I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Seni kerajinan batik hingga kini tetap berkembang di daerah tertentu di
tanah air. Hal tersebut menunjukkan bahwa jenis identitas budaya nasional ini mampu bertahan hidup dan patut diperhitungkan dalam komunitas nasional
maupun internasional, meskipun terus menerus ditempa arus globalisasi yang membawa serta liberalisme ekonomi dan persaingan bebas. Modal utama yang
memungkinkan pencapaian tersebut adalah daya tahan yang dimiliki seni kerajinan batik itu sendiri yang juga ditopang oleh peningkatan sumber daya
manusia SDM pendukungnya untuk terus berpacu dan beradaptasi dengan dinamika perubahan zaman, yang pada intinya berarti peningkatan etos kerja
Sondari dan Yusmawati, 2000. Sedangkan daya tahan itu sendiri membuktikan bahwa seni kerajinan batik masih terus dibutuhkan.
Melihat sejarahnya, seni kerajinan batik di Indonesia digolongkan dan dibedakan ke dalam dua jenis kelompok berdasarkan ragam hias dan corak
warnanya, yaitu Yayasan Harapan Kita, 1997 : 1. Batik Vorstenlanden
Batik Vorstenlanden adalah seni kerajinan batik yang terdapat di daerah kerajaan zaman penjajahan Belanda dan menunjuk pada dua daerah
keraton-sentris, yaitu Solo dan Yogya. Ragam hias pada batik Solo dan Yogya ini bersifat simbolis berlatarkan kebudayaan Hindu-Jawa, dengan
warna-warna dominan, yaitu sogan, indigo biru, hitam dan putih.
2. Batik Pesisir Batik Pesisir adalah semua seni kerajinan batik yang berasal dari luar
daerah Solo dan Yogya. Ragam hias pada batik pesisir ini lebih bersifat naturalistis dan banyak menunjukkan pengaruh kuat kebudayaan asing,
dengan corak warna yang beraneka ragam. Berdasarkan ragam hias corak dan warnanya, maka seni kerajinan batik yang bukan berasal dari daerah
pesisir seperti Garut, Banyumas, Ponorogo dan lainnya dimas ukkan ke dalam kelompok Batik Pesisir, oleh karena batik di daerah-daerah luar
Solo dan Yogya hampir selalu terdapat persamaan dalam corak warna dan ragam hias seni batiknya.
Batik Garut mendapat dua pengaruh, yakni pengaruh batik pesisiran, serta batik Tasikmalaya dan Ciamis. Pengaruh batik pesisiran timbul, karena
para pedagang dari daerah pesisiran datang menawarkan batiknya, diantaranya pedagang Pekalongan, yang turut andil dalam mengembangkan batik Garut
Yayasan Harapan Kita, 1997. Pengaruh Tasikmalaya cukup jelas dengan kehendak konsumen yang menginginkan bentuk batik rereng dan kawung,
dengan warna yang mengarah pada warna gading. Konsumen batik di daerah Priangan Selatan memang menyenangi warna-warna ringan dan riang, warna
muda, serta warna polos. Salah satu pengusaha batik tulis garutan yang giat mempertahankan
batik garutan adalah Ibu Uba Sri Husaodah Muharam. Perusahaan batik tulis Ibu Uba Sri Husaodah Muharam adalah Perusahaan Batik Tulis Garutan RM
yang dikenal dengan PBT Garutan RM PBT Garutan RM, 2003, yang
didirikan pada tahun 1979. Dengan perusahaannya tersebut Ibu Uba ingin melestarikan batik garutan agar dapat dikenal secara luas seperti batik -batik
dari daerah lain. Salah satu cara agar batik Garut dapat dikenal seperti batik dari daerah lain adalah dengan melakukan pemasaran secara aktif. Namun
karena batik garutan ini harganya relatif lebih mahal sehingga terlihat hanya masyarakat menengah atas saja yang mampu membeli batik garutan ini.
Sedangkan batik daerah lain seperti batik Pekalongan, Yogyakarta dan lain - lain sudah dibuat massal sehingga harganya relatif terjangkau oleh seluruh
lapisan masyarakat. Harga batik garutan lebih mahal dari batik daerah lain, karena proses
pembuatannya, di mana batik garutan lebih lama proses pembuatannya daripada batik daerah lain. Contohnya, batik daerah lain dalam pembuatannya
hanya ditulis satu lapis permukaan kain saja, sedangkan batik garutan ditulis pada dua permukaan kain bawah dan atas sehingga membutuhkan waktu yang
lebih lama dalam pembuatan dan tentu saja harga jualnya menjadi lebih mahal PBT Garutan RM, 2003. Selain itu yang menghambat batik garutan menjadi
tidak begitu dikenal masyarakat karena pembuatan batik yang tidak massal, akibat tenaga pembatik yang terbatas di daerah tersebut. Pada saat ini, yang
khusus membuat batik garutan di kota Garut hanya PBT Garutan RM. Selain membuat batik tulis, PBT Garutan RM juga membuat batik cap. PBT Garutan
RM pernah mendapatkan penghargaan Upakarti dari pemerintah dan sering juga mengikuti pameran di luar negeri, sebagai sarana promosi PBT Garutan
RM, 2003.
Upaya pengembangan produk, baik yang menyangkut produk keseharian konsumsi maupun produk pelengkap dalam kehidupan memerlukan
penanganan yang seksama dan cermat. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mendukung upaya tersebut, adalah penerapan marketing mix
atau bauran pemasaran harga, produk, distribusi dan promosi. Bauran pemasaran adalah salah satu cara pemasaran yang banyak digunakan oleh
perusahaan Kotler dan Amstrong, 1997. Bauran pemasaran menempati posisi yang penting dalam penyusunan strategi pemasaran.
Berdasarkan hal yang telah dijabarkan di atas, maka permasalahan pada kajian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana strategi produk, harga, distribusi dan promosi yang telah dilakukan oleh PBT Garutan RM.
2. Faktor-faktor lingkungan eksternal dan internal apakah yang menjadi peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan bagi PBT Garutan RM.
3. Alternatif strategi apakah yang dapat diformulasikan berdasarkan peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan untuk meningkatkan dan memperbaiki
strategi pemasaran yang dilakukan oleh PBT Garutan RM.
B. Tujuan Tujuan kajian ini secara umum adalah mengkaji strategi dan bauran
pemasaran batik garutan dalam pelestarian batik kabupaten Garut. Secara khusus, kajian ini bertujuan untuk ;
1. Mengkaji strategi produk, harga, distribusi dan promosi yang telah dilakukan oleh PBT Garutan RM.
2. Mengidentifikasi kondisi lingkungan eksternal dan internal yang menjadi peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan bagi PBT Garutan RM.
3. Mendapatkan alternatif strategi yang dapat diformulasikan berdasarkan peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan untuk meningkatkan dan
memperbaiki strategi pemasaran yang dilakukan oleh PBT Garutan RM.
II. ANALISIS MASALAH