18 20
1 10
12 15
8 9
4 2
2
5 6
2 2
, d
d b
d b
k =
= ⎟
⎠ ⎞
⎜ ⎝
⎛ =
Faktor k untuk penampang persegi panjang adalah 1,20, maka defleksi akibat gaya geser adalah,
GA PL
, GA
Px dx
GA P
.
L L
s
4 20
1 4
2.40 2
2 1
2 1
2
2 2
= =
= Δ
∫
2.16 Sehingga defleksi total akibat momen lentur dan gaya geser untuk balok
berpenampang persegi panjang, elastis, homogen, dan isotropis terletak di atas dua perletakan sederhana dengan beban di tengah bentang, secara umum dapat
dituliskan, GA
kPL EI
PL 4
48
3
+ =
Δ 2.17
atau GA
PL ,
EI PL
30 48
3
+ =
Δ 2.18
Dengan cara yang sama seperti di atas, defleksi total untuk balok berpenampang persegi panjang, elastis, homogen, dan isotropis terletak di atas dua
perletakan sederhana dengan 2 dua beban terpusat ½ P masing-masing pada sepertiga bentang adalah,
GA PL
, EI
PL 20
1296 23
3
+ =
Δ 2.19
2.4. Pengujian Modulus Geser Berdasarkan ASTM
2.4.1. Berdasarkan ASTM D198 1999
Salah satu acuan yang dapat digunakan untuk menentukan modulus geser kayu adalah peraturan ASTM D198-99 tentang Standard Test Methods of Static
Test of Lumber in Structural Sizes . Untuk mendapatkan nilai modulus geser kayu,
19 pada peraturan tersebut perlu memasukkan nilai Poisson ratio sebesar 0,05 sampai
dengan 0,50. Untuk memperoleh hasil yang lebih tepat seharusnya dengan memasukkan faktor Poisson ratio sesuai dengan material yang diuji. Kesulitan
yang terjadi adalah belum banyak data atau hasil penelitian yang memperlihatkan besar Poisson rasio dari berbagai jenis kayu di Indonesia. Defleksi elastis pada
balok persegi panjang dengan beban terpusat di tengah bentang dinyatakan, GA
PL EI
PL 4
48
3
+ =
Δ 2.20
Modifikasi luas geser adalah hasil perkalian luas penampang geser A dan koefisien geser “K”, dimana “K” adalah ratio dari regangan geser rata-rata pada
penampang terhadap regangan geser pada titik pusat. Apabila persamaan 2.18 dituliskan kembali, maka,
GKA PL
EI PL
tot
4 48
3
+ =
Δ 2.21
Kita tinjau kembali persamaan dasar yang digunakan pada peraturan ini dengan mengabaikan kontribusi defleksi akibat geser, dituliskan,
I E
PL
f
48
3
= Δ
2.22 dimana E
f
merupakan modulus elastisitas apparent, sehingga GKA
PL EI
PL I
E PL
f
4 48
48
3 3
+ =
2.23 Untuk penampang persegi panjang dengan lebar balok b dan tinggi h , maka
persamaan 2.22 dapat dituliskan, KG
Eh L
h E
L
f
1
2 2
2 2
+ =
2.24 pada dua sisi dari persamaan 2.24 dikalikan dengan hL
2
, maka persamaan untuk penampang persegi panjang menjadi,
2
1 1
1 ⎟
⎠ ⎞
⎜ ⎝
⎛ +
= L
h KG
E E
f
2.25 Persamaan 2.25 dapat dituliskan sebagai bentuk persamaan sederhana y = b +
mx, dimana y =1E
f
, b adalah 1E, m adalah 1KG, serta x adalah hL
2
.
20 Dari persamaan ini dapat diilustrasikan menjadi suatu kurva sebagaimana
terlihat pada Gambar 2-3.
Gambar 2.3 Kurva untuk mendapatkan modulus geser G Kurva pada Gambar 2.3 menunjukkan bahwa sumbu horizontal merupakan
perbandingan tinggi terhadap panjang bentang dikuadratkan dari benda uji yang dicari besar modulus gesernya, dan pada sumbu vertikal merupakan nilai 1E
f
yang merupakan hasil perhitungan modulus elstisitas apparent hasil pengujian lentur dilaboratorium dengan mengadakan pengukuran defleksi yang terjadi akibat
beban terpusat yang bekerja ditengah bentang. Diamati dari bentuk kurva pada Gambar 2.3 dan dengan memperhatikan
persamaan 2.25 dapat disimpulkan bahwa apabila perbandingan hL
2
lebih kecil pengaruh defleksi akibat gaya geser akan semakin besar. Semakin kecil nilai
hL
2
, maka semakin besar pula pengaruh defleksi akibat gaya geser terhadap defleksi total yang terjadi. Rasio hL
2
yang ditentukan pada peraturan ini adalah antara 0,035 dan 0,0025 dengan dimensi penampang melintang yang sama dan
minimal diadakan pengujian dengan empat bentang atau L yang berbeda. Dari uraian diatas dapat dibedakan cara penulisan rumus berdasarkan
ASTM D198-99 dan berdasarkan teori energi regangan yang telah diuraikan terdahulu adalah terletak pada besar faktor 1K dan k. Kalau diperhatikan
persamaan 2.17 dan 2.23 adalah sama, perbedaan kedua persamaan tersebut hanya terletak pada faktor k adalah sama dengan 1K. Jadi prinsip perhitungan dari
peraturan ASTM adalah berdasarkan teori energi regangan. 1E
A
O 1E
f
hL
2
K
1
m = K
1
= 1KG untuk penampang persegi panjang
21 Selanjutnya dapat dihitung nilai 1K untuk penampang persegi panjang
adalah antara 1,190 – 1,163 dan dibulatkan menjadi antara 1,20-1,17, sedangkan nilai k pada teori energi regangan adalah tetap 1,20. Nilai 1K pada peraturan
ASTM D198-99 dipengaruhi selain dari nilai Poisson ratio juga dari bentuk penampang, sedangkan pada teori energi regangan nilai k dipengaruhi hanya oleh
faktor bentuk penampang saja. Pada kenyataannya untuk material kayu meskipun jenisnya sama kemungkinan mempunyai Poisson Ratio yang berbeda apalagi
dengan jenis kayu lainnya. Hal ini merupakan suatu kelemahan yang terjadi pada persamaan defleksi akibat gaya geser untuk material kayu dengan menggunakan
teori energi yang menggunakan faktor bentuk k sebagai salah satu faktor penentu. Apabila didalam penggunaan persamaan untuk defleksi akibat gaya geser
memasukkan nilai Poisson Rasio akan menghasilkan nilai defleksi yang lebih tepat. Permasalahan yang terjadi adalah terbatasnya data nilai Poisson rasio,
apabila diperlukan nilai tersebut biasanya dimasukkan nilai ν antara 0,2 – 0,50
untuk material kayu. Ditinjau dari nilai modulus geser G yang diperoleh dengan persamaan
1
1 K
K G
= untuk penampang persegi panjang terlihat bahwa setelah
diadakan perhitungan terjadi sedikit perbedaan untuk penampang persegi panjang oleh karena memasukkan nilai Poisson Rasio.
2.4.2. Berdasarkan ASTM D198 2005 dan ASTM D198-5a 2008