45
5 Perselisihan sering terjadi tetapi sebentar kemudian mereka berbaikan kembali.
Anak laki-laki lebih banyak melakukan tingkah laku agresif dan perselisihan. 6
Telah menyadari peran jenis kelamin dan sex typing. Setelah anak masuk TK, umumnya pada mereka telah berkembang kesadaran terhadap perbedaan jenis
kelamin dan peran sebagai anak laki-laki dan perempuan. Berdasarkan penjabaran tentang tahap perkembangan kognitif yang
dikemukakan oleh Piaget, maka masa kanak-kanak berada pada tahap perkembangan praoperasional konkrit. Artinya anak belum dapat dituntut untuk berfikir logis.
Sehingga penanaman aspek-aspek sosial harus disampaikan melalui media yang nyata maka akan mempermudah dalam menanamkan nilai-nilai sosial yang akan diberikan
melalui permainan tradisional.
2.6 Pengaruh Permainan Tradisional terhadap Peningkatan Kerjasama pada
Anak dalam Perspektif Teori Belajar Sosial
Kerjasama anak dapat dibentuk melalui pembelajaran. Proses pembelajaran diawali dengan anak memberikan reaksi sesuai dengan pemahaman dan pengetahuan
yang dimilikinya. Selanjutnya lingkungan akan memberikan umpan balik dan hal tersebut membuat anak belajar untuk memberikan reaksi sesuai tuntutan lingkungan.
Hal ini menunjukkan adanya penyesuaian yang disebabkan anak memperoleh pemahaman dan pengetahuan baru dari umpan balik lingkungan. Umpan balik yang
diperoleh anak melalui permainan umumnya berasal dari teman sebayanya.
46
Anak-anak belajar berperilaku sosial juga dapat berasal dari pengamatan terhadap teman sebayanya melalui suatu permainan. Anak-anak melalui
pengamatannya melakukan identifikasi terhadap dirinya dengan anak lain dan belajar menarik pengalaman darinya. Apabila anak melihat temannya diberi hadiah atau
pujian karena memiliki perilaku baik, maka anak akan terpacu untuk belajar berperilaku yang sama karena mengharapkan penghargaan yang sama. Sebaliknya,
apabila temannya mendapatkan hukuman karena perilakunya yang buruk, maka anak akan berusaha menghindari perilaku tersebut karena tidak menginginkan
mendapatkan hukuman yang sama. Dalam bermain, anak-anak dapat belajar identifikasi secara langsung karena penghargaan atau hukuman dapat diberikan secara
langsung dan anak-anak juga terlibat langsung dalam permainan sehingga proses pengamatan ini menjadi semakin efektif.
Perilaku sosial pada anak juga dapat dikembangkan melalui modeling dari orang-orang yang terlibat dalam permainan yang diikutinya. Proses modeling ini
adalah anak tidak hanya belajar untuk mengenali konsekuensi segenap tindakan yang akan dilakukan dari teman sebayanya, melainkan juga dari dirinya sendiri.
2.7 Kerangka Berpikir
Rasa ingin tahu dan sikap antusias yang kuat terhadap segala sesuatu merupakan cirri yang menonjol pada anak usia 4-6 tahun Ia memiliki sikap
berpetualang adventurousness yang begitu kuat. Ia akan banyak memperhatikan, membicarakan, atau bertanya tentang berbagai hal yang sempat dilihat atau
47
didengarnya. Secara khusus, anak seusia ini juga memiliki keinginan yang kuat untuk lebih mengenal tubuhnya sendiri. Ia senang dengan nyanyian, permainan, danatau
rekaman yang membuatnya untuk lebih mengenal tubuhnya itu. Minatnya yang kuat untuk mengobservasi lingkungan dan benda-benda di
sekitarnya membuat anak usia 4-6 tahun senang ikut bepergian ke daerah-daerah sekitar. Ia akan sangat mengamati jika diminta untuk mencari sesuatu.
Anak seusia ini masih tidak dapat berlama-lama untuk duduk dan berdiam diri. Menurut Berg dalam Solehudin, 2000: 47, sepuluh menit adalah waktu yang
wajar bagi anak berusia sekitar 5 tahun ini untuk dapat duduk dan memperhatikan sesuatu secara nyaman.
Bagi anak usia ini, gerakan-gerakan fisik tidak sekedar penting untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan fisik, tetapi juga dapat berpengaruh
positif terhadap pertumbuhan rasa harga diri self esteem dan bahkan perkembangan kognisi Bredkamp, dalam Solehudin, 2000: 47. Keberhasilan anak dalam menguasai
keterampilan-keterampilan motorik membuat yang bersangkutan bangga akan dirinya. Begitu juga gerakan fisik dapat membantu anak dalam memahami konsep-
konsep yang abstrak, sama halnya dengan orang dewasa yang memerlukan ilustrasi untuk memahami konsep-konsep yang abstrak tersebut.
Sejalan dengan keterampilan fisiknya, anak usia sekitar lima tahun ini semakin berminat pada teman-temannya. Ia mulai menunjukkan hubungan dan
kemampuan kerjasama yang lebih intens dengan teman-temannya. Ia biasanya memilih teman berdasarkan kesamaan aktivitas dan kesenangan. Namun tidak perlu
48
heran kalau diantara anak usia ini masih sering terjadi konflik atau memperebutkan sesuatu karena sifat egosentrisnya yang masih melekat.
Permainan menurut Berlyne dalam Santrock, 2002: 273 merupakan sesuatu yang mengasyikkan dan menyenangkan karena permainan itu memuaskan dorongan
penjelajahan kita. Dorongan ini meliputi keingintahuan dan hasrat akan informasi tentang sesuatu yang baru atau yang tidak biasa. Permainan adalah suatu alat bagi
anak-anak untuk menjelajahi dan mencari informasi baru secara aman, sesuatu yang mungkin mereka tidak lakukan bila tidak ada suatu permainan.
Selanjutnya, seiring dengan perkembangan jaman terjadi perubahan budaya yang menggeser nilai-nilai yang ada dalam masyarakat termasuk dalam bermain.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan permainan ikut berubah, dan terdapatlah istilah permainan tradisional dan permainan soliter.
Permainan tradisional memiliki karakteristik interaksi dengan orang lain, dimana hal tersebut bertolak belakang dengan permainan soliter yang berorientasi
pada kesendirian dan tidak melibatkan orang lain. Perbedaan inilah yang menyebabkan permainan tradisional lebih memungkinkan anak belajar
berkomunikasi, memecahkan masalah, mengelola diri, dan berelasi, dimana hal tersebut sulit dikembangkan apabila anak melakukan permainan soliter. Permainan
tradisional memberikan sarana untuk mendapatkan kesenangan, rekreasi atau hiburan, dan menciptakan suasana rileks, Sarana belajar dan bekerja sama, sosialisasi dan
empati, kompetisi dan sportivitas, yang merupakan indikasi dari ketrampilan sosial yang baik dan dapat mencegah munculnya perilaku agresif.
49
Sifat dari permainan tradisional ini berbeda dengan permainan video games termasuk dalam permainan yang bersifat soliter. Permainan yang bersifat soliter
menyebabkan minimnya interaksi dengan orang lain sehingga membuat anak lebih egois, kurang bisa bergaul dengan hangat, kurang bisa menerima dan memberi,
kurang bisa menghargai orang lain, sehingga mudah melakukan perilaku nonsosial. Itulah sebabnya peneliti menjadikan permainan tradisional sebagai salah satu
alternatif untuk meningkatkan kerjasama pada anak TK khususnya di RA Al Ikhlas Pende.
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berfikir
Permainan Anak usia 4-6 tahun
Perkembangan Fisik
Mengasah kemampuan sosialisasi, kerjasama, kreativitas, menaati peraturan,
sikap kompetensi dan sportivitas
Kemampuan Kerjasama anak
meningkat tinggi Permainan
Tradisional Perkembangan Sosial bisa
dikembangkan melaui Bermain melakukan
Permainan Perkembangan Emosi
Permainan Soliter Permainan Associative
50
2.8 Hipotesis