89 merupakan hasil perubahan dari bentuk komponen komposit Beer, 1992.
Dengan adanya perbedaan MOE masing-masing lamina, dapat diperoleh nilai MOR setiap titik tinjauan. Lee et al. 2000 menyatakan bahwa data yang paling
sesuai digunakan sebagai variabel data masukan untuk prediksi kekuatan glulam dengan metode ”Transformed Cross Section” adalah metode MSR Machine
Stress Rating. Penyelesaian secara analitik didalam memperoleh nilai tegangan lentur
dengan metode ”Transformed Cross Section” dilakukan uji lentur dilaboratorium dengan menggunakan alat displacement tranducer dan strain gauge.
Displacement tranducer mempunyai fungsi mengukur besaran defleksi yang terjadi pada balok saat diberi pembebanan. Strain gauge berfungsi megukur
regangan pada lokasi ditempat terpilih. Penggunaan kedua alat tersebut perlu diketahui hasilnya untuk dibuat perbandingan diantara keduanya.
6.2. Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis kekakuan yang dinyatakan sebagai modulus elastisitas dan kekuatan yang dinyatakan sebagai
tegangan lentur dari balok glulam ukuran pemakaian. Tujuan khusus yang akan dicapai pada penelitian ini, adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis modulus elastisitas dan kekakuan lentur apparent.
2. Menganalisis modulus elastisitas dan kekakuan lentur true dengan
memperhitungkan faktor modulus geser G. 3.
Menganalisis tegangan lentur maksimum atau modulus of rupture MOR, serta tegangan yang terjadi pada setiap titik berdasarkan data hasil
pengujian lentur dengan alat displacement tranducer. 4.
Menganalisis tegangan lentur maksimum atau modulus of rupture MOR berdasarkan data hasil pengujian lentur dengan alat strain gauge.
5. Membandingkan nilai MOR yang diperoleh dari analisis berdasarkan data
pengujian lentur menggunakan alat displacement tranducer, dan strain gauge.
90
6.3. Bahan dan Metodologi
6.3.1. Bahan dan Alat
Kayu yang digunakan pada penelitian ini adalah Acacia mangium, famili Leguminosae yang merupakan kayu cepat tumbuh fast growing species. Kayu
ditebang dari Legok, Bogor, Perum Perhutani Unit III, Jawa Barat dengan diameter log sekitar 20 – 28 cm, dan umur tanam sekitar 8 tahun.
Perekat yang digunakan adalah Polyurethane Water Based Polymer Isocyanate, WBPI. Perekat dengan nama PI-3100 terdiri dari 2 komponen yaitu
base resin dan hardener H-7. Peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah alat
potong kayu, penghalus kayu, amplas, alat ukur dimensi calliper, alat ukur kadar air digital digital moisture content, timbangan elektrik, alat tulis, komputer
dengan peangkat penunjangnya. Alat uji lentur digunakan Universal Testing Machine UH-C500B dilengkapi dengan Portable Data Logger TDS 303 dan
External Display Unit EDU 11 Type R 6010. Alat pengukur regangan Strain Gauges digunakan Tokyo Sokki Kenkyujo Type PFL-30-11, dengan gauge length
adalah 30 mm, lihat Gambar 6.1. Sedangkan alat pengukur defleksi displacement tranducer dapat dilihat seperti pada Gambar 6.2.
Gambar 6.1 Strain gauge pada sisi atas dan bawah balok glulam
91
Gambar 6.2 Displacement tranducer pada tengah bentang balok glulam
6.3.2. Metodologi
Lokasi Penelitian
Pelaksanaan pengujian dilakukan di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Laboratorium Peningkatan Mutu Hasil Hutan Departemen Hasil
Hutan Fakultas Kehutanan IPB Bogor, serta Laboratorium Struktur Bangunan Puslitbangkim PU Cileunyi Bandung, Jawa Barat.
Penyiapan benda uji
Balok kayu untuk glulam dipotong dari log kayu dengan arah longitudinal dengan ukuran 70 mm x 150 mm x 3000 mm untuk lebar, tinggi dan panjangnya.
Seluruh balok dikeringkan secara alamiah, disusun dengan bagian lebar dari penampang melintang balok secara horisontal dengan jarak 40 mm, diberi reng
diatasnya dengan ukuran 2 mm x 3 mm dengan arah berlawanan susunan bawahnya. Dengan cara yang sama disusun lapis perlapis dalam arah vertikal.
Setelah balok kering, yaitu mempunai kadar air sekitar 18, balok dibelah menjadi papan lamina. Papan lamina dibuat dengan ukuran 25 mm x 65 mm x 300
mm untuk masing-masing tebal, lebar dan panjangnya. Seluruh lamina disusun kembali dengan cara penyusunan sama dengan pada proses pengeringan balok
92 sampai mencapai kadar air kesetimbangan sekitar 14. Permukaan lamina
dihaluskan sehingga tebal lamina menjadi sekitar 22 mm, dengan lebar 65 mm dan panjang 3000 mm.
Pemilahan seluruh lamina dilakukan berdasarkan modulus elastisitasnya MOE dengan cara mengadakan pengujian lentur sistem non destructive test.
Masing-masing lamina diadakan pengujian lentur dengan varisai 5 lima jarak bentang, yaitu 500 mm, 1000 mm, 1500 mm, 2000 mm, dan 2500 mm. Lamina
diletakkan diatas dua perletakan diberikan beban terpusat ditengah bentang serta dilakukan pengukuran defleksi dengan alat deflektometer ditengah bentang.
Sebelum diadakan pengujian lentur terlebih dahulu dimensi papan lamina diukur untuk tebal dan lebarnya pada bagian tepi kiri kanan dan tengah arah panjang
lamina. Dari data gaya P dan defleksi hasil uji lentur masing-masing lamina dibuat
analisis untuk mendapatkan nilai MOE. Nilai MOE dihitung berdasarkan hubungan P dan defleksi yang linier, yaitu diagram hubungan pada daerah elastis.
Selanjutnya diadakan pengelompokan lamina berdasarkan kelas kuat yang dinyatkan dengan notasi E. Sebagai contoh kelas kuat E12 adalah kayu dengan
MOE = 11.000 MPa. Balok glulam disusun dari 7 tujuh lapis lamina. Lamina dengan MOE paling besar diletakkan pada lapis sisi terluar, yaitu bagian lapis
teratas dan terbawah balok glulam. Secara berurutan MOE yang lebih rendah disusun secara berurutan kearah bagian tengah lapisan glulam. Berdasarkan
Timber Construction Manual 2005, penempatan laminasi dengan kelas kuat lebih tinggi pada bagian yang diharapkan mengalami tegangan besar akibat suatu
pembebanan, akan menghasilkan balok glulam yang efisien dalam hal penggunaan bahan kayu yang tersedia.
Perekat disiapkan sesuai dengan standar teknik yang ditentukan dari produsen. Sebelum diaplikasikan, kedua komponen perekat yaitu resin dan
hardener dicampur dan diaduk sampai rata dengan perbandingan 100 : 15 berdasarkan berat. Sebelum proses perekatan, permukaan lamina dalam keadaan
halus, dibersihkan dari segala kotoran. Seluruh sistem pelaburan perekat dilakukan dengan menggunakan kape, dan dilaburkan pada kedua permukaan
double spread lamina dengan berat labur 280 gm
2
. Perekat yang terdiri dari
93 base dan resin disiapkan dan ditimbang untuk masing-masing lapis lamina.
Perekatan dimulai pada lapisan balok glulam terbawah, dilanjutkan dengan lapisan lebih atas.
Balok glulam yang telah diselesaikan seluruh proses perekatan diletakkan diantara 2 dua buah pelat besi dengan tebal 10 mm dan selanjutnya dilakukan
kempa dingin dengan cara diklem setiap jarak 30 cm, dilakukan selama 4 empat jam. Sebelum diadakan perataan kembali seluruh permukaan glulam dan diadakan
pengujian lentur, balok glulam perlu dikondisikan terlebih dahulu selama 7 hari untuk menjamin proses pematangan perekatan. Penyerutan dilakukan kembali
sehingga lebar balok glulam sekitar 60 mm dan panjang 2600 mm. Pengukuran dimensi penampang melintang yang terdiri dari lebar dan tinggi balok dilakukan
pada seluruh balok glulam, pengukuran dilakukan pada 3 posisi yaitu bagian tepi kiri kanan dan tengah. Balok glulam siap untuk diadakan uji dapat dilihat seperti
pada Gambar 6.3. Gambar 6.4 menunjukkan penampang balok glulam dengan nilai kelas kuat kayu untuk masing-masing lamina, dan Gambar 6.5 menunjukkan
nilai MOE masing-masing lamina.
Gambar 6.3 Balok glulam siap untuk dilakukan uji lentur
94
Gambar 6.4 Susunan lamina balok glulam berdasarkan kelas kuat
Gambar 6.5 Modulus elastisitas masing-masing lamina balok glulam
11351 14676
11619 10626
9473 9250
10560 11305
14190 11647
10634 9581
9191 10452
11213 13892
11758 10775
9691 9101
10266 11266
14119 11667
10724 9603
9159 10403
11234 13928
11709 10764
9688 9123
10396
Balok 1 Balok 2
Balok 3 Balok 4
Balok 5
11165 12963
11881 10846
9713 9013
10178 11158
12727 12046
10848 9764
8884 10154
11100 12418
12329 10909
10003 8709
10076 11144
12564 12049
10849 9796
8844 10111
11101 12522
12296 10857
9938 8821
10085
Balok 6 Balok 7
Balok 8 Balok 9
Balok 10
E12 E15
E12 E11
E10 E10
E11 E12
E15 E12
E11 E10
E9 E11
E12 E14
E12 E11
E10 E11
E12 E12
E15 E12
E11 E10
E10 E11
E12 E14
E12 E11
E10 E10
E11
Balok 1 Balok 2
Balok 3 Balok 4
Balok 5
E12 E13
E12 E11
E10 E10
E11 E12
E13 E13
E11 E10
E9 E11
E12 E13
E13 E11
E11 E9
E11 E12
E13 E13
E11 E10
E9 E11
E12 E13
E13 E11
E10 E9
E11
Balok 6 Balok 7
Balok 8 Balok 9
Balok 10
95
Metode Penelitian
Pengujian lentur di laboratorium untuk glulam dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang diatur pada ASTM D198-5a 2008 tentang “Standard Test
Methods of Static Test of Lumber in Structural Sizes” Section 4-11 tentang Flexure.
Uji lentur lamina dilakukan dengan cara sederhana, lamina diletakkan diatas dua perletakan, masing-masing lamina dilakukan dengan 5 empat macam jarak
perletakan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya pebedaan nilai modulus elastisitas apabila pengujian dilakukan dengan jarak bentang
berbeda. Pengujian dilakukan dengan memberikan gaya ditengah bentang, diukur besar defleksi yang terjadi dibawah beban. Beban ditingkatkan lebih besar dari
beban sebelumnya. Diadakan pengukuran defleksi yang terjadi. Besar pembebanan yang diberikan ditentukan sebesar beban yang diperkirakan
mengakibatkan tegangan masih dalam batas elastis. Selisih masing-masing besaran kedua beban dan defleksi yang dijadikan sebagai parameter dalam
perhitungan modulus elastisitas yang terjadi. Pengujian lentur yang dilakukan merupakan pengujian non destructive. Setelah diperoleh masing-masing MOE
lamina, selanjutnya diadakan pemilahan lamina berdasarkan kelompok nilai kelas kuat kayu.
Pengujian lentur balok glulam dilakukan dengan meletakkannya diatas dua perletakan, diberikan dua beban terpusat masing-masing pada satu pertiga bentang
third point loading. Pembacaan pertambahan besar beban dan defleksi yang terjadi ditengah bentang ditransfer kedalam data logger, begitu pula besar
regangan yang terjadi pada serat sisi atas dan bawah balok glulam. Pembebanan diberikan hingga terjadi keruntuhan balok glulam.
Pengujian dilakukan dengan menggunakan Universal Testing Machine. Kadar air diukur beberapa saat sebelum pengujian dengan bantuan alat digital
moisture meter dan diperoleh nilai sekitar 14 ~ 16 . Dari kurva hubungan defleksi-beban hasil pengujian lentur dihitung
modulus elastisitas tanpa dan memperhitungkan pengaruh defleksi akibat gaya geser yang mengandung nilai modulus geser G. Dari gaya maksimum yang terjadi
dihitung nilai tegangan maksimum nominal pada sisi atas dan bawah balok glulam.
96 Dengan metode “Transformed Cross Section” penampang melintang
tertransformasi, dihitung tegangan aktual pada setiap titik tinjauan, berdasarkan ketentuan yang diatur pada ASTM D3737-07 2008 tentang “Standard Practice
for Establihing Allowable Poperties for Structural Glued Laminated Timber Glulam”.
Gambar 6.6 Pengujian lentur balok glulam ukuran struktural
Analisis
Pada umumnya didalam memperhitungkan defleksi yang terjadi pada suatu titik dari balok yang dibebani hanya memperhitungkan pengaruh akibat
adanya lentur saja, padahal pada titik tersebut juga terdapat pengaruh defleksi akibat gaya lintang meskipun pada posisi tersebut tidak terdapat gaya lintang.
Sebagai gambaran balok yang dibebani dua buah gaya terpusat, pada tengah bentang diantara dua buah gaya terpusat tidak bekerja gaya lintang, tetapi pada
tersebut terdapat pengaruh defleksi akibat gaya lintang. Defleksi akibat gaya lintang dari perletakan sampai beban terpusat mempengaruhi daerah tengah
bentang. Secara umum persamaan defleksi total yang terjadi pada setiap lokasi dapat dituliskan sebagai berikut,
97 Defleksi total untuk balok berpenampang persegi panjang, elastis, homogen,
dan isotropis yang terletak diatas dua perletakan sederhana dibebani gaya terpusat masing-masing ½ P pada sepertiga bentang, Gambar 6.7 adalah,
GA PL
k EI
PL
total
6 1296
23
3
+ =
Δ 6.1
Nilai k adalah 1,20 untuk penampang empat persegi panjang. Δ
total
disini memperhitungkan defleksi akibat lentur dan gaya geser. Persamaan 6.2 dapat
dituliskan kembali sebagai berikut,
GA PL
, EI
PL
total
2 1296
23
3
+ =
Δ 6.2
Rasio
b s
Δ Δ
dapat dijperoleh dari persamaan 6.2 sebagai berikut,
2
94 ⎟
⎠ ⎞
⎜ ⎝
⎛ =
Δ Δ
L h
G E
,
b s
6.3
Dari persamaan 6.3 dapat diperoleh modulus elastisitas true sebagaimana telah dijelaskan pula pada Bab 5, yang telah memperhitungkan pengaruh momen
lentur dan gaya geser. Oleh karena glulam tersusun dari lamina-lamina dengan modulus elastisitas yang berbeda, maka pada rumus untuk mendapatkan MOE
true
menggunakan Eeff . Rumus dimaksud adalah,
eff b
s true
E MOE
⎟⎟ ⎠
⎞ ⎜⎜
⎝ ⎛
Δ Δ
+ = 1
6.4 ,
dimana,
{
tranf i
i i
i eff
I d
A I
E E
∑
+ =
2
6.5
98
Gambar 6.7 Balok diatas dua perletakan dengan beban masing-masing ½ P pada sepertiga bentang
Untuk mendapatkan nilai tegangan lentur pada setiap titik glulam dengan MOE
lamina yang tidak seragam untuk seluruh lapisan dilakukan berdasarkan metode “Transformed Cross Section”, yang mana dengan adanya perbedaan MOE
masing-masing lamina, dapat diperoleh nilai tegangan lentur setiap titik tinjauan. Glulam terdiri dari beberapa jenis MOE dengan nilai lebih kecil berada pada
daerah mendekati sumbu netral dan MOE dengan nilai lebih besar terletak pada sisi atas dan bawah penampang,
Tegangan lentur yang terjadi pada setiap ketinggian penampang terlebih dahulu dihitung sebagai tegangan lentur nominal berdasarkan penampang dengan
masing-masing MOE lapisan lamina yang telah ditransformasi pada satu lamina tertentu, Gambar 6.8. Pada kasus ini ditentukan MOE yang tetap adalah lamina
terbesar, MOE terbesar ditentukan sebagai nilai transformasi.
P
½
P
½
P 13 L
13 L 13 L
99
Gambar 6.8 Diagram regangan dan tegangan balok glulam a.
Penampang balok glulam b.
Diagram regangan c.
Diagram tegangan lentur nominal d.
Diagram tegangan lentur aktual
6.4. Hasil dan Pembahasan
.Dari hasil uji lentur non destructive, dihitung nilai MOE masing-masing lamina dengan 5 lima variasi jarak bentang, yaitu 500 mm, 1000 mm, 1500 mm,
2000 mm, dan 2500 mm, lihat Gambar 6.9. Dari garis regresi dapat diketahui bahwa uji lentur dengan jarak bentang 500 mm menghasilkan modulus elastisitas
terendah dibandingkan keempat jarak bentanng lainnya. Untuk menghasilkan nilai modulus elastisitas rata-rata diambil dari nilai modulus elastisitas dengan jarak
bentang 1000 mm, 1500 mm, 2000 mm, dan 2500 mm. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan keempat kondisi tersebut menghasilkan nilai modulus elastisitas
yang mendekati sama.
9 x 2cm =18 cm
6
a b
c d
100
5000 10000
15000 20000
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
Nomor Benda Uji Mo
dul us
E la
sti si
ta s
M P
a
L = 500 mm L = 1000 mm
L = 1500 mm L = 2000 mm
L = 2500 mm Poly. L = 500 mm
Poly. L = 1000 mm Poly. L = 1500 mm
Poly. L = 2000 mm Poly. L = 2500 mm
Gambar 6.9 Modulus elastisitas lamina dengan varisasi jarak bentang Selanjutnya masing-masing lamina sebanyak 90 sembilan puluh buah
dikelompokkan berdasarkan kuat acuan, kelompok kuat acuan lamina dapat dilihat pada Tabel 6.1. Dari seluruh lamina yang tersedia dipilih sebanyak 70
tujuh puluh lamina untuk disusun menjadi 10 sepuluh balok glulam. Histogram kuat acuan kelompok lamina dapat dilihat pada Gambar 6.10. Dari histrogam
tersebut terlihat bahwa persentase mayoritas berdasarkan kelompok kuat acuan adalah E10 dan E12, atau MOE sekitar 9000 kgcm
2
dan 11000 kgcm
2
. Tabel 6.1 Kelompok kuat acuan lamina
KUAT ACUAN JUMLAH
KUMULATIF JUMLAH
PERSEN KUMULATIF
PERSEN E7 6
6 6,67 6,67
E8 8 14 8,89 15,56
E9 10 24 11,11 26,67
E10 15 39
16,67 43,33 E11 21
60 23,33 66,67
E12 16 76
17,78 84,44 E13 9
85 10,00 94,44 E14 2
87 2,22 96,67
E15 3 90
3,33 100,00 Total benda uji
90
101
Kuat Acuan Fr
e k
u e
n s
i
14 12
10 8
6 20
15 10
5
Mean StDev N
10.66 1.927 90
11.41 1.409 70
Variable Kelompok 90 lamina
Kelompok 70 lamina
Hitogram KUAT ACUAN
Normal
Gambar 6.10 Histogram kelompok kuat acuan lamina Dari hasil uji lentur balok glulam dapat digambarkan tipikal kurva
hubungan gaya pada arah sumbu y dan defleksi pada arah sumbu x, Gambar 6.11. Untuk lebih jelasnya kurva hubungan gaya- defleksi seluruh glulam dapat dilihat
pada Lampiran 7. Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa kemampuan berdefleksi balok glulam pada saat mencapai gaya maksimum adalah berbeda-
beda. Sebenarnya metode “Transformed Cross Section”,berlaku untuk kondisi
tegangan-regangan dalam batas elastis, dan memenuhi strain compatibily. Didalam perhitungan modulus elastisitas memang memperhitungkan kondisi
hubungan tegangan-regangan dalam batas elastis atau hubungan gaya-defleksi merupakan garis lurus. Pada kenyataannya pada saat balok glulam dibebani,
beberapa balok glulam tidak memenuhi syarat terjadinya strain compatibily. Kondisi ini terlihat pada Lampiran 7 yang melengkapi Gambar 6.11, untuk glulam
2,7, dan 8, dimana kurva hubungan gaya-defleksi pada bagian atas mulai melengkung. Hal ini terjadi antara lain ketidaksempurnaan didalam pembuatan
balok glulam, disebabkan karena keterbatasan ketersediaan peralatan yang memadai. Dengan keterbatasan yang terjadi penulis akan melakukan analisis
balok glulam berdasarkan metode “Transformed Cross Section” meskipun tidak dapat memenuhi persyaratan secara sempurna.
102
25000 50000
25 50
75 100
Defleksi mm Gaya
N
Gambar 6.11 Tipikal hubungan gaya-defleksi hasil uji lentur balok glulam ukuran struktural
Besar defleksi yang terjadi merupakan faktor yang menunjukkan kemampuan kekakuan balok, dimana kemampuan balok mengandung nilai
modulus elastisitas dari material pembentuknya. Gambar 6.12 menunjukkan bahwa apabila kemampuan glulam menerima beban pada saat mulai terjadi
kerusakan adalah besar, maka defleksi yang terjadi juga besar, sebaliknya apabila kemampuan menerima beban saat mulai terjadi kerusakan adalah kecil maka
defleksi yang terjadi juga kecil. Kondisi ini antara lain dapat mempercepat terjadinya kerusakan benda uji tersebut.
Pada balok glulam GL 4 terlihat bahwa gaya maksimum yang dipikul dan defleksi pada saat gaya maksimum tercapai adalah paling kecil apabila
dibandingkan dengan balok glulam lainnya. Hal ini apabila diamati dari kerusakan yang terjadi pada saat pengujian adalah terjadi slip pada antara lapis ke 3 dan ke 4
dari susunan lamina balok glulam. Slip terjadi sampai hampir ditengah bentang balok glulam, yaitu 130 cm dari ujung balok glulam. Balok glulam GL 5 juga
terjadi slip juga antara lapis ke 3 dan 4, tetapi hanya sekitar 60 cm dari ujung balok glulam. Berbeda dengan balok glulam GL 7, kemampuan defleksi adalah
paling menonjol tinggi diantara balok uji lainnya. Dari pengamatan kerusakan yang terjadi pada saat uji lentur adalah tidak terdapat slip pada lapisan antara
lamina, dan kerusakan sampai hancur terjadi pada serat kayu daerah tarik yaitu bagian bawah lapis 1, 2, dan 3, ditengah bentang balok glulam. Gaya maksimum
terjadi pada balok glulam GL 9, kerusakan hanya terjadi pada sisi terbawah dimulai dari lokasi adanya gubal kayu yang berada segaris dibawah salah satu
103 pusat gaya, yaitu pada sepertiga bentang. Kekakuan balok glulam semakin kecil
apabila terjadi kerusakan slip pada antar lapisan lamina, dan konfigurasi penampang balok glulam mempengaruhi nilai kekakuan maksimumnya,
Sulistyawati et al. 2008.
20 40
60 80
Defleksi mm 41,1
54,3 39,7
29,1 33,2
38,5 67,4
47,4 46,7
36,6 Gaya Maksimum KN 32,00 35,99 32,12 25,99 31,04 29,01 35,97 33,36 37,05 27,03
GL 1 GL 2
GL 3 GL 4
GL 5 GL 6
GL 7 GL 8
GL 9 GL 10
Keterangan: GL = glulam
Gambar 6.12 Defleksi dan gaya maksimum balok glulam Telah dijelaskan terdahulu bahwa perbedaan modulus elastisitas tergantung
dari rasio panjang bentang L dan tinggi balok h, serta rasio nilai modulus elastisitas akibat momen lentur saja terhadap modulus geser G atau MOEG.
Pada perhitungan
MOE
app
balok glulam diperhitungkan sebagai MOE
eff,
yaitu modulus elastisitas yang telah memperhitungkan masing-masing MOE lamina penyusunnya. MOE
eff
dihitung menggunakan persamaan 6.5, MOE
true
dihitung berdasarkan persamaan 6.4. MOE
true
dihitung dengan memperhitungkan modulus geser yang telah dibahas pada Bab V untuk balok
glulam dimana rasio EG adalah 25. Nilai
MOE
eff
dan MOE
true
dapat dilihat seperti pada Gambar 6.13, apabila diadakan perbandingan, nilai MOE
true
adalah lebih besar 10,43 terhadap MOE
eff
.
104
5000 10000
15000
MOEeff Mpa 12385 12219 12209 12161 12162 11878 11853 11796 11867 11850
MOEtrue MPa 13627 13515 13465 13375 13485 13129 13101 13057 13129 13058 GL 1
GL 2 GL 3
GL 4 GL 5
GL 6 GL 7
GL 8 GL 9
GL 10
Gambar 6.13 Modulus elastisitas efektif dan true balok glulam Pada bagian alinea ini akan dilihat besar pengaruh adanya perekatan
terhadap kekakuan glulam. Hal ini dilakukan dengan membnadingkan nilai MOE efektif yang telah dihitung dengan nilai EI yang merupakan kekakuan lentur
komponen balok glulam, dimana persamaan nilai tersebut adalah Δ
1296 23
3
PL . Dari
persamaan terakhir terlihat bahwa nilai E sebagai MOE dan I menjadi satu kesatuan. Pada awalnya dipikirkan bahwa untuk komponen yang bersifat
komposit yaitu komponen yang mengandung lebih dari satu jenis material, yaitu kayu dan adanya perekat diantara lapisan, perlu diketahui pengaruhnya terhadap
sifat elastisitas material yang diidentifikasikan dengan nilai EI sebagai nilai kekakuan komponen balok glulam yang mengalami lenturan. Berdasarkan hasil
perhitungan untuk nilai MOE
ef
dan EI dapat dilihat pada Tabel 6.2, dan untuk melihat tren nilai-nilai tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.14. Tren nilai
MOE
app
dan EI masing-masing balok glulam adalah sama, menunjukkan bahwa dengan adanya perekat diantara lapisan lamina pada balok glulam tidak
meningkatkan nilai modulus elastisitasnya.
105 Tabel 6.2 Nilai Modulus elatisitas efektif, kekakuan lentur balok glulam dan
rasio keduanya
No Glulam MOEeff MPa
EI Nmm
2
EIMOEeff GL 1
12385 2,327E+11
18785692 GL 2
12219 2,370E+11
19397660 GL 3
12209 2,414E+11
19774691 GL 4
12161 2,312E+11
19008918 GL 5
12162 2,522E+11
20736573 GL 6
11878 2,164E+11
18219546 GL 7
11853 2,257E+11
19044096 GL 8
11796 2,331E+11
19764533 GL 9
11867 2,534E+11
21352811 GL 10
11850 2,069E+11
17456901 rata-rata 12038 2,330E+11
19354142 SD 210
1,448E+10 1139115
CV 1,74
6,21 5,89
Keterangan: GL = glulam
1E+11 2E+11
3E+11
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
No Benda Uji EI
N m
m
2
10000 20000
30000
MO E
e ff
M P
a
EI Nmm2 MOEeff MPa
Gambar 6.14 Tren nilai EI terhadap MOE efektif masing-masing balok glulam Analisis dengan metode konvensional pada seluruh glulam menunjukkan
tidak terdapat perbedaan nilai MOR pada sisi teratas dan terbawah balok glulam atau masing-masing bagian serat tertekan dan tertarik. Hal ini terjadi oleh karena
pada perhitungan MOR menggunakan asumsi bahwa glulam merupakan susunan lamina dengan MOE yang sama, sehingga garis netral penampang balok glulam
terdapat pada setengah ketinggian balok glulam. Perhitungan cara konvensional menggunakan momen inersia I tanpa
memperhitungkan pengaruh perbedaan MOE masing-masing lapis lamina. Kondisi ini mengakibatkan MOR pada sisi teratas dan terbawah mempunyai nilai
106 yang sama, hanya pebedaannya pada sisi dibawah garis netral timbul tegangan
lentur dengan nilai positip, sedangkan pada setengah bagian yaitu diatas garis netral timbul tegangan lentur negatif. Garis netral merupakan garis melalui titik
berat penampang dengan tegangan lentur adalah sama dengan nol. MOR merupakan tegangan lentur maksimum yang terjadi pada sisi terbawah dan teratas
balok glulam. Analisis berdasarkan metode “Transformed Cross Section”, dihitung
tegangan lentur nominal dan aktual yang terjadi pada setiap ketinggian penampang. Kedua tegangan tersebut dihitung berdasarkan penampang dengan
masing-masing MOE lapisan lamina yang telah ditransformasi pada satu lamina tertentu. Pada kasus ini ditentukan MOE yang tetap adalah lamina pada lapisan
paling bawah yaitu lapisan lamina dengan MOE terbesar ditentukan sebagai pengukur, sedangkan lainnya sebagai nilai transformasi.
Oleh karena masing-masing lamina mempunyai MOE berbeda, memungkinkan terjadinya pergeseran titik berat atau garis netral penampang
glulam. Setelah diadakan penghitungan letak titik berat atau garis netral penampang balok glulam diperoleh hasil bahwa garis netral seluruh balok uji
glulam yang dilakukan pada penelitian ini terletak dibawah titik tengah penampang glulam. Kondisi ini mengakibatkan tegangan nominal yang terjadi
pada sisi paling atas dan paling bawah penampang balok glulam tidak sama besar. Tegangan nominal pada sisi paling atas mempunyai nilai absolut yang lebih
besar jika dibandingkan dengan sisi paling bawah. Tegangan aktual merupakan perkalian nilai tegangan nominal dengan faktor transfomasi yang merupakan rasio
MOE tertransformasi pada lapisan lamina dimaksud dibagi dengan MOE lamina
pengukur. Lamina pengukur pada seluruh benda uji glulam merupakan lamina paling bawah yaitu dengan lamina yang mempunyai MOE terbesar jika
dibandingkan dengan lapisan lamina diatasnya. Nilai faktor transformasi berbeda untuk masing-masing lamina dan nilainya adalah lebih kecil dari 1.
Nilai tegangan lentur nominal pada sisi paling bawah adalah sama dengan tegangan lentur aktual pada sisi yang sama. Sedangkan tegangan lentur aktual
pada posisi lainnya adalah lebih kecil dari tegangan lentur nominalnya. Nilai tegangan lentur maksimum pada sisi paling bawah atas paling atas glulam atau
107 MOR
dari hasil perhitungan secara konvensional serta MOR aktual hasil perhitungan dengan metode “Transformed Cross Section”. dapat dilihat pada
Tabel 6.3. Dengan lebih mudah dapat dilihat perbedaan nilai MOR yang diperoleh
dengan metode konvensional dan metode “Transformed Cross Section” atau transformasi pada Gambar 6.15. MOR dengan metode transformasi pada serat atas
yaitu serat yang mengalami tegangan tekan tidak jauh berbeda dengan tegangan serat bawah maupun atas dengan cara konvensional. Tetapi tegangan pada serat
bawah yaitu tegangan tarik dengan metode transformasi untuk beberapa glulam terlihat perbedaan yang relatif berarti.
Tabel 6.3 Modulus of Rupture MOR berdasarkan metode konvensional dan transformasi
MOR MPa Benda Uji
Metode Konvensional Metode Transformasi
Serat Bawah = Serat Atas
Aktual Serat Bawah
Aktual Serat Atas
GL1 51,96 59,69 51,52
GL2 55,02 62,23 54,95
GL3 50,90 57,44 50,84
GL4 42,02 47,09 42,11
GL5 46,68 52,25 46,89
GL6 44,70 48,25 45,70
GL7 55,69 59,41 57,54
GL8 50,83 53,89 52,65
GL9 56,62 59,74 59,25
GL10 43,33 45,49 45,41
Rata-rata 49,77 54,55 50,69
SD 5,31 6,03 5,61
CV 10,66
11,06 11,08
Keterangan: GL = glulam Apabila
MOR dengan metode transformasi untuk glulam pada serat bawah
dibandingkan dengan MOR pada serat bawah metode konvensional terjadi perbedaan lebih besar untuk GL 1 adalah 14, 9 , GL 2 adalah 13,1, GL 3
adalah 12,9, GL 4 adalah 12,1, dan 11, 9 untuk GL 5. Sedangkan untuk balok glulam lainnya mempunyai perbedaan untuk GL 6 adalah 8,0 , GL 7 adalah
108 6,7, untuk GL 8 adalah 6,0 , GL 9 adalah 5,6, dan 5,0 untuk GL 10.
Perbedaan yang terjadi disebabkan antara lain oleh karena adanya pengaruh adanya MOE terbesar terletak pada susunan lamina terbawah.
20 40
60 80
GL1 GL2
GL3 GL4
GL5 GL6
GL7 GL8
GL9 GL10
MO R
MP a
Konvensional Aktual Serat Bawah Transformasi
Aktual Serat Atas Transformasi --
Gambar 6.15 Kurva MOR berdasarkan metode konvensional dan transformasi Sebagai salah satu prinsip pembuatan komponen glulam dengan menyusun
lamina MOE lebih besar pada sisi tepi atau menjauhi garis netral, dan secara berurutan lamina dengan MOE yang lebih kecil sampai terkecil pada arah
mendekati atau pada garis netral. Prinsip ini telah dilakukan didalam pembuatan susunan lamina masing-masing balok glulam. Untuk balok glulam Gl 1, 2, dan 3
dibuat susunan lamina dari lapis terbawah sampai teratas dengan kelas kuat kayu yang sama diantara satu dengan ketiganya.
MOR yang terjadi berdasarkan metode konvensional dan transformasi untuk
serat atas maupun atas glulam adalah hampir sama, tetapi mempunyai nilai yang lebih besar untuk serat bawah. Lamina paling bawah untuk ketiganya mempunyai
kuat acuan E15 dan E12 untuk lapis paling atas. Jadi ketiga balok glulam tersebut mempunyai susunan kuat acuan yang tidak simetris.
Oleh karena kuat acuan yang lebih besar terletak dibawah, maka setelah dihitung berdasarkan luas penampang transformasi, diperoleh bahwa posisi garis
netral berada dibawah garis horisontal yang melalui titik tengah penampang. Hal ini mengakibatkan besar tegangan lentur nominal pada sisi tepi daerah tarik lebih
kecil jika dibandingkan dengan tegangan lentur nominal pada sisi tepi daerah tekan. Selanjutnya setelah dihitung besar tegangan lentur aktual yang merupakan
109 tegangan lentur nominal dikalikan dengan faktor transformasi, diperoleh tegangan
lentur aktual pada daerah tekan yang lebih kecil jika dibandingkan dengan tegangan lentur aktual pada daerah tarik.
Perlu diperhatikan balok glulam GL 4, 5, 6, dan 7 yang dibuat susunan lamina dari lapis terbawah sampai teratas dengan kelas kuat kayu yang sama
diantara satu dengan keempatnya. Terlihat bahwa pada balok glulam 7 mempunyai nilai MOR terbesar dengan metode konvensional maupun
transformasi. Hasil yang kecil dimungkinkan terjadinya kerusakan lebih awal yang terjadi oleh karena adanya kerusakan yang dimulai dari letak mata kayu atau
pada perlemahan kayu lainnya. Begitu pula pada GL 8, 9 dan 10 dengan susunan lamina dari lapis terbawah
sampai teratas dengan kelas kuat kayu yang sama diantara satu dengan ketiganya. GL 10 mempunyai nilai MOR yang terendah dibandingkan GL 8, dan 9,
kerusakan pada GL10 adalah slip pada garis rekat pertama dari bawah. Slip dapat mengakibatkan kemampuan maksimum memikul beban menjadi lebih rendah,
sehingga kekuatan serta kekakuan lebih rendah. Wiryomartono 1976 dalam tulisannya mengusulkan bahwa slip balok dapat dihalangi dengan menempatkan
pasak diantara lapisan lamina. Tipikal kerusakan balok glulam dapat dilihat pada Gambar 6.16.
Oleh karena pada metode transformasi memperhitungkan pengaruh masing- masing MOE lamina, maka dengan menggunakan metode transformasi
memungkinkan letak garis netral tidak terdapat ditengah ketinggian penampang melintang balok glulam.
Dari 10 sepuluh benda uji glulam dengan susunan lamina seperti yang telah ditentukan, seluruhnya posisi garis netral terletak dibawah setengah
ketinggian balok glulam. Hal ini mengakibatkan MOR nominal pada serat teratas adalah lebih besar apabila dibandingkan dengan serat terbawah. Oleh karena
tegangan aktual dipengaruhi dengan faktor transformasi masing-masing lapisan, hasil analisis menunjukkan MOR serat teratas mempunyai nilai yang lebih kecil
apabila dibandingkan dengan serat terbawah. Gambar 6.17 menunjukkan tipikal tegangan nominal dan aktual balok
glulam pada masing-masing titik tinjauan pada seluruh ketinggiannya.
110
Gambar 6.16 Tipikal kerusakan glulam ukuran struktural
a Slip digaris rekat lapis ketiga pada ujung balok glulam b Gabungan slip dan retak antara dua garis rekat
c Slip digaris rekat lapis pertama pada daerah tarik ditengah bentang
d Hancur pada serat bawah daerah tarik Nilai
MOR dengan metode konvensial adalah sedikit lebih kecil jika
dibandingkan dengan cara transformasi oleh karena pada metode konvensional memperhitungkan momen inersia tidak mempertimbangkan besaran MOE
masing-masing lamina. Untuk perhitungan MOR dengan metode transformasi memperhitungkan momen inersia transformasi yaitu momen inersia yang
memperhitungkan besaran MOE masing-masing lamina. d
c
b a
111
50 100
150 200
-80 -60
-40 -20
20 40
60 80
Tegangan Lentur MPa h g
lul a
m m
m
Tegangan Aktual Tegangan Nominal
Gambar 6.17 Tipikal tegangan nominal dan aktual balok glulam Gambar 6.18 menunjukkan tren MOE
ef,
dan MOR aktual, yaitu MOR yang diperoleh dengan perhitungan berdasarkan metode “Transformed Cross Section”
atau metode transformasi. Tidak selalu balok glulam mempunyai MOE
ef
yang lebih tinggi juga mempunyai MOR aktual yang lebih tinggi. Terdapat beberapa
glulam yang mempunyai MOE tinggi tetapi mempunyai MOR tinggi pula, tetapi lebih rendah jika dibandingkan dengan glulam lainnya. Sebaliknya terdapat
glulam dengan MOE yang lebih tinggi mempnyai MOR yang lebih rendah.
5000 10000
15000 20000
GL1 GL2
GL3 GL4
GL5 GL6
GL7 GL8
GL9 GL10
Benda Uji MO
E e
f MP
a 50
100 150
200
M O
R Ak tu
a l
M P
a
MOEef MOR Aktual Serat Bawah
MOR Aktual Serat Atas
Gambar 6.18 Tren nilai MOE efektif terhadap MOR masing-masing balok gulam
112 Hasil penelitian uji lentur dengan menempelkan strain gauge pada
permukaan sisi bawah dan atas glulam diperoleh data besar gaya yang bekerja dan regangan kayu
ε . Dari penelitian dengan menggunakan strain gauge diperoleh besaran regangan pada sisi serat atas glulam adalah negatif dan pada sisi serat
bawah adalah positip, nilai dari kedua jenis regangan dapat dilihat pada Tabel 6.4 Perbedaan tanda menunjukkan bahwa akibat pembebanan yang bekerja
meenyebabkan balok glulam mengalami lenturan. Lenturan yang terjadi mengakibatkan serat bagian atas garis netral
mengalami tekanan dan serat bagian bawah garis netral mengalami tarikan, Regangan dengan nilai yang lebih besar kadang terjadi pada serat tertekan atau
serat atas dan nilai yang lebih kecil pada serat tertarik atau serat bawah. Apabila dilihat dari prosentase, nilai lebih besar pada serat tertekan terjadi 66,7, dan
nilai lebih besar pada serat tertarik mencapai 33,3. Dengan catatan bahwa dengan sejumlah 10 sepuluh benda uji balok glulam terdapat satu balok glulam
yang menunjukkan nilai regangan dari hasil strain gauge yang tidak dapat dipertanggung jawabkan, yaitu pada benda uji balok glulam 4.
Kerusakan terjadi mungkin disebabkan karena terjadi pemasangan atau penempelan strain gauge secara tidak sempurna, sehingga lat tersebut tidak dapat
merekam perubahan regangan yang terjadi mulai dari awal pembebanan sampai akhir pembebanan. Kemungkinan kedua tidak terekamnya data regangan oleh
karena terdapat kerusakan pada alat strain gauge atau pada kabel yang menghubungkan strain gauge dengan data logger, yang berfungsi sebagai alat
perekam data. Dari data regangan dan nilai modulus elastisitas glulam yang telah dihitung
sebelumnya, dapat dihitung nilai tegangan maksimum atau MOR yang terjadi pada sisi bawah dan atas glulam dimana strain gauge ditempelkan. Hasil perhitungan
menunjukkan bahwa tegangan maksimum pada serat sisi teratas dan terbawah mempunyai nilai yang proporsional dengan nilai regangannya. Nilai MOR yang
telah dihitung dari regangan yang terukur oleh strain gauge dapat dilihat pada Gambar 6.19.
113 Tabel 6.4 Regangan serat atas dan bawah menggunakan strain gauge
Benda Uji Regangan serat atas x10
-6
Regangan serat bawah x10
-6
GL1 -4452 4040
GL2 -5535 5374
GL3 -5212 4086
GL4 -
- GL5 -4806
3816 GL6 -4680
4063 GL7 -4841
5789 GL8 -3783
4333 GL9 -4367
4960 GL10 -3434
3387 Rata rata
-4568 4428
SD 657 782
CV 14
18 Keterangan: GL = glulam
Terjadi perbedaan tegangan maksimum pada sisi serat atas dan bawah atau nilai MORnya yang terjadi antara hasil perhitungan berdasarkan hasil regangan
yang dideteksi dengan strain gauges dan metode transformasi. Beberapa MOR berdasarkan strain gauge lebih kecil 3,5 sampai dengan 24,3 , dan sebagian data
menunjukkan 0,9 sampai dengan 15,4 lebih besar jika dibandingkan dengan hasil perhitungan metode transformasi.
Hal ini terjadi oleh karena pada metode transformasi yang dalam perhitungannya berdasarkan pengukuran defleksi dengan alat displacement
tranducer yang diletakkan ditengah bentang merupakan pengukuran akibat
deformasi yang terjadi mewakili balok pada keseluruhan bentang. Sedangkan pada pengkuran regangan yang diletakkan pada sisi atas dan bawah balok
ditengah bentang merupakan alat yang relatif kecil dan sensitif. Sehingga pengukuran dengan strain gauge kemungkinan dipengaruhi dengan kondisi serat
pada posisi letak strain gauge atau dipengaruhi dengan kondisi serat sekitar letak strain gauge
.
114
20 40
60 80
MO R
MP a
Aktual Serat Bawah 59,69 62,23 57,44 52,25 48,25 59,41 53,89 59,74 45,49
Aktual Serat Atas -- 51,52 54,95 50,84 46,89 45,70 57,54 52,65 59,25 45,41
Serat Bawah Strain Gauge 47,18 58,50 44,48 42,96 40,86 61,02 46,08 57,64 34,43
Serat Atas --Strain Gauge 51,99 60,25 56,74 54,11 47,07 51,02 40,23 50,75 34,91 GL1
GL2 GL3
GL5 GL6
GL7 GL8
GL9 GL10
Gambar 6.19 Nilai MOR berdasarkan metode transformasi dan uji regangan dengan strain gauge
6.5. Kesimpulan