Kesimpulan ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS KAYU MANGIUM

38 diperoleh nilai kerapatan rata-rata adalah 0,53 gcm 3 dan nilai berat jenis rata-rata adalah 0,46, berdasarkan PKKI dapat digolongkan sebagai kayu kelas kuat II BJ = 0,40-0,60. b. Berbeda dengan PKKI, penggolongan kuat acuan pada RSNI Rencana Standar Nasional Indonesia 2002 tentang Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia didasarkan pada nilai MOE dan dilengkapi dengan nilai kuat tekan tegak lurus serat, tekan sejajar serat, tarik tegak lurus serat, tarik sejajar serat dan kuat geser sejajar serat yang dapat diambil dalam perencanaan kayu. Pada RSNI tidak menggolongkan kelas kuat kayu berdasarkan berat jenis kayu. Dari hasil pengujian diperoleh modulus elastistas MOE kayu mangium sekitar 9000-11000 MPa atau nilai MOE rata-rata 9540 MPa, tegangan tekan sejajar serat rata-rata 27,94 MPa, tegangan tekan tegak lurus serat rata-rata 12,02 MPa dan tegangan geser sejajar serat rata-rata 8,56 MPa. Berdasarkan nilai kuat acuan yang tercantum pada RSNI, kayu tersebut dapat digolongkan sebagai kuat acuan E10-12. Pemilihan kayu sebagai komponen struktural ditentukan berdasarkan pembebanan, bentang, bentuk dan dimensi yang direncanakan. Untuk beban dan bentang besar, digunakan kayu dengan kelas kuat tinggi. Sebaliknya untuk komponen struktur penunjang atau untuk menahan beban kecil atau untuk benting kecil digunakan kayu dengan kelas kuat yang lebih rendah. Kayu dengan kelas kuat II-III memungkinkan dan telah biasa digunakan sebagai komponen struktural. Penggunaannya tentunya telah direncanakan tidak melampaui batas kemampuan sifat mekanis kayu.

3.6. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan sehubungan dengan sifat fisis dan mekanis kayu mangium sebagai berikut: 1. Kayu mangium mempunyai kerapatan rata-rata 0,53 gcm 3 , berat jenis 0,46, dan MOE rata-rata 9540 MPa. 39 2. Berdasarkan peraturan yang berlaku di Indonesia, kayu mangium merupakan kayu kelas kuat II-III berdasarkan PKKI dan kuat acuan E10- 12 berdasarkan RSNI 2002. 3. Kayu kelas kuat II-III didalam aplikasi sehari-hari sudah biasa digunakan sebagai komponen kayu yang bersifat struktural.

4. ANALISIS KEKUATAN MEKANIS BALOK GLULAM DENGAN

KETEBALAN LAMINA BERBEDA 4.1. Pendahuluan Karakteristik struktur balok glulam dipengaruhi oleh lamina-lamina penyusunnya. Pada pinsipnya, berbagai spesies kayu dapat digunakan sebagai produk glulam selama digunakan perekat yang sesuai. Kekakuan stiffness merupakan kemampuan menahan perubahan bentuk atau lengkungan, dan modulus elastisitas MOE kayu merupakan indikasi dari kekakuan. Mamlouk dan Zaniewski 2006 menyatakan bahwa MOE adalah kemiringan proporsional garis linear dari kurva tegangan dan regangan. MOR modulus of rupture merupakan kekuatan serat yang terjadi pada beban maksimum yaitu pada saat benda mengalami kerusakan failure, dan dikatakan sebagai kekuatan maksimum. Perekat dapat secara sempurna mentransfer dan mendistribusi tegangan, sehingga memungkinkan meningkatkan kekuatan dan kekakuan laminasi. Transfer tegangan yang efektif dari satu lamina kelamina lainnya tergantung dari kekuatan ikatan dari rantai imajiner sambungan rekatan dengan perekat. Kondisi sambungan dengan perekat tergantung dari kompleksitas faktor karakteristik dari kayu, perekat dan metode proses perekatan. Sulistyawati et al. 2003, menyatakan bahwa penyebab terjadinya ketidaksempurnaan proses perekatan adalah kondisi glulam yang tidak monolit, sehingga mengakibatkan penurunan sifat mekanis dari glulam. Hal ini menjadi pertimbangan untuk diperhatikan didalam produksi glulam. Perekat merupakan material dengan sifat berbeda dengan kayu. Adanya perekat diantara lapisan kayu pada glulam, memungkinkan terjadi perubahan sifat mekanis glulam, seperti kekakuan dan kekuatannya. Dengan dimensi penampang melintang glulam yang sama, dapat disusun sejumlah lamina secara horizontal dengan ketebalan tertentu. Semakin banyak jumlah lamina, semakin tipis tebal lamina. Semakin banyak jumlah lamina semakin besar luas bidang rekatan.