjian, maka perjanjian yang dibuat tidak sah.
Pada tahun 1934, Benedity melihat bahwa ada fenomena-fenomena suatu evolusi sebuah kontrak “otonom” ke arah yang sedikit banyak “heteronom”; dari
penentuan “sendiri” sebuah kontrak menjurus “penetapan” hal itu oleh yang berwajib.
341
Dalam proses campur tangan penguasa di dalam hukum privat bertambah banyak jumlahnya, maka makin lama makin banyak pula unsur-unsur hukum publik
dijumpai di dalam hukum privat.
342
Pembatasan-pambatasan dalam kebebasan berkontrak menjadikan para pihak tidak leluasa untuk mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajibannya secara timbal
balik menurut kehendak sendiri. Sepertinya hampir tidak dijumpai lagi persetujuan, di
341
Herlien Budiono, Het Evenwichtbeginsel, Op. Cit, hal. 72
342
Ibid, hal. 73
Universitas Sumatera Utara
mana kedua prestasi ini adalah benar-benar terpenuhi berdasarkan hasil negosiasi kedua belah pihak. Dengan demikian persyaratan-persyaratan yang dengan bebas
dikemukakan para pihak semakin sedikit, dan lebih banyak dipaksakan melalui peraturan atau seperti
yang diungkapkan oleh Pitlo “kebebasan berkontrak adalah sebuah fiksi”
343
Di dalam doktrin, tendensi ke arah pembatasan kebebasan berkontrak dapat dilihat, meskipun dalam skala yang tidak terlalu tampak. Dorongan itu terutama
tampil ke permukaan dengan memberi ruang lingkup yang luas kepada pengertian- pengertian keadilan dan kepatutan, kesusilaan dan ketertiban umum, dan di dalam
pembuatan kontrak-kontrak. Ditinjau secara formal kebebasan berkontrak tetap dipertahankan, namun isi
hubungan kontraktual pada hakikatnya ditentukan oleh seperangkat aturan yang telah ditetapkan sebelumnya. Hukum mengalami proses sosialisasi melalui pergeseran
tekanan dari kepentingan pribadi ke arah kepentingan bersama. Jadi, di sini dijumpai tindakan pendesakan ke belakang unsur-unsur hukum privat dan penarikan ke depan
unsur-unsur hukum publik. Suatu akibat jelas dari tindakan ini adalah adanya pengikisan kebebasan pribadi manusia.
344
Di dalam perkembangannya, kebebasan berkontrak hanya dapat mencapai tujuannya bila para pihak mempunyai posisi tawar yang seimbang. Jika salah satu
pihak lemah, maka pihak yang memiliki posisi tawar lebih kuat dapat memaksakan
343
Pitlo. Evolutie in Het Privaatsrecht. Haarleem: 1969, hlm. 173
344
Herlien Budiono, Het Evenwichtbeginsel, Op. Cit. hal. 73
Universitas Sumatera Utara
kehendaknya untuk menekan pihak lain bagi keuntungannya sendiri. Oleh karenanya, syarat atau ketentuan-ketentuan dalam perjanjian seperti itu akan melanggar rasa
keadilan. Di dalam kenyataanya tidak selalu para pihak memiliki posisi tawar yang seimbang, sehingga negara dapat campur tangan untuk melindungi pihak yang
lemah.
345
Keadaan seperti ini dapat berlaku dalam hubungan antara bank selaku kreditur dan nasabah peminjam selaku debitur. Dikarenakan posisi bank selaku kreditur yang
menjelma dalam bentuk perusahaan besar dan pemilik dari dana, maka dapat diasumsikan memiliki posisi tawar yang kuat terhadap nasabah debitur.
Dalam perjalanan dari asas berkontrak, berlakunya asas ini tidaklah mutlak. KUHPerdata memberikan pembatasan berlakunya asas kebebasan berkontrak.
Pembatasan-pembatasan yang terdapat dalam KUHPerdata, dapat dilihat dalam ketentuan:
Pasal 1320 ayat 1 KUHPerdata menentukan bahwa perjanjian tidak sah apabila dibuat tanpa adanya dari pihak yang membuatnya. Ketentuan ini memberikan
petunjuk bahwa hukum perjanjian dikuasai oleh “asas konsensualitas”. Ketentuan
Pasal 1320 ayat 1 KUHPerdata tersebut mengandung pengertian bahwa kebebasan suatu pihak untuk menentukan isi perjanjian dibatasi oleh sepakat pihak lainnya atau
dapat dikatakan bahwa asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh asas konsensualitas. Pasal 1320 ayat 2 KUHPerdata dapat disimpulkan bahwa kebebasan untuk
membuat suatu perjanjian dibatasi oleh kecakapan. Seseorang yang menurut
345
Ibid, hal. 38-39
Universitas Sumatera Utara
ketentuan undang-undang tidak cakap untuk membuat perjanjian, sama sekali tidak memiliki kebebasan untuk membuat perjanjian.
Pasal 1320 ayat 4 Pasal 1337 KUHPerdata menentukan bahwa para pihak tidak bebas untuk membuat perjanjian yang menyangkut kausa yang dilarang oleh
undang-undang atau bertentangan dengan kesusilaan baik atau bertentangan dengan ketertiban umum.
Pasal 1332 KUHPerdata memberikan arah mengenai kebebasan para pihak untuk membuat perjanjian sepanjang menyangkut objek perjanjian. Menurut
ketentuan ini adalah tidak bebas untuk memperjanjikan setiap barang apapun, hanya barang-barang yang mempunyai nilai ekonomis saja yang dapat dijadikan objek
perjanjian. Selain berbagai pembatasan dalam KUHPerdata, penerapan asas kebebasan
berkontrak dalam hubungan dengan perkreditan bank dibatasi oleh beberapa asas, yaitu kepercayaan fiduciary relation, kerahasian confidential relation, dan kehati-
hatian prudential relation. 1. Asas kepercayaan fiduciary relation
Asas kepercayaan adalah suatu asas yang menyatakan bahwa usaha bank dilandasi oleh hubungan kepercayaan antara bank dan nasabahnya.
346
Bank berusaha dari dana masyarakat yang disimpan berdasarkan kepercayaan, sehingga setiap bank
346
Rachmad Usman. Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta: Gramedia, 2001, hlm.16
Universitas Sumatera Utara
perlu untuk menjaga kesehatannya dengan tetap memelihara dan mempertahankan kepercayaan masyarakat.
Symons, Jr., mengatakan bahwa hubungan antara bank dan nasabah bukanlah sekedar hubungan debitur-kreditur semata tapi lebih dari itu. Dilihat dari transaksi
loan to deposite adalah hubungan debitur-kreditur. Namun mengingat status bank
sebagai a place of special safety and probity, maka hubungan tersebut adalah fiduciary
.
347
Ketentuan tentang hubungan kepercayaan fiduciary relation mendapat perhatian dari Ogilive yang mengemukakan sebagai berikut:
“The Banker and cotumer relationship is no longer simply one of debtor and creditor. In the past three decades the courts, slowly but steadily have found
that in special circumtances banks are subject to additional higher duties in tort or as fiduciary over and above their contractual duties, whether derived from
an express contract or the common law
”,
348
artinya: “Hubungan antara bank dan nasabah tidak hanya sekedar kreditur-debitur.
Dalam tiga dekade terakhir pengadilan secara perlahan tapi mantap telah mengemukakan bahwa dalam perbankan tunduk kepada tugas-tugas tambahan
keadaan istimewa seperti halnya perbuatan melawan hukum tort atau sebagai kepercayaan fiduciary di samping tugas-tugas yang sesuai dengan perjanjian
diantara mereka, apakah yang dari perjanjian atau dalam common law
.” Selanjutnya menurut Sutan Remy Sjahdeini, hubungan bank dan nasabah
penyimpan dana adalah hubungan pinjam-meminjam uang antara debitur bank dan kreditur penyimpan dana yang dilandasi oleh asas kepercayaan. Demikian pula
hubungan antara bank dengan nasabah debitur juga bersifat hubungan kepercayaan yang membebankan kewajiban kepercayaan fiduciary obligation oleh bank terhadap
nasabahnya. Bank hanya bersedia memberikan kredit kepada nasabah debitur atas
347
Edward L.Symons and James J. White. Bankin Law, Teaching Materials. Second Edition. St.Paul Minnesota: West Publishing Co, 1984, hlm.285
348
M.H. Ogilvie. Canadian Banking Law. Toronto: Creswell, 1991, hlm. 431
Universitas Sumatera Utara
dasar kepercayaan bahwa nasabah debitur mampu dan mau membayar kembali kreditnya tersebut.
349
Asas kepercayaan tercantum dalam Pasal 29 ayat 4 Undang- Undang Perbankan Tahun 1998, berbunyi:
“Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah
yang dilakukan melalui bank.” Penjelasan Pasal 29 ayat 4 UUP Tahun 1998:
“Penyediaan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian nasabah dimaksudkan agar akses untuk memperoleh informasi perihal kegiatan
usaha dan kondisi bank menjadi lebih terbuka yang sekaligus menjamin adanya transparansi dalam dunia perbankan. Informasi tersebut dapat memuat keadaan
bank, termasuk kecukupan modal dan sekaligus aset. Apabila informasi tersebut telah disediakan, bank dianggap telah melaksanakan ketentuan ini. Informasi
tersebut perlu diberikan dalam hal bank bertindak sebagai perantara penempatan dana dari nasabah, atau pembelianpenjualan surat berharga untuk
kepentingan dan atas perintah nasabahnya.” Transparansi informasi mengenai produk bank sangat diperlukan untuk
memberikan kejelasan pada nasabah mengenai manfaat dan risiko yang melekat pada produk bank. Direksi bank bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan dan
prosedur transparansi mengenai produk bank tersebut. Produk bank adalah produk dan atau jasa perbankan termasuk produk dan atau jasa lembaga keuangan bukan
bank yang dipasarkan oleh bank sebagai agen pemasaran. Dalam hal produk bank terkait dengan penghimpunan dana, bank wajib memberikan informasi mengenai
program penjaminan terhadap produk bank. Bank memberikan informasi yang akurat dan sebenarnya mengenai produk bank yang akan dimanfaatkan nasabah dengan
349
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Op. Cit, hal. 167-168
Universitas Sumatera Utara
memenuhi etika penyampaian informasi yang berlaku umum. Pemberian informasi dianggap menyesatkan mislead apabila bank memberikan informasi yang tidak
sesuai dengan fakta, misalnya menyebutkan produk reksadana sebagai deposito. Pemberian informasi dianggap tidak etis misconduct antara lain apabila memberikan
penilaian negatif terhadap produk bank lain. Tranfaransi informasi mengenai produk bank menjadi suatu kebutuhan yang tidak dapat dihindari untuk menjaga kredibilitas
lembaga perbankan sekaligus melindungi hak-hak nasabah sebagai konsumen pengguna jasa perbankan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang No. 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
350
Terkait perlindungan konsumen nasabah jasa keuangan diatur juga dalam Peraturan OJK No. 1POJK.72013 tentang
Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, bahwa pelaku usaha jasa keuangan wajib menyediakan danatau menyampaikan informasi mengenai produk danatau
jasa layanan yang akurat, jujur, jelas, dan tidak menyesatkan, dan juga wajib menyampaikan informasi yang terkini dan mudah diakses kepada konsumen tentang
produk danatau layanan. Informasi tersebut dituangkan dalam dokumen atau sarana lain yang dapat digunakan sebagai alat bukti.
351
2. Asas Kerahasiaan confidential relation. Asas kerahasiaan adalah asas yang mengharuskan atau mewajibkan bank
merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan yang menurut
350
Peraturan Bank Indonesia No. 76PBI2005 tentangTransparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah
351
Pasal 4 dan Pasal 5 Peratran Jasa Keuangan No. 1POJK.072013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan
Universitas Sumatera Utara
kalaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan. Kerahasiaan ini untuk kepentingan sendiri karena bank memerlukan kepercayaan masyarakat yang menyimpan dananya
di bank. Masyarakat hanya akan mempercayakan uangnya atau memanfaatkan jasa bank apabila bank menjamin bahwa tidak akan ada penyalahgunaan tentang
simpanannya. Asas kerahasiaan diatur dalam Undang-Undang Perbankan Tahun 1998,
dalam pasal-pasal: Pasal 40 ayat 1 UUP Tahun 1998:
“Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaiman dimaksud dalam pasal 41, pasal 41
A, pasal 42, pasal 44, dan pasal 44 A”. Pasal 40 ayat 2 UUP Tahun 1998:
“ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 berlaku pula bagi pihak terafiliasi”
Penjelasan pasal 40 ayat 1 UUP Tahun 1998: “Apabila nasabah bank adalah nasabah penyimpan yang sekaligus juga sebagai
nasabah debitur, bank wajib tetap merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam kedudukannya sebagai nasabah penyimpan. Keterangan mengenai
nasabah selain sebagai nasabah penyimpan, bukan keterangan yang wajib dirahasiakan bank. Bagi bank yang melakukan kegiatan sebagai lembaga
penunjang pasar modal, misalnya bank selaku kustodian dan atau wali amanat, tunduk pada ketentuan perundang-
undangan di bidang pasar modal.” Ketentuan kerahasiaan bank ini dapat dikecualikan dalam hal-hal tertentu,
yaitu untuk kepentingan perpajakan Pasal 41, penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang NegaraPanitia urusan Piutang
Universitas Sumatera Utara
Negara Pasal 41 A, peradilan pidana Pasal 42 dan Pasal 42 A, perkara perdata antara bank dan nasabahnya Pasal 43, tukar-menukar informasi antar bank Pasal44
dan atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan dana Pasal 44A.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang selanjutnya UU tentang Pencegahan dan
Pemberantasan TPPU yang berkaitan dengan industri perbankan mengatur bahwa penyedia jasa keuangan wajib memutus hubungan usaha dengan pengguna jasa Pasal
22 UU tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, jika pengguna jasa menolak untuk mematuhi prinsip mengenali pengguna jasa, atau pengguna jasa keuangan
meragukan kebenaran informasi yang disampakan oleh pengguna jasa. Pemutusan hubungan usaha tersebut wajib dilaporkan kepada PPATK sebagai transaksi
keuangan mencurigakan. Perluasan pelaporan oleh penyedia jasa keuangan pasal 23 UU tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, selain pelaporan laporan
transaksi keuangan mencurigakan dan laporan transaksi keuangan tunai, penyedia jasa keuangan juga wajib melaporkan transaksi keuangan transfer dana dari dan ke
luar negeri. Bahwa pelaksanaan kewajiban oleh pihak pelapor dikecualikan dari ketentuan kerahasiaan yang berlaku bagi pihak pelapor yang bersangkutan Pasal 28
UU tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Pemberian kewenangan kepada penyedia jasa keuangan untuk menunda transaksi, paling lama 5 lima hari kerja
Pasal 26 UU tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, karena pengguna jasa melakukan transaksi yang patut diduga menggunakan harta kekayaan yang berasal
Universitas Sumatera Utara
dari hasil tindak pidana, memiliki rekening untuk menampung harta kekayaan yang berasal dari hasil tindak pidana, atau diketahui danatau patut diduga menggunakan
dokumen palsu.
352
Keterikatan bank terhadap ketentuan atau kewajiban merahasiakan keadaan keuangan nasabahnya menunjukkan bahwa hubungan antara bank dan nasabah
penyimpan dana dilandasi oleh asas kerahasiaan. 3. Asas Kehati-hatian
Asas kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian
dalam rangka melindungi dana masyarakat untuk dipercayakan pada bank. Prinsip kehati-hatian telah diatur dalam Undang-Undang Perbankan Tahun 1998, dalam
pasal-pasal: Pasal 2 UUP Tahun 1998:
“Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berdasarkan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatia
n.” Pasal 29 ayat 2 UUP Tahun 1998:
352
UU tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU No.8 Tahun 2010 mengandung beberapa norma hukum yang lebih baik dan maju dibandingkan dengan ketentuan yang diatur UU No. 15 Tahun
2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang selanjutnya UU TPPU sebagaimana kemudian telah diubah dengan UU No. 25 Tahun 2003. Beberapa ketentuan dalam UU No. 8 Tahun 2010, diyakini
akan menjadikan penegakan hukum di bidang tindak pidana pencucian uang yang lebih efektf. Dari Pasal 33 UU TPPU dapat disimpulkan bahwa pengecualian terhadap ketentuan rahasia bank dalam
rangka pemberantasan dan penindakan tindak pidana pencucian uang hanya dapat diberikan apabila pemeriksaan tindak pidana pencucian uang telah memasuki tahap penyidikan. Artinya, nasabah
penyimpan harus telah menjadi tersangka. Apabila masih dalam tahap penyelidikan, sehingga karena itu nasabah penyimpan belum menjadi tersangka, maka keterangan mengenai nasabah penyimpan dan
simpanannya tidak boleh diungkap oleh bank.
Universitas Sumatera Utara
“Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas,
solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-
hatian.” Penjelasan umum:
“...prinsip kehati-hatian harus dipegang teguh sedangkan ketentuan mengenai kegiatan usaha bank perlu disempurnakan terutama yang berkaitan dengan
penyaluran dana,... ”
Penjelasan Pasal 29 ayat 2 UUP Tahun 1998: “...di pihak lain, bank wajib memiliki dan menerapkan sistem pengawasan
intern dalam rangka menjamin terlaksananya proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan bank yang sesuai dengan prinsip kehati-
hatian.” Tujuan diberlakukannya prinsip kehati-hatian agar bank selalu dalam keadaan
sehat, menjalankan usahanya dengan baik dan benar dengan mematuhi ketentuan- ketentuan dan norma-norma yang berlaku dalam dunia perbankan.
4. Asas Kebebasan Berkontrak dan Asas Keseimbangan dalam Perjanjian
StandarBaku pada Perjanjian Kredit Bank. Rumusan yang tercantum dalam pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata
menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi mere
ka yang membuatnya. Istilah “semua” di dalamnya terkandung asas partij autonimie
; freedom of contract; contracy vrijheid .isi maupun bentuk perjanjian yang akan mereka buat, termasuk penuangannya dalam perjanjian standar, memang
sepenuhnya disarankan kepada para pihak. Terhadap isi perjanjian kredit, asas kebebasan berkontrak berkaitan erat
dengan kebebasan menentukan “apa” dan dengan “siapa” perjanjian kredit itu
Universitas Sumatera Utara
diadakan. Sedangkan terhadap bentuknya, perjanjian kredit harus dituangkan secara tertulis
353
, baik dengan akta di bawah tangan maupun dengan akta notaril. Penuangan perjanjian kredit dalam bentuk perjanjian standar atau baku harus
memahami posisi kebebasan berkontrak dalam kaitan tepadu dengan asas-asas hukum
perjanjian lainnya yang secara menyeluruh. Asas-asas ini merupakan pilar, tiang,
fondasi dari hukum perjanjian.
354
Salah satu dari asas tersebut adalah asas keseimbangan.
Asas keseimbangan menurut Mariam Darus Badrulzaman merupakan perkembangan lebih lanjut dari asas persamaan. Kreditur mempunyai kekuatan untuk
menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun kreditur memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. Dapat dilihat di sini
bahwa kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajiban untuk memperhatikan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur menjadi
seimbang.
355
353
Berdasarkan Instruksi Presidium Nomor 15IN1066 tentang Pedoman Kebijakan di Bidang Perkreditan tanggal 3 Oktober 1966 juncto Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I
Nomor2539UPKPemb. Tanggal 8 Oktober, Surat Edaran Bank Indonesia Unit I Nomor 2649UPKPemb. Tanggal 20 Otober 1966 dan Instruksi Presidium Kabinet Nomor 10EK21967
tanggal 6 Februari 1967 menyatakan bahwa bank dilarang melakukan pemberian kredit dalam berbagai bentuk tanpa adanya perjanjian kredit yang jelas antara bank dan nasabah atau Bank Sentral dan bank-
bank lainnya. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27162KEPDIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 277UPPB masing-masing tertanggal 31 Maret 1995 tentang Kewajiban
Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank bagi Bank Umum, yang menyatakan bahwa setiap kredit yang disetuji dan disepakati, pemohon kredit dituangkan dalam perjanjian kredit akad
kredit secara tertulis.
354
Mariam Darus Badrul Zaman. Kerangka Dasar Hukum Perjanjian dimuat dalam buku “Hukum Kontrak di Indonesia”. Jakarta: Elips, 1998, hal.38
355
Ibid, hal.43
Universitas Sumatera Utara
Herlien Budiono mengulas asas keseimbangan menjadi dua bentuk yaitu asas keseimbangan sebagai asas etis dan asas keseimbangan sebagai asas yuridis.
356
a. Asas kesimbangan sebagai asas etis mengandung arti “adanya keadaan yang berat
atau bobot pada kedua sisi adalah seimbang”. Di dalam konteks inilah
keseimbangan yang merupakan “keadaan seimbang karena adanya beberapa kekuatan tidak melampaui satu sama lain, atau karena tidak adanya elemen yang
menyebabkan terjadinya hal tersebut”. “Keseimbangan” di dalam kejiwaan dan
karakter mengandung suatu pengertian akan adanya suatu keadaan dimana tidak diperlukan lagi suatu tindakan lain karena adanya kesesuaian antara keinginan
kemauan atau antara naluri atau dorongan hawa nafsu dan kemauan. Di dalam suatu keadaan kejiwaan seimbang, maka kecenderungan orang adalah secara sadar
menuju atau diarahkan kepada suatu tindakan yang membawa hasil atau keadaan dan hidup yang lebih baik sesuai dengan kemampuannya. Dengan keadaan
“seimbang” tersebut, seseorang dapat membatasi suatu keinginan yang ditimbulkan dari penilaian di satu pihak dan keyakinan untuk dapat melaksanakan
dan tercapainya keinginan tersebut. D engan demikian “seimbang” mengandung
suatu muatan positif. b. Keseimbangan sebagai asas yuridis mengandung arti bahwa asas ini disamping
harus mempunyai sifat-sifat tertentu juga harus konsisten tertuju kepada kebenaran yang logis dan cukup konkrit. Dengan alasan-alasan tersebut, sampailah kita pada
356
Herlien Budiono. Asas Keseimbangan bagi Hukum Kontrak Indonesia. Makalah Temu Ilmiah Seminar Nasional I PPAT di Surabaya, tanggal 8-10 Maret 2002, Hotel Grand Place, hal. 15-16
Universitas Sumatera Utara
suatu pemikiran bahwa asas keseimbangan adalah asas yang dapat dianggap adil dan merupakan dasar yang dapat diterima sebagai kekuatan mengikat secara
yuridis bagi hukum kontrak di Indonesia. Untuk sampai pada penemuan asas keseimbangan, menurut Herlien Budiono,
perlu diadakan penyelidikan secara kritis dan menganalisis gejala-gejala hukum Indonesia seperti kekeluargaan, gotong-royang dan tolong-menolong.
357
Melalui Induksi dari bagian-bagian esensial ini, akan sampai pada pengertian keseimbangan.
Keseimbangan berkaitan dengan kepentingan individu dan masyarakat karena individu dan masyarakat secara bersama-sama membentuk ketentuan-ketentuan
normatif dalam suatu perjanjian. Dalam membentuk suatu perjanjian harus dilihat kepentingan individu dan kepentingan masyarakat sedemikian rupa sehingga kedua
kepentingan ini berada dalam keadaan seimbang. Dengan demikian, kehendak para pihak dibangkitkan oleh kekuatan-kekuatan yang membawa kepada motivasi untuk
menundukkan diri kepada maksud dari pihak lainnya dengan tujuan yang sama, yaitu tercapainya keseimbangan. Dapat dikatakan bahwa elemen-elemen yang relevan dari
asas keseimbangan sudah jelas yaitu kepentingan pribadi dan kepentingan masyarakat harus berada dalam keadaan seimbang dan diterapkan sebagai dasar bagi
kekuatan mengikat secara kontraktual. Perjanjian standar tidak menutup kemungkinan bahwa perjanjian tersebut tidak
dapat mengikat secara kontraktual. Walaupun perjanjian standar dirumuskan secara sepihak dan digandakan, perjanjian standar secara universal telah diterima dan secara
357
Ibid, hal. 17-18
Universitas Sumatera Utara
eksplisit tercantum dalam Principles of International Commercial Contract Rome 1994
atau disingkat Unidroit Principles dalam ketentuan Pasal 2. 19 sampai dengan 2. 22.
358
Ketentuan yang menyatakan persyaratan standar dapat mengikat bagi para pihak tercantum dalam Pasal 2. 20:
“Suatu persyaratan dalam persyaratan-persyaratan standar yang tidak dapat secara layak diharapkan oleh suatu pihak, dinyatakan tidak berlaku kecuali
pihak tersebut secara tegas menerimanya.” Hal mengikat secara kontraktual tercantum dalam kata-
kata “...kecuali para pihak t
ersebut secara tegas menerimanya”. Demikian juga format yang dipergunakannya, bila disetujui akan mengikat para pihak kecuali persyaratan-
persyaratan tertentu yang tidak disepakati dan dinyatakan secara tegas.
Hal ini tercantum dalam Pasal 2. 22, Unidroit Principles berbunyi:
“jika kedua belah pihak menggunakan persyaratan-persyaratan standar dan mencapai kesepakatan, kecuali untuk beberapa persyaratan tertentu, suatu
kontrak disimpulkan berdasarkan perjanjian-perjanjian yang telah disepakati dan persyaratan-persyaratan yang memiliki kesamaan dalam substansi,
kecuali suatu pihak sebelumnya telah menyatakan secara jelas atau kemudian dan tanpa penundaan untuk memberitahukannya kepada pihak lain, bahwa hal
tersebut tidak dima
ksudkan untuk terikat dengan kontrak tersebut.” Dalam perumusan perjanjian kredit bank berupa klausula-klausula yang
dituangkan dalam perjanjian standar terdapat kecenderungan adanya upaya-upaya pengamanan yang dilakukan secara sepihak oleh pihak kreditur atau bank. Klausula-
klausula tersebut membatasi agar pihak nasabah debitur mengikuti aturan yang
358
Ibid, hal. 17-18
Universitas Sumatera Utara
dikehendaki kreditur untuk mentaati setiap pasal di dalam perjanjian kredit. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sejak semula terdapat indikasi kecurigaan terhadap
debitur. Seharusnya debitur ditempatkan dalam posisi yang seimbang yang seharusnya berupa mitra dalam perjanjian.
Pola pemikiran mitra perjanjian merupakan suatu perombakan terhadap konsep lawan perjanjian. Dalam mitra perjanjian para pihak ditempatkan dalam posisi
yang seimbang sehingga upaya-upaya yang dilakukan oleh para pihak perjanjian aman dan saling menguntungkan. Membicarakan asas kebebasan berkontrak dalam
nuansa win-win solution berarti juga berbicara tentang keseimbangan para pihak yang akan menyentuh pada kajian mendasar mengenai makna keadilan dalam berkontrak.
Keadilan yang dimaksud tidak sekedar dimaknakan dalam konteks “sama rata, sama rasa” suatu keadilan yang komutatif- ius komutativa.
359
Makna keadilan harus diletakkan dalam kerangka dan konteks yang sistematis dan komprehensif. Pola-pola hubungan yang ada hendaknya disesuaikan dalam
kondisi yang berlaku di dunia bisnis, dengan mengaitkannya pada “nilai tambah” dan “nilai manfaat” bagi para pihak. Dengan demikian akan terdapat keadilan yang
proporsional yang disepakati para pihak dan mencerminkan kebebasan berkontrak yang adil secara proporsional
– ius distributiva.
360
359
Budiono Kusumo Hamidjojo. Ketertiban yang Adil Problematik Filsafat Hukum. Jakarta: Grasindo, 1999, hlm. 38-140.
360
Ibid, menurut Budiono Kusumo Hamidjojo, pemikiran Aristoteles tentang keadilan komutatif dan distributif ini juga diikuti oleh Hobbes dan Leviathan.
Universitas Sumatera Utara
Dalam pemahaman yang utuh dan bulat, penerapan Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata harus juga dikaitkan dengan kerangka pemahaman pasal-pasal terkait,
yaitu: Pasal 1337 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu sebab telarang apabila
dilarang undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum;
Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata menetapkan bahwa persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Maksudnya perjanjian harus dilaksanakan menurut
kepatutan dan keadilan. Pasal 1339 KUHPerdata menunjuk pada terikatnya perjanjian kepada sifat
kebiasaan, dan undang-undang. Kebiasaan yang dimaksud dalam pasal 1339 bukanlah kebiasaan setempat, melainkan ketentuan yang dalam kalangan tertentu
selalu diperhatikan. Pasal 1347 KUHPerdata mengatur hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya
disetujui untuk secara diam-diam dimasukkan dalam perjanjian bestanding gebruiklijk beding
. Dengan demikian, jelas bahwa pemahaman Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata
diinterpretasikan dalam suatu kerangka pikir yang menempatkan posisi para pihak dalam kondisi yang seimbang.
Universitas Sumatera Utara
B. Perjanjian Gadai Saham Tunduk pada Asas-Asas Hukum Perjanjian
Perjanjian gadai saham memiliki dimensi hukum perjanjian dan dimensi hukum kebendaan. Dimensi hukum perjanjian terletak pada adanya perbuatan
perjanjian yaitu perjanjian kredit dan gadai saham perjanjian pinjaman uang dengan janji sanggup memberi saham sebagai jaminan yang hanya bersifat konsensual
obligatoir , yaitu sebatas meletakkan apa yang menjadi hak dan kewajiban kreditur
dan debitur yang tunduk pada hukum perjanjian yakni harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Ketentuan ini bersifat memaksa
karena tak dapat diserahkan pada orang-orang yang bertindak sendiri untuk menentukan syarat-syarat untuk sah atau tidaknya perbuatan-perbuatan hukum.
Walaupun secara umum dikatakan bahwa kepentingan-kepentingan yang diatur oleh hukum menentukan daya kerja hukum tersebut. Hukum yang mengatur kepentingan
umum biasanya hukum yang memaksa sedangkan hukum yang mengatur kepentingan khusus adalah hukum yang menambah atau mengatur. Dengan kata lain setiap orang
diperkenankan untuk mengecualikan suatu ketentuan undang-undang yang bersifat mengatur dengan jalan membuat suatu perjanjian. Dimensi Hukum Benda terletak
pada fase penyerahan benda gadai dalam kekuasaan penerima gadai yang harus dilepas dari kekuasaan debitur pemberi gadai. Saham juga memberikan hak
kebendaan kepada pemiliknya. Dalam hukum jaminan, hak kebendaan terikat kepada saham dapat menjadi tanggungan perjanjian yang dibuat oleh si pemegang saham,
dan saham dapat dijaminkan dengan gadai. Hak suara atas saham yang dijaminkan tetap berada pada pemegang saham. Sehingga dalam penjaminan saham hak-hak lain
Universitas Sumatera Utara
kecuali hak memberi suara dapat disimpangi oleh pemegang saham dan pemegang jaminan. Memperjanjikan suatu jaminan kebendaan seperti memperjanjikan gadai,
pada intinya adalah melepas sebagian dari kekuasaan seseorang pemilik pemberi gadai atas barang gadai demi keamanan kreditur dengan mencopot kekuasaannya
untuk menyerahkan benda tersebut kepada kreditur. Karena perjanjian gadai saham merupakan perjanjian, oleh karena itu perjanjian gadai saham tunduk pada asas
hukum perjanjian. Perjanjian dalam KUHPerdata diatur dalam buku III tentang perikatan, bab
kedua, bagian kesatu sampai dengan bagian keempat. Sementara itu, gadai saham selain diatur dalam KUHPerdata buku II tentang Kebendaan, harus juga tunduk pada
buku III tentang perikatan karena gadai saham merupakan perjanjian yang memberikan hak kepada yang berpiutang atas saham yang diserahkan kepadanya
sebagai jaminan utang oleh seorang berutang atau oleh orang lain atas namanya, dan memberikan kekuasaan kepada si berpiutang untuk mengambil pelunasan dari barang
tersebut secara didahulukan dari berpiutang lainnya. Selain itu persetujuan gadai saham itu dibuktikan dengan segala alat yang diperbolehkan bagi pembuktian
persetujuan pokok yang dalam hal ini perjanjian kredit.
361
361
Lihat Pasal 1150 dan Pasal 1151 KUHPerdata.
Universitas Sumatera Utara
Tidak ada suatu defenisi perjanjian
362
yang diterima secara umum, bahwa masing-masing ahli merumuskan defenisi perjanjian berdasarkan fokus atau stressing
point yang dipandangnya penting.
Rumusan tentang perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata sebagai berikut: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.” Menurut R. Setiawan, rumusan tersebut selain tidak lengkap juga sangat luas.
Tidak lengkap karena hanya menyebutkan persetujuan sepihak saja. Sangat luas karena dengan dipergunakannya perkataan “perbuatan” tercakup juga perwakilan
sukarela dan perbuatan melawan hukum. Sehubungan dengan Rumusan perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata, perlu diadakan
perbaikan mengenai defenisi perbuatan, yaitu: 1.
Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum;
362
Subekti, Hukum, Op.Cit., hal. 1 mengatakan “Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di
mana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”.
Sedangkan Black’s Law Dictionary, Op.Cit .hal. 367, merumuskan pengertian agreement sebagai
berikut: “A coming together of minds; a coming together in opinion or determination; the coming together in
accord of two minds on a given proposition. The union of two or more minds in a thing done or to be done; a mutual assent to do a thing... agreement is a broader term; e.g. an agreement might lack an
essential element of a contract” Budiono Kusumohamidjojo. Panduan untuk Merancang Kontrak. Jakarta: Grasindo, 2001,
hal. 6. Perjanjian menurut sistem common law, dipahami sebagai suatu perjumpaan kehendak, yang merupakan perjumpaan pendapat atau ketetapan maksud. Perjanjian adalah perjumpaan dari dua atau
lebih kehendak tentang suatu hal yang telah dilakukan atau yang akan dilakukan. Sedangkan kontr
ak yang berasal dari bahasa Inggris”contract” dalam Black’s Law Dictionary, Op. Cit
., hal. 322, adalah:“An agreement between two or more person which creates an obligation to do or
not to do a particular thing. Its essentials are competent parties, subject matter, a legal consideration, mutuality agreement, an mutuality obligation...the writing which contains the agreement of parties,
with the term and conditions, and which serves as a proof of the obligation .”
Universitas Sumatera Utara
2. Menambahkan perkataan “atau saling mengikatkan dirinya” dalam Pasal 1313
KUHPerdata. Sehingga perumusannya menjadi: “Persetujuan adalah suatu perbuatan hukum, di
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”
363
Penulis berpendapat bahwa tidak semua perbuatan adalah berakibat hukum atau merupakan perbuatan hukum, sehingga harus ditegaskan bahwa perbuatan tersebut
adalah perbuatan yang berakibat hukum. Kontrak adalah suatu perjanjian tertulis antara dua atau lebih orang pihak
yang menciptakan hak dan kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan suatu hal tertentu.
368
Istilah kontrak atau perjanjian dalam sistem hukum nasional memiliki pengertian yang sama, seperti halnya di Belanda tidak dibedakan antara pengertian
contract dan overeenkomst.
Suatu kontrak
369
atau perjanjian dengan demikian memiliki unsur-unsur, yaitu pihak-pihak yang kompeten, pokok yang disetujui, pertimbangan hukum,
363
R. Setiawan. Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Bandung: Binacipta, 1979, hal 49.
368
Satrio. Hukum Perjanjian. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992, hal.31-33, menyebutnya sebagai “perjanjian atas beban”yang membedakan dengan “perjanjian cuma-cuma”. Yang dimaksud
kontrak semata-matamerupakan perjanjian atas beban, sedangkan perjanjian Cuma-Cuma telah jarang dijumpai dalam kenyataan.
369
Yohanes Sogar Simamora, Hukum Perjanjian; prinsip Hukum Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Oleh Pemerintah
Yokyakarta: LaksBang, 2009. Peter Mahmud Marzuki, Batas-Batas Kebebasan Berkontrak, Yuridika, Vol 18 Nomor 3 Mei 2003, hal 196. R. Subekti, Hukum Perjanjian,
Jakarta: Intermasa 1987, hal. 1. Istilah kontrak atau perjanjian dalam sistem hukum nasional memiliki pengertian yang sama, seperti halnya di Belanda tidak dibedakan antara pengertian contract
dan overeenkomst.
Universitas Sumatera Utara
perjanjian timbal balik, serta hak dan kewajiban timbal balik. Ciri kontrak yang utama ialah bahwa kontrak merupakan suatu tulisan yang memuat janji dari para
pihak secara lengkap dengan ketentuan-ketentuan dan persyaratan-persyaratan serta berfungsi sebagai alat bukti tentang adanya seperangkat kewajiban.
370
Unsur-unsur kontrak seperti dirinci tersebut dengan demikian secara tegas membedakan perjanjian sepihak dari perjanjian timbal balik.
371
Para pihak melakukan kontrak dengan beberapa kehendak,
372
yaitu: 1. Kebutuhan terhadap janji atau janji-janji;
2. Kebutuhan terhadap janji atau janji-janji antara dua atau lebih pihak dalam suatu perjanjian;
3. Kebutuhan terhadap janji-janji yang dirumuskan dalam bentuk kewajiban; dan 4. Kebutuhan terhadap kewajiban bagi penegak hukum.
Hukum perjanjian memuat sejumlah asas hukum. Pengertian asas hukum menurut beberapa pakar antara lain:
Paul Scholten menguraikan defenisi mengenai asas hukum, sebagai berikut: “Pikiran-pikiran dasar, yang terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum,
masing-masing dirumuskan dalam aturan-aturan perundangan-undangan dan
370
Johannes Ibrahim Lindawaty Sewu, Hukum Bisnis, dalam Persepsi Manusia Modern, Bandung: Refika Aditama, 2004, hal.43.
371
Satrio, Hukum Perjanjian, Op. Cit., hal 36, membedakan perjanjian sepihak dari perjanjian timbal balik. Sebagai contoh perjanjian sepihak disebutnya antara lain hibah dan perjanjian kuasa
tanpa upah. Dalam kenyataanya, orang dapat menolak suatu hibah atau pelimpahan kuasa tanpa upah. Jadi, juga dalam kedua hal itu diperlukan persetujuan timbal balik. Dari sudut konsensus saja
sudah agak sulit untuk menerima adanya perjanjian sepihak, karena suatu janji menjadi relevan jika ada lebih dari satu pihak yang terlibat dengan janji tersebut.
372
Stephen Graw, An Introdction to The Law Of Contract, Sydney: Thomson Legal and Regulatory Limited
, 2002, hal. 25.
Universitas Sumatera Utara
putusan-putusan hakim, yang berkenaan dengannya ketentuan-ketentuan dan keputusan-
keputusan individual dapat dipandang sebagai penjabarannya.”
373
Menurut Satjipto Rahardjo, asas hukum dapat diartikan sebagai suatu hal yang dianggap oleh masyarakat hukum yang bersangkutan sebagai basic truth atau
kebenaran asasi, sebab melalui asas-asas hukum itulah pertimbangan etis dan sosial masyarakat masuk ke dalam hukum. Dengan demikian, asas hukum menjadi
semacam sumber untuk menghidupi tata hukumnya dengan nilai-nilai etis, moral, dan sosial masyarakatnya.
374
Asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Ini berarti bahwa peraturan-peraturan hukum pada akhirnya bisa
dikembalikan kepada asas-asas tersebut.
375
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa asas hukum atau prinsip hukum bukanlah kaidah hukum yang konkrit melainkan merupakan pikiran dasar yang
umum sifatnya atau merupakan latar belakang peraturan yang konkrit yang terdapat di dalam dan dibelakang setiap sistem hukum.
Pada umumnya asas hukum tidak dituangkan
376
dalam bentuk peraturan yang konkrit atau pasal-pasal, akan tetapi tidak jarang pula asas hukum dituangkan dalam
373
J.J.H. Bruggink alih bahasa: Arief Sidharta. Refleksi tentang Hukum. Bandung:Citra Aditya Bakti, 1996, hal. 119-120.
374
Satjipto Rahardjo, Peranan dan Kedudukan Asas-Asas Hukum dalam Kerangka Hukum Nasional
Pembahasan terhadap Makalah Sunaryati Hartono, Seminar dan Lokakarya Ketentuan Umum Peraturan Perundang-Undangan, Jakarta: 19-20 Oktober 1988.
375
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000 hal. 85.
376
Asas hukum yang tidak di tuangkan dalam bentuk peraturan konkrit, misalnya: “Lex
posteriori derogat legi priori”yang berarti undang-undang peraturan yang kemudian mengesampingkan undang-undang peraturan yang terdahulu yang mengatur masalah yang sama
Universitas Sumatera Utara
peraturan konkrit. Untuk menemukan asas hukum dicarilah sifat-sifat umum dalam kaidah atau peraturan konkrit. Ini berarti menunjuk kepada kesamaan-kesamaan yang
terdapat dalam ketentuan-ketentuan yang konkrit itu.
377
Asas hukum yang dituangkan dalam peraturan konkrit, misalnya asas “Kebebasan Berkontrak” yang tercantum
dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya,” atau asas “Konsensualitas” yang tertuang dalam Pasal 1320 ayat 1 KUHPerdata berbunyi: “
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.” Sejumlah prinsip atau asas hukum merupakan dasar bagi hukum kontrak. Dari
sejumlah prinsip hukum tersebut perhatian dicurahkan kepada prinsip atau asas utama. Prinsip-prinsip atau asas-asas utama dianggap sebagai soko guru hukum
kontrak, memberikan sebuah gambaran mengenai latar belakang cara berfikir yang menjadi dasar hukum kontrak. Satu dan lain karena sifat fundamental hal-hal tersebut,
maka prinsip-prinsip utama itu dikatakan pula sebagai prinsip-prinsip dasar.
378
Prinsip-prinsip atau asas-asas fundamental yang menguasai hukum kontrak adalah: prinsip atau asas konsensualitas yaitu persetujuan-persetujuan dapat terjadi
karena persesuaian kehendak konsensus para pihak. Pada umumnya persetujuan-
atau “Lex specialis derogat legi generali”, yang berarti ketentuan atau peraturan khusus mengesampingkan ketentuan atau peraturan umum.
377
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Yokyakarta: Liberty, 1999, hal. 34-35.
378
Herlien Budiono, Het Evenwichtbeginsel, Op.Cit., hal 64, sebagai prinsip-prinsip hukum kontrak, Nieuwenhuis menyebutkan; asas otonomi, asas kepercayaan dan asas causa. Drie beginselen
van het contracten recht .
Universitas Sumatera Utara
persetujuan itu dapat dibuat secara bebas bentuk dan dibuat tidak secara formal melainkan konsensual.
379
Prinsip atau asas “kekuatan mengikat persetujuan” menegaskan bahwa para pihak harus memenuhi apa yang telah merupakan ikatan mereka satu sama lain
dalam persetujuan yang mereka adakan, dan yang terakhir adalah prinsip atau asas kebebasan berkontrak; yaitu para pihak diperkenankan membuat suatu persetujuan
sesuai dengan pilihan bebas masing-masing dan setiap orang mempunyai kebebasan untuk membuat kontrak dengan siapa saja yang dikehendakinya, selain itu para pihak
dapat menentukan sendiri isi maupun persyaratan-persyaratan suatu persetujuan dengan pembatasan bahwa persetujuan tersebut tidak boleh bertentangan dengan
ketentuan undang-undang yang bersifat memaksa, ketertiban umum, dan kesusilaan.
380
Konsensualitas menyangkut terjadinya sebuah persetujuan. Prinsip kekuatan mengikat menyangkut akibat persetujuan, sedangkan prinsip kebebasan berkontrak
terutama berhubungan dengan isi persetujuan. Diantara ketiga prinsip yang disebut di atas dapat dan harus dibedakan dengan tegas satu dengan yang lain, maka untuk
memperoleh pengertian yang benar prinsip-prinsip itu justru harus dibahas secara bersama-sama, satu dan lain karena ketiganya berhubungan erat satu dengan yang
lain.
379
Prinsip ini ditemukan dalam Hukum Kanonik yaitu dekrit-dekrit Paus Gregorius IX berbunyi “Pacta nuda servanda sunt” semua persetujuan betapapun ini tidak berwujud harus
dipenuhi. R. Feenstra dan M. Ahsman, Contract, Aspecten van begrippen contract en contractsvrijheid in historisch perpectief
, Tweede druk, Deventer: 1988. Hal 40.
380
Pasal 1339 KUHPerdata, lihat juga J. Satrio. Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir, Op.Cit,
hal. 74, dan Subekti, Hukum, Op.Cit., hal. 41.
Universitas Sumatera Utara
1. Perjanjian gadai saham berasaskan konsensualitas
Dalam perjanjian, hal yang harus diutamakan adalah asas konsensualitas, yang merupakan syarat mutlak bagi hukum perjanjian modern dan bagi terciptanya
kepastian hukum.
381
Asas konsensualitas mempunyai arti yang terpenting, yaitu bahwa untuk melahirkan perjanjian adalah cukup dengan dicapainya sepakat
mengenai hal-hal pokok dari perjanjian tersebut dan bahwa perjanjian itu dan perikatan yang ditimbulkan karenanya sudah dilahirkan pada saat atau detik
tercapainya konsensus atau kesepakatan. Dengan perkataan lain, perjanjian itu sudah sah apabila hal-hal pokok sudah disepakati dan tidak diperlukan suatu formalitas.
382
Untuk terjadinya sebuah persetujuan pada umumnya persesuaian kehendak saja sudah cukup.
383
Seperti yang telah diutaran Eggens, asas konsensualitas merupakan suatu puncak peningkatan manusia yang tersirat dalam pepatah: “een man
een man, een woord een woord.
” Maksudnya adalah dengan diletakkannya
kepercayaan pada perkataannya, orang itu ditingkatkan martabatnya setinggi-
381
Subekti, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992, hal. 5
382
Subekti, Hukum, Op.Cit., hal 15.
383
R. Feenstra dan M. Ashman, Contract, Aspecten van begrippen contract en contractsvrijheid in historisch perpectief
, Tweede druk, Deventer: 1988, hal 8-9. Tatanan-tatanan hukum BW lama dan KUHPerdata Indonesia telah melepaskan diri dari tatanan hukum Romawi. Di
dalam tatanan hukum Romawi persetujuan baru terjadi pada saat benda atau barang diserahkan. Pada awalnya baik hukum Germani maupun hukum Romawi tidak mengenal persetujuan-
persetujuan konsensual. Hukum Romawi berpegang teguh pada persyaratan yang ketat bahwa persetujuan-persetujuan, dengan beberapa kekecualian, harus memenuhi persyaratan-persyaratan
tertentu untuk dapat dipandang sebagai persetujuan yang telah diadakan. Herlien Budiono, Het Evenwichtbeginsel, Op.Cit., hal 6. Jadi, menurut Budi, aturan
umum”nudus consensus obligat” tidak berlaku. Namun, dalam perkembangannya terdapat kecenderungan untuk mengakui aturan tersebut. Hal ini merupakan pemikiran-
pemikiran “primitif” dalam hukum romawi yang didalamnya diadakan berbagai tindakan terutama yang bersifat formal
untuk memperoleh suatu akibat hukum. Oleh karena itu, dalam perkembangan selanjutnya, dengan sengaja dihilangkan untuk diganti dengan sebuah pemikiran baru, yakni sebuah persesuaian kehendak.
Yang memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu adalah sebuah kontrak yang sah menurut hukum.
Universitas Sumatera Utara
tingginya sebagai manusia. Hal yang tepat diutarakan Eggens bahwa ketentuan yang mengharuskan orang dapat dipegang ucapannya adalah suatu tuntutan kesusilaan,
dan memang jika orang ingin dihormati sebagai manusia, ia harus dapat dipegang perkataannya.
384
Namun hukum harus menyelenggarakan ketertiban dan menegakkan keadilan dalam masyarakat, dan memerlukan asas konsensualitas demi tercapainya
kepastian hukum. Asas konsensualitas dapat disimpulkan dari Pasal 1320 juncto Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata.
Dalam perjanjian utang piutang yang merupakan perjanjian pokok dari perjanjian gadai, debitur mengakui dan telah berutang kepada kreditur sebesar yang
telah disepakati atas dasar utang piutang dan uang itu telah diterima oleh debitur. Pengakuan ini dibenarkan oleh kreditur, dan para pihak telah saling sepakat untuk
menetapkan dan menerima persyaratan yang telah disepakati dalam perjanjian utang piutang tersebut. Kesemua persyaratan tersebut demi keamanan dan kemudahan
kreditur dalam mengambil pelunasan atas kreditnya. Pasal 1238 merupakan ketentuan hukum yang menambah unsur naturalia dari perjanjian yang memungkinkan bagi
para pihak untuk mengadakan ketentuan sendiri yang menyimpang. Dalam hal debitur meninggal dunia, pailit atau ditaruh di bawah pengampuan, maka kreditur
berkepentingan agar tagihannya bisa ditagih dengan segera, karena kalau ada penerimaan warisan secara beneficiair, pemanggilan kreditur untuk penyelesaian
tagihan dalam kepailitan, maka kreditur berkepentingan agar tagihannya disertakan dalam penyusunan urut-urutan prioritas tagihan rangregeling. Untuk itu tagihannya
384
Subekti, Hukum, Op. Cit., hal 6.
Universitas Sumatera Utara
pada saat itu harus sudah tepat untuk ditagih opeisbaar. Demikian pula kalau ada sita jaminan yang merupakan permulaan dari suatu executie kreditur berkepentingan,
bahwa tagihannya sudah jatuh waktu, agar ia dengan turut menggugat debitur dan meletakkan sita atas benda yang sama dan mungkin juga yang lain Pasal 202, Pasal
203 H.I.R dapat turut menikmati hasil eksekusi secara pond`s-pond`s dengan eksekutoir yang lain. Apabila benda gadai hilang, maka hak gadai menjadi hapus
Pasal 1152 ayat 3, dengan akibat bahwa tagihannya kalau hanya menjamin dengan benda gadai yang hilang saja tagihannya menjadi tagihan konkuren dan karenanya
kreditur berkepentingan agar ia dapat segera menagih debitur, sebelum kreditur yang lain. Hal ini mungkin kalau tagihannya sudah sampai tenggang waktu yang
ditentukan sampai. Itulah dasar mengapa kreditur umumnya memperjanjikan janji tersebut. Dalam perjanjian tersebut kedua belah pihak kreditur dan debitur telah
tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perjanjian. Menurut kitab undang- undang hukum perdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat Pasal
1338 KUHPerdata. Dalam Pasal 1151 KHPerdata, bahwa perjanjian gadai dapat dibuktikan dengan
segala alat bukti yang diperbolehkan bagi persetujuan pokoknya. Karena persetujuan pokoknya bisa berupa perjanjian obligatoir
385
yang manapun, tetapi umumnya berupa
385
http:click-gtg.blockspot.com200811asas-asas-dalam-kontrak.html . Obligatir adalah,
asas yang menentukan bahwa jika suatu kontrak telah dibuat maka para pihak telah terikat, tetapi keterikatan itu hanya sebatas timbulnya hak dan kewajiban semata-mata. Sedangkan prestasi belum
dapat dipaksakan karena kontrak kebendaan belum terjadi. Jadi jika terhadap kontrak jual beli misalnya, maka dengan kontrak saja hak milik belum berpindah. Jadi baru terjadi kontrak obligatoir
saja. Hak milik tersebut baru dapat berpindah setelah adanya kontrak kebendaan atau sering disebut
Universitas Sumatera Utara
perjanjian utang piutang dan prinsip perjanjian obligatoir bentuknya adalah bebas, bisa lisan, tertulis, baik otentik maupun di bawah tangan, maka perjanjian gadai juga
tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu. Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang pihak-pihaknya sepakat mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan suatu
benda kepada pihak lain. Fase ini baru merupakan kesepakatan konsensual dan harus diikuti dengan perjanjian penyerahan perjanjian kebendaan.
386
2. Perjanjian Gadai Saham Berasaskan Kekuatan Mengikat
Sistem terbuka yang dianut oleh hukum perjanjian kontrak ataupun prinsip kekuatan mengikat, dapat dirujuk pada Pasal 1374 ayat 1 BW lama atau Pasal
1338 ayat 1 KUHPerdata: “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang
bagi mereka yang membuatnya.” Di dalam Pasal 1339 KUHPerdata dimasukkan prinsip kekuatan mengikat:
“Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat
perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang- undang.”
Prinsip bahwa di dalam sebuah persetujuan orang menciptakan sebuah kewajiban hukum dan bahwa ia terikat pada janji-janji kontraktualnya dan harus
memenuhi janji-janji ini, dipandang sebagai sesuatu yang sudah dengan sendirinya dan bahkan orang tidak lagi mempertanyakan mengapa hal itu demikian. Suatu
serah terima levering. Untuk perjanjian jual beli benda-benda bergerak maka perjanjian obligatoir dan perjanjian kebendaannya jatuh bersamaan.
386
Mariam Darus Badrulzaman dkk, Kompilasi, Op.Cit., hal.68.
Universitas Sumatera Utara
pergaulan hidup hanya dimungkinkan antara lain bila salah seorang dapat mempercayai kata-kata orang lain.
387
Dalam Perjanjian gadai saham, perjanjian utang-piutang yang merupakan pendahuluan dari perjanjian gadai saham, merupakan perjanjian pokok yang berdiri
sendiri; penyerahan dan penerimaan uang pinjaman merupakan syarat adanya perjanjian utang-piutang sebagai perjanjian yang bersifat riil. Para pihak telah saling
sepakat untuk menetapkan perjanjian utang piutang dengan syarat-syarat tertentu. Perjanjian gadai diadakan untuk lebih menjamin pelaksanaan kewajiban debitur
berdasarkan perjanjian utang piutang. Jadi perjanjian gadai dibuat untuk mendukung perjanjian utang piutang. Dalam hal ini bahwa perjanjian gadai diadakan demi
kepentingan atau dengan perkataan lain accessoir pada perjanjian utang piutang sebagai perjanjian pokok. Untuk adanya gadai, tidaklah cukup bahwa para pihak
sepakat untuk menutup perjanjian gadai, tetapi benda-benda gadai harus dikeluarkan dari kekuasaan pemberi gadai dalam bentuk penyerahan nyata dari debitur pemberi
gadai ke dalam tangan kreditur penerima gadai. Janji terhadap kata yang diucapkan sendiri adalah mengikat. Persetujuan ini
pada hakikatnya diletakkan oleh para pihak itu sendiri di atas pundak masing-masing dan menetapkan ruang lingkup dan dampaknya. Persetujuan mempunyai akibat
387
Herlien Budiono, Het Evenwichtbeginsel, Op. Cit., hal. 67. Nampaknya untuk hal ini ilmu hukum tidak dapat menjelaskan lebih lanjut selain mengatakan
bahwa kontrak tersebut mengikat, oleh karena hal itu adalah sebuah janji atau kesanggupan yang sama halnya dengan undang-undang. Apabila kepastian pemenuhan kesanggupan-kesanggupan yang
dikandung oleh kontrak-kontrak itu tidak ada, maka keseluruhan sistem tukar-menukar di dalam masyarakat akan runtuh. Hal ini yang menyebabkan bahwa kesetiaan terhadap kata yang diucapkan
oleh karena itu tak lain adalah tuntutan akal sehat alami. Asser-Hartkamp, Verbintenissenrecht Deel I, De Verbintenis in Het Algemeen,
Zwolle: Tjeenk Link, 1998, hal 37.
Universitas Sumatera Utara
hukum dan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak.
388
Keterikatan pada sebuah persetujuan terkandung dalam janji atau kesanggupan yang diberikan oleh
para pihak yang satu terhadap yang lain.
389
Kata yang diucapkan itu bukanlah yang mengikat di sini, melainkan ucapan kata yang ditujukan kepada pihak lain tersebut;
“saya harus membayar bukan karena saya menghendakinya, akan tetapi oleh karena saya telah menjanjikannya, artinya kehendak yang telah dinyatakan terhadap satu dan
lain hal.”
390
Dalam rumusan Pasal 1374 ayat 1 BW lama atau Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang disebut sebelumnya, telah diberikan arti bahwa sesungguhnya
setiap manusia melalui sebuah persetujuan dapat bertindak sebagai pembuat undang- undang. Persetujuan ini dijadikan sumber hukum di samping undang-undang, oleh
karena semua perikatan lahir dari persetujuan atau undang-undang. Hal ini tidak berarti bahwa sedikit banyak setiap manusia menurut caranya sendiri
dengan perantaraan kontrak dapat bertindak sebagai pembuat undang-undang di dalam suasana pribadi, yang ada antaranya dan sesama manusia. Beekhuis
berpendapat bahwa BW lama memberikan penilaian terlampau tinggi terhadap pengertian kontrak tersebut. Dengan adanya ketentuan bahwa semua perikatan lahir
388
Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata.
389
Fried mendasarkan keterikatan ini pada moral: “legal obligation can be imposed only by
the community, and so imposing it’sthe community must be pursuing its goal and imposing its standards, rather neutrally endorsing those of the contracting parties,”kewajiban tentang hukum
dapat dikenakan hanya oleh masyarakat, dan demikian pemaksaan adalah masyarakat harus mengjar tujuannya dan memaksakan standardnya, dengan cara netral menguasakan mereka yang dari pihak-
pihak dalam kontrak,” Charles Fried, Contracts as Promise, A Theory of Contractual Obligation. Cambridge Massachussetts and London, England: Harvard University Press, 1981, hal 2-3.
390
Herlien Budiono, Het Evenwichtbeginsel, Op. Cit., hal.68.
Universitas Sumatera Utara
dari persetujuan atau undang-undang, maka persetujuan ini dengan seketika menjadi sumber hukum di luar undang-undang.
391
Adagium ungkapan pacta sunt servanda diakui sebagai aturan bahwa semua persetujuan yang dibuat oleh manusia-manusia secara timbal balik pada hakikatnya
bermaksud untuk dipenuhi dan jika perlu dapat dipaksakan, sehingga secara hukum mengikat.
3. Perjanjian Gadai Saham merupakan refleksi Asas Kebebasan Berkontrak
Kebebasan berkontrak begitu esensial, baik bagi individu untuk mengembangkan diri di dalam kehidupan pribadi dan di dalam lalu lintas
kemasyarakatan serta untuk mengindahkan kepentingan-kepentingan harta kekayaannya, maupun bagi masyarakat sebagai satu kesatuan, sehingga hal-hal
tersebut oleh beberapa peneliti dianggap sebagai suatu hak dasar.
394
Prinsip-prinsip dalam hukum perjanjian sebagaimana telah diuraikan, berlaku juga terhadap perjanjian gadai saham, hal ini tercermin dari fase terjadinya gadai
saham yang terdiri dari dua fase.
395
Pertama , fase perjanjian pinjam uang dengan
391
Ibid, hal 69.
394
Asser-Hartkamp, Verbintenissenrecht Deel I, De Verbintenis in Het Algemeen, Zwolle: Tjeenk Link, 1998. hal 38.
Prinsip kebebasan berkontrak, seperti dalam Code Civil, tidak dituangkan dangan panjang lebar di dalam BW. Relatif sedikit ketentuan undang-undang yang sedikit banyak menunjukkan
dengan jelas prinsip ini. Helien Budiono Op. Cit, pada halaman 71, menjelaskan untuk referensi dapat diajukan Pasal 6:248 BW, Pasal 1374 BW lama atau Pasal 1338 KUHPerdata dan Pasal 3:40 BW,
yang mengandung ketentuan bahwa persetujuan-persetujuan tidak diperkenankan bertentangan dengan suatu ketentuan undang-undang yang bersifat memaka, ketertiban umum, dan kesusilaan, dapat
dijabarkan secara a contrario, bahwa pada prinsipnya persetujuan-persetujuan lain dapat diadakan dengan bebas.
395
Mariam Darus Badruzaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan. Bandung: Alumni, 2005, hal. 108, Bandingkan dengan Munir Fuady, Perlindungan Pemegang
Saham Minoritas , Bandung: CV. Utomo, 2005, hal. 30.
Universitas Sumatera Utara
janji sanggup memberikan saham sebagai jaminan. Perjanjian ini bersifat konsensual, obligatoir
, pacta sunt servanda. Perjanjian ini merupakan titel dari perjanjian gadai saham. Pada fase ini perjanjian baru sebatas meletakkan hak-hak dan kewajiban
antara kreditur dan debitur. Kedua, fase ini terjadi penyerahan benda gadai dalam kekuasaan penerima gadai inbezitstelling. Benda harus dilepaskan dari kekuasaan
debitur atau pemberi gadai. Penyerahan nyata ini jatuh bersamaan dengan penyerahan yuridis, sehingga penyerahan dalam hal ini merupakan unsur sahnya gadai, sehingga
tidak sah jika benda gadai berada dalam penguasaan debitur.
396
Pada fase ini diadakan perjanjian kebendaan zakelijke overeenkomst, untuk menjalankan amanat Pasal
1150 dan Pasal 1152 KUHPerdata. Para pihak dalam suatu kontrak memiliki hak untuk memenuhi kepentingan
pribadinya sehingga melahirkan suatu perjanjian dalam hal ini perjanjian gadai saham. Pertimbangannya ialah bahwa individu harus memiliki kebebasan dalam
Dalam buku ini dijelaskan yang dimaksud dengan prinsip kebebasan berkontrak freedom of contract
adalah suatu prinsip yang mengajarkan bahwa para pihak dalam suatu perjanjian pada prinsipnya bebas untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, demikian juga kebebasan untuk
mengatur isi perjanjian tersebut, sepanjang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku yang bersifat memaksa, sedangkan yang dimaksud dengan prinsip konsensual adalah bahwa setiap orang
diberi kesempatan untuk menyatakan keinginannya will, yang dirasa baik untuk menciptakan perjanjian. Jika suatu perjanjian dibuat, yakni setelah adanya kata sepakat diantara para pihak, maka
perjanjian telah sah dan mengikat secara penuh, tanpa memerlukan persyaratan lain, seperti persyaratan tertulis, kecuali jika undang-undang menentukan lain. Dalam hal ini perjanjian semata-
mata digantungkan pada kata sepakat saja. Prinsip konsensualisme ini erat hubungannya dengan prinsip kebebasab berkontrak. Selanjutnya yang dimaksud dengan obligatoir adalah jika suatu
perjanjian telah dibuat, yakni telah terjadi kata sepakat, maka para pihak telah terikat, tetapi keterikatannya itu hanya sebatas timbulnya hak dan kewajiban semata-mata, dan haknya belum beralih
sebelum dilakukan penyerahan.
Prinsip pacta sunt servanda, yang secara harafiah berarti janji itu mengikat maksudnya adalah jika suatu perjanjian sudah dibuat secara sah oleh para pihak, maka perjanjian tersebut sudah mengikat
para pihak prinsip kekuatan mengikat Bahkan mengikatnya perjanjian yang dibuat oleh para pihak tersebut sama kekutannya dengan mengikatnya sebuah undang-undang yang dibuat oleh parlemen dan
pemerintah. Promissorum implendorum obligatio, kita harus menepati janji.
396
Mariam Darus Badrulzaman, Bab-bab tentang Credietverband, Gadai, Op.Cit., hal. 58.
Universitas Sumatera Utara
setiap penawaran dan mempertimbangkan kemanfaatan perjanjian gadai saham itu bagi pihak yang melakukannya. Pengadilan harus memberikan kemudahan terhadap
individu atas setiap penawaran untuk membuat kontrak. Dalam penulisan disertasi ini tak terlepas dari pembahasan tentang kebebasan
berkontrak. Para pihak dalam suatu kontrak memiliki hak untuk memenuhi kepentingan pribadinya sehingga melahirkan suatu perjanjian gadai saham.
Pertimbangannya adalah bahwa individu harus memiliki kebebasan dalam setiap penawaran dan mempertimbangkan kemanfaatannya perjanjian gadai saham itu bagi
pihak yang melakukannya. Pengadilan harus memberikan kemudahan terhadap individu atas setiap penawaran untuk membuat kontrak
Gagasan ini dikemukakan oleh Sir George Jessel MR: “Jika diperlukan satu atau lebih dari kebijakan publik untuk pemahaman bagi
pihak-pihak, untuk mengikatkan dalam suatu kontrak secara bebas dan sukarela akan dikuatkan oleh pengadilan.”
397
Sedangkan Morris Cohen berpendapat: “Hubungan kontraktual dalam hukum adalah suatu pandangan di dalam suatu
sistem yang diinginkan oleh hukum sehingga kewajiban-kewajiban akan bangkit berdasarkan kehendak dari individu secara bebas tanpa adanya
pengekangan. Hal yang terbaik bahwa peran pemerintah adalah seminimal
mungkin.”
398
397
Petter Heffey, Principle of Contract Law, Sydney: Thomson Legal and Regulatory Limited
, 2002, hal. 5.
398
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 1155 KUH Perdata yang menetapkan bahwa penjualan barang gadai mesti melalui penjualan umumlelang executoriale verkoop kecuali diperjanjikan
lain oleh para pihak. Dalam praktiknya, pemegang gadai yang menjual objek gadai saham dibawah tangan dibenarkan serta dinyatakan sah oleh penetapan pengadilan
sebagaimana Penetapan N0. 332Pdt.P2001PN. Jak.Sel. sampai dengan Penetapan No.
343Pdt.P2001PN.Jak.Sel, dengan
Permohonan: Deutsche
Bank Aktiengesellschapt.
Berdasarkan share pledge agreement, kreditur berhak untuk menjual keseluruhan saham yang telah digadaikan secara privat atau secara “tidak di
muka umum.” Oleh karena pembenaran dan pengesahan penjualan barang gadai berdasarkan
penetapan pengadilan, maka secara yuridis formal, penjualan barang gadai yang dilakukan pemegang gadai di bawah tangan tersebut adalah benar dan sah.
Dengan demikian agar tercapai tujuan dari suatu kontrak dalam perjanjian gadai saham sesuai pendapat P.S. Atiyah, kontrak memiliki tiga tujuan, yaitu:
Pertama , janji dengan hak menjual atas kuasa sendiri rechts van
eigenmachtige verkoop objek gadai saham harus dapat dilaksanakan namun
harus tetap memberikan perlindungan terhadap debitur pemberi gadai saham dan kreditur pemegang saham; Kedua, agar tidak terjadi suatu penambahan
kekayaan kreditur penerima gadai saham yang tidak halal; Ketiga, dihindarinya suatu kerugian dari debitur pemberi gadai saham.
399
399
P.S. Atiyah, An Introduction to Law of Contract, New York: Oxford University Press Inc.,1995, hal 35. Menurut P.S. Atiyah, kontrak memiliki tiga tujuan, yaitu: Pertama, janji yang telah
diberikan harus dilaksanakan dan memberikan perlindungan terhadap suatu harapan yang pantas; Kedua
, agar tidak terjadi suatu penambahan kekayaan yang tidak halal; Ketiga, agar dihindarinya suatu kerugian.
Universitas Sumatera Utara
Di Barat walaupun telah terjadi pergeseran hukum perdata pada umumnya, hukum perjanjian pada khususnya, dunia barat tetap berada dalam sistem
individualisme. Yang merupakan unsur primer didalam masyarakat adalah kepentingan individu.
400
Max Weber dalam bukunya Wirtschaft und Gesellschaft, membenarkan adanya pemberian restriksi ini dengan menyatakan sebagai berikut:
The interest of every creditor of a person contracting a debt are affected by the latter’s increased liabilities, and the interest of the neighbors by every
sale of land, for intance, through the changes in its use which the new owner may, or may not, be economically able to introduce.
… There are moreover, cases in wich the interest of third parties can be affected in still another way through the utilization of freedom of contract.
401
Di Indonesia, tidak ada ketentuan yang tegas menentukan tentang berlakunya asas kebebasan berkontrak, namun tak berarti pula para pihak tak boleh membuat
perjanjian kontrak secara bebas. Perjanjian kontrak harus dibuat dengan mengindahkan syarat-syarat untuk sahnya perjanjian, baik syarat umum sebagaimana
disebut dalam Pasal 1320 KUHPerdata maupun syarat khusus untuk perjanjian perjanjian tertentu,
402
selain itu juga harus memperhatikan Pasal 1337, Pasal 1338 3 dan Pasal 1339 KUHPerdata.
403
Dengan kata lain para pihak pembuat kontrak dalam
400
Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Kompilasi, Op.Cit., 2001, hal. 85. Selanjutnya menurut Mariam Darus Badrulzaman bahwa asas kebebasan berkontrak tetap perlu dipertahankan sebagai asas
utama didalam hukum perjanjian nasional.
401
Edward Shils dan Maw Rheinstein, Max Weber on Law in Economy and Society, Terjemahan ke dalam Bahasa Inggris oleh Simon and Schuster, New York, USA: 1967, hal. 127,
dalam buku Ridwan Chairandi, Op. Cit. hal 34.
402
Subekti, Hukum, Op.Cit, hal 13.
403
Pasal 1320 ayat 4 juncto 1337 KUHPerdata: menentukan bahwa sesuatu sebab dalam perjanjian tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban
umum, maka setiap orang bebas untuk melakukan perikatan.
Universitas Sumatera Utara
keadaan bebas, tetapi kebebasan berkontrak tersebut dibatasi paling tidak oleh empat hal; Pertama, perjanjian dilakukan tidak bertentangan dengan undang-undang yang
berlaku. Kedua, perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik.
404
Ketiga, perjanjian harus sesuai dengan asas kepatutan dan kesusilaan. Keempat, perjanjian harus sesuai
dengan kepentingan umum dan kebiasaan setempat. Dalam kalimat lebih singkat Mariam Darus Badrulzaman, menyatakan bahwa dalam kebebasan berkontrak itu
harus bertanggung jawab.
Asas kebebasan berkontrak yang melahirkan perjanjian gadai saham harus dengan
itikad baik pada pelaksanaan perjanjian itu. Lebih baik lagi sebenarnya bahwa itikad baik sudah ada saat perjanjian itu dibuat sampai dengan perjanjian itu selesai sesuai
amanat Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata. Pemerintah dalam hal ini seyogianya
membuat aturan yang lebih difokuskan pada kepentingan yang proporsional antara
pihak debitur dan kreditur dalam perjanjian gadai saham. Di negara-negara yang menganut sistem common law, kebebasan berkontrak
juga dibatasi oleh peraturan perundang-undangan, ketertiban umum public policy dan kesusilaan, namun beberapa perjanjian-perjanjian khusus nampaknya berlainan
Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata hanya berbunyi:”Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan
itikad baik.” Dengan kata lain para pihak harus beritikad baik sejak saat perikatan itu dibuat sampai dengan perikatan itu selesai pembuatan dan pelaksanaan kontrak.
Pasal 1339 KUHPerdata berbunyi : “Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal
yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-
undang.” Pasal 1320 ayat 1 KUH Perdata
berbunyi: “Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: 1.sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2.kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3.suatu hal tertentu;
4.suatu sebab yang halal.”
404
Itikad baik tidak hanya ada pada pelaksanaan kontrak, tetapi juga harus ada pada saat dibuatnya kontrak.
Universitas Sumatera Utara
dari hukum kontinental, seperti kontrak yang mencegah seseorang untuk dapat memilih pekerjaan.
405
C.
Kebebasan Berkontrak dalam Praktik Perjanjian Gadai Saham Dibatasi oleh Itikad Baik dan Peraturan Perundang-Undangan.
Proses terjadinya perjanjian kredit bank yang merupakan perjanjian pokok dari gadai saham didasarkan pada asas kebebasan berkontrak contractvrijheid
beginselen , bahwa dengan asas tersebut pihak bank telah menawarkan bentuk
model perjanjian kredit untuk diterima pihak debitur tanpa kemungkinan adanya perubahan terhadap isi syarat-syarat umum algemene voorwaarden yang sudah
tercetak di dalam model perjanjian kredit tersebut. Kenyataannya masyarakat umum pengguna jasa bank tidak bisa berbuat lain kecuali menerima bentuk model
perjanjian kredit bank yang ditawarkan tersebut, dan dengan cara ini asas kesepakatan dalam perjanjian cenderung ditinggalkan. Hal ini ditegaskan oleh Assistant Vice
President PT Bank Mandiri Persero Tbk Regional Credit Operations
406
bahwa: “Praktik perjanjian gadai saham dilakukan lebih kepada adanya moral
hazard”
407
Persoalan ini berkaitan dengan eksekusi terhadap barang jaminan milik debitur yang telah dinyatakan tidak mampu melunasi utangnya terhadap kreditur.Jika
405
R. Subekti, Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Paramita, 1996, hal. 41.
406
Wawancara yang dilakukan dengan Agung Purwanto di PT Bank Mandiri Persero Tbk Medan pada Oktober 2013.
407
http:denydestin.blogspot.com201111moral-hazard , Oktober 2013, Moral hazard adalah
keadaan yang berkaitan dengan sifat, pembawaan dan karakter manusia yang dapat menambah besarnya kerugian dibanding dengan risiko rata-rata.
Universitas Sumatera Utara
isi pokok perjanjian kredit bank dapat dibagi dalam 2 dua bagian, maka bagian ke-I adalah merupakan bagian induk dan bagian ke-2 merupakan bagian tambahan. Pada
bagian ke-2 ini dijumpai syarat-syarat umum perjanjian yang berisikan berbagai ketentuan yang lebih membebani pihak debitur mematuhi syarat-syarat peminjaman
uang dari bankkreditur yang merupakan perjanjian pokok dan perjanjian gadai saham merupakan perjanjian ikutantambahan perjanjian pokok tersebut.
Salah satu ketentuan dalam syarat umum algemene voorwaarden perjanjian kredit bank yaitu memberi kewenangan kepada kreditur untuk melakukan penjualan
benda jaminan secara privat apabila debitur gagal bayar utang pada waktu yang telah ditentukan. Oleh karena itu, isi syarat-syarat umum dalam perjanjian kredit dibuat
secara sepihak oleh bank, sehingga dapat diperkirakan bahwa bank memperoleh peluang melakukan penyalahgunaan keadaan misbruik van omstandigheden.
Dengan ditanda tanganinya perjanjian kredit tersebut oleh peminjam debiturpemberi gadai, syarat-syarat umum yang dibuat pihak bankkrediturpenerima gadai telah
memberikan berbagai kewenangan bagi krediturpemegang gadai. Dalam perkembangannya, kebebasan berkontrak tanpa batas oleh pengadilan-
pengadilan dan para ahli sudah dianggap bukan tanpa batas. Pembatasan asas kebebasan berkontrak ini setidaknya dipengaruhi oleh:
408
408
Khairandy, Itikad Baik, hal 2-3, Lihat Setiawan , Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata,
tanpa cetak, Bandung: Alumni, 1992, hal 179-180. Lihat Purwahid Patrik, Asas itikad Baik dan Kepatutan dalam Percetakan
, tanpa cetakan Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1986, hal 9-10. Lihat Djohari Santoso dan Ahmad Ali, Hukum Perjanjian Indonesia, tanpa cetakan
Yokyakarta: Badan Penerbit FH UII, 1983 hal 53-54. Di negara-negara yang menganut sistem common law,
kebebasan berkontrak dibatasi oleh peraturan perundang-undangan dan public policy. Jenis kontrak yang dianggap bertentangan hal yang disebutkan sebelumnya adalah pertama kontrak
Universitas Sumatera Utara
1. Makin berpengaruhnya ajaran itikad baik. Itikad baik tidak hanya ada pada
pelaksanaan kontrak, tetapi juga harus ada pada saat dibuatnya kontrak; 2.
Makin berkembangnya ajaran penyalahgunaan keadaan misbruik van omstandigheden
atau undue influence yaitu karena hubungan tidak seimbang; 3.
Makin banyaknya kontrak baku; 4.
Berkembangnya hukum ekonomi; 5.
Terjadinya pemasyarakatan, keinginan adanya keseimbangan antara individu dan masyarakat yang tertuju pada keadilan sosial;
6. Timbulnya formalisme perjanjian;
7. Adanya aliran dalam masyarakat yang menginginkan adanya kesejahteraan sosial;
8. Adanya campur tangan pemerintah untuk melindungi kepentingan umum atau
pihak yang lemah. Di negara Indonesia tidak ada ketentuan yang secara tegas menentukan
tentang berlakunya asas kebebasan berkontrak. Pembatasan asas kebebasan berkontrak dapat ditemukan dalam beberapa pasal dalam KUHPerdata, antara lain:
1. Pasal 1329 KUHPerdata Jo Pasal 1330 KUHPerdata. Ketentuan ini mengatur
setiap orang bebas mengadakan perjanjian dengan setiap orang yang dikehendakinya asalkan cakap. Namun hal ini tidak berlaku mutlak, karena
berdasarkan Pasal 1331 KUHPerdata, bila pihak lainnya tersebut tidak menuntut
yang mengenyampingkan kekuatan pengadilan untuk memeriksa dan mengadili klausul arbitrase tidak termasuk, kedua adalah kontrak yang membatasi hak seseorang untuk menikah dan menentukan
pilihannya, dan ketiga adalah kontrak yang mencegah seseorang untuk dapat memilih pekerjaan, melaukan bisnis atau profesi yang dikehendakinya kontrak ini tidak dapat dibatalkan bila pembatasan
tersebut masuk akal menurut pandangan para pihak sendiri dan juga pandangan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
pembatalan melalui pengadilan, maka perjanjian tersebut tetap berlaku walaupun pihak lainnya tidak cakap.
2. Pasal 1332 KUHPerdata yang menetapkan bahwa asalkan suatu perjanjian
mengenai barang yang memiliki nilai ekonomis, maka setiap orang bebas untuk memperjanjikannya.
3. Pasal 1320 ayat 4 KUHPerdata jo. 1337 KUHPerdata yang menetapkan bahwa
asalkan bukan mengenai kausa yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum, maka setiap orang bebas untuk melakukan
perjanjian. 4.
Pasal 1320 ayat 2 KUHPerdata menetapkan bahwa perjanjian tidak sah apabila dibuat tanpa adanya konsensus atau sepakat dari para pihak. Dengan kata lain, asas
kebebasan berkontrak dibatasi oleh kesepakatan dari para pihak. 5.
Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata menetapkan bahwa para pihak harus beritikad baik sejak saat perjanjian itu itu dibuat sampai dengan perjanjian itu selesai
pembuatan dan pelaksanaan kontrak. Jadi kebebasan berkontrak yang dimiliki para pihak harus digunakan dengan
itikad baik. Pelaksanaan perjanjian gadai saham secara itikad baik berarti perjanjian gadai saham harus dilaksanakan sesuai kepatutan dan keadilan.
409
Dengan demikian, asas itikad baik mengandung pengertian bahwa kebebasan suatu pihak dalam
membuat perjanjian gadai saham tidak dapat diwujudkan sekehendaknya tetapi
409
Lihat Putusan Pengadilan Tinggi Bandung No. 911970Perd.PTB, Ny. Lie Lian Joun v. Arthur Tutuarima.
Universitas Sumatera Utara
dibatasi oleh itikad baik. Asas itikad baik merupakan satu instrumen hukum untuk membatasi kebebaan berkontrak dan kekuatan mengikatnya perjanjian gadai saham.
Kebebasan berkontrak memang memberi kebebasan yang luas terhadap setiap orang, tetapi terdapat adanya pembatasan. Pembatasan tersebut adalah itikad baik dan
peraturan perundang-undangan. Untuk itu sifat memaksa dari undang-undang dapat juga dijadikan batasan kebebasan berkontrak. Jadi a contrario sepanjang isi dari
perjanjian gadai saham tersebut mengenai hukum yang bersifat mengatur, maka setiap orang dapat mengecualikannya. Sebaliknya, bila hal yang mau disepakati
masuk mengenai ketentuan yang bersifat memaksa, maka hal tersebut tidak dapat dikecualikan.
1. Hukum Mengatur Aanvullendrecht dan Hukum Memaksa Dwingendrecht pada
Gadai Saham Menurut daya kerjanya, hukum terdiri dari hukum yang memaksa
dwingendrecht dan hukum yang mengatur aanvullendrecht. Hukum memaksa adalah peraturan-peraturan yang tidak boleh disimpangi dengan jalan perjanjian.
Hukum memaksa mengikat tiada bersyarat, artinya tidak perduli apakah para pihak menghendaki untuk tunduk atau tidak. Sedang hukum yang mengatur adalah
peraturan-peraturan yang dibuat dengan perjanjian oleh pihak yang berkepentingan. Hukum mengatur hanya mengatur dan tidak mengikat dengan tiada bersyarat.
410
410
L.J. van Apeldoorn, Inleiding Tot De Studie Van Het Nederlandse Recht, diterjemahkan oleh Oetarid Sadino, Pengantar Ilmu Hukum Jakarta: Noor Komala, 1960, hal. 156-161. Menurut
Apeldoorn, pemberian istilah hukum yang memaksa dan hukum yang mengatur sebenarnya tidak tepat, karena menurutnya segala hukum itu memaksa dan segala hukum itu mangatur. Akan tetapi pemberian
Universitas Sumatera Utara
Hukum publik disebut sebagai hukum yang memaksa sedangkan hukum perdata disebut sebagai hukum yang mengatur.
Selanjutnya Ulpianus mengatakan: “Publicum ius est, quod ad statum rei romanae spectat, private quod ad
singuloru utitilate; sunt enim quaedam publice, utilia, quaedam privatim .”
Hukum publik adalah hukum yang berhubungan dengan kesejahteraan negara Romawi; hukum perdata adalah hukum yang mengurus kepentingan perorangan-
perorangan khusus; karena ada hal yang merupakan kepentingan umum, ada pula hal yang merupakan kepentingan perdata.
411
Berdasarkan pendapat Ulpianus, memang terdapat kepentingan-kepentingan umum dan ada kepentingan-kepentingan khusus dalam suatu isi hukum. Dengan kata
lain isi peraturan-peraturan hukum bergantung kepada kepentingan-kepentingan yang diatur oleh hukum.
412
Kepentingan-kepentingan yang diatur oleh hukum inilah yang menentukan daya kerja dari hukum tersebut. Hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan
umum biasanya adalah hukum yang memaksa sedangkan hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan khusus adalah hukum yang mengatur atau menambah.
413
Hukum publik disebut sebagai hukum yang memaksa karena ia mengatur kepentingan-kepentingan umum. Oleh karena itu seseorang tak diperbolehkan untuk
istilah itu diperlukan untuk membedakan antara hukum-hukum yang disebutkan pada paragraf sebelumnya.
411
Ibid, hal. 147-155
412
Ibid.
413
Ibid .
Universitas Sumatera Utara
mengecualikan hukum publik demi kepentingan-kepentingan perdata khusus. Sebaliknya hukum perdata biasanya adalah hukum yang mengatur, karena mengatur
kepentingan perdata. Pembentuk undang-undang pada umumnya memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk mengatur kepentingan sebagai yang
dikehendakinya.
414
Walaupun demikian, dalam hukum perdata banyak terdapat peraturan- peraturan yang sifatnya memaksa. Hal ini ditimbulkan oleh sebab-sebab sebagai
berikut:
415
a. Ketentuan yang ditetapkan dengan tujuan menghindarkan setiap orang melakukan
pelanggaran-pelanggaran dari suatu prinsip umum hukum perdata; b.
Ketentuan yang ditetapkan untuk mencegah penyalahgunaan posisi seseorang yang memiliki kedudukan ekonomi lebih kuat agar pihak lain yang berkedudukan
ekonomi lebih rendah tidak dipaksa untuk mengikuti kemauan pihak lain yang lebih kuat;
c. Ketentuan yang juga menyangkut kepentingan-kepentingan umum, sehingga
memiliki sifat campuran, yaitu hukum perdata dan hukum publik; d.
Ketentuan yang mengatur syarat sahnya perbuatan hukum, contohnya peraturan tentang kewenangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum dan tentang
bentuk-bentuk perbuatan hukum tersebut. Ketentuan ini bersifat memaksa karena
414
Ibid .
415
Ibid, hal. 157-158.
Universitas Sumatera Utara
tak dapat diserahkan pada orang-orang yang bertindak sendiri untuk menentukan syarat-syarat untuk sah atau tidaknya perbuatan-perbuatan hukum mereka.
Selanjutnya untuk mengetahui apakah suatu undang-undang tersebut bersifat memaksa, maka dapat digunakan ketentuan dalam Pasal 14 Algemeine van
Bepalingen yang menyatakan:
“Tak ada tindakan atau perjanjian yang dapat melumpuhkan kekuatan undang- undang yang bersangkutan dengan t
ertib hukum atau susila yang baik” Menurut ketentuan tersebut, segala peraturan mengenai tertib umum atau
susila yang baik adalah memaksa. Peraturan mengenai tertib umum adalah peraturan yang langsung tersangkut
kepentingan umum, jadi baik peraturan hukum publik maupun peraturan yang bersifat campuran hukum perdata dan hukum publik.
416
Peraturan mengenai susila baik adalah peraturan yang mengenai kesusilaan yang berlaku dalam mayarakat pada waktu sekarang positieve moraal artinya
peraturan yang umumnya diakui dan diikuti sebagai peraturan kesusilaan dalam masyarakat pada waktu tersebut.
417
Mengenai pendapat yang menggeneralisasi hukum yang memaksa adalah sama dengan hukum publik dan hukum yang mengatur adalah sama dengan hukum
perdata, sepenuhnya tidak benar. Untuk hukum perdata, terdapat pengecualian yang
416
Ibid.
417
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan sifatnya menjadi memaksa. Hal ini tidak menyebabkan aturan tersebut dapat diklasifikasi sebagai hukum publik, hakekatnya tetap hukum perdata tetapi
dengan sifat memaksa. Khusus untuk hukum perdata yang bersifat memaksa, terhadapnya tidak dapat dikecualikan dengan perjanjian. Setiap orang harus
mematuhinya dengan tidak bersyarat. Ketentuan UUPT Tahun 2007, termasuk ke dalam ranah hukum perdata.
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUPT Tahun 2007, yang dimaksud dengan Perseroan Terbatas adalah:
”Badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-
undang ini serta peraturan pelaksanaannya.” Dengan adanya kata perjanjian, pada hakekatnya perseroan terbatas
merupakan suatu lembaga yang masuk ke dalam ranah hukum perdata. Aturan mengenai preemptive right pada Pasal 57 ayat 1 UUPT Tahun 2007,
juga merupakan kepentingan perdata, kepentingan yang bebas untuk diatur oleh para pihak yang membuatnya. Namun karena ketentuan tentang preemtive right tersebut
menentukan keabsahan dari perbuatan pemindahan hak atas saham, maka memiliki sifat memaksa dwingendrecht. Dengan demikian konsekuensi hukumnya adalah
dalam jaminan gadai saham pada perjanjian gadai saham preemtive right tidak dapat dikecualikan dengan perjanjian gadai saham. Preemtive right hanya dapat
dikecualikan dengan syarat-syarat limitatif yang disebutkan dalam Pasal 57 ayat 2
Universitas Sumatera Utara
UUPT Tahun 2007 atau haknya telah dilepaskan oleh si pemilik preemtive right itu sendiri.
2. Hak memesan saham terlebih dahulu preemtive right dalam gadai saham belum
jelas pengaturannya dalam hukum di Indonesia Pada UUPT Tahun 2007 dikenal ada dua macam preemtive right yaitu hak
yang diatur pada Pasal 43 dan Pasal 57-58 UUPT Tahun 2007. Pasal 43 mengatur mengenai keharusan untuk menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham
untuk saham yang dikeluarkan untuk penambahan modal. Sedangkan Pasal 57-58 UUPT Tahun 2007 mengatur mengenai keharusan untuk menawarkan terlebih dahulu
penjualan saham yang dimiliki oleh pemegang saham. Berdasarkan Pasal 43 UUPT Tahun 2007, preemtive right terhadap saham hanya dapat dikecualikan terhadap
saham yang dikeluarkan yang ditujukan kepada karyawan perseroan Employee Stock Option Program
418
, pemegang obligasi atau efek lain dapat dikonversikan menjadi saham yang telah disetujui oleh RUPS atau yang dilakukan dalam rangka reorganisasi
danatau resrtrukturisasi yang telah disetujui RUPS. Berdasarkan Pasal 57 ayat 2 UUPT Tahun 2007, preemptive right terhadap
saham yang telah dikeluarkan hanya dapat dikesampingkan dalam hal peralihan hak karena hukum, antara lain penggabungan, peleburan atau pemisahan. Dalam hal
hubungannya dengan eksekusi gadai saham, hukum Indonesia tidak dengan jelas
418
Dalam Nomor IX.D.4 Lampiran Keputusan Ketua Bapepam No. Kep 44PM1998 bahwa emiten atau perusahaan publik dapat menambah modal tanpa memberikan hak memesan efek terlebih
dahulu HMETD kepada pemegang saham sepanjang ditentukan dalam aggaran dasar dengan syarat tertentu.
Universitas Sumatera Utara
mengatur keberlakuan preemtive right tersebut. Berbeda dengan hukum di Swedia yang menegaskan bahwa preemptive right tetap berlaku dalam eksekusi gadai
saham.
419
Bila dikaji lebih lanjut bahwa hak memesan saham terlebih dahulu ini memang suatu hak yang lahir karena adanya suatu perjanjian, yaitu anggaran dasar
perseroan. Sedangkan Pasal 55 UUPT Tahun 2007 mengharuskan setiap pemindahan hak atas saham untuk mengikuti ketentuan-ketentuan yang diatur dalam anggaran
dasar. Bahwa kekuatan mengikat dari undang-undang tersebut tidak tergantung pada kesepakatan orang atau para pihak, melainkan hanya dibatasi pada asas teritorial saja.
Sehingga setiap penduduk yang berada di wilayah kedaulatan negara kesatuan Indonesia harus mematuhi ketentuan Pasal 55 UUPT Tahun 2007. Sehingga dalam
hal eksekusi gadai saham, para pihak harus memperhatikan ketentuan ini. Dalam sistem hukum common law khususnya Negara Singapura dan
Malaysia terdapat ketentuan yang disebut sebagai transfer restriction. Perseroan wajib untuk mengeluarkan surat saham baru atas pemegang saham yang baru apabila
pemindahan hak atas saham tersebut memenuhi tata cara peralihan hak yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dan tidak ada transfer restriction. Pada
prinsipnya setiap saham bebas untuk dialihkan tetapi harus mengikuti batasan-batasan yang ditetapkan dalam anggaran dasar. Salah satu batasannya adalah ketentuan
mengenai keharusan untuk menawarkan saham terlebih dahulu kepada pemegang
419
Roschier Attorneys Ltd, “Preemptive right, Requrement for Consent and Right of First Refusal
in the
Article of
Association of
a Limited
Liability Company
in Sweden
”, http:www.lexuniversal.comenarticles1181
, diakses Oktober 2010.
Universitas Sumatera Utara
saham . Konsekuensinya bila tidak dipatuhi oleh para pihak, maka perseroan tidak diwajibkan untuk mengeluarkan surat saham baru atas nama pemegang saham yang
baru tersebut.
420
Pada kasus antara DBA yang mengeksekusi saham Asminco, jenis hak memesan saham terlebih dahulu yang relevan adalah preemptive right terhadap
saham yang telah dikeluarkan. Dapat dilihat dari Share Pladge Agreement antara Asminco dengan DBA Pasal 2.1 yang berbunyi
“in order to secure the prompt payment when due...the Borrower hereby pledges to the Bank and the Bank hereby
accepts the Stock...”. Yang dimaksud dengan Stock adalah “the shares of the capital stock of the Company now owned by the Borrower...”
421
Prosentasi banyaknya saham IBT yang dimiliki Asminco adalah sebesar 40, sehingga jika mengacu pada Share
Pledge Agreement semua saham tersebut digadaikan kepada DBA. Jadi dalam
perjanjian tersebut saham yang digadaikan adalah saham yang telah dikeluarkan. Pada anggaran dasar IBT berdasar Pasal 9.4, diatur bahwa setiap pemegang
saham memiliki preemptive right. Dengan kata lain bahwa setiap pemegang saham yang ingin memindahkan hak atas saham, haruslah menawarkan terlebih dahulu
kepada pemegang saham lainnya. Ditetapkan juga caranya yaitu diajukan secara tertulis dengan disertai harga dan persyaratan penjualan. Tawaran tersebut tetap
berlaku dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal penawaran dan pembelian dan harus sesuai dengan perimbangan jumlah saham yang dimiliki masing-masing.
420
Walter Woon, Company Law, Malaysia: Sweet Maxwell Asia, 2000, hal 469-473
421
Dalam perjanjian tersebut, yang dimaksud dengan Borrower dan Company berturut-turut adalah Asminco dan IBT
Universitas Sumatera Utara
Setelah langkah tersebut terpenuhi dan apabila ternyata pemegang saham yang lain tidak membeli, maka barulah saham tersebut dapat ditawarkan kepada pihak ketiga
yang dalam hal ini barulah aturan yang dimaksudkan pada Pasal 1155, 1156 KUHPerdata dapat diberlakukan.
Menurut penulis, jika barang gadai dijual secara tidak dimuka umum, seperti yang disyaratkan dalam KUHPerdata Pasal 1152 alinea 2 tersebut sebenarnya tidak
ada pertentangan yang terjadi, karena tidak ada larangan bagi si pemegang saham untuk melakukan penawaran lebih dahulu, malahan jika penjualan dilakukan di muka
umum, maka berdasarkan aturan dalam Pasal 1 Vendu Reglement dan Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Kauangan No. 40PMK.072006 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Lelang, si pemegang gadai tidak diperbolehkan untuk melakukan penawaran terbatas kepada beberapa orang saja melainkan harus dilakukan secara terbuka seluas-luasnya.
Berbagai Penetapan serta Putusan pengadilan dan Putusan MARI yang dijabarkan selanjutnya adalah merupakan suatu dampak penormaan yang ada serta
adanya asas kebebasan berkontrak diberikan oleh ketentuan yang ada kepada para pihak dalam hal ini kreditur dan debitur dalam perjanjian gadai saham. Ketidak-
konsistenan putusan pengadilan tersebut menimbulkan ketidak-pastian hukum dan menimbulkan rasa ketidakadilan bagi para pihak yang terkait.
Pada dasarnya setiap perbuatan pemindahan hak atas saham, orang yang hendak melakukannya memiliki keharusan untuk menawarkan sahamnya terlebih
dahulu kepada pemegang saham yang lain. Ketentuan ini mengikat apabila memang
Universitas Sumatera Utara
diatur dalam anggaran dasar perseroan yang mengeluarkan saham tersebut.
422
Pasal 57 UUPT Tahun 2007, menentukan persyaratan pemindahan hak atas saham. Dalam
anggaran dasar dapat diatur persyaratan mengenai pemindahan hak atas saham antara lain keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan
klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya. Keharusan untuk menawarkan saham terlebih dahulu ini, bila dilihat dari
pemegang saham lainnya, disebut sebagai hak memesan saham terlebih dahulu. Hak memesan saham terlebih dahulu terbagi dua, yaitu preemptive right terhadap saham
yang masih dalam portepel untuk melakukan peningkatan modal perseroan dan preepmtive right
terhadap saham yang telah dikeluarkan tidak terjadi peningkatan modal perseroan.
423
Apabila pemegang saham hendak menjual sahamnya, selain harus lebih dahulu ditawarkan kepada pemegang saham dalam klasifikasi yang sama
atau pemegang saham lainnya, pemindahan hak atas saham melalui jual beli, tunduk kepada ketentuan Pasal 1457 KUHPerdata. Terdapat persetujuan antara para pihak,
dan pihak yang satu mengikatkan diri untuk menyerahkan saham tersebut, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan merupakan suatu keharusan.
Jika dihubungkan dengan ketika debitur tidak melaksanakan kewajibannya untuk membayar utang pada waktu yang telah ditentukan, apakah kreditur dalam menjual
gadai saham harus dilakukan dengan persetujuan pemberi gadai? Pengadilan
422
Pasal 57 UUPT Tahun 2007.
423
Karimsyah Law Firm , “Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu Rights Issue”,
http:www.karimsyah.comimagescontentarticle20050922170905.pdf, diakses 2008
Universitas Sumatera Utara
menetapkan dengan Penetapan 333Pdt.P2001PN.Jak.Sel, bahwa penjualan seluruh saham yang digadaikan tanpa perlu mendapat persetujuan terlebih dahulu.
Di beberapa negara bagian di Amerika Serikat, setiap pemegang saham harus menjalankan ketentuan mengenai preemptive right walaupun anggaran dasar
perseroan yang mengeluarkan sahamnya tidak mengatur demikian.
424
Alasannya, preemptive right
adalah menghindari terjadinya dilusi porsi kepemilikan perseroan oleh pemegang saham dan juga untuk menjaga terdilusinya porsi kontrol
perusahaan.
425
Selain itu preemptive right juga bermaksud untuk memberikan pemilik atau pemegang saham perseroan suatu kesempatan yang pertama dan utama untuk
memiliki atau turut memiliki saham yang hendak ditawarkan.
426
Apabila konsep perseroan terbatas dianalogikan dengan konsep persekutuan perdata maatschap
maka alasan adanya preemptive right adalah untuk mengutamakan manfaat bersama antara sekutu atau dalam hal perseroan terbatas, antara pemegang saham.
427
Pengaturan preemptive right tidak secara tegas diatur pada UUPT Tahun 2007. Hal ini terlihat dalam ketentuan yang menunjuk bahwa ketentuan tersebut dapat
diatur oleh para pihak dalam anggaran dasar perseroan. Sebagai perbandingan, dalam hukum perusahaan di Swedia, ketentuan mengenai preemptive right pada peraturan
perundang-undangannya secara tegas dinyatakan berlaku dalam perbuatan pengalihan
424
J.David Reitzel, et,Al., Contemporary Business Law, Principles and Cases, United States: McGraw-Hill Inc, 1986, hal. 1035
425
Thomas J. Harron, Business Law, Massachusets: Allyn and Bacon, Inc.,1981, hal. 794- 795.
426
Agustinus Dawarja, “First Right of RefusalPengelolaan Sumber Daya Alam Bangsa,” http:www.lexregis.com?menu=legal_articleid_la=28
, 9 Maret 2009
427
Pasal 1618 KUHPerdata
Universitas Sumatera Utara
saham melalui akuisisi, jual beli, hibah tidak termasuk warisan dan hibah wasiat dan termasuk juga perolehan saham karena prosedur eksekusi atau pailit.
428
Oleh karena itu menurut penulis, dalam hukum Indonesia, bila para pihak para pemegang saham memang menginginkan ketentuan hak memesan saham
terlebih dahulu diatur secara lengkap dan defenitif, melalui RUPS dan harus menetapkan hal-hal yang dikehendaki dalam anggaran dasar perseroan.
Timbulnya permasalahan hukum apakah eksekusi gadai saham dapat dilakukan secara dibawah tangan private sale tanpa melalui kantor lelang, hal ini
muncul karena adanya frasa “kecuali ditentukan lain” dalam Pasal 1155 ayat 1 KUHPerdata, yang juga merupakan cerminan dari perwujudan asas kebebasan
berkontrak. Dalam Penetapan No. 332Pdt.P2001PN.Jak.Sel sampai dengan Penetapan
No. 343Pdt.P2001PN.Jak.Sel dengan pemohon Deutche Bank Aktiengesellschaft, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan bahwa kreditur berhak untuk menjual
keseluruhan saham yang telah digadaikan secara privat atau “secara tidak di muka umum” karena hal tersebut diperjanjikan dalam suatu perjanjian gadai saham share
pledge agreement .
Dalam Putusan Mahkamah Agung MA No. 115 PKPDT2007 jo. No. 517PDT.G2003PN.JKT.PST dinyatakan bahwa penjualan harus dilakukan dengan
cara lelang di muka umum atau dengan cara lain yang telah ditentukan oleh Putusan
Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Kesimpulan ini ditarik dari
428
http:www.lexuniversal.comenarticles1181 , Op.Cit, diakses 20 September 2010.
Universitas Sumatera Utara
pertimbangan bahwa eksekusi gadai saham secara tegas telah diatur dalam ketentuan gadai yang bersifat tertutup dan tidak dapat disimpangi, penjualan harus dilakukan
dengan cara lelang di muka umum sesuai ketentuan Pasal 1155 KUHPerdata atau dengan cara lain yang ditentukan oleh Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap sesuai dengan ketentuan Pasal 1156 KUHPerdata. Bahwa yang menarik dalam dalam putusan tersebut adalah “cara lain” yang ditentukan oleh
Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum. Putusan ini tidak menyatakan bahwa penjualan secara privat tidak diizinkan, tetapi harus melalui Putusan
Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Dalam sudut pandang praktis, dari penjualan secara privat dan ditentukan oleh Putusan Pengadilan yang berkekuatan
hukum tetap bisa didapatkan nilai penjualan yang lebih tinggi sehingga apabila disetujui oleh kedua pihak yang bersengketa, cara itu harusnya masuk akal untuk
ditempuh. Aspek lain yang penting untuk dicatat dalam putusan ini adalah bahwa eksekusi gadai tidak dapat dikecualikan, artinya walaupun diperjanjikan oleh pemberi
dan penerima gadai, tetap untuk mengeksekusi barang gadai harus tunduk pada aturan dan mekanisme yang mengaturnya, apalagi eksekusi gadai yang bersifat tertutup.
Tentang penentuan eksekusi gadai saham secara privat atau melalui kantor lelang harus berdasarkan penetapan atau putusan pengadilan dapat dilihat dalam
Penetapan No. PTJ.KPT.01.2005 sampai dengan Penetapan No. PTJ.KPT.04.2005 jo. Penetapan No. 33pdt.P2002PN. Jaksel sampai dengan Penetapan No.
36Pdt.P2002PN. Jaksel, PNJakarta Selatan menentukan walaupun kreditur telah menjual secara privat gadai saham yang dipegang dengan dasar telah diperjanjikan
Universitas Sumatera Utara
memiliki hak parate eksekusi, setelah itu tetap meminta penetapan dari pengadilan agar penjualan tersebut adalah sah.
Sikap yang sama juga diambil dalam Penetapan No. PTJ.KPT.01.2005 sampai dengan Penetapan No. PTJ.KPT.04.2005 jo. Penetapan No. 33Pdt.P2002PN. Jaksel
sampai dengan Penetapan No. 36Pdt.P2002PN. Jaksel yang menyatakan bahwa “Berdasarkan Pasal 1156 KUHPerdata untuk melakukan eksekusi maka lembaga
jaminan gadai memerlukan pengadilan. Selanjutnya dalam putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia MARI
No. 115PKPDT2007 jo. No.517PDT.G2003PN.JKT.PST, Mahkamah Agung MA menyatakan bahwa metode eksekusi harus dilakukan berdasarkan yang telah
ditentukan oleh Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Sehingga penentuan apakah suatu gadai saham dieksekusi secara privat atau melalui kantor
lelang harus berdasarkan penetapanputusan pengadilan. Apabila eksekusi gadai saham dilakukan secara privat, yaitu tanpa melalui
kantor lelang dibenarkan, apakah harus melalui prosedur permohonan ataukah harus melalui prosedur gugatan. Hal ini dapat dilihat pada Penetapan No. PTJ.KPT.01.2005
sampai dengan
Penetapan No.
PTJ.KPT.04.2005 jo.
Penetapan No.
33Pdt.P2002PN.Jaksel sampai dengan Penetapan No. 36Pdt.P2002PN. Jaksel, Pengadilan Jakarta Selatan menentukan memang secara umum prosedur eksekusi
obyek jaminan melalui perantaraan pengadilan adalah melalui permohonan eksekusi terhadap obyek jaminan
. Dengan demikian, prosedur yang ditempuh tidaklah melalui upaya gugatan
, tetapi dengan permohonan. Namun dalam kasus tersebut perjanjian
Universitas Sumatera Utara
gadai sahamnya bersifat ikutan accesoir dari perjanjian pokok utang piutang sehingga termasuk dalam perkara sengketa yang terjadi antara para pihak yang
berkepentingan kreditur dan debitur sehingga seharusnya diajukan dalam bentuk gugatan. Dengan demikian bahwa gadai saham dilakukan melalui permohonan
kecuali jika perjanjian gadai saham bersifat ikutan accesoir. Bahwa Apabila perjanjian gadai saham bersifat accesoir, maka perjanjian gadai saham tersebut
berakhir ketika perjanjian pokoknya berakhir. Hal ini dapat terlihat dalam putusan kasus PT Ongko Multicorpora PT Mitra
Investindo Multicorpora vs BFI. Putusan PK Nomor 115 PKPDT2007 jo. No. 517PDT.G2003PN.JKT.PST, MARI menyatakan berlakunya hak gadai atas saham
bergantung pada ada tidaknya perjanjian pokok atau utang piutang, yang artinya jika perjanjian utang piutang sah, perjanjian gadai sahamnya sebagai perjanjian tambahan
juga sah, sebaliknya jika perjanjian utang piutang tidak sah, perjanjian gadai sahamnya juga tidak sah. Dalam kasus tersebut dinyatakan bahwa perjanjian gadai
saham tersebut tetap berlaku sepanjang APT tidak melakukan wanprestasi kepada BFI.
Majelis Pengadilan negeri Jakarta Pusat memutuskan bahwa Akta Gadai Saham Pledge of shares Agreement tertanggal 1 Juni 1999, surat tanggal 22
Februari 2000 Perubahan Akta Gadai Saham Concent to Transfer, tanggal 7 Agustus 2000 dan Surat Kuasa Power of attorney tanggal 7 Agustus 2000 telah
gugur dan tidak berlaku lagi terhitung sejak tanggal 1 Desember 2000 dan karenanya seluruh perjanjian dan perbuatan hukum yang dibuat dan dilakukan Ongko
Universitas Sumatera Utara
Multicorpora dan Debenture Trust Corporation berdasarkan perjanjian-perjanjian tersebut sejak tanggal 1 Desember 2000 adalah batal demi hukum.
Dalam Putusan MARI No. 240PKPDT2006, MARI menentukan bahwa hak mengeksekusi barang yang digadaikan ada pada pihak penerima gadai selama
perjanjian gadai itu masih berlaku . Dengan kata lain, dengan berakhirnya masa
berlaku perpanjangan gadai dalam kasus tersebut, hak untuk mengeksekusi demi hukum turut berakhir gugur.
Dalam Putusan
PK Nomor
115PKPDT2007 jo.
No.517PDT.G2003PN.JKT.PST, MARI menentukan bahwa perjanjian gadai saham akan berlaku terus dengan sistem diperpanjang selama utang belum lunas.
Dalam putusan
MARI No.
240PKPDT2006 jo.
No. 123PDT.G2003PN.JKT.PST, MARI menyatakan kreditur melakukan parate
eksekusi atas gadai saham yang diterimanya. Namun, oleh majelis hakim dianggap sebagai perbuatan melawan hukum karena perjanjian gadai saham telah berakhir.
Hak mengeksekusi saham yang digadaikan ada pada penerima gadai selama perjanjian itu masih berlaku.
Isu hukum tentang perjanjian gadai saham bisa berakhir sebelum perjanjian pokok berakhir, dapat dilihat dalam putusan MARI No. 240PKPDT2006 jo.
123PDT.G2003PN.JKT.PST, MARI menyatakan bahwa hak mengeksekusi saham yang digadaikan ada pada penerima gadai
selama perjanjian itu masih berlaku. Berakhirnya suatu gadai bukan harus karena utang yang dijamin telah
lunas. Saham-saham terikat sebagai jaminan hanya selama jangka waktu yang
Universitas Sumatera Utara
telah disepakati para pihak dan bukan sampai seluruh utang lunas. Dimungkinkan apabila suatu perjanjian gadai saham berakhir tanpa adanya
pembebasanpelunasan utang yang dijamin. Hal ini tidak sesuai dengan sifat gadai saham yang bersifat
accesoir, bahwa perjanjian gadai saham berakhir ketika perjanjian pokoknya yaitu utang piutang berakhir.
Isu hukum tentang pembuatan surat kuasa mutlak atau irrevocable power of attorney, merupakan tindakan kepemilikan terhadap benda gadai oleh kreditur penerima gadai.
Pasal 1154 KUHPerdata mengatur bahwa ketika debitur cidera janji, kreditur dilarang secara serta merta menjadi pemilik benda yang dibebani gadai. Alasannya adalah
mencegah kreditur penerima gadai memiliki benda gadai yang nilainya lebih tinggi dari jumlah utang debitur beserta bunga dan denda. Dalam praktik pemberian fasilitas
kredit oleh bank, untuk kepentingan eksekusi dibuat surat kuasa mutlak atau irrevocable power of attorney
yang isinya debitur memberi kuasa kepada kreditur kuasa yang tidak dapat ditarik kembali, untuk menjual saham-saham yang
digadaikan dengan cara dan harga yang ditentukan oleh kreditur. Surat kuasa ini sudah dibuat sebelum debitur cidera janji. Permasalahan hukum yang timbul apakah
pembuatan surat kuasa seperti ini, substansinya merupakan tindakan kepemilikan oleh kreditur penerima gadai yang dilarang oleh Pasal 1154 KUHPerdata.
Dalam Putusan
PK Nomor
115 PKPDT2007
jo. No.
517PDT.G2003PN.JKT.PST, MARI menyatakan bahwa irrevocable power of attorney
tidak memenuhi syarat dan tidak memiliki kualitas sebagai kuasa yang berdiri sendiri sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1792, 1796 KUHPerdata,
Universitas Sumatera Utara
karena nyata-nyata power of attorney tidak berdiri sendiri. Power of attorney lahir karena adanya perjanjian gadai saham dan karenanya demi hukum tidak boleh
dipergunakan selain untuk dan dalam rangka eksekusi gadai saham. Isu hukum tentang memperpanjang masa gadai apakah kreditur penerima
gadai harus meminta persetujuan atau cukup hanya melakukan pemberitahuan notification saja dari debitur pemberi gadai.
Dalam Putusan
PK Nomor
115 PKPDT2007
jo. No.
517PDT.G2003PN.JKT.PST, MARI
menyatakan bahwa
cukup dengan
pemberitahuan, merujuk pada Pasal 49 ayat 1 UUPT Tahun 1995, bahwa pemindahan hak atas saham atas nama dilakukan dengan akta pemindahan hak. Ayat
2, Akta pemindahan hak sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 atau salinannya disampaikan secara tertulis kepada perseroan, sehingga perpanjangan gadai saham
cukup dengan pemberitahuan saja, tidak memerlukan persetujuan debitur. Dampak penjualan saham yang dinyatakan tidak sah terhadap pembeli pihak ketiga
yang beritikad baik tetap diberikan. Dalam Penetapan No. 092007 Eks, dinyatakan bahwa Putusan PK dalam Kasus
Aryaputra Teguharta vs BFI 240PKPDT2006 jo. 123PDT.G2003PN.JKT.PST, adalah non executable. Ketika saham-saham tersebut telah dijual di pasar modal
meskipun kreditur kalah, perlindungan terhadap pihak ketiga yang beritikad baik tetap diberikan.
Universitas Sumatera Utara
Pendapat yang
senada juga
diutarakan dalam
Penetapan 332Pdt.P2001PN.JakSel; Pembeli berhak untuk melaksanakan dan menikmati
segala hak-hak yang terbit dari saham-saham yang bersangkutan. Pada Putusan Arbitrase
429
Pemerintah Indonesia melawan PT Newmont Nusa Tenggara yang menyatakan berdasarkan Pasal 1492 KUPerdata, Pemerintah
Indonesia dapat menuntut PT NNT sebagai penjual menjalankan kewajibannya dalam hal penanggungan dan pemerintah berhak untuk menerima gadai saham tersebut.
Artinya, sebagai pembeli yang beritikad baik, saham tersebut walaupun tidak dijual secara sah tetap merupakan milik pembeli yang beritikad baik. Penjual kreditur
saham harus bertanggungjawab atas perbuatannya menjual saham secara tidak sah kepada pihak pemberi gadai. Dengan demikian, pembeli pihak ketiga gadai tetap
berhak atas saham walaupun pemegang gadai kreditur menjualnya secara tidak sah.
D.
Perlindungan Hukum terhadap Debitur Pemberi dan Kreditur Pemegang Gadai Saham yang Berlandaskan Kebebasan Berkontrak dalam Kredit
Perbankan
Perlindungan hukum dalam transaksi perbankan, khususnya dibidang perkreditan, merupakan hal yang patut dikedepankan agar kepentingan para pihak
dapat terlindungi. Wujud perlindungan hukum pada dasarnya merupakan upaya penegakan hukum. Penegakan hukum secara konsepsional merupakan kegiatan
429
http:www.jatam.org . Boks 1 Rencana Divestasi Saham PT Newmont Nusa Tenggara
Pasca Sidang Arbitrase. Diakses 16 Januari 2012
Universitas Sumatera Utara
menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah yang mantap dan pada akhirnya merupakan sikap dan tindakan sebagai penjabaran nilai
untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.
430
Selanjutnya konkretisasi dari upaya penegakan hukum secara konsepsional dijabarkan bahwa manusia didalam pergaulannya mempunyai pandangan-pandangan
tertentu mengenai apa yang baik dan apa yang buruk. Pandangan-pandangan tersebut senantiasa terwujud dalam pasangan-pasangan tertentu, misalnya pasangan nilai
kepentingan umum dan kepentingan pribadi. Didalam penegakan hukum, pasangan nilai-nilai tersebut perlu diserasikan
dan dijabarkan secara lebih konkrit lagi karena nilai-nilai tersebut lazimnya bersifat abstrak. Penjabaran lebih konkrit diwujudkan dalam bentuk kaidah-kaidah hukum
yang berisikan suruhan, larangan, dan kebolehan. Kaidah-kaidah itu menjadi pedoman atau patokan perilaku atau sikap tindak yang dianggap pantas atau yang
seharusnya. Perilaku atau sikap tindak tersebut bertujuan untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian.
431
Faktor-faktor yang patut dipertimbangkan dalam penegakan hukum adalah faktor hukumnya sendiri, faktor penegakan hukum, yakni pihak-pihak yang
430
Soerjono Soekanto. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: Rajawali Press, 1983, hal.2.
431
Ibid, hal. 3-4. Bandingkan lebih lanjut, Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan, Jakarta: Arikha Media Cipta, 1995, hal. 61. Menurutnya penegakan hukum atau law enforcement Inggris
atau rechthandhaving Belanda adalah upaya yang dilakukan oleh negara melalui berbagai aparat pelaksana hukum terkait. Penegakan hukum merupakan pelaksanaan hukum secara konkrit dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari. Dalam penegakan hukum digunakan instrumen administratif, kepidanaan, atau keperdataan agar dapat dicapai penataan ketentuan hukum dan peraturan yang
berlaku umum dan individual. Penegakan handhaving dibagi dua tahap, yaitu pertama tindakan preventif yang meliputi upaya penerangan, dan nasihat dan kedua; tindakan represif.
Universitas Sumatera Utara
membentuk atau menerapkan hukum, faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, faktor masyarakat, yakni tempat hukum itu berlaku dan
diterapkan dan faktor kebudayaan, yakni hukum sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
432
Upaya penegakan hukum tidak terlepas dari cita hukum yang dianut dalam masyarakat yang bersangkutan ke dalam perangkat berbagai aturan hukum positif,
lembaga hukum, dan proses perilaku birokrasi pemerintah dan warga masyarakat.
433
Hukum dapat diartikan sebagai aturan yang mengatur perilaku manusia dan mengikat mereka sejak diundangkan.
434
Oleh karena itu, hukum tak boleh disimpangi atau dikecualikan karena akan menimbulkan ketidak-adilan dan ketidak-teraturan,
kecuali pengecualian tersebut diperkenankan oleh hukum itu sendiri. Salah satu pengecualian hukum yang diperkenankan adalah pengecualian dikarenakan
berlakunya asas lex specialis derogate legi generali artinya aturan yang khusus menderogasi aturan yang umum. Sebagai contoh, Undang-Undang No. 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal UUPM 1995 yang mengecualikan ketentuan mengenai perseroan terbatas yang diatur dalam UUPT Tahun 2007. Dalam hal ini UUPM
Tahun 1995 adalah lex specialis dari UUPT Tahun 2007. Selain itu terdapat hukum yang aturannya hanya mengikat kepada pihak-pihak
yang sepakat membuatnya saja dan berlaku sebagai undang-undang, yaitu hukum
432
Soerjono Soekanto, Op. Cit, hal. 4-5.
433
Arief Sidharta, Refleksi tentang Struktur Hukum, Bandung:Mandar Maju, 1999, hal 180.
434
Hukum adalah “een regel van behoren is, een bevel.” E. Utrecht, Pengantar Dalam
Hukum Indonesia, cet 3 Jakarta: N.V.Penerbitan dan Balai Buku Indonesia, 1956, hal. 9-19
Universitas Sumatera Utara
yang disebut dengan perikatan atau verbintenis.
435
Perikatan
436
adalah suatu hubungan hukum kekayaanharta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi
kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi.
437
Berdasarkan defenisi perikatan tersebut, maka bagi para pihak dalam suatu perikatan
438
harus menghormati hak atau recht
pihak lainnya dan melaksanakan kewajibannya atau plicht
439
Sedangkan perjanjian
440
adalah suatu perbuatan dengan mana 1 satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 satu orang lain atau lebih, seperti yang
tercantum pada Pasal 1313 KUHPerdata, yang dapat dinilai dengan uang. Perjanjian adalah kehendak para pihak yang membuatnya. Sehingga dalam hukum perikatan
pengecualian dapat dilakukan oleh salah satu pihak atau lebih sepanjang disetujui oleh semua pihak yang membuatnya. Hal ini sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata
yang berbunyi: “Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:1. sepakat mereka
yang mengikat dirinya; 2. kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; 3. suatu hal tertentu; 4. suatu causa yang halal.”
Pada Pasal 1338 ayat 1 menyatakan:
“ Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
435
Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, hal. 89.
436
R. Subekti, Hukum, Op.Cit, hal.1, mengartikan perikatan sebagai suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu
hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.
437
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian Bandung: Alumni, 1986, hal. 6-7.
438
Buku III KUHPerdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan.
439
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum, Op. Cit, hal.7
440
Mariam Darus badrulzaman, Dkk, Kompilasi, Op.Cit., hal.65
Universitas Sumatera Utara
Causa yang halal seperti yang diatur Pasal 1320 mengisyaratkan bahwa perjanjian harus memuat causa yang tidak boleh bertentangan dengan undang-
undang.
441
Asas kebebasan berkontrak atau contractvrijheid yang merupakan salah satu asas dalam hukum perjanjian, yaitu sebagai kehendak yang bebas untuk membuat
atau tidak membuat suatu perjanjian yang mengikat mengenai urusan-urusan pribadi seseorang, termasuk hak untuk membuat perjanjian-perjanjian kerja, dan untuk
menentukan syarat-syarat yang dianggapnya baik sebagai hasil dari perundingan atau tawar-menawar dengan pihak lainnya.
442
Berdasarkan defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap orang mempunyai hak untuk menentukan bentuk dan isi perjanjian yang dibuatnya.
Kebebasan berkontrak yang diberikan ini dibatasi oleh tanggung jawab para pihak dan kewenangan hakim untuk menilai isi setiap kontrak.
443
Dengan adanya kebebasan berkontrak adanya perjanjian yang mengecualikan undang-undang dapat menimbulkan ketidaktertiban dan ketidakadilan, sehingga
bertentangan dengan cita hukum itu sendiri. Hal ini dapat dilihat pada perjanjian gadai saham, khususnya tentang penjualan benda gadai atau eksekusi gadai yang
diatur pada Pasal 1155 KUHPerdata alinea 1 yang berbunyi:
441
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas, Op.Cit, hal 37
442
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan, Op.Cit, hal 45. Defenisi yang diberikan merupakan pengertian asas kebebasan berkontrak menurut sistem hukum common law di Amerika Serikat.
443
Rosa Agustina, “Asas Kebebasan Berkontrak dan Batas-Batasnya dalam Hukum
Perjanjian .”
http:209.85.175.104search?q=cache;gFOif8VOA5gJ:www.theceli.comindex.php3F0bti on3Dcom_docman26task3Ddoc_download26gid3D17626Itemid3D27+pengertian+kebe
basan+berkontrakhl=idct=clnkcd=1gl=id, diakses 13 September 2009
Universitas Sumatera Utara
“Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain, maka si berpiutang adalah berhak jika si berutang atau si pemberi gadai bercedera janji, setelah
tenggang waktu yang ditentukan lampau, atau jika tidak telah ditentukan suatu tenggang waktu, setelah dilakukannya suatu peringatan untuk membayar,
menyur uh menjual barang gadainya di muka umum ...”
Dari ketentuan tersebut ada dua cara melaksanakan penjualan benda gadai
atau eksekusi gadai, yaitu dengan menjual di muka umum dan menjual tidak di muka umum jika memang telah diperjanjikan para pihak. Namun karena benda gadai
tersebut adalah berupa saham maka harus diperhatikan proses pemindahan hak atas saham tersebut sesuai ketentuan UUPT
444
Tahun 2007 dan juga anggaran dasar dari perseroan tersebut.
Apabila dalam anggaran dasar telah diatur cara pemindahan hak atas saham tersebut, yaitu dengan kewajiban bagi pemegang saham untuk menawarkan
sahamnya ke pemegang saham terlebih dahulu preemptive right, maka harus memenuhi ketentuan tersebut. Hal ini dimungkinkan dengan adanya ketentuan Pasal
57 ayat 1 UUPT Tahun 2007.
445
Namun walaupun telah diatur sedemikian rupa apakah dimungkinkan para pihak dapat melakukan pengecualian dari ketentuan
tersebut dengan adanya kebebasan berkontrak, dengan menuangkannya dalam bentuk
444
Pasal 55 UUPT Tahun 2007: “Dalam anggaran dasar perseroan ditentukan cara pemindahan hak atas saham sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan.”
445
Pasal 57 UUPT Tahun 2007: 1
“Dalam anggaran dasar dapat diatur persyaratan mengenai pemindahan hak atas saham, yaitu: a.
Keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya;
b. Keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari organ perseroan; danatau
c. Kaharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang berwenang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku dalam hal pemindahan hak atas
saham disebabkan peralihan hak karena hukum, kecuali keharusan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c berkenaan dengan kewarisan.”
Universitas Sumatera Utara
perjanjian gadai saham. Artinya kreditur atau penerima gadai dapat menjual saham tersebut tanpa memperdulikan ketentuan yang telah disebutkan dan tindakan yang
dilakukan tersebut sebenarnya telah dibukakan kemungkinannya pada ketentuan KUHPerdata dan Pasal 12 A ayat 1 UUP Tahun 1998.
446
Permasalahan hukum apakah eksekusi gadai saham bisa dilakukan secara privat tanpa melalui kantor lelang ini muncul karena frasa “kecuali ditentukan lain”
dalam Pasal 1155 ayat 1 KUHPerdata, dan berdasarkan Pasal 1156 KUHPerdata untuk melakukan eksekusi maka lembaga jaminan gadai memerlukan pengadilan.
Secara umum prosedur eksekusi objek jaminan melalui perantaraan pengadilan adalah melalui permohonan eksekusi terhadap objek jaminan. Dengan
demikian prosedur yang ditempuh tidaklah melalui upaya gugatan, tetapi dengan permohonan. Namun karena secara ilmiah bahwa gadai saham bersifat accesoir dan
merupakan ikutan dari perjanjian pokok utang piutang sehingga termasuk dalam perkara sengketa yang terdapat di dalamnya para pihak yang berkepentingan
kreditur dan debitur sehingga seharusnya diajukan dalam bentuk gugatan. Selain itu perjanjian gadai berakhir ketika perjanjian pokoknya berakhir karena perjanjian gadai
saham bersifat accesoir. Jika hendak melakukan perpanjangan perjanjian gadai saham harus ada pemberitahuan kepada debitur pemberi gadai dengan merujuk pada
Pasal 56 UUPT Tahun 2007 ayat 1, bahwa pemindahan hak atas saham dilakukan
446
Pasal 12 A UUP Tahun 1998 UURI Tahun 1992 tentang Perbankan Sebagaimana telah Diubah dengan UURI No. 10 Tahun 1998 ayat 1: Bank Umum dapat membeli sebagian atau seluruh agunan,
baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal
nasabah debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.
Universitas Sumatera Utara
dengan akta pemindahan hak. Sedangkan Ayat 5 pasal tersebut menyatakan bahwa ketentuan mengenai tata cara pemindahan hak atas saham yang diperdagangkan di
pasar modal diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Hampir tidak pernah terjadi bahwa suatu perjanjian gadai saham berakhir
sebelum utang yang dijaminnya dibayar lunas. Namun hal ini dapat saja terjadi karena adanya kebebasan berkontrak. Sifat perjanjian gadai adalah accessoir pada
perjanjian utang yang dijaminnya dan biasanya dalam perjanjian gadai selalu ada ketentuan bahwa selama kewajiban debitur belum lunas, perjanjian gadai akan terus
berlaku. Bila debitur telah melunasi utangnya atau telah memenuhi kewajiban menurut perjanjian pinjam meminjam uang perjanjian kredit maka berakhir pula
perjanjian gadai dan barang gadai harus dikembalikan kepada debitur.
447
Hal ini berdasarkan Pasal 1150 KUHPerdata. Namun jika terjadi perjanjian gadai saham
sudah berakhir padahal utang yang dijaminnya belum lunas dibayar, maka merujuk pada Pasal 1153 KUHPerdata
448
UUPT Tahun 2007 tidak ada mengatur tentang cara menggadaikan saham. Bahwa dalam Pasal tersebut yang dimaksud dengan orang
terhadap siapa hak yang digadaikan itu harus dilaksanakan, adalah perseroan yang mengeluarkan saham yang digadaikan. Dengan demikian, perjanjian gadai saham
yang dibuat oleh PT. APT, PT. OM dengan PT. BFI akan berlaku terus selama utang- piutang dari PT.APT dan PT.OM belum dilunasi.
447
Peter Mahmud Marzukii, et.al, Hukum Jaminan Indonesia Seri Dasar Hukum Ekonomi 4, Jakarta: Proyek Elps, 1998, hal.238-239
448
Pasal 1153 KUHPerdata:”Hak gadai atas benda-benda bergerak yang tak bertubuh, kecuali surat-surat tunjuk atau surat-surat bawa, diletakkan dengan pemberitahuan perihal penggadaiannya,
kepada orang terhadap siapa hak yang digadaikan itu harus dilaksanakan. Oleh orang ini, tentang hal pembe
ritahuan tersebut serta tentang izinnya si pemberi gadai dapat diminta suatu bukti tertulis.”
Universitas Sumatera Utara
Jika debitur belum melunasi utangnya kepada kreditur, tetapi gadai saham yang diberikan oleh pemberi gadai sudah berakhir, maka jika debiturpemberi gadai
beritikad baik, debitur tersebut harus memperpanjang berlakunya perjanjian gadai, dan perpanjangan berlakunya gadai tersebut juga harus diberitahukan secara tertulis
oleh debiturpemberi gadai dan atau krediturpemegang gadai kepada perseroan yang mengeluarkan saham yang digadaikan sesuai Pasal 1153KUHPerdata.
449
Untuk memperpanjang gadai saham tidak diperlukan persetujuan debiturpemberi gadai,
tetapi cukup melalui pemberitahuan oleh krediturpemegang gadai saham kepada debiturpemberi gadai saham. Putusan Mahkamah Agung RI No. PKPdt.2007 dan
putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PKpdt2006 jelas membuktikan bahwa tidak ada bukti yang menyatakan bahwa PT. APT maupun PT OM, telah
melunasimembayar seluruh utang yang dijamin dengan gadai atas saham-saham mereka di PT. BFI. Menurut Majelis Hakim Agung dalam putusan Mahkamah Agung
RI No. 240 PKpdt2006, bahwa perjanjian gadai saham tanggal 1 Juni1999 tersebut merupakan
“perjanjian dengan suatu ketepatan waktu” sebagaimana diatur dalam Pasal 1268 KUHPerdata, karena dalam perjanjian tersebut secara pasti telah
ditentukan lama waktu berlakunya perjanjian gadai yaitu berlangsung selama 12 bulan kemudin diperpanjang menjadi 18 bulan sejak tanggal 1 Juni 1999 dan berakhir
pada tanggal 1 Desember 2000. Jangka waktu berakhirnya perjanjian gadai saham
449
Berdasarkan kesepakatan dalam Perjanjian Gadai Saham yang dilakukan PT. APT dan PT OM dengan PT. BFI, Pasal 4.2, jelas diatur bahwa pemegang gadai yaitu PT. BFI diberikan hak opsi untuk
memperpanjang perjanjian gadai saham cukup dengan memberitahukan secara tertulis kepada pemberi gadai mengenai perpanjangan jangka waktu gadai. Dengan demikian perpanjangan jangka waktu gadai
cukup dilakukan dengan pemberitahuan saja dan tidak memerlukan persetujuan atau kesepakatan apapun dari pemberi gadai dalam hal ini PT. APT dan PT. OM.
Universitas Sumatera Utara
tanggal 1 Desember 2000 yang merupakan syarat dalam perjanjian gadai tersebut oleh kedua belah pihak dimaksudkan bahwa barang-barang gadai diikat sebagai
jaminan utang selama jangka waktu gadai saham yang berlangsung dan pemegang gadai dapat melaksanakan hak parate eksekusi yang dimilikinya yakni menjual
barang-barang gadai di muka umum selama jangka waktu gadai saham belum berakhir dan
“bukan dimaksudkan agar pemegang gadai mengeksekusi barang- barang gadai pada saat gadai saham telah berakhir karena utang belum dibayar
lunas ”.
Menurut penulis, apabila perjanjian gadai saham tersebut merupakan perjanjian dengan suatu ketepatan waktu sebagaimana diatur dalam Pasal 1268
KUHPerdata dalam arti perjanjian dengan ketepatan waktu bersifat memutuskan ataupun mengakhiri daya kerja suatu perjanjian, karenanya barang jaminan hanya
terikat sebagai jaminan utang sampai berakhirnya jangka waktu perjanjian dan selama itu pemegang gadai berhak menjual bendabarang gadai tersebut di muka
umum, maka tentunya hal ini akan bertentangan dan menghilangkan asas-asas penting yang terkandung dalam hukum jaminan khususnya gadai yang bersifat
accesoir. Hal ini juga akan sangat mempengaruhi kepastian pelaksanaan eksekusi
jaminan gadai apabila perjanjian gadai saham tersebut hanya diartikan sebatas yang dimaksud Majelis Hakim dalam putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PKpdt2006.
Sejalan dengan pendapat Prof. Subekti yang menyatakan bahwa orang yang berutang dengan memberikan tanggunganjaminan gadai sejak semula telah memberikan izin
Universitas Sumatera Utara
kalau ia lalai, barang tanggungan boleh dijual oleh si berpiutang untuk pelunasan utang dengan hasil penjualan tersebut.
450
Dalam hal ini, dapat saja terjadi bahwa perseroan minta bukti tertulis tentang perpanjangan perjanjian gadai ini, dan jika debitur mau bekerja sama dengan cara
menegaskan secara tertulis bahwa benar utangnya belum lunas, maka gadai diperpanjang. Jika pemberi gadai tidak beritikad baik dan tidak setuju memberi
konfirmasi bahwa gadai saham itu diperpanjang berlakunya, maka pihak kreditur menghadapi persoalan yang pelik.
Kalau perseroan menerima pemberitahuan perpanjangan gadai saham dari krediturpemegang gadai, dan kemudian debitur membantahmenolak perpanjangan
gadai saham itu, perseroan kemungkinan besar tidak dapattidak mau mencatatkan perpanjangan gadai saham. Dalam hal ini kreditur dapat kehilangan jaminan berupa
gadai saham. Perseroan Terbatas BFI dalam putusan peninjauan kembali tersebut
mendalilkan mengenai perjanjian gadai saham telah diperpanjang, yang pertama tanggal 22 Februari 2000 dan berakhir pada tanggal 1 Dsember 2000, yang kedua
tanggal 28 Nopember 2000 dan berakhir tanggal 1 Desember 2001. Berdasarkan hal ini maka perjanjian gadai saham berlaku hingga tanggal 1 Desember 2001. Majelis
Hakim Agung RI No. 240PKpdt2006 memiliki pertimbangan hukum yang berbeda dan bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung RI No.115 PKpdt2007 bahwa
akibat hukum berakhirnya jangka waktu gadai setelah perpanjangan 1 Desember
450
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, 2003. hal. 124,
Universitas Sumatera Utara
2000, saham-saham yang digadaikan sudah tidak lagi terikat sebagai jaminan utang pada PT. BFI dan saham-saham tersebut harus dikembalikan kepada PT. APT dan
PT. OM. Hal ini tidak berdasar dan bertentangan dengan ketentuan Pasal 1150 KUHPerdata oleh karena gadai adalah bersifat accesoir, mengenai tata cara
perpanjangan jangka waktu gadai. Putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PKpdt2006 berpendapat sama dengan Majelis Hakim dalam pemeriksaan tingkat
pertama Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 123pdt.G2003PN.JKT.PST bahwa perpanjangan jangka waktu gadai haruslah berdasarkan persetujuan para pihak. Oleh
karena itu pemberitahuan perpanjangan gadai sampai dengan tanggal 1 Desember 2001 sesuai surat PT. BFI tanggal 28 November 2000 selain merupakan permintaan
perpanjangan secara sepihak karena tidak pernah disetujui PT. APT sehingga tidak mengikat PT. APT.
Jadi pada dasarnya, dalam pembuatan perjanjian gadai saham harus dihindari kemungkinan berakhirnya gadai saham sebelum utang debitur dibayar lunas.
Perpanjangan perjanjian gadai saham tidak boleh bertentangan dengan ketentuan anggaran dasar perseroan yang mengeluarkan saham yang digadaikan itu, dan
selanjutnya harus dicatat dalam daftar pemilik saham perseroan danatau daftar khusus perseroan yang bersangkutan Pasal 60 UUPT Tahun 2007.
Dalam anggaran dasar perseroan, terdapat faktor yang dapat menghambat penjualan saham yang digadaikan. Menurut Pasal 57 ayat 1 UUPT Tahun 2007,
dalam anggaran dasar dapat diatur persyaratan pemindahan hak atas saham, yaitu;
Universitas Sumatera Utara
keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham lainnya dan keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari organ perseroan.
Apabila dalam anggaran dasar perseroan yang sahamnya digadaikan terdapat persyaratan yang dimaksud Pasal 57 ayat 1 UUPT Tahun 2007, maka jika kreditur
dan pemberi gadai ingin membuat perjanjian gadai, maka dalam perjanjian gadai saham, kreditur harus mensyaratkan agar para pemegang saham yang lainnya secara
tertulis dengan tegas melepaskan haknya untuk membeli saham yang akan digadaikan itu dan mereka setuju jika debiturpemberi gadai cidera janji, pemegang gadai dapat
melakukan penjualan saham yang digadaikan tanpa perlu menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham lainnya. Selain itu dalam perjanjian gadai, kreditur
juga mensyaratkan adanya persetujuan tertulis semua anggota organ perseroan yang persetujuannya disyaratkan oleh anggaran dasar peseroan, untuk memberi persetujuan
kepada pemegang gadai menjual saham yang digadaikan dan selama utang debitur belum terbayar lunas, keanggotaan organ yang bersangkutan tidak dapat diubah tanpa
persetujuan tertulis terlebih dahulu dari krediturpemegang gadai. Dari paparan terdahulu memperlihatkan bahwa hukum perjanjian menganut
sistem terbuka. Asas kebebasan berkontrak contractvrijheid yang tercantum dalam ketentuan Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata, memperlihatkan bahwa hukum memberi
kesempatan bagi semua pihak untuk membuat suatu perjanjian. Ketentuan tersebut sebenarnya memberikan jaminan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang
mengadakan perjanjian dalam hal ini perjanjian gadai saham.
Universitas Sumatera Utara
Sebenarnya, terhadap asas kebebasan berkontrak, Pasal 1338 ayat 3 telah memberikan keadilan dan perlindungan yaitu dengan adanya asas itikad baik pada
pelaksanaan perjanjian hingga perjanjian tersebut selesai. Jaminan keadilan itu juga dapat dipedomani dengan ketentuan yang ada pada Pasal 1337 KUHPerdata, bahwa
suatu perjanjian akan dapat dibatalkan jika bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan yang baik dan atau ketertiban umum.
Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian,
diharuskan oleh kapatutan , kebiasaan atau undang-undang.
451
Prinsip bahwa di dalam sebuah persetujuan orang menciptakan sebuah kewajiban hukum dan bahwa ia
terikat pada janji-janji kontraktualnya dan harus memenuhi janji-janji ini, dipandang sebagai sesuatu yang sudah dengan sendirinya dan bahkan orang tidak lagi
mempertanyakan mengapa hal itu demikian. Suatu pergaulan hidup hanya dimungkinkan antara lain bilamana seseorang dapat mempercayai kata-kata orang
lain.
452
Nampaknya ilmu hukum tidak dapat menjelaskan lebih lanjut selain mengatakan bahwa kontrak tersebut mengikat, oleh karena hal itu adalah sebuah janji
atau kesanggupan yang sama halnya dengan undang-undang. Apabila kepastian pemenuhan kesanggupan-kesanggupan yang dikandung oleh kontrak-kontrak itu
tidak ada, maka keseluruhan sistem tukar-menukar di dalam masyarakat akan runtuh.
451
Pasal 1339 KUHPerdata.
452
Herlien Budiono, Het Evenwichtbeginsel, Op. Cit, hal 67
Universitas Sumatera Utara
Hal ini yang menyebabkan bahwa kesetiaan terhadap kata yang diucapkan oleh karena itu tak lain adalah tuntutan akal sehat alami.
453
Janji terhadap kata yang diucapkan sendiri adalah mengikat. Persetujuan ini pada hakikatnya diletakkan oleh para pihak itu sendiri di atas pundak masing-masing
dan menetapkan ruang lingkup dan dampaknya. Persetujuan mempunyai akibat hukum dan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak.
454
Keterikatan pada sebuah persetujuan terkandung dalam janji atau kesanggupan yang diberikan oleh
para pihak yang satu terhadap yang lain.
455
Kata yang diucapkan itu bukanlah yang mengikat di sini, melainkan ucapan kata yang ditujukan kepada pihak lain tersebut;
saya harus membayar, bukan karena saya menghendakinya, akan tetapi oleh karena saya telah menjanjikannya, artinya kehendak yang telah dinyatakan terhadap satu dan
lain hal.
456
Beekhuis berpendapat bahwa dengan adanya ketentuan bahwa semua perikatan lahir dari persetujuan atau undang-undang, maka persetujuan ini dengan
seketika menjadi sumber hukum di luar undang-undang.
457
Dengan demikian apa-apa yang telah diperjanjikan dalam perjanjian kredit yang didalamnya terdapat gadai
453
Asser-Hartkamp. Op.Cit, hal 37.
454
Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata.
455
Fried mendasarkan keterikatan ini pada moral: “Legal Obligation can be imposed only by the community, and so immposing it`sthe community must be pursuing its goal and imposing its standards,
rather neutrally endorsing those of the contracting parties ,”kewajiban tentang hukum dapat dikenakan
hanya oleh masyarakat, dan demikian pemaksaan adalah masyarakat harus mengejar tujuannya dan memaksakan standardnya, dengan cara netral menguasakan mereka yang dari pihak-pihak dalam
kontrak “ Charles Fried, Contracts as Promise, A Theory of Contractual Obligation, Cambridge Massachussetts and London, England: Harvard University Press, 1981, hal. 2-3.
456
Herlien Budiono, Het Evenwichtbeginsel, Op. Cit, hal. 68.
457
J.M.Beekhuis. Contract en Contractvrijheid, rede Groningen 1953, Groningen Djakarta 1953, hal 5, dapat ditunjuk berbagai ketentuan, yang menjabarkan prinsip kebebasan berkontrak, Pasal 1329
KUHPerdata, dan Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata.
Universitas Sumatera Utara
saham pasti mengikat kepada pihak yang membuatnya. Adagium ungkapan pacta sunt servanda
diakui sebagai aturan bahwa semua perjanjian yang dibuat oleh manusia-manusia secara timbal balik pada hakikatnya bermaksud untuk dipenuhi dan
jika perlu dapat dipaksakan, sehingga secara hukum mengikat. Kredit
458
diberikan dengan jaminan gadai saham, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain, namun undang-
undang tersebut tidak menentukan lebih lanjut mengenai bagaimana bentuk persetujuan pinjam-meminjam tersebut.
Pengertian tentang perjanjian kredit belum dirumuskan dalam UUP Tahun 1998, oleh karena itu perlu untuk memahami pengertian perjanjian kredit yang
diutarakan oleh para pakar hukum yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Di dalam praktik perbankan, setiap bank telah menyediakan blanko atau formulir
perjanjian kredit yang isinya telah disiapkan terlebih dahulu standaardform. Blanko perjanjian kredit ini diserahkan kepada pihak nasabah debitur untuk disetujui dan
tanpa memberikan kebebasan sama sekali untuk melakukan negosiasi atas syarat- syarat yang disodorkannya. Perjanjian demikian dikenal dengan perjanjian standar
atau perjanjian baku
459
atau perjanjian adhesi.
458
Pasal 1 butir 11 UUP Tahun 1998: “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”
459
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka, Op. Cit, hal. 47. Perjanjian baku adalah konsep tertulis yang disusun tanpa membicarakan isinya dan lazimnya dituangkan ke dalam sejumlah perjanjian tidak
terbatas yang sifatnya tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan perjanjian baku bukan tanpa masalah. Masala-masalah yang dihadapi dalam perjanjian baku adalah: Pertama, mengenai keabsahan dari perjanjian
baku. Kedua, sehubungan dengan pembuatan klausula-klausula atau ketentuan- ketentuan yang secara tidak wajar sangat memberatkan bagi pihak lainnya, terutama
nasabah debitur.
460
Upaya perlindungan debitur sebagai konsumen yang berkaitan dengan gadai saham sebagai pelayanan jasa yang diberikan oleh bank tercantum dalam Pasal 18
UUPK Tahun 1999 tentang pencantuman klausula baku yang melarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen danatau perjanjian apabila
menyatakan pengalihan tanggungjawab pelaku usaha ayat 1 huruf a Pasal 18 UUPK Tahun 1999, menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang dibuat
sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibeli ayat 1 huruf g Pasal 18 UUPK Tahun 1999, menyatakan konsumen memberi
kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran ayat 1 huruf h
Pasal 18 UUPK Tahun 1999. Hal tersebut banyak terdapat dalam perjanjian- perjanjian kredit, yang memperlihatkan dominasi bank selaku kreditur yang menekan
nasabah debitur
untuk bersedia
menerima persyaratan-persyaratan
yang memberatkan.
Penulis berpendapat bahwa Pasal 18 UUPK Tahun 1999, khususnya ayat 1 huruf g dan h, berimplikasi sangat luas terhadap perjanjian kredit bank. Walaupun
460
P.S Atiyah, An Introduction, Op. Cit, hal 18.
Universitas Sumatera Utara
ayat 1 huruf g dipergunakan sebagai salah satu klausula yang memberatkan bagi nasabah debitur, namun dalam batasan-batasan tertentu masih dipertahankan untuk
digunakan, khususnya menghadapi regulasi tertentu yang cepat berubah dan berdampak luas bagi bisnis bank, misalnya regulasi dibidang transaksi ekspor-impor.
Penulis berpendapat klausula ini masih dapat dipertahankan, sedangkan untuk diluar kasus ini, hendaknya tetap dipertimbangkan secara kasuistik. Sedangkan untuk
ketentuan dalam ayat 1 huruf h, rumusan dalam ketentuan ini hendaknya dihapuskan. Pertimbangannya dalam hal jaminan gadai saham, jaminan saham
dipergunakan dalam penyelesaian kredit nasabah debitur sebagai solusi terakhir, seandainya ia tidak dapat menyelesaikan seluruh kewajiban pinjamannya termasuk
tunggakan kredit beserta bunga pinjaman dengan kapasitas yang dimilikinya. Merujuk pada Pasal 12 A ayat 1 UUP Tahun 1998, bahwa undang-undang
ini memperkenankan bank untuk menguasai dan memiliki marjin jaminan atas jaminan nasabah debitur. Dengan ditunjang adanya suatu jaminan saham dalam
pemberian kredit, berarti bank diberi kuasa untuk memasang ikatan atas jaminan kredit, baik berupa hak gadai saham. Tidak diperkenankannya bank untuk
mendapatkan kuasa seperti yang tercantum dalam ayat 1 huruf h untuk fasilitas kredit yang digunakan untuk pembelian barang yang diangsur, menjadi kendala bagi
dunia perbankan. Hal ini dikarenakan sebagian besar fasilitas kredit kecil, menengah, dan konsumtif, pada saat kredit direalisir, jaminan masih dalam proses. Selain itu
jaminan yang dijaminkan merupakan barang yang dibeli secara angsuran, misalnya rumah atau kenderaan. Oleh karenanya, rumusan dalam Pasal 18 ayat 3 UUPK
Universitas Sumatera Utara
Tahun 1999 yang manyatakan batal demi hukum atas perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2, khususnya bagi lembaga
perbankan adalah perjanjian kredit, menjadikan tidak berfungsinya lembaga bank dalam mengemban tugas untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Rumusan Pasal
18 ayat 3 UUPK Tahun 1999 akan sangat menghambat lembaga-lembaga intermediasi, termasuk bank.
Menurut Herlien Budiono, larangan penggunaan klausula baku diberlakukan secara selektif, sebagaimana dianjurkan oleh ajaran penundukan kehendak yang
relatif.
461
Menurut ajaran ini pada dasarnya teori kehendak wilstheori dianut tetapi hanya berlaku manakala adanya faktor kepercayaan vertrouwen yang termotifikasi
dangan itikad baik yang harus sesuai dengan kepentingan hukum. Klausula baku lainnya yang tidak dilarang sebagaimana yang dikelompokkan
dalam ketentuan Pasal 18 UUPK Tahun 1999 akan tetapi merupakan klausula yang memberatkan bagi salah satu pihak, dapat pula menjadi alasan untuk dimintakan
pembatalan. Akan tetapi sepanjang dibuktikan tidak adanya penyalahgunaan keadaan, klausula baku adalah sah. Hal penyalahgunaan keadaan dapat diminimalisir dengan
mengatur suatu sistem agar dapat melindungi kelompok ekonomi lemah dengan tetap berlandaskan kebebasan berkontrak bagi semua orang. Pengaturan sistem tersebut
dapat berupa pembentukan suatu komisi pada Departemen Kehakiman yang bersama- sama dengan lembaga masyarakat terkait Bank Indonesia, Lembaga Konsumen,
461
Herlien Budiono, Asas Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Konsumen, pada Perjanjian Kredit. Dialog Hukum Mengenai Masalah Perkreditan Saat ini dan yang akan Datang
. Ikatan Notaris Indonesia dan Perbanas, Jakarta: 29 Mei 2002, hal 21.
Universitas Sumatera Utara
Ikatan Notaris Indonesia meneliti dan mengkaji klausula baku dan standar baku sebelum digunakan, disahkan atau disetujui oleh menteri dan selanjutnya diumumkan
di dalam berita negara Repulik Indonesia guna memenuhi asas publisitas.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PENGATURAN YANG MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM