Analisis Kenyamanan Termal Penggunaan Material Modern Pada Rumah Baduy Dalam Dengan Teknik Computational Fluid Dynamic

(1)

PENENTUAN PRIORITAS SURVEILAN KEAMANAN PANGAN

BERDASARKAN RISIKO MIKROBIOLOGI DAN KIMIA DI BADAN POM

SKRIPSI

RENDY MAULANA

F 24080101

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

PRIORITY DETERMINATION OF FOOD SAFETY SURVEILLANCE BASED ON MICROBIAL AND CHEMICAL RISKS

AT NATIONAL AGENCY FOR DRUG AND FOOD CONTROL RI

Rendy Maulana, Harsi D. Kusumaningrum, and A. A. Nyoman Merta Negara

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia.

Phone 62 81514660638, e-mail: rndy_mln@yahoo.com

ABSTRACT

Foodborne disease was one of main causes of mortality and morbidity in Indonesia. The food safety surveillance is required to detect, monitor, evaluate, and control the trend of food safety issues. Microbial and chemical risks frequently are found in food products either fresh or processed. The internship done at National Agency for Drug and Food Control RI (NADFC RI) was subjected to determine priority parameters for surveillance of microbial and chemical hazards and develop sampling protocols for these parameters. Tools used to determine the risks priority was qualitative approach of risk assessment. In order to estimate risks, three group of data were collected and assessed including severity of hazards, consumption patterns, and hazards prevalence in food products. Each indicators was ranked in some level; such as very high, high, medium, low, or very low; and then scored. Thereafter, those level combined and calculated to determine end level of each risk. Protocols were made to risks which have a high priority. The results for microbial parameter indicated that from 14 hazards combination list, Bacillus cereus in rice and Salmonella Typhimurium in chicken meat have the highest priority, while almost Listeria monocytogenes in food stuff has lower priority. Whereas for chemical parameter indicated that aflatoxin B1 in peanuts and corn have the highest priority, while heavy metal in street-food has low priority.


(3)

RINGKASAN

Kontaminan pangan adalah bahan atau senyawa yang secara tidak sengaja ditambahkan, tetapi terdapat pada produk pangan. Masuknya kontaminan ke dalam pangan inilah yang menyebabkan timbulnya risiko bahaya pada produk pangan. Kegiatan surveilan dapat dilakukan untuk mengawasi keamanan pangan tersebut.

Surveilan keamanan pangan merupakan kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data yang berhubungan dengan keamanan pangan secara sistematik dan terus-menerus serta penyebaran informasi kepada pihak pengguna yang membutuhkan untuk ditindaklanjuti. Surveilan keamanan pangan di Indonesia telah dilakukan oleh instansi-instansi yang terkait dengan masalah keamanan pangan antara lain Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Perguruan Tinggi.

Aktivitas yang dilakukan oleh surveilan keamanan pangan antara lain menguji cemaran biologi, kimia, dan fisik pada setiap rantai pangan. Diantara kontaminan tersebut, risiko mikrobiologis dan kimia merupakan risiko yang cukup sering ditemukan pada produk-produk pangan baik segar maupun olahan. Tujuan dari kegiatan magang ini adalah penentuan prioritas dan petunjuk pelaksanaan sampling dibuat untuk memudahkan pengawasan dan pengontrolan permasalahan keamanan pangan yang nantinya akan dilakukan oleh Badan POM.

Penentuan prioritas dibutuhkan untuk memfokuskan suatu permasalahan sehingga survei tersebut menjadi tepat guna. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penyusunan panduan penentuan prioritas antara lain studi literatur mengenai penyakit akibat pangan, pengembangan metode, serta pengujian metode. Pada skripsi, penentuan prioritas menggunakan pendekatan dengan kajian risiko kualitatif. Informasi yang dibutuhkan untuk melakukan kajian ini antara lain tingkat keparahan, tingkat konsumsi, dan prevalensi bahaya. Masing-masing parameter tersebut kemudian disimbolkan dengan angka-angka sehingga dapat dihitung skala prioritasnya berdasarkan skor tersebut.

Hasil yang diperoleh dari penentuan prioritas mikrobiologi menyatakan bahwa Bacillus cereus pada nasi putih memperoleh skor tertinggi yang berarti tingkat prioritasnya paling tinggi diantara kombinasi bahaya mikrobiologi yang lain. Sedangkan untuk hasil penentuan prioritas kimia menyatakan bahwa aflatoksin B1 pada jagung memperoleh skor tertinggi yang berarti tingkat prioritasnya paling tinggi diantara kombinasi bahaya kimia yang lain.

Protokol yang dibuat berisi penjelasan singkat tentang cemaran seperti sumber cemaran, efeknya terhadap kesehatan, dan batas maksimum cemaran menurut SNI dan Badan POM. Selain itu, protokol ini juga berisi cara atau teknik penentuan jumlah lokasi, jumlah sampel, dan prosedur sampling yang baik (sesuai dengan literatur) untuk masing-masing parameter mikrobiologi dan kimia. Kombinasi antara bahaya pangan dan produk yang dibuat protokolnya adalah Bacillus cereus pada nasi putih, Staphylococcus aureus pada olahan ayam, kadmium (Cd) pada ikan segar, dan merkuri (Hg) pada gorengan.


(4)

PENENTUAN PRIORITAS SURVEILAN KEAMANAN PANGAN

BERDASARKAN RISIKO MIKROBIOLOGI DAN KIMIA DI BADAN POM

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

RENDY MAULANA

F 24080101

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(5)

NIM : F24080101

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I,

(Dr. Ir. Harsi D Kusumaningrum) NIP. 19640502.199303.2.004

Dosen Pembimbing II,

(Drh. A. A. Nyoman Merta Negara) NIP. 19611231.198903.1.003

Mengetahui : Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc.) NIP. 19680526.199303.1.004


(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Penentuan Prioritas Surveilan Keamanan Pangan Berdasarkan Risiko Mikrobiologi dan Kimia di Badan POM adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2012 Yang membuat pernyataan

Rendy Maulana F 24080101


(7)

© Hak cipta milik Rendy Maulana, tahun 2012 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi ,mikrofilm, dan sebagainya


(8)

BIODATA RINGKAS

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 25 Juni 1990 dari pasangan Zukirwan Zakir dan Hartis Halim. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2002 di SD Negeri Bidara Cina 05 Pagi Jakarta. Selanjutya penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 14 Jakarta hingga tahun 2005 dan menamatkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 54 Jakarta pada tahun 2008. Setelah tamat pendidikan menengah atas, pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Selama mengikuti perkuliahan penulis mengikuti kepanitiaan yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (Himitepa) antara lain sebagai anggota divisi Logistik dan Transportasi “PLASMA 2010”, sebagai

anggota divisi HUMAS ”BAUR 2010”, dan sebagai anggota divisi Konsumsi ”Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan (LCTIP) XVIII 2010”. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul

“Penentuan Prioritas Surveilan Keamanan Pangan Berdasarkan Risiko Mikrobiologi dan Kimia di

Badan POM” di bawah bimbingan Dr. Ir. Harsi Dewantari Kusumaningrum dan Drh. AA.Nyoman Merta Negara.


(9)

iii

berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Pengembangan Protokol Surveilan Keamanan Pangan Bertarget untuk Parameter Mikrobiologi dan Kimia di Badan POM dilaksanakan di Badan POM, Percetakan Negara - Salemba, sejak bulan Februari hingga Agustus 2012.

Skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa bantuan, dukungan, dan doa berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum sebagai dosen pembimbing utama (pembimbing akademik) yang telah membimbing dan memberikan arahan serta motivasi.

2. Drh. AA.Nyoman Merta Negara sebagai pembimbing kedua (pembimbing lapang) yang telah membimbing dan memberikan arahan serta motivasi.

3. Nugroho Indrotristanto STP, M.Sc yang telah bersedia menjadi dosen penguji pada sidang tugas akhir saya dan telah memberikan masukan yang membangun pada saat persidangan.

4. Yanti Ratnasari SP, MP atas bimbingan, saran, dan bantuannya selama kegiatan magang dalam rangka penyelesaian tugas akhir.

5. Seluruh staff Direktorat Surveilan dan Keamanan Pangan yang telah memberikan banyak bantuan selama kegiatan magang di Badan POM.

6. Kedua orang tua saya (Zukirwan Zakir (alm) dan Hartis Halim) yang selalu memberi doa, dukungan, dan semangat dalam menyelesaikan tugas akhir.

7. Kakak-kakak saya, Iin Corlina dan Nova Nurulita, yang telah membantu menyemangati saya. 8. Kamaliah Ulfah yang selalu setia mendengarkan keluh kesah saya serta memberikan semangat,

bantuan, dan doa.

9. Rekan satu bimbingan saya; Iin Wahyuni, Kak Kiki, dan Aria Andika; atas dukungan dan semangatnya.

10. Sahabat-sahabat saya; Sofian Irianto, Randy Oktan Susilo, Ardi, Randy Dio Aritama, Irfan Adiyatma, Setyo Wuriastuti, dkk; atas dukungan morilnya.

11. Rekan kerja, Anggi Sri Dwijayani, Ivan Mustakim, Diah Ayu Kartika, dan Hesti Sofiandari atas kerja sama dan semangatnya.

12. Dosen-dosen ITP yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat.

13. Seluruh karyawan Unit Pelayanan Terpadu ITP: Mbak Anie, Bu Novi, dll. 14. Seluruh kepingan puzzle ITP 45 atas semangatnya.

15. Seluruh Staff Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. 16. Semua pihak yang tidak dapat dituliskan satu persatu.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu pangan.

Bogor, Desember 2012


(10)

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

1.3. Manfaat ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia ... 3

2.1.1. Sejarah dan Perkembangan Badan POM RI ... 3

2.1.2. Struktur Organisasi Badan POM RI ... 3

2.1.3. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya ... 4

2.1.4. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan ... 5

2.1.5. Sub Direktorat Surveilan dan Penanggulangan Keamanan Pangan ... 6

2.2. Surveilan Keamanan Pangan ... 6

2.2.1. Fungsi dan Definisi Surveilan Keamanan Pangan ... 6

2.2.2. Surveilan Keamanan Pangan di Beberapa Negara ... 8

2.2.3. Surveilan Keamanan Pangan di Badan POM ... 9

2.2.4. Mekanisme Surveilan Keamanan Pangan di Badan POM ... 10

2.3. Kontaminan Pangan ... 10

2.4. Analisis Risiko ... 11

2.4.1. Kajian risiko ... 12

2.4.2. Manajemen risiko ... 13

2.4.3. Komunikasi risiko ... 13

2.5. Protokol ... 13

2.5.1. Protokol dengan Parameter Pengujian Mikrobiologi ... 13

2.5.2. Protokol dengan Parameter Pengujian Kimia ... 14

III. METODE PENDEKATAN ... 16

3.1. Penyusunan Panduan Penentuan Prioritas ... 16

3.2. Pengembangan Petunjuk Pelaksanaan Survei Sampling Cemaran ... 18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

4.1. Penentuan Prioritas ... 19

4.1.1. Penentuan Kombinasi Bahaya ... 19

4.1.2. Penentuan Tingkat Keparahan (Konsekuensi) ... 21

4.1.3. Penentuan Tingkat Konsumsi ... 24

4.1.4. Penentuan Nilai Prevalensi ... 25

4.1.5. Penghitungan (Scoring) Prioritas ... 31

4.2. Petunjuk Pelaksanaan Sampling Cemaran ... 35

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 37

5.1. Simpulan ... 37

5.2. Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38


(11)

v

Tabel 2. Kerangka penentuan prioritas ... 19

Tabel 3. Kombinasi bahaya mikrobiologi dan produknya ... 20

Tabel 4. Kombinasi bahaya kimia dan produknya ... 20

Tabel 5. Klasifikasi dan skor untuk tingkat keparahan... 21

Tabel 6. Penggolongan konsekuensi parameter mikrobiologi ... 22

Tabel 7. Penggolongan konsekuensi parameter mikrobiologi (lanjutan) ... 22

Tabel 8. Penggolongan konsekuensi parameter kimia berdasarkan nilai LD50 ... 23

Tabel 9. Bahaya mikrobiologi dan produknya ... 23

Tabel 10. Bahaya kimia dan produknya ... 23

Tabel 11. Klasifikasi takaran saji dan jumlah konsumsi beberapa produk pangan ... 24

Tabel 12. Klasifikasi tingkat konsumsi berdasarkan interval kelasnya. ... 25

Tabel 13. Klasifikasi dan skor untuk tingkat prevalensi... 25

Tabel 14. Prevalensi bahaya mikrobiologi terhadap produk pangannya ... 26

Tabel 15. Prevalensi bahaya kimia pada produk non-perikanan ... 30

Tabel 16. Prevalensi bahaya kimia pada produk perikanan ... 30

Tabel 17. Klasifikasi tingkat prevalensi berdasarkan interval kelasnya. ... 31

Tabel 18. Penghitungan skor akhir dalam penentuan prioritas ... 31

Tabel 19. Penghitungan prioritas mikrobiologi ... 32

Tabel 20. Urutan prioritas bahaya mikrobiologi ... 32

Tabel 21. Perbandingan tingkat prioritas mikrobiologi ... 33

Tabel 22. Penghitungan prioritas kimia (non-perikanan) ... 33

Tabel 23. Penghitungan prioritas kimia (perikanan) ... 34

Tabel 24. Urutan prioritas bahaya kimia ... 34


(12)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tahapan pelaksanaan surveilan ... 7

Gambar 2. Kerangka analisis risiko (FAO 2004) ... 12

Gambar 3. Metodologi kegiatan magang ... 16

Gambar 4. Mekanisme penyusunan panduan penentuan prioritas ... 17

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur organisasi badan POM RI ... 45

Lampiran 2. Mekanisme surveilan dan keamanan pangan ... 46

Lampiran 3. Pembagian kelas berdasarkan penghitungan kuantil ... 47

Lampiran 4. Grafik konsumsi penduduk Indonesia SUSENAS 2011 ... 50

Lampiran 5. Pembagian kelas berdasarkan penghitungan kuantil (prevalensi) ... 51

Lampiran 6. Rekomendasi penentuan prioritas terhadap bahaya mikrobiologi dan kimia pada produk pangan ... 52

Lampiran 7. Rekomendasi petunjuk pelaksanaan survei cemaran Bacillus cereus pada nasi putih ... 58

Lampiran 8. Rekomendasi petunjuk pelaksanaan survei cemaran Staphylococcus aureus pada olahan daging ayam ... 63

Lampiran 9. Rekomendasi petunjuk pelaksanaan survei cemaran kadmium pada ikan ... 69


(13)

1.1.

Latar Belakang

Penyakit yang disebabkan oleh pangan merupakan salah satu penyebab utama kematian (mortality) dan kesakitan (morbidity) di Indonesia (BPOM 2004). Untuk mendeteksi masalah keamanan pangan dan risikonya terhadap kesehatan masyarakat, diperlukan kegiatan Surveilan Keamanan Pangan guna memantau kecenderungan (trend) keamanan pangan agar dapat diambil suatu tindakan evaluasi yang mampu mengontrol kondisi tersebut.

Surveilan keamanan pangan merupakan kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data yang berhubungan dengan keamanan pangan secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada pihak pengguna yang membutuhkan untuk ditindaklanjuti (WHO 2012). Surveilan keamanan pangan terdiri atas dua pilar yaitu surveilan rantai pangan dan surveilan penyakit akibat pangan. Surveilan rantai pangan dilakukan berdasarkan pendekatan di sepanjang rantai pangan, mulai dari pangan diolah sampai siap dikonsumsi. Sedangkan surveilan penyakit akibat pangan berhubungan dengan manusia, agen penyebab penyakit dan cara penanggulangannya (Rahayu et al. 2003).

Kajian yang diperoleh dari kegiatan surveilan dapat dijadikan landasan ilmiah untuk menetapkan kebijakan-kebijakan dalam bidang keamanan pangan. Surveilan keamanan pangan di Indonesia telah dilakukan oleh instansi-instansi yang terkait dengan masalah keamanan pangan antara lain Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Perguruan Tinggi (Mardiono 2007).

Aktivitas yang dilakukan oleh surveilan keamanan pangan antara lain menguji cemaran biologi, kimia, dan fisik pada setiap rantai pangan. Diantara kontaminan tersebut, bahaya biologi (terutama mikrobiologi) dan kimia merupakan bahaya yang cukup sering ditemukan pada produk-produk pangan baik segar maupun olahan. Sumber cemaran mikrobiologis pada produk-produk pangan dapat berasal dari udara, kontaminasi silang ataupun memang secara alamiah terdapat dalam bahan pangan tersebut. Untuk cemaran kimia pada produk pangan, sering kali terjadi antara lain karena penggunaan bahan tambahan non-pangan yang ditambahkan pada produk pangan, penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) yang berlebihan, ataupun hasil metabolit dari mikroorganisme.

Untuk menanggulangi permasalahan ini Badan POM RI terutama Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan melakukan suatu serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menguji tingkat bahaya pada produk pangan. Kegiatan itu dimulai dari survei lapang, sampling produk, pengujian di laboratorium dan kajian data hasil pengujian. Hasil pengujian ini kemudian akan digunakan sebagai dasar untuk menetapkan suatu kebijakan sehingga bahaya yang terdapat pada produk tersebut dapat diminimalisir.

Kegiatan magang yang dilakukan di Badan POM difokuskan pada penentuan prioritas dan penyusunan protokol/petunjuk pelaksanaan sampling produk pangan. Penentuan prioritas bertujuan untuk memfokuskan pembuatan protokol sampling pada produk pangan dengan peluang bahaya yang tergolong tinggi. Secara harfiah, protokol sendiri berarti berkas-berkas atau surat-surat resmi yang memuat hasil perundingan (persetujuan dan sebagainya). Protokol sampling ini berisi teknik sampling produk pangan di lapangan dan cara menjaga agar kondisi sampel tersebut tidak rusak selama pendistribusian, mulai dari lapang hingga sampai di laboratorium.

Metode yang digunakan dalam penentuan prioritas ini adalah pendekatan menggunakan kajian risiko. Kajian risiko tentang bahaya mikrobiologi dan kimia pada pangan telah dikembangkan


(14)

2

secara bertahap oleh lembaga riset, perguruan tinggi dan badan-badan yang berwenang dalam regulasi keamanan pangan, khususnya di negara-negara maju (BPOM 2004).

1.2.

Tujuan

Tujuan Umum :

1. Ikut serta dengan Badan POM dalam penyusunan kajian risiko terhadap bahaya mikrobiologi dan kimia dalam rangka pengembangan petunjuk pelaksanaan (protokol) sampling pada produk pangan tertentu.

2. Membantu kegiatan rutin di Subdirektorat Surveilan Penyuluhan dan Keamanan Pangan. Tujuan Khusus :

1. Melakukan penentuan prioritas terhadap bahaya mikrobiologis dan kimia (hanya terfokus pada cemaran logam berat, histamin, aflatoksin, dan nitrit) pada produk pangan tertentu. 2. Melakukan pengembangan petunjuk pelaksanaan (protokol) sampling pada produk pangan

tertentu.

1.3.

Manfaat

Hasil dari skripsi ini diharapkan dapat menjadi petunjuk dasar dalam penentuan prioritas suatu bahaya sehingga tindakan pengendalian dapat tepat sasaran. Selain itu dapat dijadikan petunjuk pelaksanaan dalam pengambilan sampel pangan di lapangan untuk selanjutnya di analisis di laboratorium terkait. Dengan adanya protokol ini diharapkan kondisi sampel yang akan dianalisis tetap terjaga baik selama pengambilan hingga distribusi sampel ke laboratorium.


(15)

2.1.

Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia

2.1.1.

Sejarah dan Perkembangan Badan POM RI

Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang cepat pada industri obat, kosmetik, alat kesehatan, dan makanan. Banyak industri telah memiliki teknologi canggih sehingga produk-produk tersebut dapat dihasilkan dalam skala yang besar dengan waktu yang singkat. Selain itu, dengan dukungan kemajuan teknologi transportasi, banyak produk-produk serupa dari luar negeri ikut meramaikan pasar di Indonesia. Peredaran produk obat, kosmetik, alat kesehatan dan makanan tersebut perlu mendapatkan pengawasan dari pemerintah. Jika tidak, akan banyak beredar produk-produk yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kelayakan dan keamanannya. Produk yang tidak layak dan aman tersebut berupa produk rusak atau terkontaminasi bahan berbahaya yang terjadi pada proses produksi, distribusi, maupun konsumsinya.

Untuk itu, telah dibentuk Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) yang bertugas untuk mengawasi obat dan makanan sehingga dapat melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan produk obat dan makanan. Pengawasan ini sebelumnya ditangani oleh departemen kesehatan, tetapi karena bertambah kompleksnya permasalahan yang ada dan kebijakan-kebijakan yang harus diambil maka tugas ini perlu ditangani secara khusus. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 166 tahun 2000, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang bertanggung jawab kepada Presiden dan dikoordinasikan dengan Departemen Kesehatan Kesejahteraan Sosial. Untuk melaksanakan tugasnya, Badan POM diberi kewenangan untuk menyusun rencana nasional dan kebijakan nasional secara makro di bidang pengawasan obat dan makanan, menetapkan sistem informasi di bidang pengawasan obat dan makanan, menetapkan standar penggunaan bahan tambahan tertentu untuk makanan dan pedoman untuk mengawasinya, memberi ijin peredaran obat serta mengawasi industri-industri farmasi, dan menetapkan pedoman penggunaan konservasi, pengembangan, dan pengawasan tanaman obat. Visi Badan POM :

Visi dari Badan POM RI adalah Menjadi Institusi Pengawas Obat dan Makanan yang Inovatif, Kredibel dan Diakui Secara Internasional Untuk Melindungi Masyarakat.

Misi Badan POM :

a. Melakukan Pengawasan Pre-Market Berstandar Internasional. b. Menerapkan Sistem Manajemen Mutu Secara Konsisten.

c. Mengoptimalkan Kemitraan dengan Pemangku Kepentingan di Berbagai Lini.

d. Memberdayakan Masyarakat Agar Mampu Melindungi Diri dari Obat dan Makanan yang Berisiko Terhadap Kesehatan.

e. Membangun Organisasi Pembelajaran (Learning Organization).

2.1.2.

Struktur Organisasi Badan POM RI

Badan POM RI ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 166 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 173 tahun 2000. Pembentukan Badan POM RI ini ditindaklanjuti dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan


(16)

4

Makanan Nomor 02001/SK/KBADAN POM RI, tanggal 26 Februari tahun 2001, tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan setelah mendapatkan persetujuan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 34/M.PAN/2/2001 tanggal 1 Februari 2001. Berikut ini adalah struktur organisasi Badan POM (Lampiran 1):

1. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan 2. Sekretariat Utama

3. Inspektorat

4. Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA)

5. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen 6. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya

7. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional 8. Pusat Penyidikan Obat dan Makanan 9. Pusat Riset Obat dan Makanan 10. Pusat Informasi Obat dan Makanan 11. Unit Pelaksana Teknis Badan POM

2.1.3.

Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya

Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya bertugas untuk merumuskan kebijakan di bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya secara menyeluruh (Total Food Safety and Hazardous Control). Pengawasan pangan atau bahan berbahaya yang dilakukan mulai dari bahan mentah hingga siap dikonsumsi (from farm to table).

Tugas Deputi ini cukup berat, karena pengawasan secara menyeluruh tersebut melibatkan faktor-faktor yang cukup kompleks. Dari mulai diproduksi hingga mencapai konsumsi, bahan tersebut akan melewati mata rantai yang sulit untuk dilacak. Beberapa mata rantai tersebut adalah budidaya, pengolahan, distribusi, pemasaran, dan konsumsi yang melibatkan pelaku-pelaku seperti produsen, distributor, pengecer, jasaboga, eksportir, importir, dan instansi-instansi terkait di luar Badan POM yang bertugas untuk mengawasi mata rantai produksi pangan, maka pengawasan pangan dan bahan berbahaya secara menyeluruh dilakukan dengan pendekatan terhadap pelaku-pelaku tersebut.

Dalam undang-undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Pasal 3, tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan adalah :

1. Tersedianya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia

2. Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab

3. Terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat

Keamanan pangan dipengaruhi oleh setiap tahapan proses yang dilaluinya, sejak dari bahan mentah sampai ke produk jadi di tangan konsumen. Untuk memberikan jaminan keamanan pangan maka perlu dilakukan cara-cara pengendalian pada setiap mata rantai proses penanganan dan pengolahan pangan, mulai dari lapangan (sawah, kebun, kolam, serta praktek-praktek pertanian yang baik), proses pengolahan, penggudangan dan penyimpanan, distribusi dan pemasaran, sampai kepada konsumsi oleh konsumen.

Untuk itu, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya memiliki Kebijakan Peningkatan Keamanan Pangan, yaitu :


(17)

5

1. Meningkatkan kemampuan Badan POM dalam melakukan berbagai kegiatan yang terkait dengan risk assessment, risk management, dan risk communication.

2. Meningkatkan networking antar lembaga secara terpadu dalam berbagai kegiatan yang terkait dengan keamanan pangan baik di dalam maupun di luar negeri.

3. Meningkatkan kesadaran produsen, khususnya industri rumah tangga akan pentingnya keamanan pangan bagi perlindungan konsumen dan peningkatan daya saing industri pangan secara lokal, regional, maupun global.

4. Meningkatkan kesadaran konsumen akan pentingnya keamanan pangan bagi kesehatan masyarakat dan ikut mengawasi keamanan pangan yang dikonsumsinya.

5. Meningkatkan tindakan secara hukum (enforcement) bagi mereka yang melanggar peraturan perundang-undangan pangan (Fardiaz 2001).

Dalam melaksanakan strategi ini Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya dibantu oleh lima direktorat yaitu, Direktorat Penilaian Keamanan Pangan, Direktorat Standardisasi Produk Pangan, Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya, dan Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan.

2.1.4.

Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan

Tugas

Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan mempunyai tugas penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang surveilan dan penyuluhan keamanan pangan. Fungsi

Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan menyelenggarakan fungsi :

1. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan di bidang surveilan dan penanggulangan keamanan pangan.

2. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan di bidang promosi keamanan pangan.

3. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan di bidang penyuluhan makanan siap saji dan industri rumah tangga.

4. Penyusunan rencana dan program surveilan dan penyuluhan keamanan pangan.

5. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan teknis di bidang surveilan dan penyuluhan keamanan pangan.

6. Evaluasi dan penyusunan laporan surveilan dan penyuluhan keamanan pangan.

7. Pelaksanaan tugas lain sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya.

Susunan Organisasi

Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan terdiri dari : 1. Subdirektorat Surveilan dan Penanggulangan Keamanan Pangan. 2. Subdirektorat Promosi Keamanan Pangan.


(18)

6

2.1.5.

Sub Direktorat Surveilan dan Penanggulangan Keamanan Pangan

Subdirektorat Surveilan dan Penanggulangan Keamanan Pangan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan pelaksanaan surveilan dan penanggulangan keamanan pangan. Subdirektorat Surveilan dan Penanggulangan Keamanan Pangan menyelenggarakan fungsi :

1. Penyusunan rencana dan program surveilan dan penanggulangan keamanan pangan

2. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan surveilan keamanan pangan

3. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan penanggulangan keamanan pangan

4. Evaluasi dan penyusunan laporan surveilan dan penanggulangan keamanan pangan

5. Pelaksanaan urusan tata operasional di lingkungan direktorat surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan

Subdirektorat Surveilan dan Penanggulangan Keamanan Pangan terdiri dari : 1. Seksi Surveilan Keamanan Pangan

Seksi Surveilan Keamanan Pangan mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan surveilan keamanan pangan.

2. Seksi Penanggulangan Keamanan Pangan

Seksi Penanggulangan Keamanan Pangan mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan penanggulangan keamanan pangan.

3. Seksi Tata Operasional

Seksi Tata Operasional mempunyai tugas melakukan urusan tata operasional di lingkungan Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan

2.2.

Surveilan Keamanan Pangan

2.2.1.

Fungsi dan Definisi Surveilan Keamanan Pangan

Program Surveilan WHO untuk pengendalian penyakit akibat pangan di Eropa diluncurkan pada tahun 1980 yang muncul dari kesadaran internasional tentang dampak peningkatan penyakit akibat pangan. Salah satu aplikasi surveilan sebagai salah satu metode jaminan keamanan pangan adalah penemuan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Pada November 2001, World Health Organization (WHO) mengembangkan strategi untuk Global Surveillance of Foodborne Diseases dan interaksinya dengan analisis risiko serta penerapannya pada standar makanan internasional (WHO 2001).

Fungsi dari surveilan keamanan pangan adalah untuk (WHO 2002a):

1. Mengidentifikasi wabah penyakit akibat pangan pada tahap awal sehingga tindakan pengobatan dapat diberikan tepat pada waktunya.

2. Menentukan besaran masalah kesehatan masyarakat yang diakibatkan oleh penyakit akibat pangan, dan memonitor trennya.


(19)

7

3. Menentukan besarnya peranan makanan yang bertindak sebagai jalur transmisi mikroba patogen yang spesifik, dan mengidentifikasi makanan berisiko tinggi, pengolahan makanan yang berisiko tinggi serta populasi rawan risiko.

4. Mengukur efektifitas program untuk meningkatkan keamanan pangan.

5. Menyediakan informasi untuk perancangan kebijakan kesehatan tentang penyakit akibat pangan (termasuk di dalamnya adalah perancangan dan penentuan prioritas strategi pencegahan).

Menurut WHO (2012), surveilan keamanan pangan merupakan kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data yang berhubungan dengan keamanan pangan secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada pihak pengguna yang membutuhkan untuk ditindaklanjuti. Sedangkan menurut Rahayu et al. (2003), kegiatan surveilan keamanan pangan didefinisikan sebagai monitoring yang dilaksanakan secara kontinyu terhadap indikator ancaman yang berupa kontaminasi bahaya-bahaya keamanan pangan (cemaran biologi, kimia dan fisik) terhadap pangan untuk mencegah kejadian penyakit akibat pangan. Tahapan pelaksanaan surveilan keamanan pangan (Gambar 1) yang efektif adalah sebagai berikut (WHO 2001):

- deteksi dan notifikasi terhadap permasalahan berkaitan dengan keamanan pangan, - pengumpulan dan pengujian data yang bersangkutan,

- investigasi dan konfirmasi terhadap kasus atau wabah yang terkait masalah keamanan pangan,

- analisis dan pembuatan laporan rutin,

- umpan-balik (feedback) informasi kepada masyarakat,

- umpan-maju (feed-forward) informasi misalnya penyampaian data kepada instansi pusat (yang lebih tinggi),

- pelaporan data ke tingkat administrasi selanjutnya.

Gambar 1. Tahapan pelaksanaan surveilan pengumpulan dan pengujian

data

investigasi dan konfirmasi

analisis dan laporan rutin

feedback

feed-forward

pelaporan deteksi dan notifikasi

tindaklanjut / pembentukan kebijakan


(20)

8

Pendekatan yang dilakukan meliputi monitoring sepanjang rantai pangan, mulai dari pangan diproduksi sampai dikonsumsi masyarakat. Ruang lingkup pelaksanaan kegiatan surveilan keamanan pangan adalah :

- kontaminasi bahan kimia pada pangan

- penggunaan bahan tambahan pangan pada pengolahan pangan - kontaminasi biologi pada pangan

- penyalahgunaan bahan kimia berbahaya pada pangan

Dengan dilakukannya kegiatan surveilan keamanan pangan pada rantai pangan, yang meliputi kajian risiko mikrobiologi maupun kimia, dapat mengidentifikasi cemaran-cemaran pada pangan yang potensial membahayakan masyarakat, sehingga bahaya tersebut dapat dihindari sebelum sampai ke konsumen. Diharapkan di masa depan, kegiatan surveilan keamanan pangan sepanjang rantai pangan dapat semakin bertambah teliti, dengan hasil dapat dipertanggungjawabkan, cepat, mudah dalam pengukuran atau dalam bentuk rapid testing methods terutama untuk patogen.

2.2.2.

Surveilan Keamanan Pangan di Beberapa Negara

Mengacu kepada modul BPOM (2011), berikut adalah sistem surveilan keamanan pangan di beberapa negara :

USA

Dalam penjaminan keamanan pangan, kegiatan US-FDA terfokus pada kesehatan masyarakat, nilai gizi dan pelabelan. Risiko yang dikaji adalah risiko kimia, mikrobiologi, toksikologi dan nilai gizi dari pangan farm to table termasuk pangan siap saji. US-FDA memiliki pendekatan acceptable atau yang dapat diterima daripada pendekatan limit yang dapat sangat bervariasi antar negara, antar kondisi dan antar industri. Keputusan terhadap suatu permasalahan di US-FDA selama ini selalu didasarkan pada risiko sebenarnya dan bukan pada risiko yang diperkirakan. Dengan demikian maka kajian risiko merupakan kegiatan yang mutlak dilakukan dan menjadi inti dari pengambilan keputusan. Hal ini dimungkinkan karena kebijakan tingkat tinggi memberikan dukungan bagi pelaksanaan semua kegiatan tersebut.

Canada

Di Canada, institusi yang bertanggung jawab dibidang keamanan pangan adalah Canadian Food Inspection Agency (CFIA) yang tugasnya adalah melakukan sampling produk untuk dianalisis kandungan residu kimia dan mikrobiologisnya. Selain itu institusi ini juga memberikan respon pada kondisi food safety emergencies. Di Canada, penentuan standar pangan sudah didasarkan pada kajian risiko kesehatan terkini. Kegiatan surveilan dilakukan untuk mengidentifikasi dan menginvestigasi emerging issue sedangkan untuk mendapatkan data paparan dilakukan dengan metode TDS. Aktivitas monitoring dan surveilan merupakan dasar utama untuk menjamin dan memelihara keamanan pangan di Canada. Salah satu contoh kegiatan surveilan keamanan pangan yang baru-baru ini dilakukan adalah Microbiological Risk Assessment (MRA) pada Listeria monocytogenes.

Australia dan New Zealand

Di Australia dan New Zealand, institusi yang bertugas memonitor keamanan pangan adalah Food Standards Australia New Zealand (FSANZ). Instansi tersebut memonitor pangan untuk menjamin agar pangan aman dan sesuai dengan standar untuk kontaminan mikrobiologi, residu pestisida dan kontaminan kimia. FSANZ berfungsi sebagai pusat pengumpulan data dari unit-unit kesehatan di Australia dan New Zealand termasuk di dalamnya hasil dari uji kesesuaian survei dengan target tertentu yang dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan.


(21)

9

European Union (EU)

Dalam melakukan kajian risiko dibentuk European Food Safety Authority (EFSA) yang bersifat independen yang bertugas memasok informasi ke Europian Commision (EC). EFSA bertugas melakukan pengumpulan data terkait pangan dan pakan dari negara anggota untuk menyusun laporan surveilan tahunan. Kajian risiko EFSA dilakukan oleh komite saintifik yang meliputi bahan tambahan pangan, penggunaan material yang kontak dengan pangan, bahan tambahan untuk pakan, residu proteksi tanaman, kesehatan tanaman, GMO, alergen, gizi dan produk dietetik, bahaya biologi, kontaminan pada rantai pangan, dan kesehatan hewan. Selain itu juga risiko spesifik seperti BSE. Hasilnya antara lain diinformasikan di dalam sistem RASFF. Contoh kegiatan surveilan keamanan pangan dari negara anggota EC antara lain yang sudah dilakukan di Belanda dan Inggris berupa kajian terhadap bahaya mikrobiologis. Bahaya mikrobiologis yang dikaji meliputi Salmonella, Campylobacter, E. coli O157:H7, dan L. monocytogenes.

Hongkong

Instansi yang menyelenggarakan kegiatan surveilan keamanan pangan di Hongkong adalah The Center for Food Safety (TCFS). Kegiatan surveilan keamanan pangan yang dilakukan meliputi 3 skema, yaitu surveilan keamanan pangan rutin, surveilan keamanan pangan dengan target pangan tertentu, dan surveilan keamanan pangan musiman untuk tujuan impor baik di tingkat pedagang atau pengecer untuk diuji kandungan kimia dan mikrobiologinya. Hasilnya diumumkan setiap bulan sehingga masyarakat dapat mengikuti kondisi keamanan pangan setiap waktu. Sebagai contoh pangan yang dianalisis tahun 2010 adalah sekitar 8800 setiap tahunnya dengan proporsi pengujian mikrobiologis 29%, kimia 65% dan radioaktif 6%.

2.2.3.

Surveilan Keamanan Pangan di Badan POM

Badan POM RI merupakan salah satu lembaga pemerintah non-departemen yang memiliki peran penting dalam menjalin keamanan pangan di Indonesia. Badan POM sendiri bertindak sebagai leading sector dalam penyusunan kebijakan tentang mutu dan keamanan pangan dengan dibantu oleh instansi terkait lainnya. Untuk mendeteksi masalah keamanan pangan tersebut dan risikonya terhadap kesehatan masyarakat, diperlukan kegiatan surveilan keamanan pangan guna memantau kecenderungan (trend) keamanan pangan (Mardiono 2007). Pada prinsipnya, surveilan bertujuan memperoleh informasi untuk dijadikan dasar dalam melakukan suatu tindakan. Tindakan tersebut ditujukan untuk perencanaan, pengkajian, dan pelaksanaan pengawasan penyakit-penyakit akibat pangan (Sparringa et al. 2002).

Surveilan keamanan pangan di Indonesia masih mempunyai konotasi surveilan pada penyakit-penyakit akibat pangan (foodborne diseases) yang umumnya diketahui dari kasus keracunan pangan atau KLB keracunan pangan. Masalah keamanan pangan tidak terbatas pada kasus/KLB keracunan pangan saja, namun identifikasi faktor-faktor risiko (risk factors) penyakit akibat pangan yang ada di lapangan perlu mendapat perhatian (Sparringa 2002). Sebenarnya Badan POM RI sejak lama telah melaksanakan monitoring dan survei keamanan pangan yang ditujukan pada pengawasan untuk penegakan hukum. Prioritas pengawasan pangan lebih dititikberatkan pada pengawasan yang bersifat preventif (Fardiaz 2001), sehingga survei keamanan pangan di sepanjang rantai pangan perlu dilaksanakan diluar kegiatan inspeksi dalam rangka pengawasan pangan dan survei yang berhubungan dengan kasus atau KLB Keracunan Pangan.

Pelaksanaan survei harus dilaksanakan menurut mekanisme baku yang mengikuti proses analisis risiko yaitu kajian risiko, manajemen risiko dan komunikasi risiko. Setiap survei harus dikumpulkan datanya, diolah, dianalisis, dilakukan interpretasi serta ditindaklanjuti dalam suatu


(22)

10

sistem yang terintegrasi (Sparringa et al. 2002). Untuk itu diperlukan Mekanisme Surveilan Keamanan Pangan dan Tindak Lanjut.

2.2.4.

Mekanisme Surveilan Keamanan Pangan di Badan POM

Studi yang banyak diteliti terkait masalah kandungan bahan-bahan berbahaya yang tidak diijinkan, penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) yang melebihi standar, serta beberapa kasus keracunan pangan baik yang disebabkan oleh senyawa kimia maupun mikroorganisme patogen. Pada umumnya, hasil surveilan belum dapat digunakan untuk kajian risiko. Saat ini, surveilan keamanan pangan lebih terfokus kepada tindakan penegakan hukum (law enforcement). Di sisi lain, kajian risiko untuk program preventif masih terbatas (Sintawatie 2006). Surveilan perlu dilakukan di sepanjang rantai pangan untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang berkontribusi terhadap penyakit akibat pangan berdasarkan skala prioritas.

Hasil survei yang dilakukan oleh Badan POM merupakan data epidemiologis, yaitu data yang menggambarkan pola kesehatan antara faktor penyebab penyakit dan pola hidup masyarakatnya. Data epidemiologis hasil survei diperlukan untuk berbagai macam tujuan, yaitu (1) untuk memberi informasi pejabat kesehatan masyarakat tentang sifat dan besaran penyakit akibat pangan dan epidemiologisnya, (2) untuk deteksi dini wabah / kejadian luar biasa penyakit akibat pangan, dan (3) untuk perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program keamanan pangan. Oleh karena itu, surveilan adalah dasar bagi setiap jenis program keamanan pangan (Borgdorff et al. 2005).

Mekanisme surveilan akan mengintegrasikan seluruh kegiatan survei dan tindak lanjutnya yang berhubungan dengan keamanan pangan termasuk kegiatan pengawasan pangan. Hal ini berarti program surveilan keamanan pangan bisa ditindaklanjuti dengan pelaksanaan kegiatan inspeksi, public warning atau kegiatan penegakan hukum. Kegiatan surveilan keamananan pangan bisa didasarkan hasil monitoring, inspeksi, serta tindak lanjut berupa pengawasan dan promosi keamanan pangan. Mekanisme survei mulai dari suatu proposal disusun, hingga ditindaklanjuti dapat dilihat pada Lampiran 2 (BPOM 2005).

2.3.

Kontaminan Pangan

Kontaminan pangan adalah bahan atau senyawa yang secara tidak sengaja ditambahkan, tetapi terdapat pada produk pangan. Kontaminan pangan ini bisa masuk dan terdapat dalam produk pangan sebagai akibat dari (i) penanganan dan/atau proses mulai dari tahap produksi (di tingkat kultivasi maupun di pabrik), pengemasan, transportasi, penyimpanan atau pun penyiapannya; dan (ii) pencemaran dari lingkungan (environmental contamination) (Hariyadi 2010).

Pada umumnya kontaminan pangan ini mempunyai konsekuensi pada mutu dan keamanan pangan karena bisa mempunyai implikasi risiko kesehatan publik. Terdapat tiga jenis kontaminan pangan, yaitu kontaminan mikrobial, kontaminan fisik, dan kontaminan kimia. Selain itu, akhir-akhir

ini ditengarai pula munculnya berbagai kontaminan “baru” (emerging contaminants) yang juga perlu diperhatikan. Emerging contaminants dapat diartikan luas sebagai kontaminan baru yang berasal dari hasil reaksi kimia ataupun alami yang terjadi secara kimia atau biologi oleh mikroorganisme. Emerging contaminants biasanya tidak umum terdapat di alam tetapi berpotensi merugikan ekologi dan kesehatan manusia. Pada beberapa kasus, kemunculan emerging contaminants baik yang terbentuk secara kimia maupun mikrobiologi biasanya terjadi dalam jangka waktu yang lama, dan tidak dapat terdeteksi hingga munculnya metode deteksi baru yang telah dikembangkan. Dalam kasus lain, pembentukan senyawa kimia baru, perubahan fungsi pemakaian, dan adanya limbah dapat membentuk munculnya emerging contaminants (USGS 2011). Jika terdapat dalam jumlah yang


(23)

11

melebihi tingkat ambangnya, keberadaan kontaminan ini bisa memberikan ancaman terhadap kesehatan manusia.

Tabel 1. Jenis-jenis kontaminan penyebab permasalahan keamanan pangan

Kontaminan mikrobial Kontaminan Kimia Kontaminan Fisik

- Virus - Bakteri - Protozoa - Parasit - Prion

- Mikotoksin - Toksin Jamur - Toksin Kerang - Pestisida, Herbisida,

Insektisida

- Residu Antibiotik & hormon Pertumbuhan

- Logam Berat

- Gelas - Kayu - Batu

- Logam (potongan paku, biji stapler)

- Serangga - Tulang - Plastik

- Barang personal

Disamping tiga jenis kontaminan yang disebutkan dalam Tabel 1, dalam prakteknya terdapat jenis-jenis kontaminan khusus yang tidak secara langsung memberikan ancaman keamanan pangan karena alasan kesehatan; tetapi lebih karena alasan kepercayaan, budaya, ataupun gaya hidup. Untuk kontaminan jenis ini keberadaannya pada produk pangan (tanpa mengenal tingkat ambang tertentu)

akan menyebabkan produk pangan tersebut ditolak oleh konsumen karena alasan “keamanan

psikologis”. Bagi yang beragama Islam keberadaan komponen “haram” seberapa pun jumlahnya akan menyebabkan produk tersebut menjadi “haram”. Demikian pula bagi vegetarian, keberadaan komponen hewani pada produk pangan nabati akan menyebabkan produk tersebut tidak sesuai lagi baginya (Hariyadi 2010).

Masing-masing kontaminan mempunyai karakteristik yang unik. Beberapa kontaminan bahkan memang terbentuk secara alami. Ada juga kontaminan yang terbawa oleh air (air adalah media yang paling banyak digunakan dalam proses produksi pangan bahkan sering menjadi bagian komposisi dari bahan pangan), udara ataupun tanah. Ada juga kontaminan yang terbentuk selama proses pengolahan pangan. Sebagai contoh, akrilamida adalah jenis kontaminan yang sering ditemukan pada keripik kentang yang terbentuk selama proses penggorengan.

Permasalahan kontaminan pangan merupakan permasalahan kompleks yang bisa terjadi di sepanjang rantai pangan from farm to table bahkan from farm to mouth. Karena itu, penanganan kontaminan pangan harus dikembangkan dan dilaksanakan oleh semua pemangku kepentingan keamanan pangan.

2.4.

Analisis Risiko

Analisis risiko merupakan ‘generasi ketiga’ dari sistem keamanan pangan. Ketiga generasi

tersebut adalah (Rahayu et al. 2004):

1. Good Hygienic Practice dan pendekatan serupa dalam produksi dan penyiapan pangan untuk menurunkan prevalensi dan konsentrasi bahaya.

2. HACCP dan pendekatan serupa yang secara pro-aktif mengidentifikasi dan mengendalikan bahaya pada tahap-tahap proses dan menitikberatkan pada tindakan pencegahan.

3. Analisis risiko yang secara sistematis memfokuskan pada penanggulangan kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan jika mengkonsumsi pangan yang mengandung bahaya dan terdapatnya bahaya pada seluruh rantai pangan.


(24)

12

Analisis risiko adalah perangkat manajemen untuk lembaga pemerintah untuk menetapkan perlindungan yang tepat (appropriate level of public health protection) dan menetapkan kebijakan untuk menjamin keamanan pangan. Konsep analisis risiko merupakan interaksi dari tiga hal, yaitu: kajian risiko, manajemen risiko, dan komunikasi risiko (Gambar 2).

2.4.1.

Kajian risiko

Menurut Parker dan Tompkin (2000), kajian risiko keamanan adalah mengorganisasi informasi yang berhubungan dengan risiko-risiko keamanan pangan secara sistematis dan ilmiah sehingga pengambilan keputusan dapat mengerti faktor-faktor yang mendorong risiko. Kajian risiko dilakukan oleh tim pengkaji risiko (Risk Assessor) dengan landasan ilmiah. Kajian risiko secara kuantitatif merupakan analisis matematis terhadap data-data numerik. Keluaran yang dihasilkan merupakan perkiraan risiko yang meliputi peluang dan keparahan sakit yang disebabkan karena mengonsumsi pangan yang mengandung bahaya. Keluaran ini biasanya dinyatakan dalam kategori risiko tinggi, sedang, rendah, ataupun risiko yang dapat diabaikan.

Penilaian berdasarkan kajian risiko berhubungan langsung dengan penyebab bahaya yang meliputi konsekuensi, paparan, dan peluang (Sparringa 2004)

a. Konsekuensi

Konsekuensi yaitu menunjukkan tingkat keparahan bahaya yang didefinisikan sebagai hasil yang paling mungkin dari suatu insiden yang disebabkan oleh bahaya yang ada, antara lain sakit, kecacatan, serta gangguan utama dalam aktivitas yang dapat bersifat permanen maupun sementara, yang dihitung berdasarkan biaya yang ditimbulkannya.

Komunikasi risiko Pertukaran informasi dan pendapat secara interaktif Kajian risiko

• Identifikasi bahaya

• Karakterisasi bahaya

• Kajian paparan

• Karakterisasi risiko

Manajemen risiko

• Evaluasi risiko

• Kajian pilihan

• Pelaksanaan keputusan

• Monitoring dan Evaluasi


(25)

13

b. Paparan

Paparan didefinisikan sebagai frekuensi terjadinya bahaya. Penilaian dilakukan berdasarkan tingkat frekuensi paparan pangan yang diduga menyebabkan masalah keamanan pangan. c. Peluang

Peluang terjadinya bahaya didefinisikan sebagai kemungkinan suatu kejadian bahaya terjadi setelah terpapar bahaya.

2.4.2.

Manajemen risiko

Manajemen risiko adalah proses menimbang berbagai alternatif/opsi kebijakan keamanan pangan berdasarkan hasil kajian risiko; pemilihan opsi, implementasi, dan pemantaunya. Kegiatan ini dilakukan oleh tim manajemen risiko dan dipimpin oleh manajer risiko dengan landasan kebijakan. Pengendalian risiko tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian yang diperoleh. Tujuan dari kegiatan ini adalah mengurangi bahkan mencegah terjadinya risiko tersebut. Untuk risiko tinggi, pengendalian risiko mutlak diperlukan. Untuk risiko sedang, pengendalian risiko tidak perlu dilakukan apabila tenaga dan biaya yang diperlukan sangat besar dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh. Sedangkan untuk risiko kecil, pengendalian risiko tidak perlu dilakukan (Rahayu et al. 2004)

Penilaian berdasarkan manajemen risiko berkaitan dengan aspek ekonomi, politik, teknis, serta dampaknya apabila kajian/survei ini dilakukan. Aspek yang dikaji meliputi persepsi masyarakat terhadap bahaya yang ada, tindakan/intervensi, kontribusi data yang ada terhadap tujuan survei yang ada, dan besarnya biaya yang diperlukan (Mardiono 2007).

Keputusan manajemen risiko perlu dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang terkait. Oleh karena itu, diperlukan strategi komunikasi yang terdapat dalam konsep komunikasi risiko.

2.4.3.

Komunikasi risiko

Komunikasi risiko didefinisikan sebagai proses pertukaran informasi dan pendapat secara interaktif tentang risiko diantara pengkaji risiko (pakar, peneliti), manajer risiko (pemerintah), dan pihak-pihak terkait lainnya seperti konsumen, industri, kalangan akademik, serta pihak yang tertarik (Parker et al. 2000, WHO 2000). Informasi yang diberikan termasuk penjelasan tentang temuan-temuan dalam kajian risiko dan landasan keputusan manajemen risiko. Manfaat komunikasi risiko adalah meningkatkan kewaspadaan dan pengertian terhadap isu-isu spesifik yang dihasilkan oleh kajian risiko, meningkatkan konsistensi dan transparansi pelaksanaan keputusan yang telah ditetapkan oleh manajer risiko, dan memperkuat kerja sama diantara instansi-instansi terkait, sekaligus meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari keseluruhan proses analisis risiko (WHO 2000).

Pelaksanaan analisis risiko perlu diterapkan dalam rangka pengawasan keamanan pangan secara total (Total Food Safety Control). Badan POM RI bekerja sama dengan pihak-pihak terkait baik lembaga pemerintah ataupun swasta dan konsumen untuk meningkatkan keamanan pangan sebagai tugas bersama.

2.5.

Protokol

2.5.1.

Protokol dengan Parameter Pengujian Mikrobiologi

Setiap produk pangan dapat dipastikan mengandung bakteri jika penanganannya tidak baik. Secara umum, bakteri yang terkait dengan keracunan makanan diantaranya adalah Salmonella,


(26)

14

Shigella, Campylobacter, Listeria monocytogenes, Yersinia enterocolityca, Staphylococcus aureus, Clostridium botulinum, Bacillus cereus, Vibrio cholerae, Vibrio parahaemolyticus, E.coli enteropatogenik dan Enterobacter sakazakii (BPOM 2008).

Saat monitoring terdapat lima jenis pemantauan yaitu observasi, evaluasi sensorik, pengukuran sifat fisik, pengujian kimia dan pemeriksaan mikrobiologi. Pemantauan makanan melibatkan pengamatan yang sistematis, pengukuran dan merekam faktor yang signifikan untuk kontrol bahaya. Prosedur pemantauan atau protokol yang dibuat harus mampu bertindak sebagai corrective action baik sebelum atau selama operasi. Selain itu, protokol yang dibuat juga berfungsi untuk mengontrol dan menjamin suatu kontaminan dalam pangan tidak menimbulkan penyakit.

Pada tugas akhir ini protokol yang akan dibuat dan diuji adalah protokol keamanan pangan dengan parameter adalah aspek mikrobiologis. Secara harfiah protokol berarti surat-surat resmi yang memuat hasil perundingan (persetujuan dsb) (Setiawan 2012). Pengertian protokol survei pada bahasan ini adalah suatu dokumen penting yang digunakan sebagai pedoman bagi pelaksana survei yang berisi tentang latar belakang survei, penetapan tujuan, keluaran dan manfaat, penetapan populasi survei, identifikasi kerangka sampel, metode pengambilan sampel dan penentuan besarnya sampel, penanganan sampel, preparasi sampel, analisis sampel dan manajemen survei (Mardiono 2007).

Beberapa tujuan lain dari pembuatan protokol ini adalah (KZN 2000):

1. sebagai alat yang efektif untuk memprediksi dan memantau potensi kontaminan dapat menyebabkan penyakit dalam makanan,

2. Untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi kontaminan dalam makanan sehingga dapat dilakukan studi yang tepat, dan

3. Dapat digunakan sebagai metode prediksi jika jumlah data yang diperoleh minim.

Dalam suatu protokol tidak mungkin hanya menggunakan satu metode untuk menganalisis suatu data karena suatu metode memiliki kelemahan dan kelebihan tersendiri. Dengan adanya kombinasi dari beberapa metode, hasil yang didapat akan lebih rinci dan akurat. Hasil analisis ini merupakan hasil estimasi pengukuran paparan organisme atau metabolitnya terhadap suatu populasi dibandingkan dengan jumlah asupan pangan.

2.5.2.

Protokol dengan Parameter Pengujian Kimia

Perencanaan yang cermat dan penyesuaian aturan dengan peraturan pemerintah terutama dalam sektor pangan sangat diperlukan untuk mengembangkan sistem pemantauan makanan. Protokol pengujian kimia ini mengacu pada WHO (1985). Langkah-langkah yang akan dilakukan sebelum menentukan protokol antara lain:

a. Data Konsumsi Pangan

Pengumpulan data yang valid untuk konsumsi pangan dari suatu populasi adalah masalah yang paling sulit dipecahkan sehingga pada akhirnya yang paling sering digunakan adalah asumsi. Dengan adanya data pola konsumsi ini jumlah cemaran kontaminan dapat dianalisis. b. Menggunakan Data Konsumsi Pangan untuk Memperoleh Jumlah Kontaminan

Ada tiga pendekatan yang dapat diadopsi untuk mengestimasi asupan harian dari suatu kontaminan. Berdasarkan data konsumsi pangan ditemukan tiga metode untuk menghitung jumlah kontaminan:

- Total diet studies:

Sampel untuk jenis penelitian ini terdiri dari penanda makanan yang mencerminkan total diet konsumen untuk jangka waktu tertentu. Pola konsumsi tersebut dianalisis baik secara individual atau gabungan beberapa komposisi makanan.


(27)

15

- Selective studies of individual foodstuffs:

Pendekatan ini melibatkan pengukuran residu dalam sampel yang representatif dari bahan makanan, baik mentah atau di masak, bersama dengan data konsumsi makanan dan kemungkinan asupan harian rata-rata harus dihitung.

- Duplicate portion studies:

Perwakilan pola individu dapat dikumpulkan selama beberapa periode (hari) dengan meminta kepada lembaga terkait untuk menyediakan, menganalisis residu, dan membuat duplikat sampel dari konsumsi makanan.

c. Analisis Sampel Pangan

- Persiapan sampel untuk analisis

- Penentuan ambang batas deteksi dan kuantifikasi

- Peninjauan teknik dan metode analisis terhadap kontaminan - Kecukupan metode analisis

- Penentuan jenis kontaminan - Laporan hasil analisis

d. Perhitungan dan Pelaporan Kandungan Kontaminan


(28)

III.

METODE PENDEKATAN

Metode kerja disusun untuk mempermudah langkah kerja magang dan penyelesaian program yang akan dilakukan. Beberapa tahap kerja yang dilakukan meliputi pengenalan instansi, penyusunan panduan penentuan prioritas, dan pengembangan petunjuk pelaksanaan survei cemaran (sampling). Selama kegiatan magang ini berlangsung penulis melakukan studi pustaka untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi. Penulis juga melakukan diskusi dan konsultasi setiap adanya kemajuan, diskusi tersebut dilakukan baik dengan pembimbing dari pihak Badan POM maupun pembimbing dari departemen ITP. Metodologi kegiatan magang yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 3.

3.1.

Penyusunan Panduan Penentuan Prioritas

Suatu prioritas dibutuhkan untuk memfokuskan suatu permasalahan. Begitu pula dalam survei bahaya pangan dibutuhkan adanya prioritas sehingga survei tersebut menjadi tepat guna. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penyusunan panduan penentuan prioritas (Gambar 4) antara lain studi literatur baik mengenai bahaya-bahaya yang umum terjadi di Indonesia maupun literatur pengolahan data untuk penentuan prioritas, penentuan metode yang tepat, pengembangan metode, serta pengujian metode.

Studi literatur mengenai bahaya-bahaya yang umum terjadi di Indonesia dilakukan untuk menentukan kombinasi bahaya dan produk pangan. Kombinasi ini selanjutnya akan dijadikan sebagai bahan yang akan dikaji tingkat prioritasnya. Bahaya yang termasuk dalam kajian ini hanya bahaya mikrobiologi dan kimia. Bahaya fisik tidak dimasukkan dalam kajian ini karena tingkat keparahan dan peluang terdapatnya bahaya fisik cukup rendah. Selain itu, teknik yang digunakan untuk pencegahan terhadap bahaya fisik ini mudah dilakukan.

Gambar 3. Metodologi kegiatan magang Pengenalan Instansi

Penyusunan Panduan Penentuan Prioritas

Pengembangan Petunjuk Pelaksanaan Survei Sampling Cemaran

Penyatuan Berkas

Draft 1


(29)

17

Pengolahan data untuk menentukan tingkat prioritas bahaya dilakukan setelah kombinasi bahaya cemaran mikrobiologi dan kimia ditentukan. Pendekatan yang digunakan dalam penentuan prioritas ini adalah kajian risiko. Kajian risiko yang digunakan adalah kajian risiko kualitatif yang sederhana. Informasi yang dibutuhkan dalam kajian risiko ini antara lain tingkat keparahan, tingkat konsumsi, dan peluang terdapatnya suatu bahaya dalam produk pangan tertentu.

Pengujian metode dilakukan setelah informasi terkumpul. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kecocokan antara metode dan keluaran yang diharapkan. Panduan penentuan prioritas dibuat jika semua tahap mulai dari studi pustaka hingga pengujian metode selesai dilakukan.

Gambar 4. Mekanisme penyusunan panduan penentuan prioritas Studi pustaka mengenai jenis

bahaya

Pemfokusan beberapa jenis bahaya yang umum terjadi di

Indonesia

Penyusunan daftar kombinasi bahaya

Studi pustaka mengenai kajian risiko

Pengumpulan informasi-informasi (data) yang

dibutuhkan

Percobaan uji olahan data

Pengembangan dan penetapan metode yang tepat


(30)

18

3.2.

Pengembangan Petunjuk Pelaksanaan Survei Sampling Cemaran

Jenis bahaya yang akan difokuskan untuk dibuat petunjuk pelaksanaannya adalah bahaya atau kombinasi bahaya yang memiliki tingkat prioritas tinggi. Hal yang terlebih dahulu dilakukan setelah didapatkan nilai prioritas yaitu pengumpulan referensi protokol. Pengembangan protokol dilakukan dengan referensi yang telah didapat. Pada prosedur tersebut juga dicantumkan bobot sampel yang akan diambil serta kondisi minimal dimana suatu cemaran tidak mengalami perubahan baik dari segi struktur molekul (kimia), jumlah / kuantitas (mikrobiologi), maupun terbentuknya metabolit sekunder yang tidak diharapkan (mikrobiologi).


(31)

19

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.

Penentuan Prioritas

Penghitungan tingkat prioritas dari suatu bahaya dapat dilakukan menggunakan pendekatan analisis risiko, yaitu kajian risiko dan manajemen risiko. Pada penentuan prioritas untuk parameter mikrobiologi dan kimia ini, hanya menggunakan pendekatan berdasarkan kajian risiko. Pendekatan berdasarkan manajemen risiko tidak dapat dilakukan karena parameter yang dibutuhkan sangat banyak antara lain persepsi masyarakat, intervensi terhadap masalah, tingkat keefektifan tindakan preventif, dan jumlah biaya dalam penerapan tindakan preventif (Mardiono 2007). Selain itu, periode magang yang dilaksanakan selama 5 bulan serta tidak tersedianya informasi/data yang memadai juga menjadi kendala tidak dapat digunakannya pendekatan melalui manajemen risiko.

Kajian risiko dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu kajian risiko kuantitatif dan kajian risiko kualitatif. Parameter yang digunakan dalam kajian risiko dapat bermacam-macam antara lain tingkat bahaya, frekuensi asupan, prevalensi bahaya, prevalensi sakit, dan konsentrasi cemaran pada produk (Rahayu et al. 2004). Pemanfaatan parameter ini disesuaikan dengan jenis kajian yang digunakan.

Pada pengolahan ini yang digunakan adalah kajian risiko semi kuantitatif karena data yang digunakan merupakan perpaduan antara data deskriptif dan data numerik. Parameter yang digunakan pada kajian ini adalah konsekuensi bahaya cemaran, tingkat konsumsi masyarakat (termasuk di dalamnya data takaran saji), dan prevalensi bahaya dalam pangan tertentu. Parameter tersebut kemudian diberi nilai dan dikalkulasikan. Nilai yang besar mencerminkan tingkat prioritas yang tinggi. Pemodelan yang digunakan untuk menentukan besarnya prioritas digambarkan seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Kerangka penentuan prioritas

Bahaya Produk pangan Konsekuensi Konsumsi Prevalensi Skor Akhir

Tingkat Prioritas

... ... ... ... ... ... ...

... ... ... ... ... ... ...

4.1.1.

Penentuan Kombinasi Bahaya

Daftar kombinasi yang ditetapkan ini, baik mikrobiologi dan kimia, merupakan ringkasan kontaminan yang sering menjadi permasalahan di Indonesia sehingga informasi yang digunakan dalam pembuatan kombinasi ini hanya informasi yang berkaitan dengan kasus yang terjadi di Indonesia. Daftar kombinasi untuk parameter mikrobiologi ini diperoleh dari beberapa literatur seperti border rejection pada pangan yang di ekspor ke Eropa (RASFF 2012), kasus-kasus keracunan (KLB) berbasis cemaran mikrobiologis yang pernah terjadi di Indonesia dan mengacu pada strategi prioritas surveilan keamanan pangan (Badan POM 2011). Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.


(32)

20

Tabel 3. Kombinasi bahaya mikrobiologi dan produknya

Bahaya Produk

Campylobacter jejuni - daging ayam

- susu murni + pabrikan Salmonella sp.

- telur ayam (Salmonella Enteridis)

- udang segar & beku (Salmonella paratyphi) - daging ayam (Salmonella Typhimurium)

V.parahaemolyticus - udang segar

Staphylococcus aureus - ayam siap saji

Bacillus cereus - nasi putih

Listeria monocytogenes

- daging sapi - daging ayam - susu pasteurisasi

Menurut Michael et al. (2011), 14 mikroba patogen yang paling sering penyebab sakit adalah Salmonella spp, Toxoplasma gondii, Camylobacter spp, Listeria monocytogenes, Norovirus, E.coli O157:H7, Clostridium perfringens, Yersinia enterocolitica, Vibrio vulnificus, Shigella spp, Vibrio parahaemolyticus, Cryptosporidium parvum, E.coli non-O157 STEC, dan Cyclospora cayetanensis. Menurut ECDC (2010), mikroba patogen yang memiliki laporan kasus dengan kelompok tinggi antara lain Giardiasis, Campylobacteriosis, Salmonellosis, Hepatitis A, Yersiniosis, Cryptosporidiosis, dan Shigellosis.

Tabel 4. Kombinasi bahaya kimia dan produknya

Bahaya Produk

Timbal (Pb)

- AMDK - Gorengan

- Minuman teh (seduhan)

- Susu UHT (Ultra High Temperature) - Ikan segar

Kadmium (Cd)

- AMDK - Gorengan

- Minuman teh (seduhan)

- Susu UHT (Ultra High Temperature) - Ikan segar

- Crustacea (udang, kepiting) - Mollusca (kerang)

Merkuri (Hg)

- AMDK - Gorengan

- Minuman teh (seduhan)

- Susu UHT (Ultra High Temperature) - Ikan segar

- Crustacea (udang, kepiting) - Mollusca (kerang) Arsen (As)

- Ikan segar

- Crustacea (udang, kepiting) - Mollusca (kerang)

Histamin - Ikan segar

Aflatoksin B -- Kacang tanah Jagung (basah + pipilan)


(33)

21

Menurut FDA (2011), 14 mikroba patogen yang paling sering menyebabkan sakit adalah Campylobacter jejuni, Clostridium botulinum, Clostridium perfringens, E. coli, Listeria monocytogenes, Norovirus, Salmonella Enteritidis, Salmonella Typhimurium, Shigella, Staphylococcus aureus, Vibrio cholerae, Vibrio parahaemolyticus, Vibrio vulnificus, dan Yersinia enterocolitica. Hasil daftar kombinasi ini sesuai dengan beberapa literatur di atas. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mikroba patogen yang menjadi fokus di Indonesia juga merupakan mikroba yang menjadi fokus di beberapa negara seperti Florida, Eropa, dan Amerika Serikat.

Daftar kombinasi untuk parameter kimia pada Tabel 4, diperoleh dari data-data yang ada di Badan POM. Fokus data yang diperoleh dari BPOM adalah data cemaran logam pada jajanan dan produk perikanan, aflatoksin B1 pada kacang tanah serta Na-Nitrit pada daging sapi. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil kolaborasi antara United Nations Institute for Training and Research (UNITAR), European Commission (EC), dan pemerintahan Switzerland yang tercantum dalam Thailand chemicals management profile 2005 menyatakan bahwa bahaya utama dalam air minum adalah endosulfan dan logam berat (Pb,Cd, dan As) sedangkan bahaya utama residu kimia pada makanan adalah pestisida, formalin, boraks, pewarna kimia ilegal, dan obat-obatan ternak (clenbuteral, salbutamol, chloramphenicol, dan nitrofurans) (Anonim 2005). GEMS FOOD menyebutkan kontaminasi yang menjadi prioritas dalam makanan antara lain pestisida, insektisida, logam berat (Pb, Cd, dan Hg), aflatoksin, nitrit/nitrat, dan inorganik arsenik (WHO 2002b). Hasil daftar kombinasi ini sesuai dengan beberapa literatur di atas. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa bahaya kimia yang menjadi fokus di Indonesia juga merupakan bahaya kimia yang menjadi fokus di beberapa negara.

4.1.2.

Penentuan Tingkat Keparahan (Konsekuensi)

Tingkat keparahan atau konsekuensi ditentukan dengan melihat seberapa parah dampak yang ditimbulkan oleh bahaya tersebut. Semakin tinggi tingkat keparahannya maka bahaya tersebut akan digolongkan dalam konsekuensi tinggi. Secara umum, klasifikasi tingkat keparahan ini dibagi tiga yaitu rendah (R), sedang (S), dan tinggi (T). Namun, pengklasifikasian tersebut tidak harus selalu dibagi menjadi tiga kelompok. Rahayu et al. (2004) membagi tingkat keparahan (mikrobiologi) menjadi 4 kelompok yaitu dapat diabaikan (D), rendah (R), sedang (S), dan tinggi (T). Hodgson Ernest (2004) membagi tingkat keparahan (kimia) menjadi 4 kelompok yaitu dapat relatif tidak toksik, toksik, sangat toksik, dan amat sangat toksik. Sedangakan Mardiono (2007) dan Desphande (2002) menyatakan pembagian tingkat keparahan menjadi tiga yaitu rendah (R), sedang (S), dan tinggi (T). Tabel 5. Klasifikasi dan skor untuk tingkat keparahan

No. Klasifikasi Skor

1 Tinggi 10

2 Sedang 5

3 Rendah 1

Dari pengelompokan-pengelompokan tersebut yang dipakai dalam panduan ini adalah pembagian menjadi tiga kelompok (Tabel 5). Hal ini dikarenakan hasil simulasi terhadap nilai konsekuensi dengan tiga kelompok telah cukup membuat nilai prioritas menyebar sehingga untuk pengelompokan prioritas mudah dilakukan. Selain itu, angka-angka yang digunakan merupakan nilai kualitatif sehingga hasil yang diharapkan bukanlah nilai itu sendiri melainkan hubungan perbandingan antar-bahaya. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembagian menjadi tiga kelompok dapat digunakan.


(34)

22

Tabel 6. Penggolongan konsekuensi parameter mikrobiologi

Virus Tingkat Keparahan Toksin Tingkat Keparahan

Adenovirus Sedang Ciguatoxins Sedang-Tinggi

Astrovirus Sedang Diarrhetic shellfish poisons (DSP) Rendah

Calicivirus Rendah Domoic acid Sedang-Tinggi

Hepatitis A Sedang-Tinggi Histamine, histamine-like Rendah-Tinggi

Norwalk dan Norwalk-like Rendah-Sedang Neurotoxic shellfish poisons Rendah

Parvovirus Sedang Paralytic shellfish poison (PSP) Sedang-Tinggi

Rotavirus Sedang Tetrodotoxin Sedang-Tinggi

Parasit protozoa Tingkat Keparahan Parasit lainnya Tingkat Keparahan

Cryptosporidium parvum Sedang-Tinggi Angiostrongylus cantonensis Tinggi

Cyclospora cayetanensis Sedang Anisakid nematodes Rendah-Tinggi

Entamoeba histolytica Rendah-Tinggi Diphyllobothrium spp. Rendah-Sedang

Giardia lamblia Rendah-Sedang Taenia saginata Sedang-Tinggi

Toxoplasma gondii Rendah-Tinggi Taenia solium Sedang-Tinggi

Sumber : Deshpande (2002); CDC (2004); Ward et al. (2004) Trichinella spiralis (nematode) Sedang-Tinggi

Untuk parameter mikrobiologi tingkat keparahan ini ditentukan dari waktu inkubasi, perkiraan kasus kematian / kasus KLB, dan dosis yang menyebabkan sakit. Selain itu, untuk dapat pula dilihat berdasarkan resistensinya terhadap antibiotik-antibiotik tertentu. Berdasarkan literatur pembagian klasifikasi dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7.

Tabel 7. Penggolongan konsekuensi parameter mikrobiologi (lanjutan)

Bakteri Tingkat Keparahan

Aeromonas hydrophilla Tinggi

Bacillus anthracis Tinggi

Bacillus cereus Rendah

Brucella abortus Sedang-Tinggi

Campylobacter jejuni Rendah-Sedang

Clostridium botulinum Tinggi

Clostridium perfringens Rendah

Coxiella burnetti Rendah-Tinggi

Escheria coli (enteroinvasive) Rendah-Tinggi Escheria coli (enteropathogenic) Rendah-Tinggi Escheria coli (enterotoxigenic) Rendah-Tinggi E. coli O157:H7 (enterohemorrhagic) Sedang-Tinggi

Listeria monocytogenes Rendah-Tinggi

Mycobacterium avium Tinggi

Mycobacterium bovis Tinggi

Mycobacterium tuberculosis Tinggi

Salmonella paratyphi Tinggi

Salmonella spp. (serovar) Rendah-Tinggi

Salmonella typhi Tinggi

Shigella spp. Sedang-Tinggi

Staphylococcus aureus Rendah, Tinggi (Langka)

Streptococcusi betahemolitik Rendah-Sedang

Vibrio choloerae (non-O1) Rendah-Sedang

Vibrio choloerae (O1) Rendah, Tinggi (Langka)

Vibrio parahaemolyticus Sedang

Vibrio vulnificus Tinggi

Yersinia enterocolitica Rendah-Sedang, Kronis

Yersinia pseudotuberculosis Sedang


(1)

75

PENDAHULUAN

Merkuri merupakan salah satu logam berat yang terdapat di lingkungan. Dibandingkan dengan logam berat lainnya, merkuri terakumulasi pada rantai makanan produk perikanan sehingga dapat disimpulkan bahwa semua produk perikanan mengandung merkuri walaupun dalam jumlah sedikit sebagai metil merkuri. Protokol ini tidak akan menguji kandungan merkuri pada ikan melainkan kanndungan merkuri pada produk gorengan (bukan keripik).

Sumber cemaran merkuri pada gorengan mungkin berasal dari alat dan wadah yang digunakan selama proses penggorengan atau kontaminasi silang antara produk yang berpeluang besar tercemar merkuri (seperti produk perikanan) dengan bahan baku gorengan tersebut.

Paparan merkuri secara berlebihan dan dalam jangka panjang diyakini dapat merusak sistem saraf, terutama pada kelompok rentan, yaitu janin yang dikandung ibu hamil dan anak-anak. Tingkat paparan merkuri telah ditetapkan pada Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives pada tahun 1978. Pada rapat evaluasi tersebut, nilai PTWI merkuri adalah 0,005 µg/kg berat badan. Tidak ada aturan pada SNI 7387-2009 yang secara rinci menerangkan batas maksimum merkuri pada produk gorengan. Berikut adalah batas maksimum kandungan logam untuk produk pangan yang tidak terdapat tercantum pada tabel penggolongan di SNI:

1. Arsen 0.25 mg/kg 2. Kadmium 0.20 mg/kg 3. Merkuri 0.03 mg/kg 4. Timbal 0.25 mg/kg 5. Timah :

a. 250 mg/kg untuk produk pangan yang diolah dengan proses panas dan di kemas dalam kaleng.

b. 40 mg/kg untuk produk pangan selain yang dimaksudkan 5a.

Gejala keracunan merkuri ditandai dengan sakit kepala, sukar menelan, penglihatan menjadi kabur, dan daya dengar menurun. Orang yang keracunan merkuri merasa tebal di bagian kaki dan tangannya, mulut terasa tersumbat oleh logam, gusi membengkak, dan disertai diare. Kematian dapat terjadi karena kondisi tubuh yang makin melemah. Wanita yang mengandung bila terkontaminasi merkuri akan melahirkan bayi yang cacat.

RUANG LINGKUP

Ruang lingkup dari survei ini meliputi kegiatan sampling dan pengujian pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat yang diduga mengandung merkuri.

Jenis pangan yang akan di survei yaitu : 1. Kelompok gorengan berbasis buah 2. Kelompok gorengan berbasis kedelai 3. Kelompok gorengan berbasis sayuran

TUJUAN

Tujuan kegiatan ini adalah mendapatkan gambaran kandungan merkuri pada jajanan gorengan. Bila hasil survei menunjukkan kandungan merkuri melebihi batas yang diijinkan, maka perlu dilakukan surveilan terhadap kandungan merkuri pada tahun-tahun selanjutnya.


(2)

76

MANFAAT

Manfaat survei kandungan merkuri pada produk pangan ini adalah untuk:

1. Mengetahui kandungan merkuri pada beberapa jajanan gorengan di wilayah tertentu.

2. Merencanakan kegiatan surveilan pada jajanan gorengan yang mengandung merkuri melebihi batas yang diijinkan dalam produk pangan.

METODOLOGI

Kegiatan ini meliputi beberapa tahapan, yaitu penentuan lokasi, penentuan jumlah sampel, dan teknik sampling.

1. Penentuan sebaran lokasi pada suatu wilayah

Penentuan aturan sebaran lokasi merupakan suatu hal yang tidak mungkin. Akan tetapi, secara umum petunjuk yang harus diterapkan dalam penentuan ini adalah:

 Penentuan sebaran lokasi harus ditentukan berdasarkan informasi spesifik

 Apabila memungkinkan, penentuan sebaran lokasi dianjurkan ditempatkan pada lokasi yang menjadi pasokan daging ayam

 Sampel yang diambil pada lokasi tersebut harus mewakili pasokan daging ayam agar mendapatkan data yang dapat dipercaya

2. Penentuan ukuran sampel (sampel daerah / sampel produk) Syarat yang diperlukan sebelum penentuan ukuran sampel:  Ukuran populasi (N) diketahui

 Pilih taraf signifikansi yang diinginkan

Ada beberapa metode praktis, yaitu:  Tabel Krejcie

N Taraf Signifikansi N Taraf Signifikansi N Taraf Signifikansi

1% 5% 10% 1% 5% 10% 1% 5% 10%

10 10 10 10 320 216 167 147 3000 534 312 248

15 15 14 14 340 225 172 151 3500 558 317 251

20 19 19 19 360 234 177 155 4000 569 320 254

25 24 23 23 380 242 182 158 4500 578 323 255

30 29 28 27 400 250 186 162 5000 586 326 257

35 33 32 31 420 257 191 165 6000 598 329 259

40 38 36 35 440 265 195 168 7000 606 332 261

45 42 40 39 460 272 198 171 8000 613 334 263

50 47 44 42 480 279 202 173 9000 618 335 263

55 51 48 46 500 285 205 176 10000 622 336 263

60 55 51 49 550 301 213 182 15000 635 340 266

65 59 55 53 600 315 221 187 20000 642 342 267

70 63 58 56 650 329 227 191 30000 649 344 268

75 67 62 59 700 341 233 195 40000 653 345 269

80 71 65 62 750 352 238 199 50000 655 346 269

85 75 68 65 800 363 243 202 75000 658 346 270

90 79 72 68 850 373 247 205 100000 659 347 270

95 83 75 71 900 382 251 208 150000 661 347 270

100 87 78 73 950 391 255 211 200000 661 347 270

 Rumus Slovin

Ket:

n : jumlah sampel minimal N : populasi


(3)

77

 Jika data dianggap menyebar normal maka sampel yang diambil cukup 30 sampel atau

Minimal 10% dari jumlah populasi.

3. Cara pengambilan sampel

Sampling dilaksanakan di pasar swalayan, maupun di pasar tradisional di Jakarta. Produk yang akan disampling terdapat dalam bentuk curah maupun terkemas. Beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam sampling adalah :

 Sampel pangan dapat dibeli di pasar tradisional dan pasar swalayan. Untuk pangan terkemas, sampel dapat diperoleh di swalayan. Sampel pangan curah dapat ditemukan di pasar tradisional. Jika jenis pangan tidak ditemukan di satu pasar, dapat mencari ke pasar lain yang berdekatan dalam satu wilayah sampling.

 Tindakan pencegahan untuk meminimalisir kontaminasi silang sample pasca sampling sangat penting, seperti penggunaan peralatan pengamanan sampel yang bebas dari senyawa kimia (contamination-free container) yang akan diuji keberadaannya dan menghindari paparan kontaminasi yang berasal dari lingkungan. Faktor lain yang mungkin menyebabkan terjadinya kesalahan selama pelaksanaan sampling adalah pelaksana yang tidak berpengalaman ataupun pelaksana yang tidak terlatih.

 Penyimpanan sampel untuk dianalisis sebaiknya tidak lebih dari 36 jam sejak dilakukannya sampling.

 Pengamanan sampel selama distribusi: 1. Persiapan sampel:

a. Jika sampel adalah pangan restoran, jasa boga, pangan rumah tangga, atau jajanan yang dikemas (dalam kertas nasi, plastik, kardus, styrofoam, dll), ambil sampel dengan kemasannya. Jangan dibuka.

b. Jika sampel adalah pangan restoran, jasa boga, pangan rumah tangga, atau jajanan yang tidak dikemas, ambil sampel sesuai kebutuhan menggunakan peralatan bebas kontaminan.

2. Pengambilan sampel:

a. Setiap sampel harus dibeli harus dalam jumlah yang mencukupi untuk analisis. Jumlah masing-masing sampel yang dibutuhkan untuk analisis ± 15 – 20 g. Jika termasuk ulangannya (jika 30x ulangan) maka sampel yang diambil adalah sebesar 450 - 600 gram untuk tiap penjual.

b. Peralatan seperti stainless steel (non-corosive) dapat digunakan dalam peralatan untuk pengujian timbal dan kadmium. Namun, mungkin tidak bisa digunakan dalam pengujian logam berat lainnya.

3. Pengemasan sampel:

a. Masukkan sampel ke dalam wadah polietilen atau wadah lain yang telah diuji dan dinyatakan tidak menyebabkan kontaminasi silang/degradasi selama penyimpanan sebelum dilakukannya analisis.

b. Wadah gelas (large-mouth jars) lebih sering digunakan sebagai wadah penyimpanan karena sifatnya yang inert. Sebagai penutupnya dapat menggunakan lapisan teflon untuk sampel dengan cemaran organik-inorganik, plastik polietilen-polipropilen untuk sampel dengan cemaran logam berat, atau alumunium foil untuk sampel dengan cemaran organik.


(4)

78

4. Pelabelan:

a. Beri label pada setiap sampel segera setelah dikemas. Seperti jenis komoditi, lokasi sampling, tanggal sampling, dan tujuan pengujian.


(5)

AT NATIONAL AGENCY FOR DRUG AND FOOD CONTROL RI

Rendy Maulana, Harsi D. Kusumaningrum, and A. A. Nyoman Merta Negara

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia.

Phone 62 81514660638, e-mail: rndy_mln@yahoo.com

ABSTRACT

Foodborne disease was one of main causes of mortality and morbidity in Indonesia. The food safety surveillance is required to detect, monitor, evaluate, and control the trend of food safety issues. Microbial and chemical risks frequently are found in food products either fresh or processed. The internship done at National Agency for Drug and Food Control RI (NADFC RI) was subjected to determine priority parameters for surveillance of microbial and chemical hazards and develop sampling protocols for these parameters. Tools used to determine the risks priority was qualitative approach of risk assessment. In order to estimate risks, three group of data were collected and assessed including severity of hazards, consumption patterns, and hazards prevalence in food products. Each indicators was ranked in some level; such as very high, high, medium, low, or very low; and then scored. Thereafter, those level combined and calculated to determine end level of each risk. Protocols were made to risks which have a high priority. The results for microbial parameter indicated that from 14 hazards combination list, Bacillus cereus in rice and Salmonella Typhimurium in chicken meat have the highest priority, while almost Listeria monocytogenes in food stuff has lower priority. Whereas for chemical parameter indicated that aflatoxin B1 in peanuts and corn have the highest priority, while heavy metal in street-food has low priority.


(6)

Rendy Maulana. F24080101. Penentuan Prioritas Surveilan Keamanan Pangan Berdasarkan Risiko Mikrobiologi dan Kimia di Badan POM. Di bawah bimbingan Dr. Harsi Dewantari Kusumaningrum dan Drh. A. A. Nyoman Merta Negara. 2012.

RINGKASAN

Kontaminan pangan adalah bahan atau senyawa yang secara tidak sengaja ditambahkan, tetapi terdapat pada produk pangan. Masuknya kontaminan ke dalam pangan inilah yang menyebabkan timbulnya risiko bahaya pada produk pangan. Kegiatan surveilan dapat dilakukan untuk mengawasi keamanan pangan tersebut.

Surveilan keamanan pangan merupakan kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data yang berhubungan dengan keamanan pangan secara sistematik dan terus-menerus serta penyebaran informasi kepada pihak pengguna yang membutuhkan untuk ditindaklanjuti. Surveilan keamanan pangan di Indonesia telah dilakukan oleh instansi-instansi yang terkait dengan masalah keamanan pangan antara lain Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Perguruan Tinggi.

Aktivitas yang dilakukan oleh surveilan keamanan pangan antara lain menguji cemaran biologi, kimia, dan fisik pada setiap rantai pangan. Diantara kontaminan tersebut, risiko mikrobiologis dan kimia merupakan risiko yang cukup sering ditemukan pada produk-produk pangan baik segar maupun olahan. Tujuan dari kegiatan magang ini adalah penentuan prioritas dan petunjuk pelaksanaan sampling dibuat untuk memudahkan pengawasan dan pengontrolan permasalahan keamanan pangan yang nantinya akan dilakukan oleh Badan POM.

Penentuan prioritas dibutuhkan untuk memfokuskan suatu permasalahan sehingga survei tersebut menjadi tepat guna. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penyusunan panduan penentuan prioritas antara lain studi literatur mengenai penyakit akibat pangan, pengembangan metode, serta pengujian metode. Pada skripsi, penentuan prioritas menggunakan pendekatan dengan kajian risiko kualitatif. Informasi yang dibutuhkan untuk melakukan kajian ini antara lain tingkat keparahan, tingkat konsumsi, dan prevalensi bahaya. Masing-masing parameter tersebut kemudian disimbolkan dengan angka-angka sehingga dapat dihitung skala prioritasnya berdasarkan skor tersebut.

Hasil yang diperoleh dari penentuan prioritas mikrobiologi menyatakan bahwa Bacillus cereus pada nasi putih memperoleh skor tertinggi yang berarti tingkat prioritasnya paling tinggi diantara kombinasi bahaya mikrobiologi yang lain. Sedangkan untuk hasil penentuan prioritas kimia menyatakan bahwa aflatoksin B1 pada jagung memperoleh skor tertinggi yang berarti tingkat prioritasnya paling tinggi diantara kombinasi bahaya kimia yang lain.

Protokol yang dibuat berisi penjelasan singkat tentang cemaran seperti sumber cemaran, efeknya terhadap kesehatan, dan batas maksimum cemaran menurut SNI dan Badan POM. Selain itu, protokol ini juga berisi cara atau teknik penentuan jumlah lokasi, jumlah sampel, dan prosedur sampling yang baik (sesuai dengan literatur) untuk masing-masing parameter mikrobiologi dan kimia. Kombinasi antara bahaya pangan dan produk yang dibuat protokolnya adalah Bacillus cereus pada nasi putih, Staphylococcus aureus pada olahan ayam, kadmium (Cd) pada ikan segar, dan merkuri (Hg) pada gorengan.