Alur atau Plot Analisis Tokoh, Penokohan, Alur, Latar, dan Tema

81 Berdasarkan kutipan 106 dan 107 tokoh Mbok Pah memiliki watak peduli dan tanggung jawab. Berdasarkan kutipan 108 dan 109 dapat disimpulkan bahwa tokoh Mbak Gik memiliki sifat baik hati dan peduli. Berdasarkan kutipan 110 dapat disimpulkan bahwa tokoh Isa memiliki watak yang tekun dan peduli. Berdasarkan kutipan 111 dan kutipan 112 dapat disimpulkan bahwa tokoh Nani memiliki watak tahan banting dan pantang menyerah. Berdasarkan kutipan 113 terbukti bahwa tokoh Rini memiliki sifatwatak peduli dan setia. Berdasarkan kutipan 114 dan 115 dapat disimpulkan bahwa tokoh Mira memiliki sifatwatak peduli. Berdasarkan kutipan 116 dapat disimpulkan bahwa tokoh Bang Udin memiliki sifat baik hati dan peduli terhadap keadaan ekonomi keluarga Ibuk.

3. Alur atau Plot

Secara umum, alur atau plot dalam novel ibuk, karya Iwan Setyawan adalah alur lurus atau progresif karena peristiwa yang dikisahkan bersifat berkesinambungan dari awal, tengah, dan akhir. Struktur umum alur dapatlah digambarkan sebagai berikut: a. Awal: 1 Paparan exposition Merupakan fungsi utama awal cerita. Paparan dalam novel ibuk, memaparkan atau memperkenalkan pertemuan Tinah ibuk dengan seorang playboy pasar yaitu Sim bapak. Tinah adalah seorang gadis lugu yang selalu membantu Mbok Pah jualan pakaian 82 di pasar Batu. Sedangkan Sim si playboy adalah seorang kenek angkot. Mereka berdua saling memandang kemudian saling tertarik satu sama lain. Keduanya menikah, mereka pun menjadi Ibuk dan Bapak. Berikut ini adalah kutipannya: 1 Akhirnya, hajatan pertama di keluarga Ngatinah tiba. Ijab Kabul dilaksanakan di ruang tamu, tempat mereka bertemu kali berbincang. Terob kecil, tempat melempar janur kuning dipasang di depan rumah Mbok Pah. Mempelai duduk di atas kursi rotan dengan hiasan rangkaian bunga melati yang sederhana dan harum. Tak ada tenda di depan rumah hlm. 24. 2 Rangsangan inciting moment Rangsangan adalah peristiwa yang mengawali timbulnya gawatan. Rangsangan sering ditimbulkan oleh masuknya seorang tokoh baru yang berlaku sebagai katalisator. Rangsangan dimulai ketika ibuk melahirkan anak pertama hingga anak kelima dengan segala usaha kerasnya sampai ibuk pun jatuh sakit. Berikut kutipannya: 2 Membesarkan lima orang anak membutuhkan napas yang panjang. Tak pernah mudah, tak pernah berhenti. Setelah Ibuk sembuh ia mulai lagi bergulat membesarkan anak- anaknya. Ia mulai membuat nasi goreng untuk sarapan anak-anaknya sebelum berangkat ke sekolah. Ia kembali memberikan cintanya hlm. 38. 3 Gawatan rising action Gawatan adalah tahapan yang ditimbulkan oleh rangsangan. Gawatan terjadi ketika hujan tiba, ibuk bersama kelima anaknya berkumpul di ruang tamu dan sedang menikmati pisang goreng. Berikut kutipannya: 83 3 Ah, begitulah rumah ini dibangun. Ibuk mengakhiri ceritanya. Hujan mulai reda. Mata Ibuk menerawang ke langit-langit. “Meskipun, banyak kebocoran di sana-sini, kita mesti bersyukur. Kita ada di rumah sendiri. Ada tempat untuk makan pisang goreng bersama-sama,” kata Ibuk. Ia berjalan ke dapur. Hidup adalah perjalanan untuk membangun rumah untuk hati. Mencari penutup lubang-lubang kekecewaan, penderitaan, ketidakpastian, dan keraguan. Akan penuh dengan usaha keras. Dan itu yang akan membuat seduah rumah indah hlm. 79. b. Tengah 1 Tikaian conflict Konflik adalah perselisihan yang timbul sebagai akibat adanya dua kekuatan yang bertentangan. Tikaian terjadi ketika Bayek minta dibelikan sepatu baru. Berikut kutipannya: 4 “Buk, bener ya, kalau punya duit langsung beli sepatu ya,”rengek Bayek. Ia masih tak menyerah. Bayek beranjak keluar dan membanting pintu. “Le, sing sabar, Le. Kalau ada duit Ibuk akan antar kamu ke Toko Bata sekarang juga Ngerti tah?” kata Ibuk sembari membelai rambut Rini yang tebal. Muka Bayek cemberut, matanya memandang jauh ke malam yang semakin larut. Sepatu Bayek yang selalu disimpan di kamar depan, di bawah lemari kecil tempat menyimpan buku, memang sudah terlihat butut. Paling butut di antara teman-teman paduan suaranya. “Yek, kalau belum bisa beli sepatu baru, coba pinjam sepatu temanmu, biar kelihatan sama dengan teman-teman di paduan suara ya?’ saran Bu Guru ketika Bayek akan mengikuti lomba paduan suara. Bayek malu. Ia telah meminta Ibuknya. Tapi memang uang tidak ada. Air mata Bayek menetes di pipinya. Ia tak lagi merengek kepada Ibuk. Hanya sesegukan di dekat pintu depan rumah. Ibuk, tanpa kata-kata, membelai rambut Bayek. Di mata Ibuk ada kesedihan yang dalam. Ia memeluk anak lelaki satu-satunya tapi Bayek melepaskan pelukan Ibuk. “Wis jangan manja-manja,”kata Rini. Begitulah Bayek. Tak hanya malam itu saja ia merengek minta dibelikan sepatu baru. Siang pulang sekolah, bangun 84 tidur di sore hari, malam hari sebelum tidur, dan begitu lagi besoknya. Tiga minggu sudah Bayek meminta sepatu baru. Tiga minggu pula Ibuk harus bersabar menghadapi permintaan Bayek. Baru dua bulan berikutnya ketika cicilan sepatu Nani lunas Ibuk mengajak Bayek ke Bata. “Pilih yang kamu suka, Yek. Tapi jangan yang putih itu. Terlalu mahal,”pesan Ibuk. Besok harinya Bayek bangun lebih pagi dari biasanya. Bayek, bocah kecil berbaju merah putih, memakai sepatu baru hlm. 91-92. 2 Rumitan complication Rumitan adalah perkembangan dari gejala mula tikaian menuju ke klimaks. Rumitan dalam cerita ini terjadi ketika bapak pulang lebih awal dan angkotnya mogok lagi. Padahal keesokkan harinya harus membayar SPP Bayek dan Rini. Berikut kutipannya: 5 “Wah, kok sudah pulang, Pak” sapa Nani menyambut Bapak. Tidak seperti biasa, Bapak pulang lebih awal. Wajah Bapak letih. Lengan tangannya berlepotan oli. Bajunya lusuh sekali. Rambut Bapak tidak serapi di pagi hari. Ia selalu memakai sedikit minyak rambut Brisk sebelum berangkat kerja. Mata Bapak sedikit merah. Bajunya basah berkeringat. Ah, Bapak begitu lemas. “Pak, besok loh bayar SPP paling telat,” Bayek mengingatkan. Bapak hanya diam menuju dapur. “Wah kok sudah pulang, Pak?” sambut Ibuk. Bapak tak menghiraukan Ibuk dan membersihkan tangannya di dapur. “Mau teh panas tah? Atau kopi?” Tanya Ibuk. Tak ada balasan dari Bapak. Keduanya diam. Bapak mengganti baju dengan kaos yang masih bersih. Mira tidur pulas di kamar. “Kenapa lagi mobilnya?” tanya Ibuk. “Sudah empat hari ini Nah, angkot mogok lagi Kesel aku, Nah. Kemarin rem rusak, sekarang ban depan pecah Kesel aku Nah. Mbuh iki” kata Bapak gusar. 85 Bayek dan Rini bergabung dengan Isa di kamar depan. Nani juga. Tidak biasanya Bapak terdengar secapek ini. ia terdengar hamper putus asa. “Sudah empat hari ini, Nah. Mangan opo iki arek-arek mene? SPP juga mesti dibayar besok. Kalu begini terus, pingin segera jual angkot saja. Gak ngerti maneh aku” ujar Bapak di sudut dapur sambil membanting sandal jepit biru tipisnya dengan keras. Ibuk terkejut. Anak-anak yang ada di kamar depan terdiam. “Wis, mbuh Nah” lanjut Bapak singkat. Suaranya pelan. Matanya berkaca-kaca. “Sing sabar sik. Sing sabar,”kata Ibuk menghibur Bapak.”Itu tehnya diminum dulu.” Bapak masih diam. Ia tidak menyentuh teh yang ada di atas marmer. “ Aku capek, Nah. Iki godaan dating terus. Aku berangkat lagi ya Gak bisa lihat anak-anak seperti ini. Saaken” “Coba aku bisa kerja membantu keluarga. Sekarang kita sabar dulu. Rejeki itu… rejeki itu…,”kata Ibuk terbata- bata dan tak sanggup melanjutkan kata-kata. Air mata mengalir di pipi Ibuk. Ia tak tega melihat wajah Bapak yang terlihat capek. Ia tak tega melihat Bapak harus bekerja sendiri untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Ia tak tega harus melihat anknya ke sekolah besok dan tak bisa membayar SPP. Ibuk menangis sesenggukan di dapur. “Buk, nggak apa-apa tah?” tanya Bayek yang mendapati Ibuk duduk sendiri di lantai dapur. Ibuk terisak-isak, menutup mata dengan kedua telapak tangan. Baru kali ini Bayek melihat Ibuk menangis. “Buk, Buk… ada apa Buk?” tanya Bayek lagi. “Gak papa, Le,” jawab Ibuk singkat sembari menarik tangan Bayek. “Ikut Ibuk yuk, Le.” Ibuk dan Bayek menyusuri gang-gang kesil di sebelah rumah. Tangan Ibuk menggenggam tangan Bayek. Matanya sembap. Tak ada percakapan. Sesampai di hutan bamboo, Ibuk diam sebentar. Air matanya mengalir kembali. Bayek menatap mata Ibuk. Matanya pun mulai basah. “Wis, Le, jangan ikut menangis,” pinta Ibuk sembari mendekap Bayek. Bayek terisak-isak. Buk, jangan nangis lagi ya. Kalau Bayek sudah besar. Bayek janji akan membahagiakan Ibuk. Bayek janji, ikrar Bayek dalam hati. 86 Dari hutan bambu itu, hidup Bayek tak akan sama lagi. Janji untuk Ibuk. Janji untuk Bapak. Janji untuk saudara- saudaranya terpatri dalam hidupnya. Janji untuk keluarga hlm. 114-117. 3 Klimaks Menurut Sudjiman 1998: 35 Klimaks tercapai apabila rumitan mencapai puncak kehebatannya. Sedangkan menurut Haryanto 2000: 39 klimaks adalah titik puncak cerita. Bagian ini terjadi ketika Bayek mendapat tawaran pekerjaan di New York. Berikut kutipannya: 6 Tiga tahun sudah Bayek di Jakarta. Tiga tahun sudah ia berusaha membangun hidup baru. Tiga tahun penuh tantangan. Ibuk menjaga Bayek lewat doa. Benih yang Bayek tanam selama tiga tahun, mendatangkan sebuah kesempatan besar. Kesempatan yang akan mengubah hidup Bayek dan keluarganya. Sebuah kota yang tidak pernah terlintas dalam mimpi Bayek. Inilah saatnya, aku membangun hidupku dan keluargaku. Apa pun itu New York, akan aku hadapi. Bapak dan Ibuk telah memberikan segalanya. Hidupnya. Kini saatnya aku berjuang seperti mereka tekad Bayek. Bayek menerima tawaran kerja di New York. Dalam hati ia ingin dekat dengan keluarga. Tapi keinginan untuk mengubah hidup telah membulatkan tekadnya untuk pergi ke New York hlm.143-144. c. Akhir 1 Leraian falling action Menurut Sudjiman 1998: 35 Bagian sruktur alur sesudah klimaks meliputi leraian yang menunjukkan perkembangan peristiwa ke arah selesaian. Leraian terjadi ketika Bayek pulang ke kampung halamannya, setelah tinggal di New York selama sepuluh tahun. Berikut kutipannya: 87 7 Sepuluh tahun yang lalu, Bayek pergi dengan membawa satu koper saja dan kini ia kembali dengan lima buah koper. Belum lagi barang yang ia kirimkan lewat pengiriman kargo laut. Empat puluh kardus berisi barang- barang yang Bayek beli dan dikumpulkan selama hidup di New York City. Mulai dari baju-baju, sepatu, peralatan dapur, perlengkapanan tempat tidur, CD, DVD, buku- buku, karpet, dan patung-patung perunggu koleksinya. Untuk hidup baru Bayek di Indonesia. Untuk keponakan dan keluarganya juga hlm. 223-224. 2 Selesaian denouement Penyelesaian merupakan bagian akhir atau penutup cerita. Penyelesaian dalam novel ibuk, yaitu saat ayah Bayek meninggal dunia. Berikut kutipannya: 8 Bayek pulang untuk Bapak, dan Bapak telah berpulang. “Pak, insya Allah, aku akan jaga rumah Pak. Aku akan jaga Ibuk, dan semuanya. Bapak istirahat dulu. Matur nuwun. Uripe kene wis keangkat kabeh,”bisik Bayek. Bayek pun meninggalkan pemakaman, masih memakai kopiah hitam milik Bapak yang dipakai selama acara pemakaman. “Seperti mimpi, Yek,” kata Ibuk singkat, ”ternyata, begini saja hidup.” Bayek merangkul Ibuk. Berjalan kaki menuju rumah. Sesampai di rumah Ibuk langsung ke kamar Bapak. Duduk di sudut ranjang. Membuka dompet Bapak. Ada KTP, SIM, beberapa lembar uang, dan secarik kertas di mana Bapak mencatat beberapa nomor telepon keluarganya. Ia menatap foto Bapak di KTP. Di SIM tercatat Pekerjaan: Pengemudi. Ibuk menarik napas panjang. Bau keringat Bapak yang menempel di bantal diciuminya hlm. 278. 9 Cinta ibuk selalu segar untuk keluarga. Cinta Ibuk selalu terang untuk Bapak. Dari pertemuannya di Pasar Batu 40 tahun yang lalu sampai kepergian sang playboy yang telah menjadi suami, sahabat setia, dan belahan jiwanya. 40 tahun lalu mereka mulai membangun kepingan-kepingan hidup. Melalui perjalanan yang saling memperkaya, memperkuat, dan melengkapi satu sama lain. Cinta mereka telah melahirkan anak-anak yang penuh cinta. 88 Perjalanan cinta yang sederhana tapi kokoh. Cinta yang semakin merekah. Cinta yang semakin terang. Cinta yang tak pernah luntur. Sepanjang perjalanan mereka. Cinta Ibuk telah menyelamatkan keluarga. Cinta Ibuk yang akan menghidupkan Bapak. Selamanya hlm. 285. Demikian alur plot yang menggambarkan kejadian dalam novel ibuk, karya Iwan Setyawan. Alur pada novel dibagi menjadi 3 bagian yaitu awal, tengah, dan akhir. Secara keseluruhan alur novel ini adalah alur maju atau progresif. Hal ini dapat dilihat dari kutipan 1 yang menggambarkan dimulainya pernikahan Bapak dan Ibuk sampai kutipan 9 yang menggambarkan akhir sebuah cerita yaitu Bapak akhirnya meninggal dunia.

4. Latar