A. 3. OBSERVASI DAN WAWANCARA

51

IV. A. 3. OBSERVASI DAN WAWANCARA

Peneliti dan Asti membuat kesepakatan tentang pengambilan data setelah beberapa kali pertemuan sejak bulan April hingga Juli 2007. Wawancara pertama berlangsung pada awal Agustus 2007 dan berakhir pada akhir September 2007.  OBSERVASI Asti memiliki tinggi sekitar 157 cm dan berat sekitar 50 kg. Rambutnya tidak dibiarkan panjang sampai menutupi leher supaya tidak mengganggu pekerjaannya sebagai PRT. Pada setiap pertemuan, baik untuk wawancara maupun saat peneliti berkunjung, Asti lebih sering menggunakan baju kaos lengan pendek dan celana jeans yang digulung atau dipotong hingga betis atau lutut. Pada beberapa sesi pengambilan data, peneliti ditemani oleh seorang teman setelah sebelumnya disetujui oleh Asti dan ada kalanya peneliti hanya sendiri. Wawancara dilakukan di dua tempat yaitu di rumah Asti dan di rumah Lena tante Asti. Rumah Asti adalah rumah yang dikontrak secara bersama-sama dengan satu keluarga lain. Asti menempati sekitar sepertiga bagian belakang rumah yang berukuran  6x18m 2 tersebut. Bagian sepertiga itu dibatasi dengan bahan triplex tetapi masih dapat menghubungkan antara kedua pemilik rumah sehingga tetap tidak ada ruang pribadi kecuali kamar tidur. Bagian rumah Asti memiliki satu ruang tamu sekaligus ruang keluarga dan dua kamar tidur, sedangkan dapur dan kamar mandi terletak di luar rumah. Asti juga mendapat separuh bagian halaman rumah yang luasnya  30x30m 2 . Halaman tersebut digunakannya untuk menanam bunga pacar air. Wawancara di rumah Asti Universitas Sumatera Utara 52 pertama kali dilakukan di ruang tamu. Akan tetapi, karena tetangganya dianggap mengganggu proses wawancara, wawancara-wawancara selanjutnya dilakukan di kebun pacar air dan di kamar tidur. Wawancara juga dilakukan di rumah Lena, rumah warisan keluarga yang jaraknya sekitar 300 m dari rumah Asti. Rumah tersebut berdinding kayu namun lebih luas dari rumah Asti. Wawancara di rumah Lena dilakukan pada saat Asti sedang istirahat sambil menunggu jam kerjanya selanjutnya. Pada wawancara pertama, Asti sempat salah tingkah sebelum peneliti menjelaskan prosedur wawancara. Asti berulang kali mengatakan pada peneliti bahwa ia bingung harus bercerita dari mana. Ia juga tertawa ketika peneliti menjelaskan bahwa dalam prosesnya wawancara akan direkam. Setelah peneliti menjelaskan mengapa harus direkam, Asti setuju dan bersikap kooperatif selama proses wawancara. Sebelum wawancara dimulai, peneliti memberikan lembar data keluarga pada Asti namun Asti tidak mau menulis sendiri dengan alasan tulisannya jelek sehingga peneliti membantunya menulis lembar tersebut. Setelah lembar data keluarga diisi, wawancarapun dimulai. Asti tampak defensif dengan posisi duduk menjauhi peneliti dan recorder, serta volume suara yang semakin mengecil. Kemudian, ketika menceritakan kejadian child abuse, Asti mulai tampak emosional dengan intonasi suara yang meninggi, posisi duduk yang berubah lebih tegak dan lebih banyak melakukan gerakan, serta beberapa kali menggunakan kata-kata makian. Asti juga terlihat sangat mudah terpancing untuk bercerita. Universitas Sumatera Utara 53 Ada beberapa hal menarik selama proses wawancara. Asti beberapa kali berusaha membanding-bandingkan kehidupannya dengan peneliti. Hal menarik lain, untuk menyebut dirinya Asti menggunakan tiga kata ganti yaitu ‘aku’, ‘awak, dan ‘kami’. Selain itu, peneliti sempat kebingungan ketika Asti menyebut tantenya dengan kata ‘Uwek’ dalam bahasa Jawa berarti nenek. Asti juga banyak menggunakan kata ‘ya kan?’ dan banyak menyebut nama peneliti di akhir kalimat-kalimatnya.  WAWANCARA Terlahir dalam keluarga kecil yang mapan, Asti hidup bahagia bersama kedua orangtua kandung dan seorang adik laki-laki yang bernama Heri. Kedua orangtuanya menyayanginya, namun secara emosional ia lebih dekat dengan ibu kandungnya. Kasih sayang ibunya begitu membekas di hatinya, apalagi di saat Asti sakit ibunya lah yang senantiasa menjaganya sepanjang hari. “…Aku dekatnya sama mamak….” P1.W3hal.25k.40 “…Dulu itu ya mamak kami ya kalo buat anak-anaknya dibikin makanan yang enak-enak. Makanya dulu waktu kecil aku sehat kali….Terus kan, kalo kami ada apa lah, kalo bapak kami gajian lebih, kami nanti diajak jalan-jalan, dibeliin baju. Kalo sakit lagi. Makanan makin enak. Pokoknya kami dimanjain kali sama mamak. Minta apa aja dikasih….” P1.W3hal.28-29 k.204-214 “..Kalo sakit mamak la yang jaga. Sampek gak tidur mamak kami jagain kami Dev. Kalo ayah mana mau. Ngantuk ya tidur dia. Tapi ayah tetap sayang…” P1.W3hal.29 k.221-225 Ibunya memiliki penyakit yang melarangnya hamil dan melahirkan lagi. Namun, ternyata ibunya hamil lagi dan jatuh sakit setelah melahirkan. Sejak ibu Universitas Sumatera Utara 54 kandungnya masuk Rumah Sakit, Asti berserta kedua adiknya diasuh oleh nenek orangtua ibu dan berpisah dari ayah. Di rumah nenek yang terletak di KB itu, Asti hanya bisa menunggu dan berdo’a untuk kesembuhan ibu serta untuk mengatasi rasa takutnya. Sebulan setelah melahirkan ibunya pun meninggal dunia. “…Abis ngelahirin sebulan mamak kami di rumah sakit terus. Tu la meninggal dia.” P1.W1hal.8 k.341-342 “….Kami di rumah berdo’a aja la mudah-mudahan gak kenapa-kenapa. Takut juga. Kekmana kalo mamak gak ada. Terus, gak lama meninggal juga. Terus ditelepon ayah kami. ‘Siap-siap la kelen, udah meninggal…’”P1.W3hal.26k.77-82 Asti dilanda kesedihan mendalam dan pikiran-pikiran tentang masa depan tanpa ibu, tempat ia menumpahkan seluruh perasaannya. Akan tetapi, Asti kemudian menyadari bahwa ia tidak bisa terus meratapi kepergian ibunya. Ia pun berhenti menangis dan pasrah menerima nasibnya. “meninggal ya kayakmana lah. Dah macem orang gila. Namanya kami masih kecil….Gak da mamak.. Susah lah...Gak da mamak. Kita gak bisa ngadu, gak bisa apalah…”P1.W3hal.25k.46-50 “…Masih kecil emaknya udah ‘ninggal. Koq kasian kali ya... Cemana la hidup awak nanti ya kan. Ya diem aja lah... Pasrah aja. Namanya awak masih kecil. Gak bisa ngapa-ngapain lah ya. Mau teriak-teriak cemana. Ya udah paling nangis-nangis gitu lah. Abis tu diem aja. Pasrah.”P1.W3hal.26k.91-99 Setelah ibu meninggal dunia, Asti dan kedua adiknya tetap tinggal di rumah nenek, sementara ayah tetap di rumah mereka di Mandala. Beberapa bulan setelah ibu meninggal, ayah datang kembali. Kali ini ayah berniat membawa Asti dan adik-adiknya kembali ke rumah mereka. Selain itu, ayah juga membawa berita bahwa ia telah menikah lagi sekitar tiga bulan setelah isteri pertamanya Universitas Sumatera Utara 55 meninggal. Terkejut dengan berita tersebut, nenek Asti menolak permintaan ayah. Akan tetapi, nenek menyerahkan semua keputusan pada Asti sebagai anak sulung. Nenek juga tidak membolehkan ayah membawa Yuni karena masih bayi. “…Jadi kan kami tinggal ma nenek. Trus kan ayah kawin lagi. Pas ayah kawin dibilangnya gini kan… ‘kami ambek ambil aja,’ gitu kan.” P1.W1hal.1k.22-53 “Pertama nenek marah juga. Kan gak kenal gitu kan. Tiba-tiba aja orang itu kawin. Tapi nenek kami bilang, ‘terserah si Asti aja.’ Ya awak kan anak paling besar. Gitu. Tapi yang baby gak dibolehin….”P1.W1hal.1- 2k.40-43 Asti harus membuat keputusan seorang diri di usia yang masih sangat muda. Sejujurnya, Asti sangat merindukan kasih sayang seorang ibu. Sebaliknya, ia juga memiliki ketakutan akan mitos-mitos kekejaman seorang ibu tiri seperti yang sering ia dengar. Melihat keraguan Asti, ayah berusaha mempengaruhinya dengan mengatakan bahwa ibu tiri tidak seperti mitos yang pernah didengarnya. Akhirnya, ia memutuskan untuk kembali ke rumah bermodalkan rasa percaya pada ayahnya. ”... ‘Ayo lah kita ke sana, ada mamak baru.’ ‘Ah nanti kami dipukuli,’ kami bilang. Tau lah ibu tiri. ‘Enggak…baek ini baek. Ibu tirinya baek.’ Namanya awak masih anak-anak, dibilangin gitu ya…..”P1.W1hal.2k.65-69 “…Namanya awak masih anak-anak. Takut juga pertama kami diajak tinggal sama ibu tiri. Takutnya ibu tirinya gak sayang. Tapi ayah bilang sayang, ya…awak nurut aja. Namanya masih kecil….” P1.W3hal.29k.244-227 “…Pertama kan kami diajak sama ayah ke sana. Dibilang sama ayah kalo ibu baru kami ini baek. Ya kami percaya aja la…” P1.W4hal.38k.80-82 Ternyata ketakutan Asti tidak terjadi. Sesampai di sana, mereka disambut dengan hangat oleh ibu tiri dengan menghidangkan makanan enak dan mengajak Universitas Sumatera Utara 56 bercerita tentang sekolah Asti dan adiknya. Betapa senangnya hati Asti memiliki figur pengganti ibu kandungnya yang telah tiada. Rasa kehilangan pun sirna dan berganti dengan pikiran-pikiran tentang masa depan yang indah. “….Rupanya betul Dev, baek kali dia Dev. Sampek di rumah kami disambut. Ditanyai, ‘Asti, udah makan? Ni ibu buatin makanan buat kelen.’ Dibuatinnya kami makanan enak-enak, kue-kue. Trus, diajak cerita, ‘Kekmana tadi di jalan? Kelen sekolah gimana?’ Basa basi….” P1.W4hal.38k.84-89 “….Namanya awak baru kehilangan mamak. Dapat mamak baru. Seneng la ya kan. Baek pula. Tu la, kupikir juga la…Nanti kalo ada apa-apa bisa cerita sama mamak. Nanti ada yang ngurusin…Baek-baek lah awak ya kan. Dia baek, awak baek-baek juga. Pokoknya aku pikir udah pasti enak lah hidup awak nanti ya kan. Ada yang ngurus, ada mamak. Kekgitu juga kupikir pertama….” P1.W4hal.38k.69-77 Awal-awal memiliki keluarga baru begitu membahagiakan bagi Asti. Akan tetapi, ternyata kebahagiaan tidak berlangsung lama. Ibu tiri mulai menunjukkan perubahan sikap pada saat ayah tidak berada di rumah. “…Seminggu dua minggu.. Pertama-tama baek-baek, lama-lama.. Dah dua minggu gitu kan, nanti ayah kami kerja gitu kan, mulai lah kesempatan….” P1.W1hal.2k.69-73 Walaupun terkejut dengan perubahan sikap ibu tiri, pada awalnya Asti berpikir kalau ibu tiri tidak bermaksud jahat dan mungkin saat itu ibu tiri sedang punya masalah. Apalagi ayah selalu mengatakan bahwa ibu tiri adalah seorang ibu yang baik. Ia pun sudah merasakan kebaikan ibu tiri pada awal-awal perkenalan. Asti tidak begitu mengerti persoalan orang dewasa, oleh karenanya ia memilih diam, menuruti perintah ibu tiri, dan menghindar setiap ibu tiri mulai marah- marah. Namun, sikap ibu tiri tidak kunjung berubah. “….Kami pulang sekolah, ntah kena apa, marah dia tiba-tiba. Ya kami kan gak ngerti. Pikir dulu itu dia lagi ada masalah atau apa ya kan….Ntah apa Universitas Sumatera Utara 57 lah dibilangnya… ‘Heh, jeng Kau narok sepatu tu yang betul Ko pikir aku pembantumu beres-beresin sepatumu?’ Kek gitu-gitu lah dia ngomongnya. Kami baru pulang…baru nyampek. Terkejut lah kami. Tapi ya dibiarin aja. Oh, ini ibu lagi ada masalah. Ya kami baek-baek lah. Jangan sampek tambah marah pula dia kan....Kami tarok sepatu kami bagus-bagus. Bis tu kami pigi aja masuk kamar. Takut kami mamak tiri kami tambah marah. Rupanya kekgitu terus dia. Mulai lah dia nyuruh- nyuruh. Nyuruh nyuci piring sendiri, nyuci sendiri. Sampek terakhir kami lah yang ngerjain semua….” P1.W4hal.38k.91-101 “……Waktu itu aku masih bingung juga. Liat orang dewasa yang kayak gitu mana ngerti. Awak pikir nanti dia baek lagi.. Ah, nanti paling baek lagi. Kan ayah bilang ibu tirinya baek. Pasti baek lagi ini.. Namanya masih anak-anak….” P1.W4hal.40k.154-159 Sikap ibu tiri begitu manis di depan ayah sehingga ayah tidak menyadari perlakuan yang diterima Asti dan adik laki-lakinya. Apalagi semenjak Asti dan adiknya kembali ke Mandala, ayah mulai bekerja sampingan sebagai tukang becak di malam hari sehingga ayah semakin tidak sempat untuk memperhatikan anak- anaknya. Ayah sangat percaya bahwa isteri barunya akan memelihara anak-anak dengan baik, sedangkan Asti hanya bisa diam setiap kali ayah memuji-muji ibu tiri di depannya. Ia tidak berani melawan ibu tiri. “…Pulang, kerja lagi. Abis dari PU ayah kami kerja lagi bawa becak. Baru lah kami dimarah-marahin. ‘Ngapain kelen? Kerja kelen’ katanya.” P1.W1hal.3k.89-92 “Mana ditanya-tanya lagi. Karna kan diliat ayah kami baek. Depan dia baek ya kan. Pikirnya baek juga depan anaknya. Padahal enggak. Tersiksa awak dibuatnya….” P1.W1hal.14k.616-619 “….Dia pura-pura baek di depan ayah kami. Tapi dia aslinya memang gak baek. Pemalas. Makanya disuruhnya kami kerjain semua. Pulang ayah kan udah siap semua. Dipikir ayah kami lah dia yang kerjain. Padahal mana ada. Dipuji-puji terus istrinya itu. Di depan kami Dev.. ‘Gak salah ayah pilih istri kan?’....Diem aja la kami. Kami dulu gak berani ngelawan…”P1.W4hal.40k.141-149 Universitas Sumatera Utara 58 Semakin lama, sikap ibu tiri semakin kejam. Tidak hanya marah-marah dan menyuruh kerja, ibu tiri juga mulai membedakan makanan untuk Asti dan adik laki-lakinya. Mereka hanya diperbolehkan memakan makanan sisa. Bahkan ketika sedang mencuci piring, Asti pernah disuruh mengumpulkan sisa-sisa makanan yang ada di piring kotor sebagai makanannya dan adiknya. Ia menuruti perintah tersebut namun, kemudian membuang sisa-sisa makanan itu dengan diam-diam. Ia lebih memilih mati kelaparan dari pada memakan makanan yang menjijikan tersebut. ” Tapi memang dasar orangnya gak baek Dev. Ya gak berubah-berubah. Malah makin kejam. Gak dikasihnya makan kami. Dikasih, tapi macem makanan kucing. Mana mau kami….” P1.W4hal.6k.155-159 “…Pernah kan Dev, aku disuruhnya cuci piring. Kan ada tu bekas-bekas, sisa-sisa nasi di piring-piring itu kan Dev. Itu lah mau kubuang kan. Disuruhnya kutip aku Dev. Disuruhnya tarok dipiring. Katanya itu lah buat kami berdua makan nanti. Kan kurang ajar dia kan….Is..tak mau kami makan.. Kan aku cuci piring dulu. Pigi dia, kubuang. Biar aku mati kelaparan timbang mati makan makanan kayak gitu. Ya kan.” P1.W2hal.9k.242-251 Setiap jam makan, Asti dan adiknya harus menunggu ibu tiri dan anak- anaknya selesai makan. Setelah itu, barulah ibu tiri memberikan jatah makanan mereka berupa kerak nasi yang menempel di periuk. Karena sudah mengeras, kerak nasi tersebut tetap menempel walau sudah dikorek dengan paksa. Ibu tiri pun berinisiatif untuk ’mempermudah’ Asti dengan menggenangi periuk tersebut dengan air sehingga kerak lebih mudah diambil. Setelah itu, ibu tiri membuang airnya dan membumbuinya dengan garam. Asti terdiam melihat bentuk jatah makanannya yang bahkan lebih menjijikan dari makanan hewan itu. Ia tidak menghiraukan perintah ibu tirinya untuk makan. Universitas Sumatera Utara 59 “…Dulu masak nasi ada keraknya di bawah-bawah. Kerak itu disiramnya aer, ditenggelamkan, dibuangnya aernya, dikasihnya garam. Mana mau kami makan Kucing aja gak mau makannya…”P1.W1hal.23k.223-227 ”…. Kami dilarang makan. Katanya nanti cepat abis beras, ntah la Dev. Trus aku heran, kan aku yang masak…. Tu la dia bilang.. ‘Itu buat makan kami bukan kelen. Kalo kelen mau makan nanti kalo kami udah makan semua baru sisanya sama kelen’….Tu la makan orang itu semua, kami nengokin aja. Siap orang itu makan semua, baru la mamak tiri kami kasih kami makan. Itu lah tinggal kerak-kerak nasi. Kerak-kerak di bawah, yang nempel diperiuknya itu Dev. Itu la disuruhnya kami korek. Kan susah tu. Dikasihnya aer. Disiramnya. ‘Udah lembek kan? Bisa kelen makannya kan?’ gitu la… Tak mau kami makan.. Diem aja..” P1.W4hal.6-7k.161- 177 Ibu tiri tidak mentolelir sikap membangkang Asti. Dengan marah, ibu tiri mengambil tali pinggang dan memukuli Asti secara bertubi-tubi. Untuk pertama kali dalam hidupnya Asti tahu bagaimana rasanya dipukul. Asti pun menjerit dan memohon ampun hingga ia pun tidak sadarkan diri karena kesakitan. ”Marah dia.. ‘Oo..dasar anak gak tau diri’ Diambeknya tali pinggang. Oo..abis lah Dev. Menjerit-jerit aku.. ‘Ampun, Bu. Ampun..’ Sampek pingsan aku.” P1.W4hal.7k.178-180 “…Itu pertama kali aku dipukul. Terkejut batin aku Dev. Tak pernah- pernah aku dipukul ya kan. Tiba-tiba dipukul. Apa gak terkejut. Pingsan langsung la aku. Bukan tak kuat pukulannya. Kuat kali Dev. Orang sampek biru-biru. Sampek pingsan aku.” P1.W4hal.4-5k.109-113 Beberapa bulan kemudian, Asti memberanikan diri untuk mengadukan ibu tiri pada ayah. Asti berharap mendapat pembelaan namun, apa yang ia dapat ternyata hanyalah ketidakpercayaan dari ayah kandungnya sendiri. Asti dituduh berbohong karena menurut ayah, ia cemburu pada ibu tiri. Padahal sebagai anak kecil, Asti belum mengerti apa artinya cemburu. Hal ini berlangsung terus- Universitas Sumatera Utara 60 menerus hingga ayah mulai berusaha menghindar setiap kali Asti mencoba mengeluh kembali. “Ada sebulan-dua bulan juga. Udah disiksa sebulan kami cerita lah sama ayah. Tu lah ayah kami bilang.. ‘Mana ada ibu kelen jahat. Kan baek dia.’ Kek gitu terus dibilang ayah…. Abis itu pigi dia. Kek gitu terus dia. Makanya sebel pula aku liatnya…” P1.W4hal.8k.203-209 “…Is…padahal awak anaknya tapi dibiarkan aja menderita. Ditengok pun tidak. Cobak la Dev. Masa’ pas aku bilang…‘Yah, aku disiksa sama istri ayah. Ni biru-biru gara-gara istri ayah’…gitu la kubilang. ‘Mana mungkin. Ibu ko kan baek. Ko jangan ngarang-ngarang la. Ko gak suka kan ayah kawen lagi. Ko cemburu kan?’ Ih..apa pula awak cemburu. Awak masih anak-anak dibilang cemburu. Ngerti pun tidak aku ya kan…Terus dia pigi…. gak peduli…. Mana mau ditanya-tanyanya. Kalo aku mau cerita ngindar dia. Udah memang gak peduli gitu la sama kami…”P1.W4hal.3k.52-64 Herannya, setelah tahu pun ayah tidak pernah melakukan pembelaan atau berusaha mencegah child abuse terhadap Asti dan adiknya terjadi kembali. Ayah hanya diam dan tidak pernah berbuat apa-apa. Perilaku ayah yang tidak peduli itu membuat Asti berpikir bahwa ayah telah terkena “obat” dari ibu tiri dan “obat” tersebut telah mendarah daging dalam tubuh ayah. “…ayah kami tu dah gak apa lagi sama kami. Karna ayah kami dah kena obat. Ramu-ramuan. Trus ditarok ntah dimakanannya gitu. Terus, apa yang dibilang ke ayah kami, ayah kami tunduk aja….” P1.W1hal.9k.233-243 “…Makanya ayah kami diem aja. Itu obatnya dah ke darah daging dia. Dah gak bisa dilunturkan lagi. Diobatin gak bisa….” P1.W1hal.17k.457- 461 Kesal dengan ketidakpedulian ayah, Asti mulai bercerita pada keluarga ibu kandung. Harapannya tetap sama yaitu mendapat pembelaan. Kebetulan jarak dari sekolah ke sana tidak begitu jauh sehingga Asti dapat singgah sebentar sepulang sekolah. Sialnya, ia tetap tidak mendapatkan pembelaan seperti yang ia inginkan. Universitas Sumatera Utara 61 Malahan, ia harus mendengar nasehat-nasehat agar ia bersabar dan kembali ke rumah. Asti sadar, ia tidak dapat memaksa keluarga ibu kandungnya mencampuri urusan internal di keluarganya. “…Sekolah kami dulu di sini Dev. Kadang pulang sekolah kami kemari dulu ke rumah nenek. Cerita juga kami Dev…. ‘Sabar-sabar aja lah kau…Balek kau pulang ke rumah kau sana…’ Kek gitu aja….Ya, mungkin orang tu juga gak mau ganggu urusan keluarga orang lain ya kan. Sering juga kami cerita kemari. Pulang sekolah kami kemari…. Kesal juga. Cemana la. Awak ngadu supaya dibela. Rupanya enggak. Tapi mau kek mana pula. Orang itu kan juga gak bisa ngatur-ngatur urusan rumah tangga orang lain ya kan” P1.W4hal.9k.233-257 Usaha Asti belum berakhir. Ia kemudian mencari pembelaan pada para tetangga. Ternyata, tetangga prihatin dengan keadaannya dan mau membantu semampunya. Tetangga lah yang bergilir memberi Asti dan adiknya makanan serta senantiasa mendengar keluh kesahnya. Akan tetapi, sama seperti keluarga ibu kandungnya, tetangga juga tidak kuasa memasuki wilayah pribadi keluarga orang lain. Mereka pun tidak dapat berbuat apa-apa untuk menyelamatkan Asti dan adiknya dari kekejaman ibu tiri. Tetangga hanya dapat memberikan nasehat agar bersabar dan bertahan. “…Soalnya ngadu sama ayah gak bisa ya kan. Sama tetangga la….”P1.W4hal.8k.218-219 “….bergilir mereka kasih makan kami. ‘Kasian kali ko, Ti, sama ibu tiri. Depan ayah kelen baek-baek. Di belakang abis kelen.’ ‘Iya la, Buk,’ ku bilang. Cerita aku. ‘Iya la, Buk. Kayak gini aku gak tahan….’”P1.W1hal.6k.144-147 “…Urusan rumah tangga orang Dev. Kek mana pula kita mau ikut campur urusan dapur orang lain. Ya kan Dev. Ya, orang itu bantu lah Dev…. mereka lah yang kasih makan. Terus ngurus kami gitu kan.”P1.W2hal.12k.336-340 Universitas Sumatera Utara 62 “Trus dibilangnya tetangga, ‘Udah lah kau coba aja. Kalo gak tahan, kau lari aja.’ Ya udah kami tahan. Sebulan, tiga bulan, lima bulan, berapa bulan juga kami di situ. gak tahan kali kami di situ, Dev. Cemana lah gak makan….”P1.W1hal.5k.122-126 Mengetahui kedekatan Asti dengan para tetangga, ibu tiri pun melarang Asti ke luar rumah, termasuk ke sekolah. Dengan begitu, ibu tiri dapat terus memperlakukannya seperti pembantu. Akan tetapi, Asti tetap saja datang ke rumah tetangganya dengan diam-diam ketika ia butuh bercerita. ”...semakin ngadu sama tetangga semakin habis awak dibuatnya. ‘Ngapain kau ke sana? Kerjaan kau belum siap’ Tu la, siapa cobak yang tahan?…..”P1.W4hal.8k.219-222 “Mana ada sekolah lagi kami. Melangkah dari pintu aja gak boleh Dibilangnya kerjaan kami belum beres atau apa lah. Sengaja dia. Kami dikurungnya di rumah supaya bisa terus disuruh-suruh..... Kami gak boleh keluar tapi kami terus juga ke tempat tetangga. Kami kalo ngadu-ngadu ke tempat tetangga kami. Pas mamak tiri kami pigi kan ntah ke mana, kami tempat tetangga.” P1.W5hal.9k.269-277 Sementara Asti dan adik laki-lakinya mengalami child abuse, kedua saudara tiri mereka memperoleh perlakuan yang berbeda dari kedua orangtua mereka. Layaknya puteri raja, kedua saudara tiri tidak pernah ‘menyentuh’ pekerjaan rumah tangga dan selalu mendapatkan apa yang mereka minta dari kedua orangtua mereka. Asti juga dilarang menyinggung kedua saudara tirinya. Apabila ia melakukannya, ia akan langsung mendapat hukuman dari ibu mereka. Ayah mereka pun seperti sudah lupa yang mana anak kandung dan yang mana anak tiri. “….Kalo sore kan tukang roti lewat. Anak-anaknya dibeliin. Diangekin dibuat iri kami. Anak-anaknya maen-maen, dikasih maen-maen. Kalo kami mana? Abis kenak pukul. ‘Kau melalak aja,’ katanya. Padahal rumah dah bersih, udah masak nasi. Kekmana lah Dev, anak kelas dua SD semua dah bisa. Nyuci, gosok, masak nasi. Ini lah dia memukul dada. Anak- Universitas Sumatera Utara 63 anaknya mana ada. Awak la jadi pembantu, disuruh kerja…” P1.W1hal.9-10k.248-258 “…Pernah kan Dev….Anaknya maen-maen. Berserak. Kubilang kek gini, ‘Kalo maen-maen jangan lah diserakkan. Bukan ini aja kerjaanku,’ ku bilang.. ‘Banyak kerjaan aku ya.’ Terus, ntah apa-apa dibilangnya ibu tiri. ‘Dasar anak anjing kau, ya’ Cakapnya itu ntah lah. Langsung kami dikurung di kamar….. Giliran ayah kami mau pulang baru lah dibukakannya pintu. Langsung dikasih makan, disuruh mandi. Tapi tak ada kami makan, dah terlanjur lemas.”P1.W1hal.19-20k.544-562 “Ih…Sayang ayah sama saudara tiri Terbalek kali kan, Dev. Terbalek. Ya, Allah, Ya Tuhan ku. Kami kayak anak tiri…. Orang tu kan manggil Abah. ‘Bah…Bah…Bah beliin ini.’ Dibeliin Kalo kami, ‘Ya, nanti ayah belikan.’ Trus nanti apa katanya, ‘lupa.’ Lupa Atau, ‘udah gak ada duit ayah.’ Kalo orang tu dikasih aja. Dibelikan. Ehh…itu lah karna dah dikasih obat.”P1.W1hal.13k.350-358 Pernah suatu sore, setelah selesai mengerjakan semua tugas rumah, Asti bersama Heri bersantai di teras depan rumahnya. Saat itu, saudara tiri mereka sedang dibelikan jajanan oleh ibu mereka. Asti dan Heri hanya bisa melihat ke arah mereka dan menahan selera. Penjual jajanan merasa bingung dan bertanya pada ibu tiri mengapa anak-anak yang duduk di teras tidak dibelikan. Ibu tiri tidak mengakui Asti dan adiknya sebagai anak. Ia bahkan terang-terangan mengatakan bahwa mereka adalah pembantu. Tidak terima disebut sebagai pembantu, Asti melawan ibu tiri. Hasilnya, Asti mendapati kepalanya berdarah setelah dibenturkan ibu tiri ke dinding yang belum diplester. “….Ya itu lah. Kan kami dah siaplah, semua kerjaan dah kami kerjain kan. Sore itu aku ingat. Udah siap kami kan Dev ya kami duduklah di depan kan. Namanya awak capek ya kan Dev. Itu lah anak-anak dia juga duduk- duduk di teras dekat kami orang itu. Rupanya lewat lah jajanan apalah roti apa es krim apalah tak ingat aku. ‘Bu, beli Bu..’ Dibeliin orang itu. Awak nengok aja. Padahal awak sama-sama di situ ya kan. ‘Itu anaknya gak dibeliin buk?’ ditanya tukang jualnya juga. ‘Gak usah Bukan anakku itu, pembantuku.’ Dibilangnya pula kami pembantunya. Marah la aku. Kumaki dia. Ntah apa lah.. ‘Bagus bagus ya kau kalo ngomong’ Ku Universitas Sumatera Utara 64 bilang gitu Dev. Iya Di situ lah langsung diantukkan kepalaku Dev. Is…Ingat kali aku Dev. Ingat kali. Tak ku lupakan.”P1.W2hal.8-9k.215- 229 ”….Dinding batu itu Dev. Belum diplester pula dindingnya, masih grutul-grutul... Kayakmana lah kami kan masih kecil. Apalah…. Masih ada ni bekas nya meraba kepala bagian kiri dengan tangan kiri.” P1.W1hal.5k.108-112 Asti kemudian membawa adiknya melarikan diri dari rumah. Tanpa uang sepeserpun Asti memberanikan diri meminta tolong pada supir angkot untuk mengantarkannya sampai ke rumah neneknya. Kasihan dengan keadaan Asti sebagai korban penyiksaan ibu tiri, supir angkot tersebut bersedia mengantarkan mereka. Semalaman tidak pulang, ayah bersama ibu tiri menjemput mereka ke sana. Asti menolak pulang. Mendengar penolakan Asti untuk pulang, ibu tiri bersikap layaknya orang yang innocent dan tidak tahu apa-apa. Lalu Asti membeberkan apa yang sebenarnya ada di balik topeng ibu tiri namun, ibu tiri tetap bersikap innocent. “….pernah kan kami lari…. dah gak sekolah lagi, Dev. Jadi kan kami minta naek motor angkot aja. Kami bilang sama abang supir itu, ‘Bang, kami gak ada uang. Kami lari dari rumah. Kami disiksa mamak tiri.’ Gitu kan kami bilang… ‘Makanya kami lari.’ ‘Mau kemana dek?’ ‘Mau tempat nenek, tapi kami gak ada duit, Bang.’ ‘Ya udah gak papa, mau turun dimana kelen?’ ‘Di KB, Bang.’ Diturunkannya kami disana. gak pulang kami satu malem…dicariin lah kami, Dev. Dicariin ayah sama ibu tiri kami tempat nenek kami. ‘Gak pulang kau, Ti?’ ‘Ngapain kami pulang. Dari pada aku mati di sana. Bagus aku mati di tempat nenek,’ ku bilang lah gitu...” W1hal.10-11k.271-285 “…‘Memang ibu apain kau? gak ada pun ibu apa-apain kau…’ Ditutup- tutupinya, Dev…Kuceritain lah semua.. ‘Ko tanya orang-orang kampung situ ada aku apa-apain kau?’ Kutunjukin lah bekas-bekas dipukulnya. Ku buka bajuku. Langsung dibilangnya, ‘Ayo, Bang, Bang pulang kita. Gak mau dia diajak. Terserah lah kalo orang ini gak mau pulang.’” W1hal.10- 11k.271-292 Universitas Sumatera Utara 65 Ironisnya, bukannya membela, keluarga di rumah nenek malah menasehati Asti agar mau kembali ke rumah ayahnya. Ia benar-benar merasa tidak berdaya mendengar kalimat membosankan yang menyuruhnya agar bersabar. Ternyata usahanya melarikan diri demi mendapat perlindungan sia-sia. Tidak ada pilihan lain, Asti terpaksa mengalah dan pulang ke Mandala. “….Tapi akhirnya pulang juga kami.”W1hal.11k.291-292 “…kami sempat juga lari. Tapi… ‘Udah lah sabar-sabar aja kau’ kata keluarga di KB…. Balek lagi aku Dev…Udah gak tau mau kekmana...”P1.W4hal.9k.247-249 Kembali ke rumah, Asti pun kembali dengan rutinitasnya sebagai pembantu dan terus menjadi objek pelampiasan emosi ibu tiri. Pernah suatu hari, ketika sedang memasak air, tiba-tiba saja ibu tiri menyiramkan air yang sedang dimasak tersebut ke kaki Asti. Spontan Asti melawan dengan verbal dan mengancam akan melaporkan ibu tiri ke polisi. Akibat perlawanan tersebut, ibu tiri marah dan mengejar Asti. Asti pun mendapat tamparan bertubi-tubi setelah ibu tiri berhasil menangkapnya. “Masalahnya ntah gara-gara apa lah. Tak ingat aku, Dev. Tak mau kelen disuruh Cemana la badan dah lemas. Pas itu aku lagi masak aer. Diambeknya diambilnya. Disiramnya aku…. meraba betis kaki kiri. Untung la gak cacat kakiku. ‘Kurang ajar kau ya Ko siram pula aku. Ku lapor ke polisi mati kau ya Bukan mamakku kau ya.’ Ku bilang lah kayak gitu. Dikejarnya, ditamparinya aku….” W1hal.7-8k.177-196 Peristiwa tersebut disaksikan oleh tetangga di sekitar rumah. Ibu tiri menceritakan kepada mereka duduk persoalan yang tentu saja bertentangan dengan kejadian sebenarnya. Asti juga disebut-sebutnya sebagai anak durhaka yang tidak tahu berterima kasih. Asti tidak dapat menerima penyangkalan ibu tiri. Universitas Sumatera Utara 66 Apalagi ibu tiri juga mencemarkan namanya di depan umum. Asti membela dirinya dan dengan marah ia mengingatkan ibu tiri akan semua penyiksaan yang telah dilakukannya terhadap Asti dan adiknya. “…Ditengokin kami sama tetangga. ‘Kenapa Nana? Kenapa?’ Tau la mamak tiri kami ini, mana mau ngaku…. ‘Kurang ajar dia, Buk. Masa aku disiramnya sama aer panas…’ Dibalekkannya pula, Dev. ‘Tu la anak durhaka, gak tau terima kasih. Paling baek aku ya. Mamak paling baek ya. Mana lagi mamak kayak aku? Dah baek kali aku ya sama kau ya..’” W1hal.7-8k.177-196 “Gak terima lah. ‘Kau bukan mamak aku Kau ya yang siram aku pake aer panas, anjeeng….’ Ku bilang gitu. ‘Ni kaki aku yang kau siram pake aer panas ya. Tau kau gak ko kasih makan kami ya Ko sia-sia kan kami Ko matikan kami Tau kau Ko pukul aku ya, ntah pake apa Pake tali pinggang segini mengukur dengan jari telunjuk dan jempol,’ ku bilang, ‘Pake kayu. Ko jambak aku,’ kubilang gitu…”P1.W1hal.8k.198-205 Pernah juga ibu tiri meng-abuse Asti dengan cara menjambak rambut dan menenggelamkan kepala Asti ke dalam satu ember air. Belum puas menyiksa Asti dengan cara tersebut, ibu tiri mengangkat kedua kaki Asti hingga posisi tubuhnya terbalik. Kemudian dengan posisi ini, kepala Asti ditenggelamkan lagi. Paru- parunya pun memberontak meminta udara dan otaknya tidak dapat berpikir apapun selain kematian. Tubuh Asti secara refleks meronta hingga akhirnya ia pun terlepas dari cengkeraman ibu tiri. Kemudian ia berlari ke rumah tetangganya dan menceritakan apa yang telah terjadi. “….Pernah dijambaknya rambutku. Terus kan ada aer di ember, digini- ginikannya aku membuat gerakan menjambak rambut. Dicelup-celupkan aku. Digini-ginikan. Apa gak mati awak megap-megap. Diangkatnya kakiku. Dia kan tegap, awak kecik. Diangkatnya kakiku, digini-ginikan kepala dimasukkan ke dalam air dengan posisi kaki di atas. Dalam hati aku, ih…mati lah aku, mati lah aku. Ya Allah, ya Tuhanku, matilah aku. Gitu-gitu aku Dev.”P1.W1hal.18-19k.512-521 Universitas Sumatera Utara 67 “….Kakiku kan digini-ginikan dipegang, trus capek dia, lemas dia kan. Aku gini lah membuat gerakan menggeliat, kena tangannya. Baru lah. Pok Kena dia. Ku tendang. …Pigi aku terus. Lari aku ke tempat tetangga sebelah. Tu la tetangga kami pinjemin baju anaknya. ‘Buka baju ko, buka baju ko. Dah makan ko?’ ‘Belom.’ ‘Makan lah.’ ‘Tak ada kami dikasih makan. Kalo ada pun kerak itu dikasihnya.’ ‘Ya udah, kalo apa lagi kemari aja. gak usah kau kerja-kerja di sana. Biar dia yang nyuci, yang gosok, yang masak. Biar aja dia.’ ‘Ya, cemana lah, Buk. Kami gak berani. Kami kan masih kecik. Ayah kami pun gak mau.’….”P1.W1hal.19k.527-542 Kejadian lain terjadi pada suatu siang ketika Asti tiba-tiba terbangun dan mendapati tubuhnya basah kuyup di tempat tidurnya. Asti begitu terkejut dan bertanya-tanya dalam hati dari mana asal air yang membasahinya. Ia pun tersadar kalau dirinya baru saja dibangunkan dengan cara disiram seember air. Pelakunya siapa lagi kalau bukan ibu tirinya yang tidak senang melihatnya beristirahat. Asti merasa marah dan tidak terima diperlakukan seperti itu. Apalagi ia juga disamakan dengan salah satu jenis binatang dan disumpahi agar cepat mati. Asti melawan sehingga terjadi pertengkaran verbal. “Disiramnya. Ujannya? Tapi kalo ujan, gak bocor. Rupanya….Ntahlah Dev ya. Dah gak suka kali dia, Dev. Pas tidur siang itu. Disiramnya. Buar….. Apa tak terkejut-kejut awak kan. ‘Ni koq kurang ajar kali,’ ku bilang sama dia gitu.”P1.W1hal.14-15k.394-398 “‘Jangan lah kau kek gitu. Anak kau coba kau gituin.’ Ih.. cemana.. apa lah ku bilang. Kalo dah datang gilanya, cemana lah.. Ntah apa-apa ku bilang-bilang. gak pandang bulu lagi.. ‘Ku remes kau ya Melawan kau sama aku ya’ ‘Bukan mamakku aja. Bukan yang ngelahirin’…Ini mana ada ‘Anak anjing kau ya Anjing kau’ Ntah apa lagi di bilangnya.. ‘Mati lah kau cepat Bukan terima kasih kau ya Kuurus kau sampek gemuk’ Apa yang gemuk, Dev. Segini menunjukkan jari kelingking badanku, Dev. ‘Kurang enak apa lagi kau hidup?’ ‘Enak? Kepala kau Mati aku di sini..’ Berantem juga kami sampek-sampek..”P1.W1hal.15-16k.421- 434 Universitas Sumatera Utara 68 Setelah pertengkaran berakhir dan ibu tiri tidak lagi memperhatikan gerak- geriknya, Asti pergi ke rumah tetangganya untuk menumpahkan perasaannya. Seperti biasanya, tetangganya selalu menunjukkan kepedulian dan perhatian padanya. Namun, seperti biasanya pula, kalimat-kalimat prihatin itu selalu disusul dengan kata-kata nasehat agar ia bersabar. “…Pigi aku tempat tetangga. ‘Buk, tengok lah ni. Disiramnya aku.’ ‘Kenapa?’ Kami Dev, kalo ngadu-ngadu ya sama tetangga. Jadi kan dibilangnya gini, ‘Kalo kau diapa-apain lagi kau bilang sama ibu. Nanti biar ibu yang ngapain kau. Kau gak dikasih makan, biar ibu yang kasih. Biar gak sakit kau. Nanti misalnya kau sakit, biar ibu bawa berobat.’ Gitu. Baek juga tetangga ni. Diperhatiin awak kan. ‘Kekmana rupanya ceritanya?’ ‘Dah capek kali aku, buk. Jadi tidur lah aku. Tiba-tiba ntah dari mana disiramnya aku satu ember, Buk. Kontan aku demam.’ Kan terkejut, Dev. Tiba-tiba. Ya kan? ‘Yang ku tengok kau rajinnya, yang nyuci, yang nyapu, yang apa gitu. Kurang ajar kali si Nana itu sama kelen. Anaknya enak-enak duduk-duduk.’ Itu lah orang tu bilang. ‘Sabar aja ko, Ti ya.’ ‘Dah gak sabar lagi aku, Buk.’ Ku bilang gitu.”P1.W1hal.14-15k398- 414 Tidak ada lagi energi pada diri Asti untuk bersabar menghadapi orang dengan penyakit jiwa dan sifat penyiksa bawaan seperti ibu tirinya. Ia sudah tidak mampu lagi dipaksa memakan makanan sisa, disuruh kerja dan dipukuli. Ia juga tidak mau lagi disamakan dengan binatang. “….Memang udah kasar kali dia. Ada sakit-sakit jiwanya kurasa. Pembawaannya memang udah penyiksa. Ku lawan makin disiksa aku…” P1.W4hal.8-9k.227-229 “…Cemana la. Awak udah gak tahan…Iya la gak tahan…. Siapa yang tahan ya kan Dev? Awak makan sisa-sisa, disuruh kerja. Pulang sekolah langsung disuruh nyapu, nyuci. Kalo gak mau kenak pukul… ‘Anak anjeng kau ya gak mau kau disuruh?’ Pok Kena lah.”P1.W4hal.8k.209-214 Akibat terus mengalami abuse, kondisi kesehatan Asti memburuk. Salah seorang tetangga mengetahui dan prihatin dengan keadaan Asti yang sudah sakit Universitas Sumatera Utara 69 parah. Kemudian, tetangga tersebut memberikannya uang Rp 2000 – jumlah yang cukup besar pada saat itu – untuk melarikan diri. Sambil menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya dan pikiran-pikirannya tentang kematian, Asti melarikan diri bersama adiknya ke rumah neneknya. Akhirnya, di tengah hujan, Asti pun sampai di rumah nenek dan langsung dibawa ke Rumah Sakit. Usahanya kali ini membuahkan hasil. Mereka terselamatkan. “…Ya udah la, dikasih lah kami uang sama tetangga. Dikasih kami ongkos. Dua ribu. Jaman dulu itu dah besar. Dua ribu itu dah besar kali dulu, Dev…. Lari kami tempat nenek. Waktu itu masih hidup. Trus orang tu nenek dan kakek bilang…sama tante sama paman kami yang paling kecil juga. ‘Cemana ini?’ ‘Ya dah kita tarik aja. Timbang orang itu mati.’ Jadi tante kami cakap kotor gitu kan..Ntah apa-apa lah dibilangnya.. Badanku dah segini menunjukkan jari kelingking kanan. Sakit parah waktu itu aku, Dev. Tanya situ sama Uwek kalo gak percaya. Kalo nipu aku. Ujan-ujan kami datang kan, Dev. ‘Salamu’alaikum…Salamu’alaikum…’ ‘Alaikumsalam. Kenapa kau, Ti?’ ‘Aku sakit, panas kali badanku.’ ‘Koq kurus kali badan kau?’ ‘Iya tersiksa kali aku di sana.’” P1.W1hal.6-7k.148-170 “…. Ih, matilah aku. Mati lah aku. Dibawa ke rumah sakit sama Uwek. Sampek dibilang Uwek, ‘Apa bisa baek dia? Oo..bisa asal rutin.’ Aku batuk darah, Dev Kayak orang TBC. Berdahak-dahak darah. Ini dadaku Devi memukul-mukul dada….”P1.W1hal.21k.591-595 Pengasuhan Asti dan adik laki-lakinya beralih ke keluarga di rumah nenek. Ayah dan ibu tiri melepaskan tanggung jawab mereka sebagai orangtua. Bahkan ketika Asti masuk rumah sakit, kedua orangtuanya sama sekali tidak pernah datang menjenguk. Malah neneknya yang datang ke rumah ayah dan memarahi ayah atas kejadian yang menimpa Asti. Asti telah diselamatkan namun, ia menyesali respon keluarga yang begitu lambat sehingga ia nyaris kehilangan nyawa. “….Gara-gara sakit pulang dari sana, Uwek dah gak ngasih kami lagi pulang ke sana….”P1.W1hal.18k.506-507 Universitas Sumatera Utara 70 “…Orang itu ayah dan ibu tiri kan memang udah gak peduli. Waktu aku masuk rumah sakit ada orang itu liat? Tak ada Nenek la yang sibuk datangin orang itu. Marah-marah…Tapi kami juga udah gak dikasih lagi balek. Balek aku mati pula ya kan? Ya gitu lah.” P1.W5hal.14k.397- 401 “….Tu la udah sakit-sakit dulu aku baru ditarik tertawa. Udah hampir mati dulu… “P1.W4hal.10k.262-263 Asti dan kedua adiknya tinggal serumah bersama kakek, nenek, tantenya Lena, dan pamannya. Asti merasa nenek dan tantenya selalu berusaha memberikan kasih sayang padanya namun, kasih sayang itu tidak berarti bagi Asti karena tidak sama seperti yang pernah diberikan oleh ibu kandungnya. Ia masih mendambakan kehadiran seseorang yang benar-benar mengerti apa yang ia inginkan dan selalu menomorsatukan dirinya. “…. Lepas dari mamak tiri kami kan kami diambek sama nenek. Ya namanya awak anak gak ada orangtuanya ya kan. gak terurus gitu… Sayang juga orang itu. Nenek, tante kan. Tapi gimana ya Dev. Beda la perasaan sama orangtua sendiri sama orang lain ya kan.”P1.W4hal.1k.18-25 “…Kadang gak ngerti orang tu apa yang awak mau. Orang bukan mamak awak ya kan. Kalo mamak ya Dev, mamak kandung, pasti tau dia apa yang dibutuhkan anak, kekmana cara ngurus anak, kalo anak lagi sedih diapain. Gitu lah Dev kalo mamak…”P1.W3hal.7k.178-183 “… Enak itu pas mamak kami masih hidup. Ih, beda kali la. Dulu semua untuk awak….” P1.W4hal.10k.274-276 Sejak terselamatkan, Asti dipaksa tantenya untuk masuk sekolah kembali. Namun ia dikeluarkan dari sekolah ketika duduk di kelas V SD karena kebiasaannya membolos. Ia menghabiskan waktunya untuk nongkrong di SL bersama preman-preman setempat dan berpacaran dengan seorang pengedar narkoba yang cukup disegani di kalangan preman SL Rasa cinta Asti pada Universitas Sumatera Utara 71 pacarnya didasari kebutuhannya akan materi, perhatian dan rasa aman. Semua itu sudah tidak didapatkannya lagi sejak ibu kandungnya meninggal dunia. Karena alasan ini juga Asti menuruti perintah pacarnya untuk menghentikan kegiatan premanisme yang sudah menjadi kebiasaannya. Asti menganggap larangan ini sebagai bentuk kasih sayang pacarnya padanya. Hubungan mereka berakhir ketika pacarnya menjadi buronan polisi. “…Duitnya banyak. Lagi pula sayang kali dia sama aku Dev. Dijaga betul aku Dev… Kawan aku kan dulu preman. Laki-laki semua. Aku udah gadis. Diganggu-ganggu gitu la kan. Dia lah yang jaga aku. Dia kan preman juga. Takut juga preman sini sama dia Dev. Terkenal juga dia. Karna pengedar itu Dev... Duitnya banyak ya kan. Anak buahnya banyak. Dijaganya betul aku. Dimanjain. Mau apa aja dikasih…. ”P1.W4hal.18k.488-495 “…Abis kenal dia, aku gak dikasih lagi Dev... Pokoknya sayang kali lah dia sama aku. Gak mau dia kalo aku sampek rusak.”P1.W4hal.18k.500- 506 “Tu lah. Dia pigi kan. Sporing. Ke Bogor dia sporingnya…”P1.W3hal.10k.257-260 Kemudian ia mengenal Adi, pria yang kemudian dinikahinya tanpa cinta. Rumah tangga mereka banyak diwarnai pertengkaran. Adi selalu mengharapkan Asti menjadi istri yang penurut dan taat padanya, sedangkan Asti bukan tipe isteri yang seperti itu. Tidak hanya itu, setiap bertengkar Adi akan bertindak agresif dan selalu mengancam akan menikah lagi. Asti juga sempat pergi dari rumah untuk menjadi TKW di Malaysia diam-diam. Ia tidak peduli jika suaminya benar-benar menikah lagi. “…Gak da cerita cinta-cintaan kami”P1.W4hal.1k.4 “…Apa-apa dilarangnya. Palak pula aku ya kan. Dia pikir aku bakal jadi cewek yang iya, iya aja. Huh, awak ni dari pasar…”P1.W4hal.21k.601- 603 Universitas Sumatera Utara 72 “…Kami berantem bukan berantem gimana. Dia udah maen mukul-mukul. Banting-banting barang. Itu aku gak suka Devi.. Ngancam-ngancam mau kawen. Dia pikir aku takut?”P1.W5hal.3k.63-66 “Kepingin aku ke Malaysia, pigi aku ke Malaysia. Mana ada bilang. Soalnya kalo aku bilang pasti orang tu gak pernah setuju.”P1.W4hal.21k.597-599 “Dia bilang.. ‘kalo kau gak balek, aku udah kawen lagi. Ko pikir susah aku cari bini baru.’ Gitu lah dia bilang. ‘Ya udah..kawen ya kawen kau sana. Ko pikir aku peduli...’ P1.W5hal.2k.45-48 Asti dan Adi resmi bercerai tahun 2004. Asti mengambil alih pengasuhan anak-anaknya tanpa ada kesepakatan dengan Adi. Ia yakin Adi tidak mampu dan tidak mau mengurus anak. Selain itu, Asti juga takut Adi menikah lagi sehingga memberikan ibu tiri bagi anak-anaknya. Adi sekalipun tidak pernah datang mengunjungi atau mengirim biaya untuk anak-anak. Begitu pula Asti, tidak pernah berusaha mencari tahu kabar mantan suaminya tersebut. Asti tidak peduli dengan apa yang akan dilakukan Adi, termasuk menikah lagi, setelah mereka bercerai. “Laki-laki ini ya.. udah aku bilang.. tak pande ngurus anak. Bukan cuma tak pande, tak mau pun…. gak ada sepakat-sepakat tentang pengasuhan anak. Abis cerai kutinggal terus dia. Kubawa la anak-anak aku. Mana peduli dia… Timbang orang itu gak terurus. Ntah pun sekarang dia udah kawen lagi. Ha.. dapat mamak tiri pula orang tu ya kan. Makanya kutarek terus la...P1.W5hal.4k.91-99 “Mana ada peduli sama anak. Ngirim uang buat biaya anak-anak? Mana ada... aku pun tak pernah ke sana tanya-tanya kabar dia.”P1.W4hal.23k.657-659 Setelah bercerai, Asti mencari rumah kontrakan dan mulai bekerja sebagai pembantu rumah tangga PRT untuk menghidupi dirinya dan ketiga anaknya. Universitas Sumatera Utara 73 Pekerjaannya adalah mencuci dan menyeterika pakaian. Tidak tanggung- tanggung, Asti bekerja di empat rumah sekaligus sehingga ia harus berangkat bekerja pukul tujuh pagi dan baru selesai bekerja pukul lima sore. Sebelum berangkat, ia terlebih dahulu menyediakan sarapan dan makan siang untuk anak- anak. Beberapa kali seminggu, sepulang bekerja, Asti juga harus mengurus kebun bunga pacar air yang juga menjadi sumber mata pencahariannya. “…Aku nyuci abis itu gosok. Dari pagi sampek sore. Kek sekarang baru pulang kan. Bis tu seminggu ntah berapa kali lah ngurus bunga bunga pacar air…. untuk tambahan makan sehari-hari. Awak kan kerja nyuci. Dapat lah lima ratus. Itu buat sekolah si Boy, si Iwan sama Iqbal. Belum lagi lesnya. Belum lagi beli bajunya, jajannya. Sewa rumah ini kan. Ya apa adanyalah, agak bocor-bocor tertawa. Yang penting ada. Yah, lumayan juga la Dev, buat tambah-tambah. Bisa kami makan, ya kan. Lima ratus ribu buat apa lah Dev. Ya kan Dev? Bunga ni aja bisa dapat banyak.”P1.W2hal.1k.2-24 “Jam tujuh apa setengah lapan aku dah keluar. Siapin sarapan dulu buat anak-anak. Orang tu kan mau sekolah. Ya kan. Jadi siapin lah sarapannya dulu biar gak sakit orang tu ya kan. Sekalian makan siangnya. Baru lah aku pergi. Nanti pulang mau sampek jam lima.”P1.W2hal.4k.89-94 Asti merasa kesulitan mengasuh anak-anaknya. Menurutnya, anak- anaknya sangat nakal dan sulit diatur. Mereka tidak pernah menghargainya dan selalu mengacuhkan kata-kata Asti. Padahal, ia bekerja keras demi mereka namun setiap hari yang mereka lakukan hanya bermain saja. Asti kemudian mulai mengatur semua jadwal kegiatan anak-anaknya. Sepulang sekolah, siang hari, mereka harus mengikuti les semua mata pelajaran dan sepulang les mereka harus mengaji. Setelah mengaji mereka diwajibkan pulang ke rumah dan membuat PR. Dengan begitu, anak-anak tidak lagi memiliki waktu untuk bermain-main. Semua itu dilakukannya dengan harapan agar anak-anaknya tidak bernasib sama dengannya yang tidak tamat sekolah sehingga harus hidup susah. Sebagai Universitas Sumatera Utara 74 seorang ibu kandung, Asti tidak ingin anak-anaknya merasakan penderitaan yang pernah ia rasakan ketika kecil, terutama ketika bersama ibu tiri. Demi anak- anaknya pula ia memilih hidup menjanda dan berjuang membesarkan anak-anak seorang diri. Beberapa laki-laki, termasuk mantan pacarnya, pernah mencoba melamarnya. Asti menolak. Ia tidak berniat menikah lagi. Ia bertekad tidak akan mengulang kesalahan yang sama dengan yang dilakukan ayah yang sekarang sudah tua dan sakit-sakitan. Ia tidak mau hidup dalam penyesalan. “…..Makanya aku bilang janganlah sampek anakku kayak mamaknya. Cukup lah mamaknya. Iya kan? Mamaknya udah rasain punya mamak tiri. Jangan lah anakku. Sekolah tidak, mengaji tidak. Tau apapun tidak mamaknya. Kenapa? Karna sama mamak tiri. Mamak kandung mana mungkin gitu. Ya kan, Dev?”P1.W1hal.11k.295-300 “…Kalo mau kawen gampang aku, Dev. Iya Dev. Tapi awak tengok juga lah anak-anak awak. Awak ada anak..”P1.W2hal.7k.174-181 “Ni sekarang dia mantan pacar ada di Simpang ni. Ari tu jumpa kami pas aku ke pajak. Diajak aku kawen….Tak mau aku. Aku ada anak. Mending aku ngurus anak aja. Bukan tak mau dia aku ada anak.. ‘Iya gak papa ko punya anak, Ti. Masih mau aku sama kau…’ gitu dia bilang. Tapi tak mau aku.”P1.W4hal.20k.561-565 “…. Aku gak mau nyesal kayak ayah sekarang. Tengok lah, udah tua, sakit-sakitan. Kek gini jadinya kan. Makanya tak mau aku. Aku bisa cari duit sendiri koq. Bisa aku sekolahkan anak-anakku. Bisa kami hidup ya kan. Biar lah aku kerja kesana-kemari, dari pagi sampek sore kali baru pulang. Ya kan?P1.W4hal.28k.798-804 Ayah Asti kini sudah pensiun dari pekerjaannya sebagai Pegawai Negeri. Tidak lama setelah ayah pensiun, ibu tiri menjual rumah di Mandala setelah menjual tanah-tanah dan rumah warisan keluarga ayah. Uang hasil penjualannya dipergunakan ibu tiri untuk berfoya-foya. Sekarang, ibu tiri dan ayah tinggal di Universitas Sumatera Utara 75 rumah yang dulu ditinggali orang tua ayah di suatu daerah di Kabupaten Deli Serdang. “Itu lah dia ibu tiri gila pesta. Ulang taun anaknya aja mewahnya minta ampun. Ntah acara-acara apalagi kan.. Wa..heboh lah. Pantang tak top…. Gaya hidup orang kaya.. Makanya dia mau sama ayah. Biar bisa nguras harta ayah. Kan semua tanah ayah abis dijualnya. Rumah ayah abis. Bukan cuma di Mandala aja rumah ayah Dev. Ada juga rumah warisan. Oo..abis semua. Tu la tinggal yang di BK. Di sana sekarang orang itu kan. Balik ke kampung-kampung.”P1.W5hal.9k.233-245 Awal tahun 2007, ayah datang ke rumah Asti setelah bertahun-tahun tidak bertemu. Sebenarnya, Asti malas bertemu dengan ayah karena masih sakit hati namun, ia tetap menerima ayah di rumahnya. Saat itu ayah menjelaskan pada Asti bahwa ia menikah lagi agar Asti dan adik-adiknya tetap memiliki ibu. Ayah juga tidak pernah bermaksud membiarkannya menderita. Mendengar penjelasan ayah, Asti merasa sedih tetapi tidak berbuat apa-apa. Jauh di dalam lubuk hatinya, Asti meratapi hubungannya dengan ayah yang telah hancur karena kehadiran ibu tiri. “Awal-awal tahun juga. Maret apa April gitu la Dev. gak da acara apa-apa. Dia datang aja.”P1.W4hal.27k.762-764 “Itu lah pas dia datang kemari. Sebelum sakit dia kan.. ‘Ayah gak mau kelen besar gak ada ibu. Kalian masih kecil-kecil,’ katanya kan. ‘Ayah tengok dia baek. Ayah kira dia baek juga. Kalo tau ayah pasti gak kawen. Ayah mau kelen ada yang urus. Walaupun mamak kelen meninggal, kelen masih ada yang urus. Masih ada mamak tiri.’ Gitu la ayah bilang…. Diem aja la aku.… Ih, sedih lah Dev. Koq gini lah hidup kami kan. Itu la Dev, punya ibu tiri itu menghancurkan. Rusak keluarga awak gara-gara ibu tiri.” P1.W4hal.28k.783-796 Tidak lama setelah kejadian itu, ayah jatuh sakit. Heri mengajak Asti menjenguk ayah namun ia menolak. Perasaan benci dalam hatinya terhadap ayah membuatnya malas bertemu ayah. Ia juga bukan satu-satunya anak ayah sehingga harus datang mengurus ayah yang sedang sakit. Kemudian, adik tiri Asti juga Universitas Sumatera Utara 76 datang ke rumahnya dan mengajaknya menjenguk ayah. Asti tetap menolak. Ia tidak mau bertanggung jawab atas apa yang diperbuat ibu tiri. “…Gak lama ayah kami sakit. Ih…liat diapun aku benci kali. Males kali aku datang liat dia sakit.”P1.W1hal.12k.324-326 “Dia heri bilang, ‘Kemari lah kau.’ ‘Ah, ngapain pula aku ke sana? Anaknya kan banyak.’…Anak tirinya yang dari Malaysia itu datang pula. Abis tu dibilangnya, ‘Kayakmana Kak?’ ‘Ah…Kau lah yang urus itu. Gara-gara mamak kau itu semua,’ ku bilang gitu. ‘Kenapa koq gara-gara mamak?’ ‘Iya lah,’ ku bilang, ‘gara-gara mamak kau ini.’”P1.W1hal.14k.366-374 “Ayah kami sakit kan gara-gara dia ibu tiri…Pokoknya mana mungkin bagus diurus ayah awak sama dia ya kan...” P1.W4hal.25k.714-715 Beberapa bulan kemudian, ayah kembali jatuh sakit dan sampai masuk Rumah Sakit. Asti kembali diminta datang menjenguk. Kali ini Asti setuju datang walaupun masih merasa sakit hati. Di Rumah Sakit, ia tidak bertemu dengan ibu tiri dan memanfaatkan kesempatan ini untuk mengingatkan ayahnya kembali betapa menderitanya ia ketika bersama ibu tiri. Mendengar cerita tersebut, ayah menangis. “Ayah sakit kedua kali sampek masuk rumah sakit. Akhir Juni lah. diam. Kasian kali lah ayah. Kalo aja dia gak kawen lagi. Kami pasti gak kayak gini…”P1.W4hal.17-18k.774-777 “…Tak mau kali aku nengoknya sebenarnya...”P1.W1hal.8k.213-214 “….‘Kami bilang Ayah jangan kawin, kawin juga. Tu la sengsara sama ibu tiri. Pikir Ayah senang kali punya mamak tiri? Ih, Yah, sengsara. Kalo bisa jangan lah anakku. Cukuplah aku yang ngerasain,’ ku bilang gitu. Ayah kami sampek nangis, Dev. Nangis dia, Dev. ‘Dulu aku kecik-kecik ya, Yah. Disiksa aku ya, Yah. Untung gak mati aku.’”P1.W1hal.18k.496- 503 Untuk kedua kalinya ayah kembali mencoba menjelaskan pada Asti bahwa ia ia tidak bermaksud membuat Asti menderita. Ayah menyesal dan meminta Universitas Sumatera Utara 77 maaf namun, sulit bagi Asti menerima penyesalan dan memaafkan ayah. Kejadian demi kejadian masa kecilnya yang suram masih kuat terpatri dalam ingatannya bersamaan dengan perasaan kesal dan dendam di hatinya. Kejadian-kejadian tersebut memang sudah terlalu lama untuk dimaafkan tetapi tidak untuk dilupakan. Apalagi hingga kini ayah masih mempertahankan pernikahannya dengan ibu tiri walaupun ibu tiri terus membuat ayah menderita. “ayah bilang‘Kalo tau kek gitu, gak kawin aku. Aku kawin bukan apa lah. Aku mau anak-anakku ada yang urus.’ Itulah ayah kami pun dah insaf juga. Tapi insaf pun ayah kami kekmana lah dah gak bisa lagi, Dev. Minta maaf pun dia, gak guna lagi. Tak bisa kumaafkan dia…Udah lama kali kejadiannya. Tau ko Dev kayakmana perasaanku ini Dev? Tau dia mamak tiri kami ini kayakmana orangnya, kenapa lah orang itu masih sama? Udah kayak gitu dibuat mamak tiri kami ini ya kan. Udah jatuh miskin, sakit- sakitan, menderita dibuatnya. Kenapa tak diceraikannya aja..” P1.W1hal.21-22k.598-506 “Aku bangsa pendendam. Sampek matipun ku ingat itu, Dev. …” P1.W1hal.21-22k.598-506 “…kalo nengok ayah palak aku. Karena awak dulu kan gak bisa ngelawan. Ya kan?”P1.W1hal.18k.328-329 Menurut Asti, ibu tiri tidak hanya melakukan child abuse terhadapnya, tetapi juga menghancurkan keluarganya dan membuat ayah menderita. Hal ini membuat rasa benci dan sakit hati dalam hati Asti berubah menjadi dendam. Setiap hari dijalani Asti dengan tekanan batin dan harapan-harapan agar ibu tiri terkena karma. Apabila harapannya terwujud, peristiwa tersebut akan menjadi momen paling membahagiakan bagi Asti. “Ih….tertekan batin aku. Makanya aku dendam sama dia ibu tiri. Dendam aku memukul-mukul dada…. Sakit kali aku. Aku sakit kali pas dipukuli. Iss…cobak lah.” P1.W1hal.8k.208-215 Universitas Sumatera Utara 78 “Ha, itu lagi. Capek aku nunggunya…. Nunggu dia kena karma. Ini aja dia udah gaduh sama anaknya. Udah tanda-tanda ni. Kita tengok aja la nanti. Pasti kenak dia. Senang kali aku kalo kejadian.” P1.W4hal.26k.725-739 “…Memang dasar iblis datang ke keluarga awak. Titisan iblis betul dia itu Makanya aku betul gak rela kali aku. Udah lah ditinggal mamak dapat pula mamak tiri iblis. Sial kali kan Dev…” W4.P1hal.2k.48-51 Asti juga masih ingat masa lalu sebelum kepergian ibu kandung. Dulu, ia hidup bahagia dan sangat menyayangi ayah. Tidak pernah terlintas dalam pikirannya bahwa hubungan tersebut akan berubah hanya gara-gara ayah menikah lagi dan membiarkannya menderita di tangan ibu tiri. Asti kecewa dengan kelemahan ayahnya sebagai orangtua dan sebagai seorang laki-laki. Ia telah dikhianati oleh figur yang sangat diharap-harapkan menjadi hero dan sosok pelindung bagi dirinya. “Dia itu ayah awak. Mm..kalo kuingat-ingat dulu kan..pas masih sama mamak.. Kami dulu bahagia kali la. diam Ih, tak pernah terpikir sama aku koq bisa jadi kayak gini. Dulu aku sayang kali sama dia. Dia pun gitu ya kan. Bahagia kami Dev. Tengok sekarang, liat dia pun aku malas. Ntah la kekmana perasaan aku Dev. Sakit. Sakit hati. Aku dulu masih kecil ya kan. Aku itu anak dia. Tapi dia bela-bela istrinya. Bukannya gak tau dia aku disiksa. Tau Tapi apa? Dibiarin aja…. Kecewa kali aku Dev. Dia itu ayah aku. Tapi dia gak pernah bela aku. Dibiarin aja aku menderita cuma gara-gara perempuan…. Biarpun kena obat Dev.. Dia itu seharusnya gak selemah itu. Cepat kali dia tergoda perempuan. Terus lupa sama anak- anaknya. Lupa sama tanggung jawabnya.. Sekarang kayak gini la. Obatnya udah terlanjur kuat. Udah gak bisa luntur. Mau gimana?”P1.W5hal.10- 11k.282-301 Asti menyesali nasib yang sebagai orang berpendidikan rendah yang membawanya pada hidup yang serba kekurangan seperti sekarang. Ia lelah terus memikirkan banyak hal dan bekerja ekstra keras. Ia ingin hidup seperti orang kaya yang santai dan tenang tanpa pikiran. Akan tetapi, Asti sadar, sebagai orang dewasa dan orangtua ia dituntut untuk lebih realistis. Universitas Sumatera Utara 79 “Kalo orang kaya kan gak perlu mikir apa-apa. Cobak lah Dev, apa yang dipikirin orang kaya? Gak ada kan. Mau makan gampang. Mau belanja gampang. Ini-itu bisa. Kek kelen la, kuliah. Terus dapat kerja yang gajinya besar. Gak kayak awak ini. Awak cuma SD. Mau kerja apa? Itu pun SD tak tamat tertawa. Bapak awak pun gak mau urus. Ya kan Dev? Kek gini lah. Nyuci-nyuci tempat orang…”P1.W2hal.3-4k.75-87 “….Kita kan pinginnya hidup santai, tanpa beban. Ya kan? Gak banyak mikir ini mikir itu. Ih..capek lah Dev, hidup miskin terus. Pingin berubah….Kekmana la awak kan udah dewasa. Hidup musti mikir sendiri. Waktu kecil pun orangtua ntah….ckk… Sekarang ada anak tiga. Siapa yang urus kalo bukan awak ya kan Dev. Mikir ini anak kayak mana nanti. Mau makan pun musti mikir. Uang sekolah anak cemana lagi. Yah gitu la Dev. Awak mamak-mamak tertawa. Pokoknya capek lah Dev.”P1.W2hal.3k.62-73 Kalau bisa memilih, Asti lebih memilih kehilangan ayah daripada kehilangan ibu. Ia percaya, seorang ibu kandung tidak akan membiarkan anaknya menderita. Ibu kandung akan rela melakukan apapun demi anaknya walaupun harus mengorbankan dirinya. Tidak seperti ayahnya dan semua laki-laki yang ‘gila kawin’ tanpa memikirkan anak-anaknya. “Ih…bedalah. Beda kali sama mamak. Tu lah bagusan bapak mati daripada mamak mati. Betul lah Dev. Kalo misalkan mamak kita masih hidup, bapak kita mati..Ih…macam mana pun pasti kita, anak-anaknya, dibela-belain lah. Berusahalah, kerja apapun untuk anak ya kan. Mo mikir kawen pun belum tentu lagi. Memang dah mau kawen la. Tapi kan mamak itu pikirin anaknya. Ah, udah lah. Pikirin anak-anak aku dulu….Coba la kalo laki-laki, masih basah kuburan istrinya udah kawen lagi. Mmm…itu lah laki-laki.”P1.W3hal.7k.167-176 Universitas Sumatera Utara 80 IV. B. PARTISIPAN 2 IV. B. 1. IDENTITAS