bahwa dalam kasus kewajiban untuk membayar utang yang dipengaruhi oleh

tergantung harga pasar di bursa saham dan oleh karena itu tidak merupakan suatu hal yang tetap. Terkait dengan kasus Bank IFI melawan Ir. Fadel Muhammad, pengadilan menyatakan bahwa perlakuan Bank IFI mengambil alih tanpa proses lelang PT Bukaka membagi daftar di bursa efek dan tidak membayar secepatnya merupakan sebuah penyiksaan yang keras. 539 Pasal 6 k UUP No. 7 Tahun 1992 540 dan Pasal 1154 KUHPerdata merupakan suatu yang tepat atau pantas. Pengadilan memutuskan bahwa tak sanggupnya debitur untuk membayar utang karena fluktuasi harga saham yang menurun tajam merupakan sebuah force majeur. Menurut putusan pengadilan Jakarta Selatan tanggal 11 mei

1995, bahwa dalam kasus kewajiban untuk membayar utang yang dipengaruhi oleh

tak sanggup bayar akibat fluktuasi harga saham yang menurun tajam, kreditur dan debitur menanggung risiko seimbang 50-50. Bank IFI tidak melakukan penyiksaan namun sepantasnya, karena berdasarkan Pasal 1152 alinea 2 KUHPerdata, hasil penjualan ditentukan oleh harga pasar di bursa saham. 541 Sebagai perbandingan, H.J. Snijder dalam tulisannya Pledge in General and Pledge of Shares in Particular Including the Enforcement under Netherlands Law : “ states that under article 7:53 jo article 7:54 para Nieuw BW, the secured creditor, when the condition for execution are met, may appropriate the 539 Suharnoko, Ibid 540 Pasal 6 k Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang Perbangkan: membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebagian dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya. Pasal ini dihapus dengan keluarnya UURI No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UURI No.10 Tahun 1998. 541 Suharnoko, Ibid Universitas Sumatera Utara pledged property if so agreed and net the value of the securities with the sum due by it. The valuation of such securities is based on their market value or value on an exchange. This provision is the exception of the rule laid down I article 3:235 Nieuw BW that the pledge is not entitled to appropriate the pledged property. 542 Bahwa kreditur preferen dapat mengambil pelunasan dari nilai barang gadai sejumlah utang debitur, penilaian barang gadai tersebut berdasar nilai pasar saham tersebut dijual di pasar melalui perantara profesional atau di bursa efek. Aturan ini mengecualikan aturan yang terdapat pada Pasal 3:235 KUHPerdata yang baru yaitu kreditur tidak berhak demikian. Pada Pasal 1156 KUHPerdata mengatur bahwa apabila si berutang wanprestasi si berpiutang dapat menuntut di muka hakim supaya barang gadai dijual menurut cara yang ditentukan oleh hakim untuk melunasi utang beserta bunga dan biaya lainnya. Dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan OJK berwenang melindungi konsumen dan masyarakat, melakukan tindakan pencegahan kerugian konsumen dan masyarakat dengan menghentikan kegiatan lembaga jasa keuangan apabila kegiatannya berpotensi merugikan masyarakat. OJK berwenang melakukan pembelaan hukum dengan mengajukan gugatan untuk memperoleh kembali harta kekayaan milik pihak yang dirugikan dari pihak yang menyebabkan kerugian, baik yang berada di bawah penguasaan pihak yang menyebabkan kerugian dimaksud maupun di bawah 542 H.J. Snijders, dalam tulisannya Pledge in General and Pledge, Op.Cit. Universitas Sumatera Utara penguasaan pihak lain dengan itikad baik; dan atau untuk memperoleh ganti kerugian dari pihak yang menyebabkan kerugian pada konsumen dan atau lembaga jasa keuangan sebagai akibat dari pelanggaran atas peraturan perundangan di sektor jasa keuangan. 543 2. Perlindungan hukum nasabah debitur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 dapat menghambat bank dalam pemberlakuan klausula baku. Upaya terhadap perlindungan bagi konsumen, termasuk konsumen yang menggunakan jasa bank, mulai menjamah para pelaku usaha dengan diberlakukannnya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Di Indonesia gagasan perlindungan konsumen telah dimulai sejak tahun 70- an, terutama setelah berdirinya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia YLKI yang bertujuan menegakkan perlindungan bagi konsumen. Desakan bagi perlindungan konsumen baru terasa setelah Indonesia mengalami keterpurukan dan bergantung kepada International Monetary Fund IMF, yang dalam salah satu butir persyaratan pencairan pinjamannya menekankan agenda perlindungan konsumen. Pada tanggal 20 April 1999 diundangkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen UUPK Tahun 1999. Di dalam penjelasan resminya, dinyatakan bahwa UUPK Tahun 1999 adalah undang-undang payung yang 543 Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan juga Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 1PJOK.72013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor jasa Keuangan. Universitas Sumatera Utara akan memayungi pelbagai peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait dengan perlindungan terhadap konsumen. 549 Salah Satu upaya perlindungan konsumen yang berkaitan dengan pelayanan jasa yang diberikan oleh bank tercantum pada Pasal 18 UUPK Tahun 1999 tentang pencantuman klausula baku yaitu: 1 “ Pelaku usaha dalam menawarkan barang danatau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen danatau perjanjian apabila: a. Menyatakan pengalihan tanggungjawab pelaku usaha; b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen; c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang danatau jasa yang dibeli oleh konsumen; d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran; e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen; f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan yang menjadi objek jual-beli jasa; g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan danatau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya; h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. 2 Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak dan bentuknya sulit terlihat atau tidak dapt dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. 3 Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 dinyatakan batal demi hukum kursif penulis. 4 Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan undang-undang ini. ” 549 Ibid. Universitas Sumatera Utara Pada saat bertransaksi dengan bank, nasabah disodorkan serangkaian formulir, nota atau perjanjian yang keseluruhannya merupakan klausula baku. Hal yang memberatkan dalam klausula baku adalah klausula eksemsi atau eksonerasi, yang bertujuan untuk membebaskan atau membatasi tanggung jawab salah satu pihak terhadap gugatan pihak lainnya dalam hal yang bersangkutan tidak atau tidak dengan semestinya melaksanakan kewajibannya yang ditentukan di dalam perjanjian tersebut. Penerapan klausula eksemsi tercantum dalam transaksi yang dilakukan antara konsumen dan bank. Pencantuman klausula ini tetap dilakukan pelaku usaha bank, karena dalam peraturan perbankan tidak terdapat ketentuan yang membatasi klausula baku. Klausula baku dalam transaksi perbankan bila dihubungkan dengan ketentuan Pasal 18 UUPK Tahun 1999 tentang pencantuman klausula baku, dapat dikaji sebagai berikut: a. Ayat 1 huruf a:”Menyatakan pengalihan tanggungjawab pelaku usaha” Pengalihan tanggung jawab ini dikenal dengan klausula eksonerasi atau eksemsi, yang banyak dilakukan dalam transaksi kliring, inkaso, dan transfer. 550 b. Ayat 1 huruf g: “menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan danatau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya; ” Huruf h: 550 Johannes Ibrahim, “Konsumen dan Bank” Jurnal Manajemen Maranatha, Volume I, November 2001, hal 57 Universitas Sumatera Utara “menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. ” Kedua klausula ini banyak terdapat dalam perjanjian-perjanjian kredit, yang memperlihatkan dominasi bank selaku kreditur yang menekan nasabah debitur untuk bersedia menerima persyaratan-persyaratan yang memberatkannya. c. Ayat 2: “Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak dan bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. ” Kalusula-klausula seperti itu tertera dalam lembar kedua hampir disetiap transaksi perbankan dengan menggunakan huruf yang relatif kecil, sulit terbaca dan awam untuk dimengerti karena menggunakan kata-kata teknis bank. Salah satu klausula eksemsi yang terdapat dalam transaksi transfer atau pengiriman uang, 551 yang berbunyi sebagai berikut: “Bank akan mengirimkan berita-berita yang berhubungan dengan kiriman ini dengan menggunakan kata-kata, kode atau angka yang jelas dan bank tidak memikul kewajiban dan tanggung-jawab terhadap akibat-akibat yang timbul karena kerusakan, gangguan, kekurangan, kesalahan dan keterlambatan atau hilangnya setiap pesan, surat atau dokumen atau sebab- sebab lain yang terjadi di luar kemampuan bank.” “Baik bank maupun korespondennya tidak memikul kewajiban dan tanggung- jawab atas kerugian apapun yang disebabkan adanya peraturan atau tindakan 551 Ibid. Universitas Sumatera Utara pemerintah atau sebab-sebab lainnya diluar kemampuan bank atau bank korespondennya.”kursif penulis. Klausula di atas merupakan klausula eksemsi. Bank melepaskan tanggung- jawabnya sebagai badan yang bertugas untuk melakukan transaksi transfer atas perintah nasabah. Dalam transaksi ini, bank telah menerima biaya-biaya yang dibebankan terhadap nasabah, akan tetapi bank tidak bersedia untuk memikul segala risiko atas transaksi tersebut dan dialihkan kepada nasabahnya. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer dana UU Transfer Dana, bank sebagai penyelenggara pengirim asal bertanggung jawab dengan membayar jasa, bunga, atau kompensasi atas keterlambatan melaksanakan perintah transfer dana dengan tidak mengurangi haknya untuk mengajukan penggantian kepada penyelenggara penerus atau penyelenggara penerima akhir yang melakukan keterlambatan dalam meneruskan perintah transfer dana. Dalam hal terjadi kekeliruan penyelenggara pengirim harus segera melakukan pembatalan atau perubahan dan wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada penerima jika perbaikan atas kekeliruan terlambat dilakukan Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57 UU Transfer Dana. Sehingga dalam hal ini kebebasan berkontrak yang dilakukan para pihak seharusnya dibatasi oleh undang-undang. Klausula-klausula yang lain yang memberatkan nasabah penerima kredit antara lain: 552 552 Sutan Remi Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak, Op.Cit, hal.194 Universitas Sumatera Utara a. Kewenangan bank untuk sewaktu-waktu secara sepihak tanpa alasan apapun dan tanpa pemberitauan sebelumnya menghentikan izin tarik kredit. b. Dalam hal penjualan barang jaminan yang kreditnya sudah macet, maka bank berwenang secara sepihak untuk menentukan harga jual dari barang jaminan tersebut. c. Nasabah debitur diwajibkan untuk tunduk kepada segala petunjuk dan peraturan bank telah ada dan yang masih akan ditetap kemudian oleh bank. d. Nasabah debitur diwajibkan untuk tunduk kepada syarat-syarat dan ketentuan umum tentang hubungan rekening koran dari bank yang bersangkutan, tanpa diberi kesempatan untuk mempelajari syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan tersebut. e. Nasabah debitur harus memberi kuasa yang tidak dapat dicabut kembali kepada bank untuk melakukan segala tindakan yang dipandang perlu oleh bank. f. Nasabah debitur harus memberi kuasa yang tidak dapat dicabut kembali kepada bank untuk mewakili dan melaksanakan hak-hak nasabah debitur dalam setiap rapat umum pemegang saham. g. Dicantumkannya klausula-klausula eksemsi yang membebasakan bank dari tuntutan ganti rugi oleh nasabah debitur atas terjadinya kerugian yang diderita oleh nasabah debitur sebagai akibat dari tindakan bank. h. Dicantumkannya klausula eksemsi tentang tidak adanya hak nasabah debitur untuk dapat menyatakan keberatan atas pembebanan bank terhadap rekeningnya. i. Kelalaian nasabah debitur dibuktikan secara sepihak oleh bank semata-mata. Universitas Sumatera Utara K. Bunga bank ditetapkan dan dihitung secara merugikan nasabah debitur. L. Denda keterlambatan yang merupakan bunga terselubung. M. Perhitungan bunga berganda menurut praktik perbankan yang bertentangan dengan Pasal 1251 KUHPerdata. 553 N. Pengenyampingan Pasal 1266 dan Pasal 1267 KUHPerdata 554 jika terjadi events of default. O. Kewajiban pelunasan bunga terlebih dahulu, yang meskipun sesuai dengan Pasal 1397 KUHPerdata, 555 tetapi sangat memberatkan nasabah. Perlindungan konsumen dalam UUPK Tahun 1999, termasuk diantaranya bidang jasa perbankan. Ada dua sanksi yang dapat diterapkan, yaitu: a. Sanksi perdata: perjanjian standar yang dibuatnya jika digugat di depan pengadilan oleh konsumen akan menyebabkan hakim harus membuat putusan declaratoir bahwa perjanjian standar tersebut batal demi hukum voidnietig Pasal 18 ayat 3 UUPK Tahun 1999; dan pelaku usaha yang pada saat itu telah mencantumkan klausula baku dalam dokumen atau perjanjian standar yang digunakannya, wajib 553 Pasal 1251 KUHPerdata:”Bunga dari uang pokok yang dapat ditagih dapat pula menghasilkan bunga, baik karena suatu permintaan dimuka pengadilan, maupun karena suatu persetujuan khusus, asal saja permintaan atau persetujuan tersebut mengenai bunga yang harus dibayar untuk satu tahun.” 554 Pasal 1266 KUHPerdata:”Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan- persetujuan yang bertimbal balik manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.” P asal 1267 KUHPerdata:”Pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan, ataukah ia akan menuntut pembatalan persetujuan, disertai penggantian biaya, kerugian dan bunga.” 555 Pasal 1397 KUHPerdata:”Seorang yang mempunyai suatu utang untuk mana harus dibayarnya bunga, tak dapat tanpa izin si berpiutang, menggunakan pembayaran yang ia lakukan untuk pelunasan uang pokok lebih dahulu dengan menunda pe mbayaran bunga.” Universitas Sumatera Utara merevisi perjanjian standar yang digunakannya itu agar sesuai dengan UUPK Tahun 1999, dengan batas waktu sampai tanggal 20 April 2000 Pasal 18 ayat 4. b. Sanksi pidana: dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun atau pidana denda paling banyak RP. 2000.000.000.- dua miliar rupiah Pasal 62 ayat 1 UUPK Tahun 1999. Selain berlaku ketentuan-ketentuan dari UUPK Tahun 1999, karena perjanjian standar pada dasarnya adalah juga perjanjian, maka ketentuan pada buku III KUHPerdata masih tetap berlaku bagi perjanjian standar. Ketentuan-ketentuan pada buku III KUHPerdata yang harus diperhatikan adalah: a. Ketentuan tentang keabsahan suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata; b. Ketentuan-ketentuan tentang kerugian akibat wanprestasi atau breach of contractnon perfomance , sebagaimana diatur dalam Pasal 1234 KUHPerdata. Penulis berpendapat bahwa Pasal 18 UUPK Tahun 1999, khususnya ayat 1 huruf g dan h, berimplikasi sangat luas terhadap perjanjian kredit bank. Walaupun ayat 1 huruf g dipergunakan sebagai salah satu klausula yang memberatkan bagi nasabah debitur, namun dalam batasan-batasan tertentu masih dipertahankan untuk digunakan, khususnya menghadapi regulasi tertentu yang cepat berubah dan berdampak luas bagi bisnis bank, misalnya regulasi di bidang transaksi ekspor-impor. Klausula ini masih dapat dipertahankan, sedangkan untuk di luar kasus ini, hendaknya tetap mempertimbangkan secara kasuistik. Untuk ketentuan dalam ayat 1 huruf h, UUPK Tahun 1999 rumusan dalam ketentuan ini hendaknya dihapuskan, Universitas Sumatera Utara dengan pertimbangan bahwa jaminan dipergunakan dalam penyelesaian kredit nasabah debitur sebagai solusi terakhir. Seandainya debitur tidak dapat menyelesaikan seluruh kewajiban pinjamannya termasuk tunggakan kredit beserta bunga pinjaman dengan kapasitas yang dimilikinya. Merujuk pada Pasal 12 A ayat 1 Undang-Undang Perbankan Tahun 1998, bahwa: “Bank Umum dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal nasabah debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.” Walaupun eksekusi gadai tersebut diperbolehkan dalam Undang-Undang Perbankan Tahun 1998 Pasal 12A, namun hal ini hanya dapat dilakukan terhadap benda gadai yang bersifat fisik yaitu penentuan harga ditentukan ketika hendak menjual, sedangkan untuk saham tanpa warkat yang diperdagangkan di pasar modal yang nilainya ditentukan oleh pasar maka sebaiknya dimohonkan kepada hakim untuk dilakukan penjualan secara yang ditetapkan hakim dengan meminta jasa apraisal untuk menilai benda gadai tersebut. Selain itu dalam usulan Rancangan Undang Undang Perkreditan Perbankan, Pasal 38 ayat 1 dinyatakan bahwa jaminan kredit yang diserahkan oleh debitur harus mempunyai harga dan nilai sekurang-kurangnya 125 seratus dua puluh lima persen dari jumlah kredit yang diterima oleh debitur. Universitas Sumatera Utara Sebagai perbandingan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah UU Perbankan Syariah, menentukan dalam Pasal 40 bahwa: Ayat 1: “Dalam hal nasabah penerima fasilitas tidak memenuhi kewajibannya, Bank syariah dan UUS 556 dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui maupun di luar pelelangan, atau berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan pemberian kuasa untuk menjual dari pemilik agunan, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan selambat- lambatnya dalam jangka waktu 1 satu tahun.” Ayat 2: “Bank Syariah dan UUS harus memperhitungkan harga pembelian agunan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dengan kewajiban nasabah kepada Bank Syariah dan UUS yang bersangkutan.” Ayat 3: “Dalam hal harga pembelian agunan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 melebihi jumlah kewajiban nasabah kepada Bank Syariah dan UUS, selisih kelebihan jumlah tersebut harus dikembalikan kepada nasabah setelah dikurangi dengan biaya lelang dan biaya lain yang langsung terkait dengan proses pembelian agunan.” Dalam penjelasannya disebutkan bahwa pembelian agunan oleh bank melalui pelelangan dimaksudkan untuk membantu bank agar dapat mempercepat penyelesaian kewajiban nasabah penerima fasilitasnya. Dalam hal bank sebagai pembeli agunan nasabah penerima fasilitasnya, status bank adalah sama dengan pembeli bukan bank lainnya. 556 UUS=Unit Usaha Syariah Universitas Sumatera Utara Bank dimungkinkan membeli agunan di luar pelelangan dimaksudkan agar dapat mempercepat penyelesaian kewajiban nasabah penerima fasilitasnya. Batas waktu satu tahun dengan memperhitungkan pemulihan kondisi likuidas bank dan batas waktu ini merupakan jangka waktu yang wajar untuk menjual aset bank. Agunan yang dapat dibeli oleh bank adalah agunan yang pembiayaannya telah dikategorikan macet selama jangka waktu tertentu. Undang-undang memperkenankan bank untuk menguasai dan memiliki margin jaminan atas jaminan nasabah debitur. Dengan didukung adanya suatu jaminan dalam pemberian kredit, berarti bank diberi kuasa untuk memasang ikatan jaminan kredit, baik berupa Hak Tanggungan, Hak Gadai, Fiducia, dan sebagainya. Pendapat peneliti bahwa tidak diperkenankannya bank untuk mendapat kuasa seperti yang tercantum dalam ayat 1 huruf h UUPK Tahun 1999 untuk fasilitas kredit yang digunakan untuk pembelian barang yang diangsur, menjadi kendala bagi dunia perbankan. Hal ini dikarenakan sebagian besar fasilitas kredit kecil, menengah, dan konsumtif, pada saat kredit direalisir, jaminan masih dalam proses. Selain itu barang yang dijaminkan merupakan barang yang dibeli secara angsuran, misalnya rumah atau kenderaan. Oleh karenanya, rumusan dalam Pasal 18 ayat 3 UUPK Tahun 1999 yang menyatakan batal demi hukum atas perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2, khususnya bagi lembaga perbankan adalah perjanjian kredit, menjadikan tidak berfungsinya lembaga bank dalam mengemban tugas untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Rumusan 18 Universitas Sumatera Utara ayat 3 UUPK Tahun 1999 akan sangat menghambat lembaga-lembaga intermediasi, termasuk di dalamnya bank. Menurut Herlien Budiono, larangan penggunaan klausula baku diberlakukan secara selektif, sebagaimana dianjurkan oleh ajaran penundukan kehendak yang relatif relatieve wilsonderwerping. 557 Menurut ajaran tersebut pada dasarnya teori kehendak wilstheorie dianut tetapi hanya berlaku apabila adanya faktor kepercayaan vertrouwen yang termotifikasi dengan itikad baik yang harus sesuai dengan kepentingan hubungan hukum. Klausula baku lainnya yang tidak dilarang sebagaimana yang dikelompokkan dalam ketentuan Pasal 18 UUPK Tahun 1999, merupakan klausula yang memberatkan bagi salah satu pihak, dapat pula menjadi alasan untuk dimintakan pembatalan. Akan tetapi sepanjang dibuktikan tidak adanya penyalahgunaan keadaan, klausula baku adalah sah. Hal penyalahgunaan keadaan dapat diminimalisir dengan mengatur suatu sistem agar dapat melindungi kelompok “ekonomi lemah” dengan tetap berlandaskan kebebasan berkontrak bagi semua orang. Pengaturan sistem tersebut dapat berupa pembentukan suatu komisi pada Departemen Kehakiman yang bersama-sama dengan lembaga masyarakat terkait Bank Indonesia, Lembaga Konsumen, Ikatan Notaris Indonesia meneliti dan mengkaji klausula baku dan standar baku sebelum 557 Herlien Budiono. “Asas Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan, Op.Cit., hal. 21 Universitas Sumatera Utara digunakan, disahkan, atau disetujui oleh menteri dan selanjutnya diumumkan di dalam Berita Negara Republik Indonesia guna memenuhi asas publisitas. 558 3. Ketidak-pastian hukum terhadap debitur dan kreditur dalam UUPT Tahun 2007, dan KUHPerdata karena kurang sesuai dengan perubahan dinamika Bangsa Indonesia. Pasal 60 ayat 4 UUPT Tahun 2007 melindungi pemegang saham atau pemberi gadai dengan tetap memberikan hak suara atas saham yang digadaikan dan penentukan manajemen perusahaan pada pemegang saham. Walaupun saham tersebut dikuasai penerima gadai, namun tak berarti dia memiliki saham tersebut dan hak suara dalam menentukan manajemen perusahaan. Penerima gadai hanya bertindak sebagai pihak yang menerima titipan dan wajib memelihara saham tersebut sebagai benda yang digadaikan. Dalam perjanjian gadai bisa saja diperjanjikan bahwa penerima gadaikreditur dapat menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham RUPS, namun hanya sebagai penerima kuasa dari pemegang sahampemberi gadai, dan suara yang dikeluarkan merupakan suara dari pemegang sahampemberi gadai. Pasal ini menegaskan bahwa hak suara atas saham tetap berada pada pemegang saham pemilik. Penjelasan pasal tersebut merupakan penegasan kembali asas hukum yang tidak memungkinkan pengalihan hak secara terlepas dari kepemilikan atas saham. Sedangkan hak lain di luar hak suara seperti hak atas 558 Herlien Budiono. Asas Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan, Op.Cit., hal 22. Universitas Sumatera Utara dividen dapat diperjanjikan sesuai dengan kesepakatan di antara pemegang saham dan pemegang jaminan. Selain UUPT Tahun 2007, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga memberikan perlindungan hukum kepada pemberi gadai saham tanpa warkat, dalam hal adanya pemberitahuan kepada debitur tentang piutang yang digadaikan. Ketentuan Pasal 1153 KUHPerdata menyebut bahwa hak gadai piutang atas nama diadakan dengan memberitahukan akan penggadaiannya perjanjian gadainya kepada debitur. Cara penyerahan piutang atas nama vordering op naam, dengan jalan memberitahukan mengenai perjanjian gadainya kepada debitur, yaitu terhadap siapa hak gadai itu akan dilaksanakan. Dengan demikian setelah pemberitahuan tersebut debitur hanya dapat membayar utangnya pada pemegang gadai atau yang berpiutang yang menerima gadai dan debitur akan terlindungi dari penyalah gunaan barang gadai tersebut. Pemberitahuan ini dapat dilakukan secara bebas, dapat dengan lisan maupun tertulis. Pada Pasal 1159 KUHPerdata bahwa apabila penerima gadai atau pemegang gadai menyalah gunakan barang gadai tersebut, maka pemberi gadai dapat menuntut pengembalian barang gadai tersebut beserta biaya yang dikeluarkan dalam merawat barang gadai tersebut, walaupun utang pemberi gadai belum lunas. Pemberi gadai tidak dapat menguasai kepemilikan fisik barang yang digadaikan. Barang harus dilepas dan diserahkan kepada kreditur yang memegang hak gadai. Jika debitur atau pemberi gadai menguasai kepemilikan barang bergerak, memungkinkan baginya untuk menjualnya kepada pihak ketiga. Berdasarkan Pasal Universitas Sumatera Utara 1977 1 KUHPerdata, barang siapa yang menguasai barang bergerak akan dianggap sebagai pemilik barang tersebut. Tujuan dari Pasal 1977 1 KUHPerdata ini adalah untuk memudahkan perdagangan atas benda bergerak. Pembeli yang beritikad baik akan terlindungi dari tuntutan yang diajukan pemilik benda tersebut atau tuntutan yang diajukan oleh pihak penerima gadai. Tidak penting bagi pembeli untuk menyelidiki apakah penjual merupakan pemilik barang atau bukan. Oleh karena itu berdasarkan Pasal 1152 alinea 2 KUHPerdata, perpindahan benda gadai dari kepemilikan pemberi gadai bersifat memaksa untuk sahnya gadai. Jika pemberi gadai menguasai atau mengambil alih kepemilikan benda yang dibebankan gadai walaupun dengan izin dari penerima gadai akibatnya gadai tidak berlaku lagi. Tetapi jika penerima gadai mengambil alih kepemilikan atau mengendalikan benda tersebut, pemberi gadai dianggap tidak pernah kehilangan hak miliknya. 560 Gadai hapus apabila barang gadai keluar dari kekuasaan penerima gadai, kecuali jika barang itu hilang atau dicuri dari padanya Pasal 1152 ayat 3 KUHPerdata. Sedangkan hal tidak berkuasanya si pemberi gadai untuk bertindak bebas atas barang gadai, tidaklah dapat dipertanggung jawabkan kepada si berpiutang yang telah menerima barang tersebut dalam gadai dengan tidak mengurangi hak si yang kehilangan atau kecurian barang itu, untuk menuntutnya kembali 1152 ayat 4 KUHPerdata. Hal ini berarti bahwa gadai tetap berlaku. Dalam hal penerima gadai mengetahui atau dianggap mengetahui bahwa pemberi gadai tidak berhak untuk menggadaikan sahamnya, pihak ketiga yang 560 Suharnoko, Legal Issues, Op. Cit. hal. 58 Universitas Sumatera Utara beritikad baik dapat meminta kepada pengadilan untuk menyatakan bahwa gadai saham tersebut adalah batal dan tidak berlaku lagi. Meskipun dalam Pasal 1340 KUHPerdata menyatakan tentang privity of contract asas kepribadian yakni perjanjian tersebut tidak dapat memberikan akibat bagi pihak ketiga. Lebih lanjut dalam Pasal 1341 KUHPerdata menetapkan bahwa kreditur dapat meminta kepada pengadilan untuk menyatakan bahwa perjanjian antara debitur dan pihak lain adalah batal. Hukum menentukan bahwa beban pembuktian ada ditangan kreditur atau penerima gadai. Hal ini menimbulkan kemungkinan bahwa, ketika kreditur membawa kasus ke pengadilan dengan tuntutan ganti kerugian, sejak saat itu tidaklah penting bagi penggugat dan tergugat untuk mengadakan hubungan kontraktual lagi. Dengan demikian jika pemegang gadai beritikad baik, ia dilindungi terhadap pemberi gadai yang tidak wenang menguasai. Ukuran itikad baiknya adalah bahwa pemegang gadai menduga bahwa pemberi gadai adalah pemilik sebenarnya dan hak pemberi gadai itu tidak disangsikan. Dalam kasus kontrak karya antara Pemerintah Indonesia dengan PT Newmont Nusa Tenggara PT NNT dengan divestasi saham. PT NNT dan para pemegang saham menggadaikan sahamnya ke Tokyo Bank. Pengadilan UNCITRAL memberikan kemenangan bagi pemerintah Republik Indonesia, sehingga PT NNT harus mengalihkan saham yang didivestasikan ke Pemerintah Daerah sehingga divestasi tersebut tidak lagi dibebankanmenjadi jaminan. Menurut Suharnoko dalam Universitas Sumatera Utara Indonesia Law Review 561 keputusan akhir pengadilan tersebut adalah tepat. Menurut beliau Bank Tokyo dengan reputasinya sebagai bank yang profesional seharusnya mengetahui saham yang digadaikan tersebut adalah merupakan masalah divestasi saham. Putusan Arbitrase Pemerintah Indonesia melawan PT Newmont Nusa Tenggara menyatakan berdasarkan Pasal 1492 KUHPerdata, Pemerintah Indonesia dapat menuntut PT NNT sebagai penjual menjalankan kewajibannya dalam hal penjaminan dan pemerintah berhak untuk menerima gadai saham tersebut. Artinya, sebagai pembeli yang beritikad baik, saham tersebut walaupun tidak dijual secara sah tetap merupakan milik pembeli yang beritikad baik. Penjual kreditur saham harus bertanggung jawab atas perbuatannya menjual saham secara tidak sah kepada pemberi gadai. Jadi pembeli pihak ketiga gadai tetap berhak atas saham walaupun pemegang gadai kreditur menjualnya secara tidak sah. Pasal 1492KUHPerdata menyebut bahwa: “Meskipun pada waktu penjualan dilakukan tiada dibuat janji tentang penanggungan, namun si penjual adalah demi hukum diwajibkan menanggung si pembeli terhadap suatu penghukuman untuk menyerahkan seluruh atau sebagian atau terhadap beban-beban yang menurut keterangan seorang pihak ketiga dimilikinya atas benda tersebut dan yang tidak diberitahukan sewaktu pembelian dilakukan.” Seorang pemegang gadai yang menerima benda gadai, sedangkan pemberi gadai statusnya hanyalah seorang penyewa, dilindungi terhadap pemilik. Juga jika pemegang gadai menerima barang gadai dari seorang pembeli yang membeli benda tadi dengan syarat batal. Jika perjanjian jual beli atas benda itu dibatalkan, maka 561 Ibid. Universitas Sumatera Utara pemegang gadai dilindungi terhadap pemilik asal, sehingga dalam hal ini daya kerja zakelijke werking dari kebatalan itu tidak berlaku terhadap pemegang gadai. Jika pemegang gadai beritikad jahat, atau benda gadai adalah benda yang hilang dan atau benda yang dicuri oleh pemberi gadai, maka yang diperlindungi adalah pemilik sebenarnya. Perlindungan terhadap pemilik sebenarnya ini berlangsung selama 3 tahun Pasal 1977 KUHPerdata. Ketentuan ”telah tidak diperjanjikan lain” pada Pasal 1155 KUHPerdata menimbulkan multi tafsir apakah pihak sebelumnya dapat memperjanjikan untuk menjual di bawah tangan apabila debitur wanprestasi dengan tidak melalui penjualan di muka umum atau dengan diperjanjikan lain maka para pihak melepaskan haknya untuk dapat melakukan penjualan langsung melalui lelang tanpa bantuan pengadilan yang dikenal dengan parate eksekusi. Apabila yang dipilih penafsiran yang terakhir tersedia mekanisme eksekusi, yaitu melalui bantuan pengadilan berdasarkan Pasal 1156 KUHPerdata. Kata- kata “penuntutan di muka hakim” pada Pasal 1156 KUHPerdata juga menimbulkan dua penafsiran, yaitu melalui upaya hukum gugatan, atau penuntutan di muka hakim sebagai upaya hukum permohonan dalam hal debitur cidera janji. Ditransaksikannya saham dilantai bursa dengan mekanisme dan aturan sendiri seperti yang telah dijelaskan terdahulu, membuat kitab undang-undang hukum perdata yang merupakan warisan pemerintah kolonial Belanda kurang sesuai dengan perubahan dan dinamika bangsa Indonesia, sehingga eksekusi gadai saham menimbulkan ketidak-pastian hukum. Universitas Sumatera Utara Dalam konteks saham tanpa warkat, apabila pemegang gadai yang dalam hal ini lembaga kustodian atau termasuk kreditur dan afiliasinya melakukan tindakan penyalah-gunaan atas saham tersebut, misalnya dengan melakukan perdagangan saham semu atau memanipulasi pasar sehingga harga saham tersebut turun yang berakibat pada kerugian pemberi gadai, dalam hal ini pemberi gadai selain dapat menuntut pengembalian serta ganti rugi atas saham-saham yang dikuasai oleh pemegang atau penerima gadai atas perbuatannya, secara pidana bisa juga melaporkan pemegang gadai atas tindak pidana pasar modal berdasarkan Pasal 103- 110 UUPM Tahun 1995. Dalam hal ini pembuktian secara perdata maupun pidana diperlukan dalam menemukan kesalahan pemegang gadai. Bahwa Undang-Undang Pasar Modal vide Pasal 103 sampai dengan Pasal 110 UUPM Tahun 1995, mengkategorikan tindak pidana dalam dua bagian yaitu tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran beserta ancaman hukumannya, namun tidak mengatur tentang pelaksanaan gadai saham. Demikian juga halnya Undang-Undang Perseroan Terbatas, yang hanya mengatur bahwa saham dapat digadaikan vide Pasal 60 UUPT Tahun 2007, namun tidak mengatur bagaimana gadai saham itu dilaksanakan. Ketentuan tentang pemindahan hak atas saham vide Pasal 55, 56, 57, 58, dan Pasal 59 UUPT Tahun 2007, harus diperhatikan ketika akan melakukan eksekusi gadai saham. Perbedaan pengaturan dan mekanisme gadai yang berlaku dalam KUHPerdata dengan ketentuan yang berlaku dilantai bursa telah dijelaskan pada bab sebelumnya menimbulkan permasalahan tersendiri. Apabila dibiarkan berlarut-larut akan menimbulkan ketidak-pastian hukum. Universitas Sumatera Utara

D. Multitafsir Parate Eksekusi Gadai Saham