strategis karena berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan melalui pengukuran nilai tambah Riahi-Belkaoui, 2003 : 217.
2.1.2 Stakeholder Theory
Dalam literatur, terdapat banyak definisi dari stakeholder, bahkan Freeman, yang disebut-sebut sebagai bapak konsep stakeholder, juga
pernah mengganti definisinya atas stakeholder Fontaine et al., 2006 : 4. Pada tahun 1984, Freeman dalam Fontaine et al., 2006 : 4 menyatakan
bahwa stakeholder adalah setiap kelompok atau individu yang mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi, ataupun dipengaruhi oleh
pencapaian tujuan organisasi namun pada tahun 2004, Freeman mendefinisikan stakeholder sebagai kelompok yang vital bagi
kelangsungan dan kesuksesan perusahaan. Pihak-pihak yang merupakan stakeholder organisasi adalah pemegang saham, karyawan, pelanggan,
pemasok, kreditor, pemerintah, dan masyarakat Riahi-Belkaoui, 2003 : 216.
Berdasarkan stakeholder theory, seluruh stakeholder memiliki hak untuk memperoleh informasi tentang pengaruh aktivitas organisasi
terhadap mereka meskipun mereka memilih untuk tidak menggunakan informasi tersebut maupun tidak secara langsung berperan konstruktif
dalam organisasi Deegan dalam Guthrie, et al. 2004 : 282. Perusahaan
berharap, dengan dipenuhinya hak stakeholder, maka perusahaan lebih sukses dalam jangka panjang. Harapan ini sejalan dengan definisi
Freeman dalam Fontaine et al., 2006 : 4, yaitu stakeholder sebagai
kelompok vital bagi kelangsungan dan kesuksesan perusahaan.
Konsensus yang berkembang dalam konteks teori stakeholder adalah bahwa laba akuntansi hanyalah merupakan ukuran return bagi
pemegang saham shareholder, sementara value added adalah ukuran yang lebih akurat yang diciptakan dan didistribusikan oleh dan di antara
stakeholder itu sendiri Meek dan Gray dalam Riahi-Belkaoui, 2003 : 216. Value added dapat dicapai seiring dengan kinerja perusahaan yang
lebih produktif. Untuk mengevaluasi kinerja perusahaan, teori stakeholder menggunakan value added sebagai tolok ukur kekayaan yang diciptakan
perusahaan.
2.1.3 Aset Tak Berwujud
Aset tak berwujud didefinisikan sebagai aset lain tidak termasuk aset keuangan yang tidak memiliki bentuk fisik. Aset ini antara lain
goodwill, hak paten, merek dagang, hak kelola atau waralaba franchise, hak cipta, formula, leasehold dan daftar konsumen Stice et al., 2009 :
125. Menurut PSAK nomor 19 revisi 2009, aset tidak berwujud adalah aset nonmoneter yang dapat diidentifikasi tanpa wujud fisik. Suatu aset
dikatakan dapat diidentifikasi jika dapat dipisahkan dan timbul dari kontrak atau hak legal lainnya PSAK nomor 19 revisi 2009, halaman 7,
paragraf 12.
a. Dapat dipisahkan, yaitu dapat dipisahkan atau dibedakan dari entitas dan dijual, dipindahkan, dilisensikan, disewakan atau
ditukarkan, baik secara tersendiri atau bersama-sama dengan kontrak terkait, aset atau liabilitas teridentifikasi, terlepas dari
apakah entitas bermaksud untuk melakukan hal tersebut; atau b. Timbul dari kontrak atau hak legal lainnya, terlepas dari apakah
hak tersebut dapat dialihkan atau dipisahkan dari entitas atau dari hak-hak dan kewajiban-kewajiban lainnya.
2.1.4 Modal Intelektual