Perumusan Masalah Tinjauan Penelitian Terdahulu

bagi investor untuk menanamkan dananya terutama di Indonesia, negara yang memiliki sumber daya mineral yang melimpah. Berdasarkan uraian di atas, peneliti termotivasi melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Modal Intelektual terhadap Kinerja Perusahaan dengan Leverage sebagai Variabel Kontrol Studi Empiris Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di BEI Tahun 2009 – 2011”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian mengenai latar belakang penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah modal intelektual berpengaruh terhadap kinerja perusahaan pertambangan? 2. Apakah leverage berpengaruh terhadap kinerja perusahaan pertambangan?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai berdasarkan perumusan masalah di atas adalah: 1. Untuk mengetahui apakah modal intelektual berpengaruh terhadap kinerja perusahaan pertambangan, 2. Untuk mengetahui apakah leverage berpengaruh terhadap kinerja perusahaan pertambangan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak. 1. Bagi regulator, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam peninjauan kebijakan perusahaan terkait pentingnya pengukuran modal intelektual dalam perusahaan go public terutama perusahaan pertambangan. 2. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pentingnya modal intelektual untuk kemajuan perusahaan. 3. Bagi calon investor dan investor, penelitian ini diharapkan dapat dipertimbangkan dalam melakukan investasi, yaitu dengan meninjau kinerja perusahaan berdasarkan modal intelektualnya. 4. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi bagi penelitian-penelitian sejenis yang terkait dengan modal intelektual, terutama mengenai pengaruh modal intelektual terhadap kinerja perusahaan pertambangan di Indonesia. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Resource-Based Theory Donaldson dan Preston dalam Firer dan Williams, 2003 : 350 tidak setuju dengan pandangan umum bahwa perusahaan memperoleh sumber dayanya dari investor, karyawan dan pemasok untuk memproduksi barang dan pelayanan untuk pelanggan mereka. Pada prinsipnya, pandangan tradisional ini melihat kinerja perusahaan sebagai pengembalian keuangan kepada pemilik perusahaan dari konsumsi sumber daya berwujud. Pandangan teoritis pada masa sekarang ini, contoh: resource-based theory, memandang perusahaan sebagai kumpulan aset dan kapabilitas berwujud dan tidak berwujud Firer dan William, 2003 : 350. Resource-based theory yang dipelopori oleh Penrose pada tahun 1959 Astuti dan Sabeni, 2005 : 696 ini juga menyatakan bahwa sumber daya perusahaan adalah heterogen, tidak homogen, jasa produktif yang tersedia berasal dari sumber daya perusahaan yang memberikan karakter unik bagi tiap-tiap perusahaan. Karakter unik inilah yang memberikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan. Sumber daya heterogen yang merupakan aset strategis perusahaan dapat berupa aset berwujud maupun tidak berwujud. Modal intelektual merupakan aset tidak berwujud strategis karena berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan melalui pengukuran nilai tambah Riahi-Belkaoui, 2003 : 217.

2.1.2 Stakeholder Theory

Dalam literatur, terdapat banyak definisi dari stakeholder, bahkan Freeman, yang disebut-sebut sebagai bapak konsep stakeholder, juga pernah mengganti definisinya atas stakeholder Fontaine et al., 2006 : 4. Pada tahun 1984, Freeman dalam Fontaine et al., 2006 : 4 menyatakan bahwa stakeholder adalah setiap kelompok atau individu yang mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi, ataupun dipengaruhi oleh pencapaian tujuan organisasi namun pada tahun 2004, Freeman mendefinisikan stakeholder sebagai kelompok yang vital bagi kelangsungan dan kesuksesan perusahaan. Pihak-pihak yang merupakan stakeholder organisasi adalah pemegang saham, karyawan, pelanggan, pemasok, kreditor, pemerintah, dan masyarakat Riahi-Belkaoui, 2003 : 216. Berdasarkan stakeholder theory, seluruh stakeholder memiliki hak untuk memperoleh informasi tentang pengaruh aktivitas organisasi terhadap mereka meskipun mereka memilih untuk tidak menggunakan informasi tersebut maupun tidak secara langsung berperan konstruktif dalam organisasi Deegan dalam Guthrie, et al. 2004 : 282. Perusahaan berharap, dengan dipenuhinya hak stakeholder, maka perusahaan lebih sukses dalam jangka panjang. Harapan ini sejalan dengan definisi Freeman dalam Fontaine et al., 2006 : 4, yaitu stakeholder sebagai kelompok vital bagi kelangsungan dan kesuksesan perusahaan. Konsensus yang berkembang dalam konteks teori stakeholder adalah bahwa laba akuntansi hanyalah merupakan ukuran return bagi pemegang saham shareholder, sementara value added adalah ukuran yang lebih akurat yang diciptakan dan didistribusikan oleh dan di antara stakeholder itu sendiri Meek dan Gray dalam Riahi-Belkaoui, 2003 : 216. Value added dapat dicapai seiring dengan kinerja perusahaan yang lebih produktif. Untuk mengevaluasi kinerja perusahaan, teori stakeholder menggunakan value added sebagai tolok ukur kekayaan yang diciptakan perusahaan.

2.1.3 Aset Tak Berwujud

Aset tak berwujud didefinisikan sebagai aset lain tidak termasuk aset keuangan yang tidak memiliki bentuk fisik. Aset ini antara lain goodwill, hak paten, merek dagang, hak kelola atau waralaba franchise, hak cipta, formula, leasehold dan daftar konsumen Stice et al., 2009 : 125. Menurut PSAK nomor 19 revisi 2009, aset tidak berwujud adalah aset nonmoneter yang dapat diidentifikasi tanpa wujud fisik. Suatu aset dikatakan dapat diidentifikasi jika dapat dipisahkan dan timbul dari kontrak atau hak legal lainnya PSAK nomor 19 revisi 2009, halaman 7, paragraf 12. a. Dapat dipisahkan, yaitu dapat dipisahkan atau dibedakan dari entitas dan dijual, dipindahkan, dilisensikan, disewakan atau ditukarkan, baik secara tersendiri atau bersama-sama dengan kontrak terkait, aset atau liabilitas teridentifikasi, terlepas dari apakah entitas bermaksud untuk melakukan hal tersebut; atau b. Timbul dari kontrak atau hak legal lainnya, terlepas dari apakah hak tersebut dapat dialihkan atau dipisahkan dari entitas atau dari hak-hak dan kewajiban-kewajiban lainnya.

2.1.4 Modal Intelektual

Penggunaan istilah intellectual assets, intangibles, knowledge assets, dan intellectual capital dapat saling menggantikan untuk mendefinisikan bebas atau dapat dikatakan dekat pengertiannya dengan faktor tidak berwujud yang berkontribusi pada kinerja perusahaan Kamiyama et al., 2006 : 2. Perbedaan istilah ini diikuti dengan berbagai definisi atas modal intelektual.

2.1.4.1 Definisi Modal Intelektual

Istilah modal intelektual pertama kali dipublikasikan oleh John Kenneth Galbraith pada tahun 1969 Bontis, 1998 : 67. Galbraith berpandangan bahwa modal intelektual bukan sekedar aset tidak berwujud yang statis, melainkan suatu proses ideologis. Terdapat beragam definisi modal intelektual yang dinyatakan oleh berbagai penulis dalam berbagai literatur dan jurnal penelitian. Stewart 2002 menyatakan bahwa modal intelektual adalah materi intelektual — pengetahuan, informasi, hak pemilikan intelektual, pengalaman — yang dapat digunakan untuk menciptakan kekayaan. Edvinson dan Malone dalam Ahangar, 2011 : 89 mendefinisikan modal intelektual sebagai kepemilikan pengetahuan, aplikasi pengalaman, teknologi organisasional, hubungan pelanggan, dan keahlian profesional yang memberikan keunggulan kompetitif perusahaan di pasar. Berdasarkan CIMA dalam Ariyudha, 2010 : 10, modal intelektual juga dapat didefinisikan sebagai pengetahuan dan pengalaman, kemampuan profesional, hubungan dan kerjasama yang baik, serta kapasitas kemampuan teknologi. Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan, terlihat bahwa modal intelektual diyakini dapat memberikan nilai dan keunggulan kompetitif bagi perusahaan.

2.1.4.2 Komponen Modal Intelektual

Berbagai definisi modal intelektual yang telah dikemukakan di atas mengarahkan peneliti–peneliti untuk mengklasifikasikan modal intelektual ke dalam beberapa kategori. Saint-Onge, H. dalam Ahangar, 2011 : 89 membagi modal intelektual menjadi tiga: human capital, structural capital, dan customer capital. Pengklasifikasian serupa juga dilakukan oleh Bontis et al. 2000. Human capital merepresentasikan pengetahuan individual pegawai organisasi. Structural capital meliputi basis data, organizational charts, process manuals, strategi, rutinitas, dan apapun yang nilainya bagi perusahaan melebihi nilai materialnya. Customer capital adalah pengetahuan yang melekat pada jalur pemasaran dan hubungan pelanggan yang organisasi bangun selama perjalanan bisnis perusahaan. European Unions’s MERITUM Project 2001 membagi modal intelektual menjadi human capital, structural capital, dan relational capital. Human capital didefinisikan sebagai pengetahuan yang dibawa karyawan saat mereka meninggalkan perusahaan. Human capital meliputi pengetahuan, keterampilan, pengalaman dan kemampuan pegawai. Contoh: kapasitas inovasi, kreativitas, know-how dan pengalaman sebelumnya, kapasitas kerja tim, fleksibilitas karyawan, toleransi untuk ambiguitas, motivasi, kepuasan, kapasitas belajar, loyalitas, pelatihan dan pendidikan formal. Structural capital didefinisikan sebagai pengetahuan yang tinggal di dalam perusahaan saat hari kerja selesai. Structural capital terdiri dari kegiatan rutin, prosedur, sistem, budaya, basis data organisasi, dan lain-lain. Contoh: fleksibilitas organisasional, pelayanan dokumentasi, ketersediaan pusat pembelajaran, pemakaian umum teknologi informasi, kapasitas pembelajaran organisasional, dan lain-lain. Relational capital didefinisikan sebagai seluruh sumber daya yang berkaitan dengan hubungan eksternal perusahaan, dengan pelanggan, pemasok atau partner penelitian dan pengembangan. Relational capital mencakup bagian human dan structural capital yang termasuk dalam hubungan perusahaan dengan stakeholders investor, kreditor, pelanggan, pemasok, dan lain-lain., ditambah dengan persepsi mereka tentang perusahaan. Contoh dari kategori ini adalah gambaran, loyalitas pelanggan, kepuasan pelanggan, hubungan dengan pemasok, kekuatan komersial, kapasitas negosiasi dengan entitas keuangan, aktivitas peduli lingkungan, dan lain-lain.

2.1.4.3 Pengukuran Modal Intelektual

Berbagai pengukuran modal intelektual telah diajukan oleh berbagai peneliti. Menurut Tan et al. 2007, metode pengukuran modal intelektual dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu pengukuran berdasarkan penilaian moneter dan penilaian nonmoneter. Luu et al. dalam Ulum, 2009 : 36 juga mengelompokkan modal intelektual menjadi dua kategori, yaitu pengukuran eksternal dan pengukuran internal. Luthy 1998 mengelompokkan metode pengukuran modal intelektual berdasarkan evaluasi komponen per komponen dan dasar keuangan pada tingkatan perusahaan. Sveiby 2001 mengklasifikasikan 42 metode pengukuran aset tidak berwujud modal intelektual ke dalam empat kategori. Kategori-kategori ini merupakan kelanjutan dari klasifikasi yang diajukan Luthy 1998 dan Williams 2000 Sveiby, 2001. a Metode Direct Intellectual Capital DIC Metode untuk mengestimasi nilai moneter aset tidak berwujud dengan mengidentifikasi berbagai komponennya. Setelah komponen-komponen tersebut teridentifikasi, maka komponen itu dapat dievaluasi, baik secara individual maupun sebagai koefisien agregat. b Metode kapitalisasi pasar Market Capitalization Method MCM Metode yang menilai modal intelektual atau aset tidak berwujud dengan menghitung perbedaan antara kapitalisasi pasar suatu perusahaan dengan ekuitas pemegang sahamnya. c Metode Return on Asset ROA Return on asset dihitung dengan cara membagi rata-rata pendapatan sebelum pajak untuk satu periode dengan rata- rata aset berwujud perusahaan. ROA perusahaan kemudian dibandingkan dengan rata-rata industrinya. Perbedaan ROA perusahaan dengan rata-rata industri dikalikan dengan rata-rata aset berwujud perusahaan untuk menghitung rata- rata pendapatan tahunan dari aset tidak berwujud. Selanjutnya, hasil yang diperoleh dibagi dengan rata-rata biaya modal atau tingkat bunga. Dengan demikian, estimasi atas nilai aset tidak berwujud atau modal intelektual dapat diperoleh. d Metode Scorecard SC Pada metode ini, berbagai komponen aset tidak berwujud atau modal intelektual diidentifikasi dan indikator serta indeks dihasilkan dan dilaporkan dalam bentuk scorecards atau grafik. Metode scorecard mirip dengan metode DIC kecuali tidak adanya estimasi nilai moneter dari aset tidak berwujud. Indeks komposit dapat dihasilkan ataupun tidak. Penelitian ini menggunakan VAIC TM untuk mengukur modal intelektual. Berdasarkan pengelompokan oleh Sveiby 2001, VAIC TM termasuk dalam kategori metode ROA.

2.1.5 VAIC

TM Value Added Intellectual Coefficient atau yang biasa disingkat dengan VAIC Value Added Intellectual Coefficient TM dipresentasikan oleh Ante Pulic pada tahun 1998 di 2 nd McMaster World Congress on Measuring and Managing Intellectual Capital by The Austrian Team for Intellectual Potential. Metode ini didesain agar perusahaan dapat memonitor dan mengukur kinerja modal intelektual dan potensi dari perusahaan. Pengukuran ini penting terutama bagi perusahaan dengan modal pengetahuan atau manusia yang dominan. VAIC TM dimulai dengan menghitung value added VA. VA adalah nilai yang diciptakan organisasi selama tahun tertentu. VA merupakan indikator yang objektif bagi kesuksesan bisnis dan dapat menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai Pulic, 1998 : 7. Menurut Pulic 1998, VA dihitung sebagai selisih output total penjualan dan pendapatan lain-lain dan input beban penjualan dan beban lain-lain – kecuali beban karyawan. Metode ini terdiri dari intellectual capital efficiency ICE dan capital employed efficiency CEE. Intellectual capital efficiency ICE terdiri dari human capital efficiency HCE dan structural capital efficiency SCE.

2.1.5.1 Human Capital Efficiency HCE

HCE merupakan rasio value added VA terhadap human capital HC. Rasio ini menunjukkan kontribusi investasi uang pada HC terhadap VA perusahaan Kamath, 2007 : 106. HC menggambarkan kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber daya manusianya. Berdasarkan metode VAIC TM , sumber daya manusia merupakan aset strategis perusahaan karena pengetahuan, skill, dan pengalaman yang dimilikinya. Suatu perusahaan dapat lebih berdaya saing daripada perusahaan lainnya jika memiliki sumber daya manusia yang berkualitas, oleh karena itu pengelolaan sumber daya manusia menjadi hal yang penting. Perusahaan perlu mengelola sumber daya manusia dengan baik agar sumber daya manusia yang dimilikinya dapat memaksimalkan segenap kemampuannya, baik pengetahuan, skill, dan pengalamannya, sehingga perusahaan diharapkan memiliki kinerja yang lebih baik.

2.1.5.2 Structural Capital Efficiency SCE

SCE adalah rasio structural capital SC terhadap VA. SCE menunjukkan kontribusi SC dalam penciptaan nilai. SC adalah pengetahuan yang tinggal di dalam perusahaan saat hari kerja selesai. Pengelolaan SC dilakukan dengan membangun database yang menghubungkan pegawai perusahaan sehingga mereka dapat belajar dan bekerja sama satu dengan yang lain. Pengetahuan dari para pegawai terangkum dalam database sehingga pengetahuan tersebut tetap tinggal dalam perusahaan meskipun pegawai meninggalkan perusahaan. Berdasarkan metode VAIC TM , SC merupakan hasil pengurangan HC dari VA. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar proporsi HC dalam penciptaan nilai, maka proporsi SC akan semakin kecil, begitu pula sebaliknya.

2.1.5.3 Capital Employed Efficiency CEE

CEE adalah rasio VA terhadap capital employed CE. Rasio ini menunjukkan kontribusi dari setiap unit CE terhadap VA perusahaan. CE menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mengelola physical capital yang dimilikinya. Pulic 1998 berasumsi bahwa jika sebuah unit CE menghasilkan return yang lebih besar di sebuah perusahaan daripada perusahaan yang lain, maka perusahaan pertama lebih baik pemanfaatan CE-nya. Berdasarkan pendapat tersebut, terlihat bahwa perusahaan memiliki keunggulan kompetitif jika mengelola CE dengan baik dan diharapkan dapat diikuti dengan peningkatan kinerja.

2.1.6 Leverage

Leverage adalah jumlah utang yang diperoleh dari kreditur dengan tujuan membiayai aset perusahaan. Perusahaan, sebagai debitur, berkepentingan untuk menjaga kepercayaan kreditur dalam hal kemampuan membayar utang. Debitur dengan history pengembalian utang yang lancar cenderung meyakinkan kreditur untuk memberikan suntikan dana sehingga debitur dapat menjalankan kegiatan operasional dengan lebih baik dan diharapkan diiringi dengan kinerja perusahaan yang lebih baik juga. Leverage dalam penelitian ini diproksikan dengan debt to asset ratio, yaitu rasio yang dihitung dengan cara membandingkan total utang dengan total aset.

2.1.7 Pengukuran Kinerja Perusahaan

Kinerja perusahaan terdiri dari kinerja keuangan dan nonkeuangan. Kinerja keuangan perusahaan bersifat jangka pendek, tujuannya adalah mencari keuntungan. Kinerja nonkeuangan perusahaan bersifat jangka panjang, tujuannya adalah menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Ukuran dari jangka pendek adalah satu tahun sedangkan untuk jangka panjang adalah lebih dari satu tahun. Pengukuran kinerja perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah asset turnover ATO. ATO merupakan rasio yang mengukur efisiensi perusahaan dalam menggunakan asetnya untuk memperoleh penjualan atau pendapatan – semakin tinggi nilainya semakin baik. Nilai ATO lebih besar dari satu kali menandakan bahwa perusahaan dapat memperoleh pendapatan yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan aset untuk memperoleh pendapatan tersebut. ATO dihitung dengan cara membandingkan total revenue dengan total asset.

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Dalam perekonomian di abad informasi, peranan modal intelektual diterima secara luas dalam memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Hal ini menyebabkan semakin banyaknya penelitian yang dilakukan untuk mengukur modal intelektual. Firer dan Williams 2003 meneliti pengaruh modal intelektual terhadap kinerja perusahaan berdasarkan pengukuran profitabilitas, produktivitas, dan penilaian pasar. Perusahaan yang menjadi objek penelitian adalah 75 perusahaan Afrika Selatan yang terdaftar di Johannesburg Stock Exchange JSE. Variabel independen dalam penelitian mereka adalah CEE, HCE, SCE. Variabel dependen yang digunakan adalah return on asset ROA, asset turnover ATO, market-to-book ratio MB. Variabel kontrol yang digunakan antara lain ukuran perusahaan, leverage, return on equity ROE, dan tipe industri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa HCE berpengaruh terhadap ATO dan variabel kontrol ukuran perusahaan berpengaruh terhadap ROA. Chen, et al. 2005 meneliti pengaruh modal intelektual terhadap nilai pasar dan kinerja keuangan perusahaan baik masa kini maupun masa mendatang. Perusahaan yang diteliti adalah perusahaan yang terdaftar di Taiwan Stock Exchange TSE pada tahun 1992 – 2002. Variabel independen dalam penelitian ini adalah VAIC TM , RD expenditures RD dan advertising expenditures AD. Variabel dependen yang digunakan adalah ROA, ROE, growth in revenues GR, employee productivity EP, MB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa VAIC TM Gan dan Saleh 2008 meneliti pengaruh modal intelektual terhadap kinerja perusahaan. Kinerja perusahaan dinilai dari penilaian pasar, profitabilitas dan produktivitas. Data yang diteliti adalah perusahaan sarat teknologi yang terdaftar di Bursa Malaysia. Variabel independen dalam penelitian ini adalah VAIC berpengaruh terhadap ROA, ROE, GR, EP, MB. RD berpengaruh terhadap ROA, GR, dan MB. AD berpengaruh terhadap ROA dan ROE. TM , CEE, HCE, SCE. Variabel dependen yang digunakan adalah ROA, ATO, MB. Penelitian ini menemukan bahwa VAIC TM Zeghal dan Maaloul 2010 meneliti pengaruh modal intelektual terhadap economic performance, financial performance, dan stock market performance pada perusahaan UK yang terdiri dari tiga kelompok industri: high-tech, tradisional, dan jasa. Variabel independen dalam penelitian ini adalah ICE dan CEE. Variabel dependen yang digunakan adalah operating incomesales OIS, ROA, MB. Variabel kontrol antara lain ukuran perusahaan dan leverage. Hasil penelitian menunjukkan leverage berpengaruh terhadap OIS dan ROA perusahaan jasa, sedangkan variabel independen dan kontrol lainnya tidak berpengaruh terhadap OIS, ROA, MB. berpengaruh terhadap ROA dan ATO. HCE dan CEE berpengaruh terhadap ROA, ATO, MB. SCE tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Ulum dkk. 2008 meneliti pengaruh modal intelektual dan pertumbuhan modal intelektual terhadap kinerja perusahaan baik masa kini maupun masa mendatang. Sampel penelitian ini adalah perusahaan perbankan. Variabel independen dalam penelitian ini adalah VAIC TM dan Rate of Growth of IC ROGIC. Variabel dependen yang digunakan adalah ROA, ATO, GR. Hasil penelitian menunjukkan VAIC TM berpengaruh terhadap kinerja perusahaan masa kini maupun masa mendatang, namun ROGIC Kuryanto dan Syafruddin 2008 meneliti pengaruh modal intelektual tidak menunjukkan pengaruh terhadap kinerja perusahaan masa mendatang. terhadap kinerja perusahaan go public dengan membagi perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia menjadi empat industri, yaitu industri manufaktur, properti, jasa, dan perdagangan. Variabel independen dalam penelitian ini adalah VAIC TM dan ROGIC. Variabel dependen yang digunakan adalah ROE, EPS, ASR. Hasilnya adalah VAIC TM Rangkuti 2012 meneliti pengaruh intellectual capital dan fundamental perusahaan terhadap kinerja perusahaan. Variabel independen dalam penelitian ini adalah VAIC maupun ROGIC tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan masa kini maupun masa mendatang. TM . Variabel dependen yang digunakan adalah ROA, ROE, ATO. Variabel kontrolnya terdiri dari ukuran perusahaan dan debt ratio. Hasil penelitian menunjukkan VAIC TM tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan, ukuran perusahaan berpengaruh terhadap ATO, debt ratio berpengaruh terhadap ROA.

2.3 Kerangka Konseptual