A. 3 Proses Forgiveness – Unforgiveness

16 kecenderungan natural individu untuk membalas, menuntut ganti rugi, atau menghindari orang yang pernah menyakitinya dan mengganti keinginan destruktif tersebut dengan respon yang lebih konstruktif seperti simpati, empati, cinta, dan kemungkinan berekonsiliasi dengan transgresor.

II. A. 3 Proses Forgiveness – Unforgiveness

Worthington Wade 1999 membuat sebuah model yang menjelaskan proses forgiveness dan unforgiveness dalam hubungan interpersonal. Proses ini dibuat sebagai suatu siklus karena proses ini dapat berulang apabila transgresi terjadi kembali. Skema proses ini adalah sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara 17 SKEMA II.1. Interpersonal Process of Forgiveness and Unforgiveness Worthington Wade, 1999 Catt: Valensi stabilitas hubungan positif di masa depan ditunjukan dengan tanda +, - atau tidak ada tanda – 6.b. FORGIVENESS 6. RESOLUSI DISONANSI EMOSI 4.b.1. Rumination 6.a. UNFORGIVENESS 1. Konteks: Personal context Valence context Person x relationship context 2. Transgresi 4. Reaksi emosional awal 4.b. Respon pasif 4.a. Respon aktif 4.a.2. Pro-Relationship Behavior 4.a.1. Retaliation, Avoidance Partner is positively affected by event path A path B + + +- + + + + + + + – – 3. Persepsi korban atas transgresi 7. Perubahan pada atribusi, optimisme dan harapan 5. Respon transgresor dan persepsi korban Universitas Sumatera Utara 18 Skema di atas dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. KONTEKS a Personal Context Faktor kepribadian mempengaruhi cara seseorang mempersepsikan suatu kejadian. Orang dengan emotional intelligence yang tinggi dapat membedakan situasi interpersonal dan mengendalikan perilaku mereka untuk meningkatkan interaksi sosial yang positif mereka. Pride, kecenderungan-merasa bersalah guilt-proneness, dan kecenderungan merasa malu shame-proneness juga berpengaruh terhadap bagaimana orang berhadapan dengan transgresi. b Emotional Valence of the Relationship Terjadinya peristiwa yang dirasakan secara positif maupun negatif akan mempengaruhi persepsi terhadap kualitas suatu hubungan. Peristiwa yang negatif, seperti transgresi, membuat hubungan yang positif menjadi kurang positif, merubahnya menjadi negatif, atau membenarkan pandangan negatif korban terhadap hubungan yang sudah negatif, sedangkan peristiwa positif bertindak sebaliknya. Sekali hubungan dianggap sebagai hal yang negatif, peristiwa yang berikutnya dirasakan dan direspon dengan negatif pula. c Interaksi antara Personal Context dan Valence of the Relationship Seseorang mungkin berperilaku berbeda pada suatu hubungan yang berbeda pula, misalnya, seorang anak mungkin pendiam dan penurut di rumah, namun agresif di luar rumah. Universitas Sumatera Utara 19 2. TRANSGRESI Transgresi adalah tindakan yang salah atau secara moral menyerang atau menimbulkan rasa sakitkerugian secara fisik maupun psikologis pada korban. Transgresi bersifat destruktif terutama ketika berulang, dipenuhi dengan emosi negatif, severe parah, dan tidak disertai rasa bersalah atau permintaan maaf dari transgresor orang yang melakukan transgresi. Transgresi itu bersifat objektif, artinya orang lain selain transgresor dan korban juga setuju bahwa transgresi telah terjadi. Dalam penelitian ini transgresi yang dimaksud adalah child abuse sehingga pelaku akan disebut sebagai abuser. 3. PERSEPSI KORBAN ATAS TRANSGRESI Persepsi memotivasi respon individu terhadap suatu kejadian. Suatu peristiwa dapat dipersepsikan berbeda oleh individu yang berbeda. Contohnya, seseorang mungkin merasakan suatu komentar negatif yang ambigu sebagai humor dan merespon dengan tertawa atau dengan tidak peduli. Hal ini dapat menghindarkan orang tersebut dari siklus unforgiveness dan memperbaiki stabilitas hubungan lihat figur 1, path A. Seseorang juga dapat menganggap komentar tersebut sebagai penyerangan personal sehingga ia berespon secara defensif dan muncullah reaksi emosi awal. 4. REAKSI EMOSI AWAL Ketika seseorang mempersepsikan suatu kejadian sebagai transgresi, ia akan mengalami reaksi emosional negatif yang disebut sebagai unforgiveness. Respon terhadap unforgiveness ini dapat berupa penerimaan, kesabaran atau Universitas Sumatera Utara 20 defense psikologis yang kemudian menghindarkan orang tersebut dari siklus unforgiveness dan memperbaiki stabilitas hubungan lihat skema II.1, path B. Akan tetapi, unforgiveness juga dapat menyebabkan motivasi pembalasan dan permusuhan yang berkepanjangan terhadap transgresor sehingga memicu mekanisme coping aktif dan pasif. 4.a. Respon interpersonal aktif Respon aktif adalah tindakan eksternal yang dapat bersifat memperbaiki atau malah merusak hubungan ketika berhadapan dengan kejadian interpersonal. Ada dua tipe respon aktif: 4.a.1. Retaliation yaitu membalas dengan berteriak atau melakukan tindakan yang menimbulkan rasa sakit yang sama pada transgresor. Avoidance yaitu berusaha menjauh atau menghindari transgresor. Pelepasan seperti itu umumnya tidak membantu dan sebaliknya dapat menyebabkan distress. 4.a.2. Constructive Relationship Behavior, yang bertujuan mengkomunikasikan rasa sakit harm sehingga tidak merusak hubungan antara kedua belah pihak, namun dalam merespon peristiwa yang menimbulkan reaksi emosi negatif, respon konstruktif ini hampir mungkin merupakan respon agresif. 4.b. Respon interpersonal pasif Respon pasif merupakan cara lain bagi korban merespon emosi negatif akibat transgresi. Pasif lebih mengarah pada hubungan interpersonal, walaupun kemungkinan coping intrapsikis dan kognitif-nya aktif misalnya, Universitas Sumatera Utara 21 korban tidak membalas transgresor, tapi ia selalu mengingat-ingat penyerangan tersebut. Respon pasif juga meliputi perasaan, perilaku, atau pikiran yang tidak dikomunikasikan secara langsung kepada transgresor – meliputi berdiam diri, tindakan agresi-pasif, menyalahkan diri sendiri, dan rumination Skema II.1, box 4.b.1.. 5. RESPON TRANSGRESOR DAN PERSEPSI KORBAN Respon transgresor yaitu berupa account respon yang ditawarkan untuk menjelaskan, membenarkan, atau untuk mengurangi efek negatif dari transgresi. Accounts dapat berupa penolakan refusal, pembenaran justifications, memberi alasan excuses, atau concessions. Refusal menyangkal peran sebagai penyebab apapun dalam kerugian interpersonal dan akibat-akibatnya, dan menolak hak orang lain menanyakan integritas dan ke-bersalah-annya. Justifications membenarkan adanya perbuatan salah namun menolak bertanggungjawab. Excuses, membenarkan adanya kesalahan dan bertanggung jawab untuk mengurangi rasa bersalah personal. Concessions yaitu mengakui kesalahan dan bertanggung jawab atas akibat transgresi dan penggantirugian. Reaksi transgresor yang positif excuses atau concessions seharusnya diikuti juga dengan persepsi positif korban sehingga menyebabkan disonansi emosi skema II.1, box 6. Akan tetapi, jika respon transgresor negatif refusal atau justifications, maka rasa sakit yang dirasakan korban akan semakin kuat dan mengarah ke rumination skema II.1, box 4.b.1.. Universitas Sumatera Utara 22 6. RESOLUSI DISONANSI EMOSI Disonansi emosi memfasilitasi munculnya forgiveness setelah individu mengalami unforgiveness. Disonansi emosi terjadi ketika korban dan transgresor memperoleh kembali valensi hubungan yang positif sehingga korban mengalami emosi positif seperti simpati, empati, rasa kasihan, kerendahan hati, menyukai, humor, dan mencintai. Emosi-emosi positif ini terjadi ketika trangresor meminta maaf dengan tulus atau munculnya variabel-variabel lain yang mempengaruhi seperti komitmen agama, kecerdasan emosi, atau keinginan berkorban demi hubungan. Emosi-emosi yang bertolak belakang dengan emosi awal unforgiveness ini menyebabkan korban merasa ketidaknyamanan emosional sehingga korban akan berusaha menyeimbangkan emosinya. Disonansi emosi dapat diatasi dengan kembali ke unforgiveness Skema II.1, box 6.a. atau menuju ke forgiveness Skema II.1, box 6.b.. Unforgiveness merupakan resolusi negatif dari disonansi emosi sedangkan forgiveness merupakan resolusi positif dari disonansi emosional. Perlu diingat, forgiveness-unforgiveness merupakan siklus atau proses yang dapat berulang. Korban mungkin forgive saat ini namun, suatu saat nanti ruminate kembali apabila korban merasakan transgresi baru. 7. PERUBAHAN PADA ATRIBUSI, OPTIMISME DAN HARAPAN Forgiveness menyebabkan unforgiveness menurun dan motivasi untuk memiliki hubungan yang baik meningkat. Rekonsiliasi dapat muncul apabila mungkin dan bijaksana dilakukan. Hal-hal lain yang dapat berubah sebagai akibat dari forgiveness dan unforgiveness meliputi atribusi, optimisme dan harapan Universitas Sumatera Utara 23 Skema II.1, box 7. Pada hubungan yang positif, secara umum atribusi akan menjadi stabil dan lebih positif. Pada hubungan yang negatif, atribusi menjadi stabil dan kurang negatif. Orang yang memberi maaf menjadi lebih optimis tentang hubungan dan masa depan. Baik orang yang dimaafkan maupun orang memberi maaf dapat menjadi lebih hopeful.

II. A. 4 Hal-Hal yang Mempengaruhi Forgiveness