36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Pada bagian ini penulis akan menganalisis tokoh, penokohan, alur, latar, dan tema dalam novel ibuk, karya Iwan Setyawan. Kelima unsur
tersebut sangat penting untuk penulis cantumkan karena dalam penelitian ini unsur yang berhubungan dengan tokoh utama adalah unsur tokoh, penokohan,
alur, latar, dan tema. Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis novel ini adalah
pendekatan struktural. Pendekatan ini menganalisis unsur-unsur struktur yang membangun karya sastra dari dalam, serta mencari relevansi atau keterkaitan
unsur-unsur tersebut dalam rangka mencapai kebulatan makna. Pendekatan struktural yang penulis gunakan dalam melihat kesetiaan tokoh utama novel
ibuk, karya Iwan Setyawan, khususnya pada kelima unsur itu yaitu tokoh, penokohan, alur, latar, dan tema. Hasil penelitian ini akan direlevansikan
dalam pembelajaran sastra di SMA berupa Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.
B. Analisis Tokoh, Penokohan, Alur, Latar, dan Tema
1. Analisis Tokoh
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam peristiwa dalam cerita Sudjiman, 1990: 79. Pada
dasarnya tokoh dibagi menjadi dua jenis yaitu tokoh utama dan tokoh
37
bawahan. Tokoh utama senantiasa relevan dalam setiap peristiwa di dalam suatu cerita Stanton, 1965: 17. Di bawah ini akan dibahas tokoh utama
dalam novel ibuk, karya Iwan Setyawan. Tokoh utama dalam novel ini adalah seorang ibu yang bertekad dan berusaha keras demi kesejahteraan
keluarganya. a.
Ibuk Tokoh Ibuk dalam novel ini memiliki sifat penyayang, tegar dan
kuat, ulet, dan setia. Seorang ibu yang pekerjaan sehari-harinya sebagai ibu rumah tangga. Walaupun hanya sebagai ibu rumah tangga, beliau
tetap berjuang keras membantu meringankan pekerjaan bapak. Ibuk menikah di usia yang cukup belia yaitu usia 16 tahun. Di usia yang
cukup belia tersebut, ibuk menikah dengan bapak. Mereka menikah dengan sangat sederhana tanpa persiapan kelak bagaimana mereka
membesarkan anak-anaknya. Berikut kutipan secara tidak langsung yang menjelaskan sifat-
sifat Ibuk. Ibuk adalah sosok ibu yang penuh kasih sayang kepada keluarga, termasuk kepada anak-anak dan suaminya. Berikut kutipan
secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut: 1
“Yuk, makan nasi goreng dulu,” ujar Ibuk sembari menyusui Mira hlm. 42.
Usaha yang dilakukan Ibuk sangatlah tidak mudah. Saat melahirkan kelima anaknya, Ibuk juga pernah mengalami keguguran.
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
38
2 Lima orang sudah terlahir. Lima kali Ibuk melalui
ambang batas antara hidup dan mati. Selain keguguran yang dialami sekali, Ibuk bersyukur
hamper semua kehamilannya berjalan lancar hingga persalinan. Kelahiran Isa memberikan banyak
pelajaran buat Ibuk dan kelahiran Mira mungkin yang paling menantang. Saat itu Ibuk sudah tidak
semuda dulu. Tenanganya sudah tak sekuat dulu hlm. 36.
Ibuk selalu ulet dalam hal apa pun, termasuk dalam makan. Anak-anak harus berbagi dengan yang agar semua dapat makan. Ibuk
selalu memberi nasehat untuk berbagi makanan. Berikut kutipan- kutipan secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
3 “Ini dua telor ceplok untuk kita bertujuh,” kata Ibuk
menghidangkan nasi goreng yang masih panas dari penggorengan hlm. 40.
4 “Satu satu ya. Ibuk Cuma punya tujuh iris,” pesan
Ibuk hlm. 47. 5
“Gini dong Buk, masak empal. Mosok tempe mulu” ujar Bayek
6 “Eh, tempe juga sehat. Bikin kamu kuat” tukas
Ibuk. 7
“Empat sehat lima sempurna dong, Buk,” timpal Rini. hlm. 47.
8 Sepatu jebol “Nan, coba minta lem ke Bapakmu Jik
iso digawe iku” 9
“Ya, seperti sepatumu ini, Nduk. Kadang kita mesti berpijak dengan sesuatu yang tak sempurna. Tapi
kamu mesti kuat Buatlah pijakanmu kuat. Kita beli sepatu baru kalau ada rejeki,” hibur Ibuk hlm. 60.
Saat Bapak sedang sakit, Ibuk selalu menjaga dan merawat Bapak. Berikut kutipan secara tidak langsung yang mendukung
pernyataan tersebut: 10
“Biar Ibuk saja yang masak. Biar Ibuk ada kegiatan hlm. 244.
11 Besok kepingin makan apa, Pak?” tanya Ibuk sambil
memijat kaki Bapak hlm. 251.
39
12 “Wah, nasi putihnya sudah habis Pak. Aku
masakkan sebentar ya?” tanya Ibuk hlm. 266. 13
Sesampai di rumah sakit, Ibuk, Nani, Isa, dan Rini memindahkan jasad Bapak dari kamar rawat ke
kamar jenazah. Ibuk mengelus-elus rambut Bapak. Air matanya, tak berhenti mengalir. Isa dan Nani
mengelus-elus kaki Bapak hlm. 272.
14 Semenjak Bapak sakit, Ibuk tak pernah jauh dari
kamar Bapak. menjaga belahan dirinya. Pagi, siang, dan malam hlm. 254.
Kutipan 1 sampai 14 menjelaskan bahwa sifat Ibuk adalah penyayang, tegar dan kuat, ulet, dan setia. Sifat tersebut membuat
bahagia keluarganya. Ibuk ingin membuat keluarganya bahagia, agar semua kebutuhan rumah tangganya tercukupi sehingga anak-anaknya
dapat meraih cita-cita. Sehari-hari Ibuk mengurus anak-anak dan suami. Ibuk sangat
ingin anak-anaknya tidak ingin seperti dirinya dan suaminya. Ibuk ingin anak-anaknya mengeyam pendidikan melebihi pendidikan yang beliau
dapatkan. Kebutuhan hidup yang semakin banyak dan tak terbendung membuat Ibuk selalu berhemat. Belum lagi jika anak-anaknya minta
dibelikan sepatu, buku, dan peralatan sekolah lainnya. Hal ini membuat Ibuk harus berhutang dan menggadaikan emas. Semua ini beliau
lakukan demi terpenuhinya kebutuhan hidup mereka sekeluarga. Terkadang Ibuk meratapi keadaannya yang semakin sulit. Apalagi jika
angkot mogok dan Bapak harus memperbaiki angkot tersebut. Hal ini tentu membuat kebutuhan semakin bertambah.
Ketika anak-anak sudah besar dan ada yang berumah tangga Ibuk sering datang mengunjungi mereka. Masa tua Ibuk tidak banyak
40
kegiatan. Beliau hanya memasak dan pergi hajatan maupun pengajian. Ibuk juga selalu menghubungi anaknya Bayek yang bekerja di New
York, Amerika Serikat. Beliau selalu mendoakan anak-anaknya, termasuk Bayek. Doa dan dukungan Ibuk selalu menguatkan hati
Bayek. Namun, Ibuk mulai bersedih ketika orang yang dicintainya
selama 40 tahun pergi untuk selamanya. Ibuk berusaha tegar dan selalu mendoakan Bapak agar selalu tenang di sana. Cinta Ibuk selalu segar
untuk keluarga. Ibuk setiap malam selalu memimpin pengajian kecil bersama anak cucunya dan mengirim doa kepada Bapak.
b. Bayek
Bayek diceritakan sebagai anak laki-laki satu-satunya dari Ibuk dan Bapak. Bayek merupakan anak ketiga dari pasangan Ibuk
dan Bapak. Bayek kecil adalah anak penyendiri. Namun, sebenarnya Bayek adalah anak yang tekun, pandai, dan pantang menyerah.
Berikut kutipan secara tidak langsung yang menjelaskan sifat-sifat Bayek tersebut:
15 Bayek anak penyendiri. Ia selalu merasa takut akan
dunia di luar sana. Rumahnya begitu nyaman. Ia merasa terlindungi oleh kehangatan saudara dan
orangtuanya. Rini malah sudah bisa ditinggal Ibuk di kelas.
Dari balik jendela, Ibuk melihat anak lelaki satu- satunya duduk di antara sekitar 40 anak berseragam
merah putih. Mira terlelap dalam gendongannya. Tiba-tiba matanya berkaca-kaca, melamunkan nasib
anaknya. Akankah Bayek hanya bisa sekolah sampai di SD ini
saja? Seperti dirinya dulu? hlm. 43.
41
Bayek selalu tekun belajar, hingga akhirnya dia mendapatkan PMDK di IPB jurusan Statistika. Tidak hanya itu, dia juga lulus
dengan IP yang memuaskan. Bayek mendapatkan kesempatan bekerja di Jakarta, namun tak lama kemudian dia menerima tawaran
untuk bekerja di New York, Amerika Serikat. Selama berada di Jakarta kemudian pindah ke New York,
Bayek selalu mengirim uang untuk keluarganya di Batu, Jawa Timur. Uang tersebut digunakan untuk merenovasi rumah di Batu
dan membangun kos di Jogja. Setelah dia berjuang di negeri orang, akhirnya Bayek kembali
ke Indonesia. Dia menulis cerita keluarganya ke dalam sebuah novel. Dia ingin menjadi penulis dan ingin berbuat sesuatu yang bisa
diingat selamanya. c.
Bapak Seorang bapak yang pekerjaan sehari-harinya bekerja sebagai
sopir angkot. Pada masa mudanya, bapak dijuluki seorang playboy. Namun, hal ini tak membuat Ibuk berpaling kepada laki-laki lain.
Mereka berdua akhirnya menikah dan dikaruniai lima orang anak. Satu orang anak laki-laki dan empat orang anak perempuan. Bapak
selalu berangkat narik angkot pagi sekali hingga pulang larut malam. Bapak bekerja tanpa kenal lelah.
42
Bapak bekerja sebagai seorang sopir angkot dan ibuk menjadi ibu rumah tangga yang mengurus anak-anak di rumah. Berikut
kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan tersebut: 16
Bapak segera mengantar Ibuk ke tempat praktek bidan desa yang berjarak 15 menit dari rumah Mbak
Gik hlm. 30. 17
Bapak terkadang juga memakai uang tabungan Ibuk ini untuk memperbaiki angkot yang rusak atau
ketika kena tilang polisi hlm. 46. 18
…Usaha keras hidup tak akan pernah mudah dengan lima anak ini tetapi Ibuk dan Bapak bertekad untuk
berlayar dengan gagah. Buat anak-anaknya hlm. 51- 52.
Setelah anak-anak sudah besar, bekerja dan berumah tangga, hidup Bapak semakin terjamin. Bapak mulai pensiun narik angkot.
Untuk mengisi kesibukan sehari-hari, terkadang Bapak juga ikut mengurus cucu-cucunya.
Namun, suatu hari Bapak sering sakit-sakitan dan kesehatannya semakin menurun. Bapak tidak lagi bisa mengurus
cucu-cucunya, seperti bermain dan mengantarkan cucu-cucunya ke sekolah. Bapak menderita penyakit jantung koroner. Hari demi hari
kondisi Bapak semakin menurun. Akhirnya Bapak pun meninggal dunia. Semua keluarganya merasa kehilangan Bapak. Termasuk Ibuk
yang selalu setia kepada Bapak sampai Bapak tiada. d.
Mak Gini Mak Gini adalah ibunya Tinah Ibuk. Bagi Mak Gini, anak
perempuan tidak sekolah tidak apa-apa. Jadi Ibuk hanya lulusan SD, itu pun tidak lulus.
43
Mak gini hidup dalam kesederhanaan. Mereka makan seadanya. Kalau kurang, Mak Gini menjual apa yang ia punya.
Berikut kutipan secara langsung dari pengarang yang mendukung pernyataan tersebut:
19 Hidup begitu sederhana. Mereka makan bersama di
dapur berlantai tanah, di depan tungku perapian yang menjadi tempat memasak, juga untuk
menghangatkan diri dari udara dingin Kota Batu. Di dapur inilah kebersamaan itu tumbuh. Rezeki yang
di dapat hari ini untuk makan besok. Kalau kurang, Mak Gini menjual atau menggadaikan barangnya.
Mak Gini menjauhi hutang hlm. 30.
Mak Gini bekerja sebagai ibu rumah tangga. Mak Gini membesarkan Ibuk dan saudara-saudara Ibuk. Mak Gini menyusui
semua anaknya dengan air susunya sendiri, memasak tiap pagi, dan memastikan anaknya tidak kelaparan. Mak Gini pun bekerja untuk
menambah penghasilan keluarga. Rezeki yang didapat hari ini untuk makan besok. Kalau kurang, Mak Gini menjual atau menggadaikan
barangnya. Mak Gini menjauhi hutang. Ketika Ibuk sudah berumah tangga, Mak Gini selalu memberi
nasehat kepada Ibuk agar memberikan kacang ijo dan beras merah agar anak-anak kelak menjadi cerdas.
e. Mbok Pah
Mbok Pah adalah nenek Ibuk. Sejak umur 16 tahun Ibuk sudah ikut berdagang baju bersama neneknya. Mboh berjualan daster
batik, baju sekolah, jarik, sampai sarung. Mbok Pah mengajari dari
44
cara membuka kios, melipat baju, sampai tawar-menawar. Berikut kuipan secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
20 “Nah, entar kalau kamu sudah gedhe, kamu yang
ngurus kios kecil ini ya,” kata Mbok Pah hlm. 2. Saat Ibuk akan memilih jodoh, Mbok Pah sering menasehati
Ibuk. Mbok Pah memiliki beberapa pilihan lelaki untuk Ibuk, namun Ibuk tetap memilih Sim Bapak. Mboh Pah tidak bisa memaksakan
kehendak Ibuk. Sampai akhirnya Tinah Ibuk dan Sim Bapak menikah, Mbok Pah meninggal seminggu sebelum acara pernikahan
itu. f.
Mbak Gik Mbak Gik adalah kakak angkat Bapak. Dahulu, Bapak
tinggal bersama Mbak Gik di Jalan Darsono, Desa Ngaglik. Saat malam pertama, Ibuk dan Bapak berada ri rumah Mbak Gik.
Ketika Bapak dan Ibuk sudah mempunyai lima anak pun, mereka masih menumpang tidur di rumah Mbak Gik. Sampai
akhirnya Bapak bertekad membangun rumah kecil di Gang Buntu. Berikut kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan
tersebut: 21
Kamar mereka pun semakin penuh. Beberapa bulan setelah Bayek lahir, mereka meninggalkan rumah
Mbak Gik. Bapak telah membangun sebuah rumah kecil di Gang Buntu hlm. 36.
Mereka belum bisa membuat rumah. Mereka sudah tidak enak kalau harus numpang lama-lama di rumah Mbak Gik. Ada
45
keinginan mereka untuk membuat rumah, tetapi memang mereka belum punya uang yang mencukupi.
Ketika mereka sudah mempunyai lima anak pun, mereka masih menumpang tidur di rumah Mbak Gik. Sampai akhirnya
Bapak bertekad membangun rumah kecil di Gang Buntu. g.
Isa Isa adalah anak pertama dari keluarga Sim. Isa adalah anak
yang baik, sejak kecil ia rajin belajar dan sering mengajari adik- adiknya dalam belajar. Sehabis pulang sekolah Isa membersihkan
kaca jendela dan meja kaca kecil di ruang tamu. Setelah rumah bersih, Isa baru makan siang.
Ibuk pun bertekad ingin mengkuliahkan Isa, saat itu Isa masih memberi les privat. Berikut kutipan secara tidak langsung
yang mendukung pernyataan tersebut: 22
“Sekarang, aku ingin memastikan Mira bisa kuliah. Demikian juga Rini dan Isa. Mereka harus bisa
kuliah seperti Bayek dan Nani. Mereka harus kuliah. Isa memang sudah lama lulus SMA tapi tidak ada
kata terlambat Tekad Ibuk hlm. 140.
Besar harapan Ibuk agar Isa bisa lulus SMA. akhirnya Isa bisa lulus SMA. setelah Isa lulus SMA, ia kursus komputer di
Malan. Ibuk pun bertekad ingin mengkuliahkan Isa, saat itu Isa masih memberi les privat. Puluhan tahun yang lalu di usia yang
hampir sama dengan Isa, Ibuk sekurus Isa. Secantik Isa. Rambutnya sama. Gaya berjalannya sama. Jalan hidupnya saja berbeda.
46
Semenjak lulus SMA Isa telah bekerja untuk membantu Nani dan Bayek kuliah. Di balik kelembutannya, Isa adalah perempuan kuat
yang berjuang untuk “membuka” jalan buat adik-adiknya. Berkat bantuan Bayek, Isa bisa kuliah dan kini Isa telah lulus sarjana dan
menjadi guru SD. h.
Nani Nani adalah anak kedua Ibuk. Nani biasanya jarang meminta.
Ia adalah kakak Bayek yang tangguh dan tak pernah merepotkan keluarga. Kala itu, ia berani meminta Ibuk untuk membelikan
sepatunya yang jebol dan sudah berulang kali ditambal. Nani juga membantu berjualan makanan kecil. Berikut kutipan secara langsung
yang mendukung pernyataan tersebut: 23
Nani mulai belajar berdagang. Ia menjual pisang goreng, keripik, atau citos di sekolah hlm. 118.
Nani adalah anak Ibuk yang paling gagah, seringkali ia membersihkan got di depan rumah saat hujan tiba. Kebiasaan Nani
sama halnya dengan kebiasaan Isa. Sehabis pulang sekolah, Nani biasanya membersihkan rumah dulu yaitu menyapu lantai dan
mengepel. Setelah itu Nani makan siang. Anak kedua Ibuk, Nani, lulus SMA setahun kemudian dan
kuliah di Universitas Brawijaya. Isa membantu membayar biaya kuliah dan keperluan sehari-hari Nani. Begitu juga Bayek yang telah
membantu Nani kuliah dan bisa menjadi guru SD.
47
i. Rini
Rini adalah anak keempat Ibuk. Rini bekerja membantu adik Ibuk yang menjadi bidan desa. Dalam novel ini, Rini juga membantu
merawat Bapak saat sakit. Rumah Rini tidak jauh dari rumah Ibuk sehingga bisa membantu Ibuk untuk merawat Bapak. Saat jasad
Bapak disalatkan, Rini tak sanggup menahan kesedihannya. Berikut kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
24 Kain hijau menutupi keranda dengan rangkaian
melati di atasnya. Jasad Bapak telah disalatkan sebelum Bayek datang. Rini di samping Ibuk
menagis, berteriak, dan akhrinya, tak sadarkan diri. Ia dibawa ke kamar Ibuk hlm. 275.
j. Mira
Mira adalah anak kelima Ibuk. Saat Bayek bekerja Jakarta, Mira baru kelas 2 SMA. Berkat bantuan Bayek, Mira dapat membeli
rumah di Karawang. Berkat bantuan Bayek, Mira dapat membeli rumah di Karawang. Berikut kutipan secara secara tidak langsung
yang mendukung pernyataan tersebut: 25
“Mir, Masmu mau bantu beliin rumah buat kamu…,” kata Ibuk hlm. 221.
26 “Wah, matur suwun, Buk. Mas Bayek sendiri sudah
punya tabungan, tah? Kok bolak-balik transfer ke rumah? hlm. 221.
k. Bang Udin
Bang Udin adalah tukang kredit asli Bandung. Bang Udin sering memberi pinjaman uang kepada Ibuk. Dari Bang Udin, Ibuk
selalu berbelanja peralatan dapur. Ibuk membayar dengan cicilan setiap hari. Mulai dari belanja dandang, bak kecil untuk mandi,
48
sampai penggorengan. Terkadang Ibuk meminjam uang lagi, walaupun cicilan yang lalu belum lunas. Berikut kutipan secara tidak
langsung yang mendukung pernyataan tersebut: 27
“Bang Udin, saya tadi kelupaan. Sebelumnya minta maaf ya. Cicilan kemarin belum lunas semua,
tapi…” Ibuk menghela napas sejenak. “Sepatu Nani jebol. Dan saya mau pinjam lagi sama Bang Udin.
Bisa kan, Bang?” pinta Ibuk dengan sungkan. “Insya Allah ada, Mbak Nah. Butuh berapa?” tanya
Bang Udin. Ada sedikit kelegaan di wajah Ibuk. “Lima belas
ribu ya, Bang.” hlm. 88.
Berdasarkan kutipan 1 sampai 14 terbukti bahwa tokoh utama dalam novel ibuk, karya Iwan Setyawan adalah tokoh Ibuk. Sementara itu,
berdasarkan kutipan 15 sampai 27 tokoh tambahan dalam novel ibuk, karya Iwan Setyawan antara lain Bayek, Bapak, Mbok pah, Mak Gini,
Mbak Gik, Isa, Nani, Rini, Mira, dan Bang Udin. Sifat-sifat tokoh-tokoh tambahan dalam novel ibuk, karya Iwan
Setyawan dijelaskan pada kutipan 15 sampai 27. Tokoh-tokoh tambahan yang dijelaskan antara lain tokoh Ibuk, Bayek, Bapak, Mbok
Pah, Mak Gini, Mbak Gik, Isa, Nani, Rini, Mira, dan Bang Udin. Dapat disimpulkan bahwa tokoh ibuk dari cerita ini yang selalu tegar dengan
keadaan dan menyayangi suami dan anak-anaknya. Bapak adalah playboy pasar yang juga seorang kernet angkot yang
menjadi suami Ngatinah. Dengan usaha, kesabaran dan tanggung jawabnya, Sim mampu membiayai semua yang di butuhkan keluarganya
dengan cinta sampai akhir khayatnya.
49
Isa adalah anak pertama dari Ibuk Ngatinah dan Bapak Sim yang pendiam, rajin, sayang kepada adikanya dan selalu menjadi juara
kelas semasa sekolahnya sampai akhirnya ia menjadi guru privat di kota Batu.
Nani adalah adik isa yang merupakan anak kedua dari Ngatinah dan Sim yang cekatan, pintar,selalu membantu membersihkan rumahnya
dan tak pernah menyusahkan keluarga. Nani bisa menyelesaikan kuliahnya di Universitas Brawijaya.
Beyek adalah anak ketiga yang merupakan anak laki-laki satu- satunya dari perkawinan Ngatinah dan Sim. Anak Beyek berhasil
mendapatkan PMDK IPB jurusan stasistik dan menjadi lulusan terbaik. Sebelum menjadi penulis, ia juga pernah menjabat sebagai direktur
perusahaan di New York City. Rini adalah anak ke empat dari Ngatinah dan Sim. Rini yang suka
membantu kaka-kakanya sampai setelah lulus SMA Rini membantu Adik Ibunya yang menjadi bidan desa. Mira adalah anak terakhir yang
manja,pintar dan pemalu ini tumbuh menjadi wanita yang berpendidikan sampai jenjang S2. Mak Gini adalah sosok ibu yang selalu menyayangi
anak-anaknya termasuk salah satunya Ngatinah. Mbok Pah adalah nenek yang mengasuh Ngatinah sejak Ngatinah putus sekolah. Mbok Pah adalah
sosok nenek yang bisa menerima segala suatu keputusan apapun dari cucunya.
50
Mbak Gik adalah kakak angkat Sim yang selalu memberikan nasihat yang baik kepada Bapak Sim. Bang Udin adalah sosok selalu
memberi pinjaman utang kepada Ibuk dan percaya dengan janji Ibuk yang akan membayar utang.
2. Analisis Penokohan
“Watak adalah sifat dan ciri yang terdapat pada tokoh atau individu rekaan, kualitas nalar dan jiwanya, yang membedakannya dari tokoh lain
sedangkan penokohan adalah penyajian watak dengan tokoh dan penciptaan citra tokoh.” Sudjiman, 2002: 58. Di bawah ini akan dibahas
mengenai penokohan tokoh utama dan penokohan tokoh tambahan. Dalam mewujudkan tokoh dengan berbagai perwatakannya, penulis menempuh
dua cara yaitu secara langsung maupun tidak langsung. a.
Ibuk 1
Penyayang Ibuk adalah sosok ibu yang penuh kasih sayang kepada
keluarga, termasuk kepada anak-anak dan suaminya. Berikut kutipan secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
1 “Yuk, makan nasi goreng dulu,” ujar Ibuk sembari
menyusui Mira hlm. 42. Pekerjaan rumah selalu dibantu oleh anak-anak. Nani
mengepel lantai. Nani juga membersihkan got di rumah tengah hujan deras. Berikut kutipan secara tidak langsung yang mendukung
pernyataan tersebut:
51
2 “Ni, sudah, Nduk Ayo, masuk rumah Nanti masuk
angin pisan,” seru Ibuk hlm. 74. Ibuk selalu tidak tega melihat anak-anaknya jatuh sakit. Oleh
karena itu, Ibuk selalu menjaga mereka. Berikut kutipan secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
3 “Setiap kali melihat anak yang sakit, hati Ibuk seperti
jatuh,” kata Ibuk hlm. 85. 4
“Melihat kalian sehat seperti ini adalah segalanya bagi Ibuk,” lanjutnya hlm. 85.
5 “Mangan sik, Le,” pinta Ibuk lagi sambil menyusui Mira
hlm. 87. Ibuk berkeinginan agar anak-anaknya tidak seperti dirinya.
Beliau bertekad anak-anaknya mendapatkan pendidikan yang melebihi beliau. Apa pun akan Ibuk lakukan, asal anak-anaknya bisa
sekolah tinggi. Berikut kutipan secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
6 Aku ingin anak-anakku sama dengan anak-anak lain
Tekad Ibuk hlm. 89. 7
“Ni, habis ini kita ke Bata ya, Nduk,” ajak Ibuk bersemangat hlm. 89.
Demi biaya kuliah Bayek, Ibuk rela menjual angkot kesayangan Bapak. Berikut kutipan secara tidak langsung yang
mendukung pernyataan tersebut: 8
“Iya, kita jual angkot untuk kuliah ke Bogor,” tegas Ibuk lagi menyakinkan Bayek hlm. 133.
52
Ibuk tidak tega melihat anak laki-laki satu-satunya pergi kuliah ke Bogor. Berikut kutipan secara tidak langsung yang
mendukung pernyataan tersebut: 9
“Sebenarnya aku gak tego, Sa. Aku sing gak tego,” kata Ibuk terisak-isak keluar wartel bersama Isa. “Anak
itu…hlm. 135. 10
“Tapi kalau di Batu saja, mau jadi apa Bayek nantinya,” kata Ibuk, berjalan bersama putrinya menembus udara
dingin Batu hlm. 135.
Ibuk selalu memperhatikan Bayek. Ibuk khawatir dengan Bayek kalau-kalau dia lupa makan dan hanya bekerja terus. Berikut
kutipan secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut: 11
“Le, yang penting kamu makan yang bener, makan yang cukup. Meskipun kerjaan banyak, selalu luangkan…hlm.
140.
Ke mana pun Bayek pergi, doa ibuk selalu menyertai Bayek. Mereka selalu berkomunikasi meskipun hanya melalui telepon.
Berikut kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
12 Tiga tahun sudah Bayek di Jakarta. Tiga tahun sudah ia
berusaha membangun hidup baru. Tiga tahun penuh tantangan. Ibuk menjaga Bayek lewat doa. Benih yang
Bayek tanam selama tiga tahun, mendatangkan sebuah kesempatan besar hlm. 143.
Ketika Bayek berada di New York, Ibuk merasa khawatir dengan keadaan Bayek. Apalagi mendengar berita kalau di Amerika
sedang terjadi peristiwa runtuhnya gedung WTC. Berikut kutipan secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
53
13 “Aduh, Le. Ibuk coba telpon kamu sepanjang hari. Isa
Nani, semuanya mencoba telpon tapi tak bisa-bisa. Seneng kamu sudah kasih kabar. Yang penting kamu
selamat, Le,” kata Ibuk hlm. 160.
Ibuk selalu menemani Bayek. Ia selalu menguatkan Bayek saat Bayek berada jauh dari keluarganya. Berikut kutipan secara
langsung dari pengarang yang mendukung pernyataan tersebut: 14
Adalah Ibuk yang senantiasa menemani Bayek lewat obrolan sederhana dan bening. Adalah Ibuk juga yang
selalu mengingatkan Bayek agar tidak terjebak manisnya kota. Untuk tidak terseret dalam keceriaan yang hampa
hlm. 174.
15 Seperti biasa, Ibuk selalu menguatkan Bayek,
menenangkannya. Hampir tiap hari Nani atau Isa menelepon Bayek untuk menanyakan kabarnya. Teman-
teman Bayek di New York juga menjaganya hlm. 209.
16 “Wis, Le, kamu jangan nangis di jalan. Kamu bisa pulang
kapan saja. Kamu tahu yang terbaik untuk hidupmu,” pesan Ibuk sebelum mereka menutup telepon hlm. 220.
Ibuk selalu setia menemani Bapak setiap waktu, apalagi dalam keadaan sakit. Ibuk selalu berada di dekat Bapak. Berikut
kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut: 17
“Nah, temani aku ya? Temani aku, meskipun aku tinggal tulang dan kulit saja,” bisik Bapak.
18 Ibuk mengangguk. Ia tak kuasa menjawab. Air matanya
menetes hlm. 257. Cinta Ibuk selalu segar untuk keluarga. Ibuk sangat setia
kepada Bapak. Berikut kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
19 Cinta ibuk selalu terang untuk Bapak. Dari pertemuannya
di Pasar Batu 40 tahun lalu sampai kepergian sang playboy pasar yang telah menjadi suami, sahabat setia,
54
dan belahan jiwanya. 40 tahun lalu mereka mulai membangun kepingan-kepingan hidup. Melalui
perjalanan yang saling mempercaya, memperkuat, dan melengkapi satu sama lain. Cinta mereka telah
melahirkan anak-anak yang penuh cinta hlm. 285.
20 Perjalanan cinta yang sederhana tapi kokoh. Cinta yang
semakin terang. Cinta yang tak pernah luntur. Sepanjang perjalanan mereka hlm. 285.
21 Cinta Ibuk telah menyelamatkan keluarga.
Cinta Ibuk yang akan menghidupkan Bapak. Selamanya hlm. 285.
2 Tegar dan Kuat
Usaha keras Ibuk sangatlah tidak mudah. Saat melahirkan kelima anaknya, Ibuk juga pernah mengalami keguguran. Berikut
kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut: 22
Lima orang sudah terlahir. Lima kali Ibuk melalui ambang batas antara hidup dan mati. Selain keguguran
yang dialami sekali, Ibuk bersyukur hamper semua kehamilannya berjalan lancar hingga persalinan.
Kelahiran Isa memberikan banyak pelajaran buat Ibuk dan kelahiran Mira mungkin yang paling menantang. Saat
itu Ibuk sudah tidak semuda dulu. Tenanganya sudah tak sekuat dulu hlm. 36.
Saat Ibuk akan mengambil rapor Bayek, uang Ibuk belum cukup untuk membayar uang tunggakan. Sehingga Ibuk hanya
melihat sebentar nilai Bayek. Berikut kutipan secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
23 “Bu, boleh saya lihat nilai anak saya? Sebentar saja. Uang
saya belum cukup untuk membayar tunggakan, kata Ibuk hlm. 62.
Saat Ibuk hamil Rini, Ibuk ikut membantu mangangkat air di dua ember. Walaupun demikian, Ibuk tidak pernah mengeluh.
55
Berikut kutipan secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
24 “Mboten nopo-nopo, Mbah. Sudah tiap hari seperti ini,”
kata Ibuk menarik napas panjang hlm. 81. Ibuk berusaha tegar dan kuat dalam menjalani hidupnya. Ibuk
sempat menangis sesunggukan di dapur. Ibuk sedih karena beliau tidak bisa bekerja mencari nafkah tambahan. Berikut kutipan secara
tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut: 25
“Gak papa, Le,”jawab Ibuk singkat sembari menarik tangan Bayek. “Ikut Ibuk yuk, Le.” hlm. 116.
26 “Wis, Le, jangan ikut menangis,” pinta Ibuk sembari
mendekap Bayek. hlm. 117. 3
Ulet Ibuk memperlakukan anak-anaknya agar hidup sederhana dan
berhemat. Mulai dari pemakaian lampu dan televisi yang harus dimatikan bila tidak perlu. Anak-anak pun harus makan seadanya
dan harus berbagi lauk. Berikut kutipan secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
27 “Ini dua telor ceplok untuk kita bertujuh,” kata Ibuk
menghidangkan nasi goreng yang masih panas dari penggorengan hlm. 40.
28 “Satu satu ya. Ibuk Cuma punya tujuh iris,” pesan Ibuk
hlm. 47. 29
“Gini dong Buk, masak empal. Mosok tempe mulu” ujar Bayek
30 “Eh, tempe juga sehat. Bikin kamu kuat” tukas Ibuk.
31 “Empat sehat lima sempurna dong, Buk,” timpal Rini.
hlm. 47. 32
Sepatu jebol “Nan, coba minta lem ke Bapakmu Jik iso digawe iku”
33 “Ya, seperti sepatumu ini, Nduk. Kadang kita mesti
berpijak dengan sesuatu yang tak sempurna. Tapi kamu
56
mesti kuat Buatlah pijakanmu kuat. Kita beli sepatu baru kalau ada rejeki,” hibur Ibuk hlm. 60.
Ibuk selalu menyuruh anak-anaknya untuk berhemat. Seperti mematikan lampu yang tidak terpakai. Berikut kutipan secara tidak
langsung dari pengarang yang mendukung pernyataan tersebut: 34
“Matiin lampu dapur ya, Nduk,” pinta Ibuk. Isa bergegas menutup pintu setelah mematikan lampu 5 watt di dapur.
hlm. 61. 35
“Kalau selesai mandi, naruh sabun yang benar Jangan sampai terendam air hlm. 100.
36 “Sing ati-ati yo, Nduk. Semoga gak cepat rusak lagi pesan
Ibuk. 37
“Pilih yang kamu suka, Yek. Tapi jangan yang putih itu. Terlalu mahal,”pesan Ibuk.
Ibuk sebisa mungkin mengatur uang untuk kebutuhan sehari- hari. Sampai harus hutang kepada Bang Udin. Berikut kutipan secara
tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut: 38
“Ini cicilan untuk hari ini Bang,” kata Ibuk, memberikan uang seribu lima ratus rupiah hlm. 88.
Ibuk harus menasehati berulang kali kepada anak-anak agar mereka hidup sederhana dan tidak boros. Semuanya harus diatur
sesuai dengan kebutuhan, mulai dari memakai sabun sampai makan pun semua anak-anak harus saling berbagi. Berikut kutipan secara
tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut: 39
“Rinso secukupnya saja. Air jangan banyak-banyak,” pesan Ibuk kepada Isa yang sedang mencuci sepatu hlm.
101. 40
“Tempe cukup satu-satu dulu hari ini. entar kalau ada rejeki, bisa makan tempe lebih. Nasi jangan sampai ada
yang tersisa,’ pesan Ibuk saat makan siang hlm. 101. 41
“Yek, sini celanamu yang robek Ibuk tambal dulu Selagi masih cukup kita tidak perlu membeli seragam yang baru,
57
ya,” kata Ibuk melihat Bayek yang merengek minta celana seragam baru hlm. 101.
42 “Nan, kalau keluar dapur, jangan lupa mematikan lampu.
Yek, kamu juga, kalau mau tidur TV jangan dibiarkan menyala,” pesan Ibuk sebelum masuk ke kamar tidur
hlm. 101.
43 “Tidak bisa kurang tah, Mbak? Cabe kok mahal gini.
Kalau beli seperempat kilo, bisa dapat tiga suing bawang putih gak, Mbak?” tawar Ibuk ketika berbelanja hlm.
101.
44 “Rin, pakai buku pelajaran bekas kakakmu. Masih bagus
kok. Masih bisa dibacakan?” saran Ibuk kapada Rini yang meminta dibelikan buku PMP hlm. 101.
45 “Gak usah apik-apik rautan pensilnya hlm. 101.
46 “Ini uang jajanmu. Jangan dibandingkan dengan…hlm.
102. 47
“Berapa pun uang yang kamu miliki, jangan pernah berlebihan. Nabung Kamu bisa jatuh sakit…hlm. 102.
48 “Halah Yek, biaya sekolah saja masih belum cukup, kok
sudah minta beli sepatu Entar kalau sudah masuk SMP, nabung dan beli sepatu baru ya,” kata Ibuk hlm. 119.
49 “Le, selalu nabung ya. Sedikit-sedikit. Buat masa
depanmu. Kalau…hlm. 140. Ibuk selalu mengutamakan pendidikan anak-anaknya.
Walaupun ia tidak lulus SD, ia mempunyai tekad kalau anak- anaknya harus mengeyam pendidikan lebih tinggi daripada beliau.
Sehingga beliau harus menjual apa saja yang dimilikinya. Berikut kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
50 Lulus SD, Isa dengan mudah masuk ke sekolah menengah
pertama paling bagus di Batu. Ibuk menjual cincin emas satu-satunya untuk membayar uang pangkal hlm. 65.
51 Giliran tahun depan, Naniku yang perkasa akan masuk
SMP. Ini juga harus bisa Lamun Ibuk hlm. 66.
Ibuk menangis ketika mengalami kesulitan ekonomi keluarga. Beliau kasihan melihat ayah yang bekerja mencari uang
58
sendiri. Berikut kutipan secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
52 “Coba aku bisa kerja membantu keluarga. Sekarang kita
sabar dulu. Rejeki itu… rejeki itu…,” kata Ibuk terbata- bata dan tak sanggup melanjutkan kata-kata. Air mata
mengalir di pipi Ibuk. Ia tak tega melihat wajah Bapak yang terlihat capek. Ia tak tega melihat Bapak harus
bekerja sendiri untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Ia tak tega harus melihat anaknya ke sekolah besok dan tak
bisa membayar SPP hlm. 116.
Ibuk menginginkan agar anak-anaknya tidak bernasib sama dengan ibunya. Berikut kutipan secara langsung yang mendukung
pernyataan tersebut: 53
Minggu depan, Bayek yang lulus SD akan melanjutkan sekolah SMP Negeri 1 Batu. Bayek satu sekolah dengan
Nani yang akan lulus SMP tahun depan. Dalam genggamannya, Ibuk tak akan membiarkan anak-anaknya
tidak berpendidikan seperti dia.
54 Cukup aku saja yang tidak lulus SD, tekad Ibuk hlm.
124. 4
Setia Ibuk selalu melayani Bapak ketika Bapak pulang narik
angkot. Ibuk menyiapkan minum, makanan untuk Bapak, air hangat untuk mandi Bapak. Berikut kutipan secara langsung yang
mendukung pernyataan tersebut: 55
Ibuk langsung menuju dapur, menyalakan kompor minyak dan memanaskan lauk buat makan malam Bapak.
Tak lupa Ibuk membuat kopi panas hlm. 68.
Ibuk selalu setia dengan Bapak dan anak-anaknya. Beliau tidak pernah mengeluh dengan pekerjaan sehari-harinya. Beliau
selalu melayani Bapak dan anak-anaknya, seperti memasak dan
59
mengurus anak-anak dan Bapak ketika pulang narik angkot. Beliau sangat setia dengan Bapak. Bahkan ketika Bapak sedang sakit, beliau
selalu menjaganya hingga akhirnya Bapak tiada. Berikut kutipan secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
56 “Aku sudah masak air buat mandi, ya. Sekarang
taknyusuin Mira.”hlm. 68. “Wah kok sudah pulang, Pak? Sambut Ibuk.
57 “Mau the panas tah? Atau kopi?” tanya Ibuk hlm. 115.
Ibuk selalu memberi semangat kepada Bapak, saat angkot mulai mogok. Ibuk tidak pernah mengeluh dan selalu bersabar.
Berikut kutipan secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
58 “Sing sabar sik. Sing sabar,” kata Ibuk menghibur Bapak.
“ Itu tehnya diminum dulu.” hlm. 116. Ketika pekerjaan Bayek menumpuk dan Bayek merasa capek.
Bayek selalu menelepon Ibuk. Berikut kutipan secara langsung dari pengarang yang mendukung pernyataan tersebut:
59 Hampir setiap hari, setiap langkah, Bayek selalu ingin
Ibuk menemainya, meskipun hanya lewat telapon. Suara Ibuklah yang bisa memberikan kesejukan hati hlm. 139.
Ketika pekerjaan Bayek menumpuk dan Bayek merasa capek. Bayek selalu menelepon Ibuk. Berikut kutipan secara tidak langsung
yang mendukung pernyataan tersebut: 60
“Le, yang penting kamu makan yang bener, makan yang cukup. Meskipun kerjaan banyak, selalu luangkan waktu
untuk makan. Jangan lupa makan sayur” pesan Ibuk lagi hlm. 140.
60
Ketika Bapak sedang sakit, Ibuk selalu menemani dan menjaganya sampai akhirnya Bapak meninggal dunia. Berikut
kutipan secara langsung dari pengarang yang mendukung pernyataan tersebut:
61 Ibuk duduk di sudut ranjang, tak tega melihat Bapak yang
kini tidak bisa memandang dengan dua bola matanya. Tatapan Bapak begitu melankolis hlm. 253.
62 Bapak masih meraung kesakitan dan memegang kening
bagian kanan, di atas telinga. Ibuk memijat tangan Bapak. Ia tak berani memijat kepala Bapak. bapak masih
memegang kepalanya dengan erat. Air mata menetes di pipinya. Ia terus mengerang kesakitan. Ibuk tak tahu
harus berbuat apa. Mata Ibuk berkaca-kaca. Ibuk kemudian menelepon Nani hlm. 252.
Saat Bapak sedang sakit, Ibuk selalu menjaga dan merawat Bapak. Berikut kutipan secara tidak langsung yang mendukung
pernyataan tersebut: 63
“Biar Ibuk saja yang masak. Biar Ibuk ada kegiatan hlm. 244.
64 Besok kepingin makan apa, Pak?” tanya Ibuk sambil
memijat kaki Bapak hlm. 251. 65
“Wah, nasi putihnya sudah habis Pak. Aku masakkan sebentar ya?” tanya Ibuk hlm. 266.
66 Sesampai di rumah sakit, Ibuk, Nani, Isa, dan Rini
memindahkan jasad Bapak dari kamar rawat ke kamar jenazah. Ibuk mengelus-elus rambut Bapak. Air matanya,
tak berhenti mengalir. Isa dan Nani mengelus-elus kaki Bapak hlm. 272.
67 Semenjak Bapak sakit, Ibuk tak pernah jauh dari kamar
Bapak. menjaga belahan dirinya. Pagi, siang, dan malam hlm. 254.
Ibuk selalu setia mendampingi Bapak dan keluarganya. Ibuk selalu mendoakan anak-anaknya agar dapat menjalani hidup yang
tidak seperti dirinya dulu. Beliau ingin anak-anaknya mendapatkan
61
pendidikan yang semestinya. Hal ini ditunjukkan pada kutipan 1 sampai 67. Berdasarkan kutipan-kutipan di atas terbukti bahwa
Ibuk memiliki sifat penyayang, tegar dan kuat, ulet, serta setia. b.
Bayek 1
Penyendiri dan Cengeng Bayek kecil adalah anak penyendiri. Namun, sebenarnya
Bayek adalah anak yang tekun, pandai, dan pantang menyerah. Berikut kutipan secara langsung yang menggambarkan sosok Bayek:
68 Bayek anak penyendiri. Ia selalu merasa takut akan dunia
di luar sana. Rumahnya begitu nyaman. Ia merasa terlindungi oleh kehangatan saudara dan orangtuanya.
Rini malah sudah bisa ditinggal Ibuk di kelas. Dari balik jendela, Ibuk melihat anak lelaki satu-satunya
duduk di antara sekitar 40 anak berseragam merah putih. Mira terlelap dalam gendongannya. Tiba-tiba matanya
berkaca-kaca, melamunkan nasib anaknya. Akankah Bayek hanya bisa sekolah sampai di SD ini
saja? Seperti dirinya dulu? hlm. 43.
Bayek masih sering merengek bila minta sesuatu kepada Ibuk. Padahal saat itu, Ibuk harus membelikan sepatu untuk Nani.
Karena sepatu Nani sudah jebol. Berikut kutipan secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
69 “Ni, habis ini kita ke Bata ya, Nduk,” ajak Ibuk
bersemangat. “Wah, aku juga ya, Buk. Sepatuku juga hamper jebol,”
pinta Bayek. “Nanti, Le, kalau cicilan sepatu untuk Mbak Nani sudah
lunas,” kata Ibuk. “Bener, Buk, sepatuku sudah mau jebol,” Bayek
merengek. “Sabar, Le. Sabar,” jawab Ibuk sambil melipat baju
terakhir yang disetrika. Mira masih tidur pulas hlm. 89.
62
70 “Yek, kalau belum bisa beli sepatu baru, coba pinjam
sepatu temanmu, biar kelihatan sama dengan teman- teman di paduan suara ya?” saran Bu Guru ketika Bayek
akan mengikuti lomba paduan suara. Bayek malu. Ia telah meminta Ibuknya. Tapi meman uang tidak ada hlm. 91.
Bayek tidak ingin menjadi sopir angkot seperti ayahnya. Ia selalu bersikeras untuk mengejar cita-citanya. Berikut kutipan secara
tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut: 71
“Malang, Pak Malang, Mbak Malang, Mas” teriak Bayek. Ia mengeluarkan kepalanya dari jendela mobil.
Angin meniup-niup rambut Bayek. “Ati-ati, Le. Ayo, pastikan pintu sudah terkunci,” pesan
Bapak. “Yek, kalau kamu besar, bantuin Bapak narik angkot ya’
lanjut Bapak. “Pak, aku mau sekolah sing pinter saja. Aku mau jadi
orang pinter” balas Bayek hlm. 103-104.
2 Tekun dan Cerdas
Empat tahun di Bogor. Empat tahun penuh dengan kerinduan, keprihatinan, dan usaha keras. Bayek akhirnya lulus. Berikut kutipan
secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut: 72
“Buk, IPK-ku 3,52” seru Bayek lewat telepon. “Wah, kok 3,52? Kok gak 8 atau 9?” tanya Ibuk.
Ibuk tidak pernah menanyakan IP Bayek selama kuliah. Ia bahkan tidak tahu IP itu apa. Yang penting Bayek bisa
mengerjakan ujian dengan lancar hlm. 135.
73 “Dan, lulusan terbaik Jurusan MIPA, Bayek Setyawan
dari Jurusan Statistika dengan IPK 3,52” seru pembawa acara memanggil Bayek hlm. 136.
3 Patuh
Bayek selalu minta doa restu kepada Ibuk, Bapak, bahkan kepada Bapak Mun dan Mak Gini. Bayek tidak hanya meminta doa
ketika ujian tiba. Bayek juga meminta doa ketika akan naik gunung,
63
lomba paduan suara, lomba baca puisi, pementasan teater, lomba menyanyi keroncong, dan ketika akan berpuasa. Berikut kutipan
secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut: 74
“Buk, doakan lancar ya, Buk. Doakan Bayek dapat kerjaan. Minta Bapak doain juga Buk. Bapak Mun, Mak
Gini juga. Semuanya Buk, semuanya ya. Doakan lancar,” pinta Bayek lima menit sebelum wawancara kerja dimulai
hlm. 139.
Tiga tahun sudah Bayek bekerja di Jakarta dengan penuh usaha keras. Akhirnya Bayek mendapat kesempatan tawaran kerja di
New York. Sebuah kota yang tidak pernah terlintas dalam mimpi Bayek. Berikut kutipan secara tidak langsung yang mendukung
pernyataan tersebut: 75
“Inilah saatnya, aku membangun hidupku dan keluarganya. Apa pun itu New York, akan aku hadapi.
Bapak dan Ibuk telah memberikan segalanya. Hidupnya. Kini saatnya aku berjuang seperti mereka tekad Bayek
hlm. 143-144.
Bayek selalu berdoa untuk Isa agar cepat dapat jodoh. Mereka saling menguatkan perjalanan masing-masing. Bayek dan
keempat saudara perempuannya, hidup dalam satu tekad dan satu usaha keras hidup. Beriku kutipan secara tidak langsung yang
mendukung pernyataan tersebut: 76
“Wis, Le, doa kamu sudah didengar. Mbakmu sekarang sudah mendapat jodoh. Jangan nangis,” kata Ibuk di
telepon. Ibuk tak tega melihat anak laki-laki satu-satunya tidak berada di antara semua saudaranya. Air matanya
semakin tumpah saat sesi foto bersama. Semua anaknya di sana kecuali Bayek hlm. 149.
64
Walaupun kemampuan berbicara Bahasa Inggris Bayek kurang fasih, namun Bayek berusaha belajar giat. Bayek
membuktikan kalau dia bisa bersaing di kantor. Akhirnya ia menerima penghargaan “Employee of the Month”. Berikut kutipan
secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut: 77
“Nah, tuh, kan. Kamu bisa Le” kata Ibuk membesarkan hati.
“Buk, aku juga barusan transfer. Buat bayar hutang ke Tante Bewah, uang yang aku pakai untuk berangkat ke
sini. Sisanya buat Ibuk dan Bapak ya, “ kata Bayek hlm. 152-153.
Semangat Bayek sedikit menurun setelah dia dirampok pada tanggal 4 Juli 2001 ketika memasuki stasiun kereta api Fleetwood di
Westchester. Saat itu ia akan melihat pesta kembang api di Manhattan. Tiba-tiba dua orang menghentikan langkahnya. Bayek
tidak berani memberitahu keluarganya hingga beberapa bulan kemudian. Berikut kutipan secara tidak langsung yang mendukung
pernyataan tersebut: 78
“Aduh, Ni. Gak iso mbayangno aku. Yo opo adikmu iku Ni?” tanya Ibuk tersedu-sedu setelah Nani menceritakan
kejadian itu. Bayek tak berani memberitahu langsung. “Yang penting Bayek selamat Buk,” hibur Nani sambil
mengelus-elus pundak Ibuk hlm. 154. “Kok tega ya, Ni. Si Bayek iku cilik. Kok masih
dipukulin. Atine nang endi?” Ibuk terisak-isak. “Ni, anter Ibuk ke wartel saiki…”
“Sudah Buk, telepon dari rumah saja. Jangan khawatir jam segini sudah ada diskon SLJJ,” bujuk Nani kemudian
mencoba menghubungi adiknya. “Aduh, Le… kok gak bilang-bilang ke Ibuk?” tanya Ibuk.
“Wis, Buk, tenang ae… aku pas apes, Buk. New York iku aman kok Buk,” ujar Bayek. Nani di samping Ibuk
mendengarkan percakapan mereka.
65
“Kamu itu sendiri di sana Le. Pulang saja, Le. Pulang saja. Cari kerjaan deket-deket sini saja,” ratap Ibuk.
Bayek terdiam sebentar. Ibuk masih terisak-isak. “Insya Allah, aku bisa jaga diri Buk. Jangan khawatir.”
“Wis, Le. Bener ya, kalau tidak aman di sana pulang saja.” hlm. 154-155.
4 Peduli
Bayek peduli dengan keadaan keluarganya. Oleh karena itu Bayek membantu keluarganya dengan mengirimi uang. Berikut
kutipan secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut: 79
“Le, sudah cukup kamu membantu keluarga. Sekarang waktumu. Waktumu untuk membangun hidupmu….hlm.
219. 80
“Buk, mungkin aku di sini setahun dulu ya. Pingin nabung dulu sebelum pulang,” kata Bayek hlm. 220.
5 Pantang Menyerah
Bayek pernah mengalami mati suri. Mbah Carik yang memberitahukan tentang hal ini. Ia memberitahukan bahwa kelak
Bayek akan membahagiakan hidup Ibuk dan keluarganya. Berikut kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
81 Azan pun bergema. Isak tangis semakin menjadi-jadi.
Tiba-tiba Bayek membuka mulut. Beberapa detik kemudian membuka mata. Seperti tak pernah terjadi apa-
apa sebelumnya. Seperti ketika ia bangun pagi. Ibuk memeluk erat Bayek dan memberinya minum susu sapi
segara hlm. 84. Sampai saat ini tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Bayek. Mbah Carik hanya
memberi tahu kalau Bayek mati suri. ibuk masih tak tahu mati suri itu apa hlm. 85.
Bayek mendapatkan PMDK di IPB, namun Ibuk bingung mencari biaya untuk Bayek. Berikut kutipan secara langsung yang
mendukung pernyataan tersebut:
66
82 Dua tahun kemudian Bayek lulus SMA dan mendapatkan
PMDK di Jurusan Statistik IPB. Ada kelegaan buat Bayek yang selalu takut menjadi sopir angkot seperti Bapak.
Demikian juga Ibuk, hatinya besar melihat anak lelaki satu-satunya mendapatkan undangan untuk di Bogor.
Bayek akan pergi kuliah hlm. 132.
83 Berita penerimaan PMDK Bayek di IPB disambut dengan
kebahagiaan juga air mata. Mereka belum tahu, bagaimana Ibuk dan Bapak akan mengirim Bayek ke
Bogor. Membiayai Nani saja sudah terasa sangat berat hlm. 132.
Dengan menjual angkot Bapak, akhirnya Bayek pergi ke Bogor untuk kuliah. Tidak menjadi sopir angkot seperti Bapak tetapi
menjadi mahasiswa. Anak lelaki Ibuk meninggalkan rumah kecilnya. Anak pertama yang keluar merantau jauh. Berikut kutipan secara
langsung yang mendukung pernyataan tersebut: 84
Ada air mata di sudut mata Bayek. Ia diam. Hening di ruang tamu. Bayek dan kakak adiknya tahu bagaimana
angkot itu. Usaha keras gigih Ibuk menyisakan uang belanja demi angkot itu. Bayek tahu, betapa besar cinta
Bapak untuk angkotnya. Kini Bapak harus menjual angkotnya hlm. 134.
Rekan kerja Bayek mulai tidak setia bekerja di perusahaan tempat Bayek bekerja. Namun, Bayek tetap bertahan di sana. Berikut
kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan tersebut: 85
Rekan kerja di kantor datang dan pergi tapi Bayek tetap bertahan. Bayek merasa telah tumbuh dan diberikan
kesempatan besar untuk mengubah hidupnya diperusahaan ini. bayek ingin mengabdi lewat pelayanan
terbaik hlm. 194.
Bayek kembali memberikan kejutan kepada semua saudaranya. Sekarang giliran Rini. Berikut kutipan secara langsung
yang mendukung pernyataan tersebut:
67
86 Di musim semi ketujuh, Bayek kembali memberikan
kejutan untuk keluarganya. Kali ini untuk Rini hlm. 216.
Bayek adalah anak ketiga dan anak laki-laki satu-satunya dari keluarga Bapak dan Ibuk. Bayek adalah anak satu-satunya yang
berhasil pergi ke New York untuk bekerja. Tantangan demi tantangan telah ia hadapi demi mengubah hidupnya dan hidup
keluarganya. Berkat doa dari Ibuk, Bayek berhasil mengubah hidupnya dan hidup keluarganya. Hal ini terbukti pada kutipan 68
sampai 86. Dapat disimpulkan bahwa sifat Bayek adalah anak yang penyendiri, cengeng, tekun, patuh, setia dan pantang menyerah.
c. Bapak
1 Pekerja Keras dan Tanggung Jawab
Bapak bekerja sebagai seorang sopir angkot dan ibuk menjadi ibu rumah tangga yang mengurus anak-anak di rumah. Berikut
kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan tersebut: 87
Bapak segera mengantar Ibuk ke tempat praktek bidan desa yang berjarak 15 menit dari rumah Mbak Gik hlm.
30. 88
Bapak terkadang juga memakai uang tabungan Ibuk ini untuk memperbaiki angkot yang rusak atau ketika kena
tilang polisi hlm. 46. 89
…Usaha keras hidup tak akan pernah mudah dengan lima anak ini tetapi Ibuk dan Bapak bertekad untuk berlayar
dengan gagah. Buat anak-anaknya hlm. 51-52.
Ketika angkot mulai rusak, Bapak pulang hampir tengah malam. Bapak agak kesal dengan keadaan tersebut. Berikut kutipan
secara langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
68
90 Wajah bapak muram, ia menghabiskan makan malamnya.
Tangannya masih berlepotan oli. Rambutnya kumuh. Mukanya hitam terbakar panas matahari hlm. 68.
Bapak mengeluh kepada Ibuk bahwa angkot mulai rusak. Bapak pulang hampir tengah malam. Bapak agak kesal dengan
keadaan tersebut. Berikut kutipan secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
91 “Aduh Nah, capek sekali badan ini Angkot rusak
lagi.uang habis buat benerin angkot. aduh Nah, yo opo iki? keluh Bapak hlm. 68.
Saat lebaran tiba, Bapak dan Ibuk tidak pernah membeli baju baru. Namun, mereka memastikan anak-anaknya dapat memakai
baju lebaran. Agar mereka semua sama dengan anak-anak lain. Berikut kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan
tersebut: 92
Ibuk dan Bapak baru membeli baju baru ketika ada rezeki lebih. Kadang hanya tiga tahun sekali hlm. 102.
2 Pantang Menyerah
Berkat kerja keras Bapak, keuletan Ibuk untuk hidup prihatin, dan uang receh yang dikumpulkan tiap hari. Akhirnya Bapak bisa
membeli angkot baru dan anak sulungnya bisa sekolah SMA. Berikut kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan
tersebut: 93
Akhirnya Sesuatu yang Bapak impikan sejak lama tercapai. Bapak narik angkot miliknya sendiri hlm. 103.
69
Sudah empat hari angkot mogok, Bapak mulai mengeluh. Apalagi anak-anak sangat membutuhkan biaya hidup. Berikut
kutipan secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut: 94
“Aku capek, Nah. Iki godaan datang terus. Aku berangkat lagi, ya Gak bisa liat anak-anak seperti ini.
Saaken” hlm. 116. Bapak akan menjual angkotnya dan Bapak akan menjadi
sopir truk di tetangga sebelah. Berikut kutipan secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
95 Beberapa saat kemudian Bapak menimpali, “Bapak akan
kerja di tetangga sebelah menjadi sopir truk. Mereka lagi butuh sopir untuk membawa makanan ternak dan Batu ke
Surabaya. Angkot sudah ada yang mau membeli.” hlm. 134.
Sejak Bayek sudah bisa bekerja sendiri dan sering mengirimi uang kepada keluarganya di Kota Batu. Bapak berhenti menjadi
sopir truk. Berikut kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
96 Bapak akhirnya berhenti jadi sopir truk untuk membantu
pembangunan kos. Bapak bolak-balik Batu-Yogyakarta hlm. 187.
Kebahagian mulai terasa. Bapak dan Ibuk tinggal menikamti masa tuanya dengan anak dan cucunya mereka. berikut kutipan
secara langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
97 Hidup Bapak dan Ibuk semakin meriah dengan hadirnya
cucu dan menantu. Meskipun anak-anaknya sudah mempunyai rumah sendiri-sendiri, rumah Ibuk selalu
ramai dengan kunjungan cucu-cucu hlm. 242.
70
Baru saja menikmati kebahagian. Bapak malah sering sakit- sakitan. Beriku kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan
tersebut: 98
Kondisi Bapak semakin lemas. Ia banyak menghabiskan waktu di kamar. Dari jendela kaca yang membatasi kamar
dan dapur, Ibuk selalu memantau Bapak sembari memasak. Kadang menawarkan teh hangat atau pisang
goreng. Ibuk tak pernah jauh dari tempat tidur Bapak hlm. 256.
Bapak yang sedang sakit sudah mulai bosan karena hanya tiduran di kamar. Bapak sudah tidak sabar ingin bermain dan
mengantarkan sekolah cucu-cucnya. Berikut kutipan secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
99 “Nah, aku wis gak sabar ngantar cucu-cucu ke sekolah.
Wis bosen ndik kamar terus,” kata Bapak yang sedang rebahan di kamarnya hlm. 251.
Kondisi terakhir Bapak saat sakit sangat parah. Bapak tidak ingin Bayek pergi jauh-jauh. Berikut kutipan secara tidak langsung
yang mendukung pernyataan tersebut: 100
“Le, jangan pergi jauh-jauh ya,” pesan Bapak singkat. Bayek kemudian mencium pipi Bapak dan berangkat.
Ada gundah di hati Bayek hlm. 263. Setelah bertahan beberapa bulan. Bapak akhirnya
menghembuskan napas terakhir. Ibuk merasa sangat kehilangan orang yang menjadi suami, sahabat setia, dan belahan jiwanya.
Berikut kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
101 Bapak meninggalkan istri, anak, dan cucunya. Malam itu
71
Bapak belum sempat memakai baju hem putih yang dibelikan Nani tempo hari hlm. 271.
102 Cinta Ibuk selalu segar untuk keluarga. Cinta Ibuk selalu
terang untuk Bapak hlm. 271. Bapak sebagai kepala keluarga bertanggung jawab atas
kehidupan keluarganya. Bapak bekerja sebagai sopir angkot. angkot sering rusak tak membuat ia putus asa. Walaupun angkot sampai
harus dijual untuk biaya kuliah Bayek di Bogor, Bapak tetap bekerja sebagai sopir truk milik tetangga. Beliau tidak ingin anak-anaknya
tidak makan. Maka ia terus bekerja dan bekerja. Hal terbukti pada kutipan 87 sampai 102. Dapat disimpulkan bahwa Bapak
memiliki sifat pekerja keras, pantang menyerah, dan tanggung jawab.
d. Mak Gini
1 Sederhana
Mak Gini hidup dalam kesederhanaan. Mereka makan seadanya. Kalau kurang, Mak Gini menjual apa yang ia punya.
Berikut kutipan secara langsung dari pengarang yang mendukung pernyataan tersebut:
103 Hidup begitu sederhana. Mereka makan bersama di dapur
berlantai tanah, di depan tungku perapian yang menjadi tempat memasak, juga untuk menghangatkan diri dari
udara dingin Kota Batu. Di dapur inilah kebersamaan itu tumbuh. Rezeki yang di dapat hari ini untuk makan besok.
Kalau kurang, Mak Gini menjual atau menggadaikan barangnya. Mak Gini menjauhi hutang hlm. 30.
72
2 Perhatian
Ketika Ibuk sudah berumah tangga, Mak Gini selalu memberi nasehat kepada Ibuk agar memberikan kacang ijo dan beras merah
agar anak-anak kelak menjadi cerdas. Berikut kutipan secara langsung maupun tidak langsung yang mendukung pernyataan
tersebut: 104
Saat Isa menginjak enam bulan, ia mulai bisa makan bubur beras merah. Mak Gini mengajari Ibuk membuat bubur
dari beras merah yang saat itu masih mudah didapatkan di pasar sayur Batu hlm. 32.
“Biar anak-anakmu pinter kalau besar nanti,” kata Mak Gini hlm. 32.
Mulai saat itu, bubur beras merah tak bisa terlupakan Ibuk ingin anak-anaknya tumbuh menjadi anak yang cerdas.
Ibuk mulai membayangkan mereka pergi ke sekolah dengan sepatu kecil, dengan seragam merah putih. Lulus
SD Tidak seperti ia dulu hlm. 32-33.
Ketika rumah Ibuk masih baru, belum ada isinya. Mak Gini meminjamkan kursi dan meja untuk mengisi ruang tamu. Berikut
kutipan secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut: 105
Mak Gini meminjamkan dua kursi kayu dan satu meja yang kita taruh di ruang tamu selama tiga bulan hlm. 79.
Mak Gini adalah ibuknya Ibuk. Rumah beliau berdekatan dengan rumah Ibuk. Terkadang Ibuk diberi nasehat-nasehat oleh
Mak Gini. Waktu rumah Ibuk belum ada kursi, Mak Gini meminjamkan kursi untuk rumahnya. Berdasarkan kutipan 103
sampai 105 dapat disimpulkan bahwa Mak Gini memiliki sifat suka membantu, hidupnya sederhana, dan peduli terhadap anaknya yaitu
Ibuk.
73
e. Mbok Pah
1 Peduli
Mbok Pah adalah nenek Ibuk. Sejak umur 16 tahun Ibuk sudah ikut berdagang baju bersama neneknya. Mboh berjualan daster
batik, baju sekolah, jarik, sampai sarung. Mbok Pah mengajari dari cara membuka kios, melipat baju, sampai tawar-menawar. Berikut
kuipan secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut: 106
“Nah, entar kalau kamu sudah gedhe, kamu yang ngurus kios kecil ini ya,” kata Mbok Pah hlm. 2.
2 Tanggung Jawab
Saat Ibuk akan memilih jodoh, Mbok Pah sering menasehati Ibuk. Mbok Pah memiliki beberapa pilihan lelaki untuk Ibuk, namun
Ibuk tetap memilih Sim Bapak. Namun, Mboh Pah tidak bisa memaksakan kehendak Ibuk. Berikut kutipan secara langsung
maupun tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut: 107
“Gini Nah, sudah lama Mbok Pah mau ngomongini, tapi ora enak. Sudah beberapa minggu ini ada yang nanyain
kamu terus. Namanya Lek Hari. Mungkin seumuran sama Sim. Dia sudah punya rumah sendiri. Mencetak batu
bata,” jelas Mbok Pah. Tinah diam sejenak. Ia melirik Mbok Pah yang sedang
menggantungkan baju-baju di depan kios. “Yah… masa’ kamu gak mau orang yang sudah mateng
dan sebaik dia?” kata Mbok Pah meyakinkan. Apa kamu masih pilih Sim itu? Ganteng iya, tapi Mbok rasa dia
belum mateng, Nah. Belum siap. Masa’ kamu mau nunggu?” hlm. 21-22.
74
Sampai akhirnya Tinah Ibuk memilih Sim Bapak dan menikah dengan Sim Bapak, Mbok Pah meninggal seminggu
sebelum acara pernikahan itu. Mbok Pah adalah nenek Ibuk. Sejak Ibuk tidak lulus SD,
Ibuk membantu Mbok Pah berjualan pakaian di pasar Batu. Awalnya Mbok Pah ingin menjodohkan Ibuk kepada beberapa pemuda
pilihannya. Namun, hati Ibuk tetap memilih Bapak. Berdasarkan kutipan 106 dan 107 tersebut dapat disimpulkan bahwa Mbok
Pah memiliki sifat peduli dan tanggung jawab. Hal terbukti ketika Ibuk akan menikah, Mbok Pah memberi sedikit uang untuk
membantu pernikahan Ibuk. f.
Mbak Gik 1
Baik Hati Mbak Gik sering menasehati Sim Bapak saat akan berumah
tangga. Mbak Gik menasehati agar jangan terburu-buru untuk berumah tangga, karena berumah tangga itu tidak mudah. Berikut
kutipan secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut: 108
“Sim, orang berumah tangga itu nggak gampang. Kamu sudah siap tah punya istri dan anak kelak? Kamu kan baru
saja bisa narik angkot sendiri?” tanya Mbak Gik. “Si Ngatinah iki wonge apikan. Gak macem-macem. Bisa
hidup susah seperti aku,” jawab Sim. “Lah Ya jangan sampai diajak hidup susah Sim…,”
timpal Mbak Gik. “Cari rejeki bareng maksudku. Berjuang bareng. Anaknya
gak manja. Mau kerja keras juga,” jelas Sim hlm. 23.
75
2 Peduli
Dahulu, Bapak tinggal bersama Mbak Gik di Jalan Darsono, Desa Ngaglik. Saat malam pertama, Ibuk dan Bapak berada di rumah
Mbak Gik. Mereka belum bisa membuat rumah. Mereka sudah tidak enak kalau harus numpang lama-lama di rumah Mbak Gik. Ada
keinginan mereka untuk membuat rumah, tetapi memang mereka belum punya uang yang mencukupi.
Ketika mereka sudah mempunyai lima anak pun, mereka masih menumpang tidur di rumah Mbak Gik. Sampai akhirnya
Bapak bertekad membangun rumah kecil di Gang Buntu. Berikut kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
109 Kamar mereka pun semakin penuh. Beberapa bulan
setelah Bayek lahir, mereka meninggalkan rumah Mbak Gik. Bapak telah membangun sebuah rumah kecil di Gang
Buntu hlm. 36.
Mbak Gik adalah kakak angkat Bapak. Ketika Bapak dan Ibuk baru menikah, mereka tinggal di rumah Mbak Gik. Sampai
ketika anak mereka lahir, Mbak Gik ikut membantu Ibuk mengajak bermain anak-anak momong. Setelah kelima anaknya lahir, Bapak
dan Ibuk mulai membangun rumah kecil dan sederhana. Berdasarkan kutipan 108 dan 109 dapat disimpulkan bahwa Mbak Gik
memiliki sifat baik hati dan peduli.
76
g. Isa
1 Tekun dan Peduli
Besar harapan Ibuk agar Isa bisa lulus SMA. Akhirnya Isa bisa lulus SMA. setelah Isa lulus SMA, ia kursus komputer di
Malang. Ibuk pun bertekad ingin mengkuliahkan Isa, saat itu Isa masih memberi les privat. Berikut kutipan secara tidak langsung
yang mendukung pernyataan tersebut: 110
“Sekarang, aku ingin memastikan Mira bisa kuliah. Demikian juga Rini dan Isa. Mereka harus bisa kuliah
seperti Bayek dan Nani. Mereka harus kuliah. Isa memang sudah lama lulus SMA tapi tidak ada kata terlambat
Tekad Ibuk hlm. 140.
Puluhan tahun yang lalu di usia yang hampir sama dengan Isa, Ibuk sekurus Isa. Secantik Isa. Rambutnya sama. Gaya
berjalannya sama. Jalan hidupnya saja berbeda. Semenjak lulus SMA Isa telah bekerja untuk membantu Nani dan Bayek kuliah. Di
balik kelembutannya, Isa adalah perempuan kuat yang berjuang untuk “membuka” jalan buat adik-adiknya. Berkat bantuan Bayek,
Isa bisa kuliah dan kini Isa telah lulus sarjana dan menjadi guru SD. Isa adalah pertama Ibuk dan Bapak. Isa adalah anak
pertama yang sering membantu adik-adiknya ketika masih kecil. Membantu adik-adiknya mengerjakan PR sampai memandikan adik-
adiknya. Berdasarkan kutipan 110 dapat disimpulkan bahwa Isa adalah anak yang tekun dan peduli. Ia peduli dengan adik-adiknya
dan Ibuk bertekad agar Isa bisa kuliah.
77
h. Nani
1 Tahan Banting
Nani adalah anak Ibuk yang paling gagah, seringkali ia membersihkan got di depan rumah saat hujan tiba. Kebiasaan Nani
sama halnya dengan kebiasaan Isa. Sehabis pulang sekolah, Nani biasanya membersihkan rumah dulu yaitu menyapu lantai dan
mengepel. Setelah itu Nani makan siang. Nani juga membantu berjualan makanan kecil. Berikut
kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan tersebut: 111
Nani mulai belajar berdagang. Ia menjual pisang goreng, keripik, atau citos di sekolah hlm. 118.
2 Pantang Menyerah
Berkat bantuan Isa dan Bayek, akhirnya Nani bisa kuliah. Berikut kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan
tersebut: 112
Anak kedua Ibuk, Nani, lulus SMA setahun kemudian dan kuliah di Universitas Brawijaya hlm. 132.
Isa membantu membayar biaya kuliah dan keperluan sehari- hari Nani. Begitu juga Bayek yang telah membantu Nani kuliah
dan bisa menjadi guru SD. Nani adalah anak perempuan Ibuk yang gagah. Nani
membantu banyak dalam keluarganya. Nani berjualan makanan ringan. Berdasarkan kutipan 111 dan kutipan 112 dapat
78
disimpulkan bahwa Nani adalah anak yang tahan banting dan pantang menyerah.
i. Rini
1 Peduli dan Setia
Dalam novel ini, Rini juga membantu merawat Bapak saat sakit. Rumah Rini tidak jauh dari rumah Ibuk sehingga bisa
membantu Ibuk untuk merawat Bapak. Saat jasad Bapak disalatkan, Rini tak sanggup menahan kesedihannya. Berikut kutipan secara
langsung yang mendukung pernyataan tersebut: 113
Kain hijau menutupi keranda dengan rangkaian melati di atasnya. Jasad Bapak telah disalatkan sebelum Bayek
datang. Rini di samping Ibuk menagis, berteriak, dan akhrinya, tak sadarkan diri. Ia dibawa ke kamar Ibuk hlm.
275.
Rini adalah anak keempat dari lima bersaudara. Ketika Bapak sakit Rini turut merawat Bapak. Sampai akhirnya Bapak meninggal,
Rini tak kuasa menahan kesedihannya. Berdasarkan kutipan 113 terbukti bahwa Rini memiliki sifat peduli dan setia.
j. Mira
1 Peduli
Saat Bayek bekerja Jakarta, Mira baru kelas 2 SMA. Berkat bantuan Bayek, Mira dapat membeli rumah di Karawang. Berikut
kutipan secara secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
114 “Mir, Masmu mau bantu beliin rumah buat kamu…,” kata
Ibuk hlm. 221.
79
115 “Wah, matur suwun, Buk. Mas Bayek sendiri sudah punya
tabungan, tah? Kok bolak-balik transfer ke rumah? hlm. 221.
Mira adalah anak terakhir dari lima bersaudara. Ketika bayek sudah bekerja, Bayek membantu membelikan rumah di Karawang
untuk Mira. Ketika masih kecil, Mira jarang rewel dan tidak menyusahkan orang tuanya. Berdasarkan kutipan 114 dan 115
dapat disimpulkan bahwa Mira memiliki sifat peduli. k.
Bang Udin 1
Baik Hati dan Peduli Dari Bang Udin, Ibuk selalu berbelanja peralatan dapur. Ibuk
membayar dengan cicilan setiap hari. Mulai dari belanja dandang, bak kecil untuk mandi, sampai penggorengan. Terkadang Ibuk
meminjam uang lagi, walaupun cicilan yang lalu belum lunas. Berikut kutipan secara tidak langsung yang mendukung pernyataan
tersebut: 116
“Bang Udin, saya tadi kelupaan. Sebelumnya minta maaf ya. Cicilan kemarin belum lunas semua, tapi…” Ibuk
menghela napas sejenak. “Sepatu Nani jebol. Dan saya mau pinjam lagi sama Bang Udin. Bisa kan, Bang?” pinta
Ibuk dengan sungkan. “Insya Allah ada, Mbak Nah. Butuh berapa?” tanya Bang
Udin. Ada sedikit kelegaan di wajah Ibuk. “Lima belas ribu ya,
Bang.” hlm. 88.
Bang Udin adalah tukang jualan alat-alat rumah tangga. Ia terkadang juga menawari Ibuk untuk meminjam uang. Walaupun
cicilan Ibuk yang lalu belum lunas, Bang Udin tidak bersikeras
80
menagihnya. Ia malah menawarkan utang lagi kepada Ibuk. Berdasarkan kutipan 116 dapat disimpulkan bahwa Bang Udin
memiliki sifat baik hati dan peduli terhadap keadaan ekonomi keluarga Ibuk.
Berdasarkan kutipan-kutipan di atas, terdapat 1 tokoh utama yaitu Ibuk, dan 10 tokoh tambahan yaitu Bayek, Bapak, Mbok Pah, Mak Gini,
Mbak Gik, Isa, Nani, Rini, Mira, dan Bang Udin. Penokohanwatak tokoh Ibuk antara lain: penyayang, tegar dan kuat, ulet, serta setia. Sifat
penyayang ditunjukkan dari kutipan 1 sampai kutipan 21. Sifat tegar dan kuat ditunjukkan dari kutipan 22 sampai kutipan 26. Sifat ulet
ditunjukkan dari kutipan 27 sampai kutipan 54. Sifat setia ditunjukkan dari kutipan 55 sampai 67. Sementara itu, seluruh tokoh tambahan
memiliki sifat-sifat membantu Ibuk berjuang menyekolahkan anak-anak dan membahagiakan keluarganya. Pernyataan tersebut dapat dilihat dalam
kutipan 68 sampai kutipan 116. Berdasarkan kutipan 68 dan 86 dapat disimpulkan bahwa tokoh Bayek memiliki karakter atau watak
penyendiri, cengeng, tekun, patuh, setia dan pantang menyerah. Berdasarkan kutipan 87 sampai 102 tokoh Bapak memiliki watak
memiliki sifat pekerja keras, pantang menyerah, dan tanggung jawab. Berdasarkan kutipan 103 sampai 105 dapat disimpulkan bahwa tokoh
Mak Gini memiliki sifat suka membantu, hidupnya sederhana, dan peduli terhadap anaknya yaitu Ibuk.
81
Berdasarkan kutipan 106 dan 107 tokoh Mbok Pah memiliki watak peduli dan tanggung jawab. Berdasarkan kutipan 108 dan 109
dapat disimpulkan bahwa tokoh Mbak Gik memiliki sifat baik hati dan peduli. Berdasarkan kutipan 110 dapat disimpulkan bahwa tokoh Isa
memiliki watak yang tekun dan peduli. Berdasarkan kutipan 111 dan kutipan 112 dapat disimpulkan bahwa tokoh Nani memiliki watak tahan
banting dan pantang menyerah. Berdasarkan kutipan 113 terbukti bahwa tokoh Rini memiliki sifatwatak peduli dan setia. Berdasarkan kutipan
114 dan 115 dapat disimpulkan bahwa tokoh Mira memiliki sifatwatak peduli. Berdasarkan kutipan 116 dapat disimpulkan bahwa tokoh Bang
Udin memiliki sifat baik hati dan peduli terhadap keadaan ekonomi keluarga Ibuk.
3. Alur atau Plot
Secara umum, alur atau plot dalam novel ibuk, karya Iwan Setyawan adalah alur lurus atau progresif karena peristiwa yang
dikisahkan bersifat berkesinambungan dari awal, tengah, dan akhir. Struktur umum alur dapatlah digambarkan sebagai berikut:
a. Awal: 1
Paparan exposition Merupakan fungsi utama awal cerita. Paparan dalam novel
ibuk, memaparkan atau memperkenalkan pertemuan Tinah ibuk dengan seorang playboy pasar yaitu Sim bapak. Tinah adalah
seorang gadis lugu yang selalu membantu Mbok Pah jualan pakaian
82
di pasar Batu. Sedangkan Sim si playboy adalah seorang kenek angkot. Mereka berdua saling memandang kemudian saling tertarik
satu sama lain. Keduanya menikah, mereka pun menjadi Ibuk dan Bapak. Berikut ini adalah kutipannya:
1 Akhirnya, hajatan pertama di keluarga Ngatinah tiba. Ijab
Kabul dilaksanakan di ruang tamu, tempat mereka bertemu kali berbincang. Terob kecil, tempat melempar
janur kuning dipasang di depan rumah Mbok Pah. Mempelai duduk di atas kursi rotan dengan hiasan
rangkaian bunga melati yang sederhana dan harum. Tak ada tenda di depan rumah hlm. 24.
2 Rangsangan inciting moment
Rangsangan adalah peristiwa yang mengawali timbulnya gawatan. Rangsangan sering ditimbulkan oleh masuknya seorang
tokoh baru yang berlaku sebagai katalisator. Rangsangan dimulai ketika ibuk melahirkan anak pertama hingga anak kelima dengan
segala usaha kerasnya sampai ibuk pun jatuh sakit. Berikut kutipannya:
2 Membesarkan lima orang anak membutuhkan napas yang panjang. Tak pernah mudah, tak pernah berhenti. Setelah
Ibuk sembuh ia mulai lagi bergulat membesarkan anak- anaknya. Ia mulai membuat nasi goreng untuk sarapan
anak-anaknya sebelum berangkat ke sekolah. Ia kembali memberikan cintanya hlm. 38.
3 Gawatan rising action
Gawatan adalah tahapan yang ditimbulkan oleh rangsangan. Gawatan terjadi ketika hujan tiba, ibuk bersama kelima anaknya
berkumpul di ruang tamu dan sedang menikmati pisang goreng. Berikut kutipannya:
83
3 Ah, begitulah rumah ini dibangun. Ibuk mengakhiri ceritanya. Hujan mulai reda. Mata Ibuk menerawang ke
langit-langit. “Meskipun, banyak kebocoran di sana-sini, kita mesti
bersyukur. Kita ada di rumah sendiri. Ada tempat untuk makan pisang goreng bersama-sama,” kata Ibuk. Ia
berjalan ke dapur.
Hidup adalah perjalanan untuk membangun rumah untuk hati. Mencari penutup lubang-lubang kekecewaan,
penderitaan, ketidakpastian, dan keraguan. Akan penuh dengan usaha keras. Dan itu yang akan membuat seduah
rumah indah hlm. 79.
b. Tengah 1
Tikaian conflict Konflik adalah perselisihan yang timbul sebagai akibat
adanya dua kekuatan yang bertentangan. Tikaian terjadi ketika Bayek minta dibelikan sepatu baru. Berikut kutipannya:
4 “Buk, bener ya, kalau punya duit langsung beli sepatu ya,”rengek Bayek. Ia masih tak menyerah. Bayek beranjak
keluar dan membanting pintu. “Le, sing sabar, Le. Kalau ada duit Ibuk akan antar kamu
ke Toko Bata sekarang juga Ngerti tah?” kata Ibuk sembari membelai rambut Rini yang tebal.
Muka Bayek cemberut, matanya memandang jauh ke malam yang semakin larut. Sepatu Bayek yang selalu
disimpan di kamar depan, di bawah lemari kecil tempat menyimpan buku, memang sudah terlihat butut. Paling
butut di antara teman-teman paduan suaranya.
“Yek, kalau belum bisa beli sepatu baru, coba pinjam sepatu temanmu, biar kelihatan sama dengan teman-teman
di paduan suara ya?’ saran Bu Guru ketika Bayek akan mengikuti lomba paduan suara. Bayek malu. Ia telah
meminta Ibuknya. Tapi memang uang tidak ada.
Air mata Bayek menetes di pipinya. Ia tak lagi merengek kepada Ibuk. Hanya sesegukan di dekat pintu depan
rumah. Ibuk, tanpa kata-kata, membelai rambut Bayek. Di mata Ibuk ada kesedihan yang dalam. Ia memeluk anak
lelaki satu-satunya tapi Bayek melepaskan pelukan Ibuk.
“Wis jangan manja-manja,”kata Rini. Begitulah Bayek. Tak hanya malam itu saja ia merengek
minta dibelikan sepatu baru. Siang pulang sekolah, bangun
84
tidur di sore hari, malam hari sebelum tidur, dan begitu lagi besoknya. Tiga minggu sudah Bayek meminta sepatu
baru. Tiga minggu pula Ibuk harus bersabar menghadapi permintaan Bayek.
Baru dua bulan berikutnya ketika cicilan sepatu Nani lunas Ibuk mengajak Bayek ke Bata.
“Pilih yang kamu suka, Yek. Tapi jangan yang putih itu. Terlalu mahal,”pesan Ibuk.
Besok harinya Bayek bangun lebih pagi dari biasanya. Bayek, bocah kecil berbaju merah putih, memakai sepatu
baru hlm. 91-92.
2 Rumitan complication
Rumitan adalah perkembangan dari gejala mula tikaian menuju ke klimaks. Rumitan dalam cerita ini terjadi ketika bapak
pulang lebih awal dan angkotnya mogok lagi. Padahal keesokkan harinya harus membayar SPP Bayek dan Rini. Berikut
kutipannya: 5 “Wah, kok sudah pulang, Pak” sapa Nani menyambut
Bapak. Tidak seperti biasa, Bapak pulang lebih awal. Wajah
Bapak letih. Lengan tangannya berlepotan oli. Bajunya lusuh sekali. Rambut Bapak tidak serapi di pagi hari. Ia
selalu memakai sedikit minyak rambut Brisk sebelum berangkat kerja. Mata Bapak sedikit merah. Bajunya basah
berkeringat. Ah, Bapak begitu lemas.
“Pak, besok loh bayar SPP paling telat,” Bayek mengingatkan. Bapak hanya diam menuju dapur.
“Wah kok sudah pulang, Pak?” sambut Ibuk. Bapak tak menghiraukan Ibuk dan membersihkan
tangannya di dapur. “Mau teh panas tah? Atau kopi?” Tanya Ibuk.
Tak ada balasan dari Bapak. Keduanya diam. Bapak mengganti baju dengan kaos yang masih bersih. Mira tidur
pulas di kamar. “Kenapa lagi mobilnya?” tanya Ibuk.
“Sudah empat hari ini Nah, angkot mogok lagi Kesel aku, Nah. Kemarin rem rusak, sekarang ban depan pecah
Kesel aku Nah. Mbuh iki” kata Bapak gusar.
85
Bayek dan Rini bergabung dengan Isa di kamar depan. Nani juga. Tidak biasanya Bapak terdengar secapek ini. ia
terdengar hamper putus asa. “Sudah empat hari ini, Nah. Mangan opo iki arek-arek
mene? SPP juga mesti dibayar besok. Kalu begini terus, pingin segera jual angkot saja. Gak ngerti maneh aku”
ujar Bapak di sudut dapur sambil membanting sandal jepit biru tipisnya dengan keras.
Ibuk terkejut. Anak-anak yang ada di kamar depan terdiam.
“Wis, mbuh Nah” lanjut Bapak singkat. Suaranya pelan. Matanya berkaca-kaca.
“Sing sabar sik. Sing sabar,”kata Ibuk menghibur Bapak.”Itu tehnya diminum dulu.”
Bapak masih diam. Ia tidak menyentuh teh yang ada di atas marmer.
“ Aku capek, Nah. Iki godaan dating terus. Aku berangkat lagi ya Gak bisa lihat anak-anak seperti ini. Saaken”
“Coba aku bisa kerja membantu keluarga. Sekarang kita sabar dulu. Rejeki itu… rejeki itu…,”kata Ibuk terbata-
bata dan tak sanggup melanjutkan kata-kata. Air mata mengalir di pipi Ibuk. Ia tak tega melihat wajah Bapak
yang terlihat capek. Ia tak tega melihat Bapak harus bekerja sendiri untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Ia
tak tega harus melihat anknya ke sekolah besok dan tak bisa membayar SPP.
Ibuk menangis sesenggukan di dapur. “Buk, nggak apa-apa tah?” tanya Bayek yang mendapati
Ibuk duduk sendiri di lantai dapur. Ibuk terisak-isak, menutup mata dengan kedua telapak tangan. Baru kali ini
Bayek melihat Ibuk menangis. “Buk, Buk… ada apa Buk?” tanya Bayek lagi.
“Gak papa, Le,” jawab Ibuk singkat sembari menarik tangan Bayek. “Ikut Ibuk yuk, Le.”
Ibuk dan Bayek menyusuri gang-gang kesil di sebelah rumah. Tangan Ibuk menggenggam tangan Bayek.
Matanya sembap. Tak ada percakapan. Sesampai di hutan bamboo, Ibuk diam sebentar. Air
matanya mengalir kembali. Bayek menatap mata Ibuk. Matanya pun mulai basah.
“Wis, Le, jangan ikut menangis,” pinta Ibuk sembari mendekap Bayek. Bayek terisak-isak.
Buk, jangan nangis lagi ya. Kalau Bayek sudah besar. Bayek janji akan membahagiakan Ibuk. Bayek janji, ikrar
Bayek dalam hati.
86
Dari hutan bambu itu, hidup Bayek tak akan sama lagi. Janji untuk Ibuk. Janji untuk Bapak. Janji untuk saudara-
saudaranya terpatri dalam hidupnya. Janji untuk keluarga hlm. 114-117.
3 Klimaks
Menurut Sudjiman 1998: 35 Klimaks tercapai apabila rumitan mencapai puncak kehebatannya. Sedangkan menurut
Haryanto 2000: 39 klimaks adalah titik puncak cerita. Bagian ini terjadi ketika Bayek mendapat tawaran pekerjaan di New York.
Berikut kutipannya: 6 Tiga tahun sudah Bayek di Jakarta. Tiga tahun sudah ia
berusaha membangun hidup baru. Tiga tahun penuh tantangan. Ibuk menjaga Bayek lewat doa. Benih yang
Bayek tanam selama tiga tahun, mendatangkan sebuah kesempatan besar. Kesempatan yang akan mengubah
hidup Bayek dan keluarganya. Sebuah kota yang tidak pernah terlintas dalam mimpi Bayek.
Inilah saatnya, aku membangun hidupku dan keluargaku. Apa pun itu New York, akan aku hadapi. Bapak dan Ibuk
telah memberikan segalanya. Hidupnya. Kini saatnya aku berjuang seperti mereka tekad Bayek.
Bayek menerima tawaran kerja di New York. Dalam hati ia ingin dekat dengan keluarga. Tapi keinginan untuk
mengubah hidup telah membulatkan tekadnya untuk pergi ke New York hlm.143-144.
c. Akhir 1
Leraian falling action Menurut Sudjiman 1998: 35 Bagian sruktur alur sesudah
klimaks meliputi leraian yang menunjukkan perkembangan peristiwa ke arah selesaian. Leraian terjadi ketika Bayek pulang ke
kampung halamannya, setelah tinggal di New York selama sepuluh tahun. Berikut kutipannya:
87
7 Sepuluh tahun yang lalu, Bayek pergi dengan membawa satu koper saja dan kini ia kembali dengan lima buah
koper. Belum lagi barang yang ia kirimkan lewat pengiriman kargo laut. Empat puluh kardus berisi barang-
barang yang Bayek beli dan dikumpulkan selama hidup di New York City. Mulai dari baju-baju, sepatu, peralatan
dapur, perlengkapanan tempat tidur, CD, DVD, buku- buku, karpet, dan patung-patung perunggu koleksinya.
Untuk hidup baru Bayek di Indonesia. Untuk keponakan dan keluarganya juga hlm. 223-224.
2 Selesaian denouement
Penyelesaian merupakan bagian akhir atau penutup cerita. Penyelesaian dalam novel ibuk, yaitu saat ayah Bayek meninggal
dunia. Berikut kutipannya: 8
Bayek pulang untuk Bapak, dan Bapak telah berpulang. “Pak, insya Allah, aku akan jaga rumah Pak. Aku akan
jaga Ibuk, dan semuanya. Bapak istirahat dulu. Matur nuwun. Uripe kene wis keangkat kabeh,”bisik Bayek.
Bayek pun meninggalkan pemakaman, masih memakai kopiah hitam milik Bapak yang dipakai selama acara
pemakaman. “Seperti mimpi, Yek,” kata Ibuk singkat, ”ternyata, begini
saja hidup.” Bayek merangkul Ibuk. Berjalan kaki menuju rumah.
Sesampai di rumah Ibuk langsung ke kamar Bapak. Duduk di sudut ranjang. Membuka dompet Bapak. Ada KTP,
SIM, beberapa lembar uang, dan secarik kertas di mana Bapak mencatat beberapa nomor telepon keluarganya. Ia
menatap foto Bapak di KTP. Di SIM tercatat Pekerjaan: Pengemudi.
Ibuk menarik napas panjang. Bau keringat Bapak yang menempel di bantal diciuminya hlm. 278.
9 Cinta ibuk selalu segar untuk keluarga. Cinta Ibuk selalu terang untuk Bapak. Dari pertemuannya di Pasar Batu 40
tahun yang lalu sampai kepergian sang playboy yang telah menjadi suami, sahabat setia, dan belahan jiwanya. 40
tahun lalu mereka mulai membangun kepingan-kepingan hidup. Melalui perjalanan yang saling memperkaya,
memperkuat, dan melengkapi satu sama lain. Cinta mereka telah melahirkan anak-anak yang penuh cinta.
88
Perjalanan cinta yang sederhana tapi kokoh. Cinta yang semakin merekah. Cinta yang semakin terang. Cinta yang
tak pernah luntur. Sepanjang perjalanan mereka. Cinta Ibuk telah menyelamatkan keluarga.
Cinta Ibuk yang akan menghidupkan Bapak. Selamanya hlm. 285.
Demikian alur plot yang menggambarkan kejadian dalam novel ibuk, karya Iwan Setyawan. Alur pada novel dibagi menjadi 3
bagian yaitu awal, tengah, dan akhir. Secara keseluruhan alur novel ini adalah alur maju atau progresif. Hal ini dapat dilihat dari kutipan
1 yang menggambarkan dimulainya pernikahan Bapak dan Ibuk sampai kutipan 9 yang menggambarkan akhir sebuah cerita yaitu
Bapak akhirnya meninggal dunia.
4. Latar
Setting
Nurgiyantoro 2000: 230 mengatakan unsur-unsur setting dibedakan menjadi tiga unsur pokok, yaitu setting tempat, setting waktu
dan setting sosial. Setting tempat adalah setting yang menggambarkan lokasi atau tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah
karya fiksi. Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar sosial
menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat. Ketiga latar ini akan dikaitkan dalam
novel “ibuk” karya Iwan Setyawan. a.
Latar Tempat Latar tempat dalam novel ibuk, digambarkan dengan rumah
kecil di Gang Buntu, kota Batu, Jawa Timur dengan kamar seadanya
89
dan perlengkapan rumah tangga yang sederhana pula. Semuanya serba sederhana. Meja makan pun tidak ada. sSelain di Jawa Timur, dalam
novel ini terdapat latar setting di New York, Amerika Serikat. Awalnya Ibuk dan sekeluarga menumpang di rumah Mbak Gik
kakak angkat Bapak. Semakin lama mereka tinggal di rumah Mak Gik, Ibuk dan sekeluarga semakin tidak enak dengan Mak Gik.
Akhirnya mereka mulai merencanakan untuk pindah rumah. Berikut kutipan secara langsung dari pengarang yang mendukung pernyataan
tersebut: 1
Kamar kecil mereka pun menjadi semakin meriah dan Ibuk merasa tidak enak dengan Mbak Gik. Ibuk dan Bapak masih
menumpang di rumah kakak angkatnya hampir dua tahun ini. Mereka mulai membicarakan untuk pindah rumah
karena sungkan. Tapi memang tidak ada uang dan bayi-bayi ini butuh tempat yang hangat. Akhirnya mereka
memutuskan untuk menetap sementara waktu lagi di rumah Mbak Gik hlm. 33.
2 Kamar mereka pun semakin penuh. Beberapa bulan setelah
Bayek lahir, mereka meninggalkan rumah Mbak Gik. Bapak telah membangun sebuah rumah kecil di Gang Buntu hlm.
35-36.
Saat membangun rumah, adik laki-laki Ibuk ikut membantu dalam membangun rumah tersebut. Ibuk membayangkan kamar-kamar
yang akan dibangun di dalam rumah. Berikut kutipan secara langsung pada nomor kutipan 3 dan kutipan tak langsung pada nomor kutipan
4: 3
Empat adik laki-laki Ibuk, Cak Gi, Cak Lus, Cak Yit, dan Cak Cocok membantu banyak dalam pembangunan rumah
ini. bersama tiga tukang bangunan, fondasi dikerjakan dalam waktu empat hari saja.
90
4 Melihat pondasi rumah berukuran 6 X 7 meter ini, Ibuk
sudah membayangkan kamar Ibuk, kamar kalian, ruang tamu kecil ini, dapur tempat memasak, dan kamar mandi. hlm.
78.
Rumah sederhana ditempati Ibuk dan keluarga. Mereka tetap bersyukur walaupun atap rumah mulai bocor. Berikut kutipan 5 secara
langsung dan kutipan 6 tak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
5 Hujan mengguyur Batu. Desember yang basah dan dingin.
Tiga bak plastik di ruang tamu menampung bocoran air di sana-sini. Suara air menetes dengan ritme yang berbeda di
tiap bak. Kadang petir menggelegar hlm. 74.
6 “Meskipun banyak kebocoran di sana-sini, kita mesti
bersyukur. Kita ada di rumah sendiri. Ada tempat untuk makan pisang goreng bersama-sama,” kata Ibuk. Ia berjalan
ke dapur hlm. 79.
Ibuk tidak tahu di mana letak kota New York itu berada, Ibuk selalu mendoakan Bayek agar selalu lancar dalam segala urusannya.
Berikut kutipan langsung dari pengarangnya: 7
Ibuk tidak tahu di belahan dunia mana New York terletak. Tapi doanya melayang ke sana. Tepat ke hati Bayek hlm.
144.
Sepulang dari pemakaman, Bayek langsung memeluk Ibuk. Mereka bersedih karena Bapak yang selama ini hidupnya sudah
bahagia, tiba-tiba sakit dan dipanggil oleh Tuhan. Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
8 Bayek merangkul Ibuk. Berjalan kaki menuju rumah.
Sesampai di rumah Ibuk langsung ke kamar Bapak. Duduk di sudut ranjang. Membuka dompet Bapak. Ada KTP, SIM,
beberapa lembar uang, dan secarik kertas di mana Bapak mencatat beberapa nomor telepon keluarganya. Ia menatap
91
foto Bapaka di KTP. Di SIM tercatat Pekerjaan: Pengemudi.
Ibuk menarik napas panjang. Bau keringat Bapak yang menempel di bantal diciuminya hlm. 278-279.
Mulai dari pertemuan Ibuk dan Bapak di pasar 40 tahun yang lalu, sampai perjalanan yang hidup yang saling memperkuat keadaan
yang dulu pernah mengalami kesulitan. Bapak yang selalu menemani Ibuk selama hidupnya dan Ibuk yang selalu memberi ketenangan bagi
keluarga dan Bapak. Kini harus terpisah oleh maut. Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
9 Cinta Ibuk selalu segar untuk keluarga. Cinta Ibuk selalu
terang untuk Bapak. Dari pertemuannya di Pasar Batu 40 tahun yang lalu sampai kepergian sang playboy pasar yang
telah menjadi suami, sahabat setia, dan belahan jiwanya hlm. 285.
b. Latar waktu
Latar waktu dalam novel ibuk, karya Iwan Setyawan dijelaskan secara terbuka oleh pengarang. Secara garis besar keterangan waktu
dalam novel ini terjadi mulai saat Ibuk melahirkan kelima anaknya, saat anak-anak bersekolah, saat anak-anak mulai bekerja, detik-detik
meninggalnya Bapak, dan sampai akhirnya Bapak meninggal dunia. Untuk lebih jelasnya keterangan waktu dalam novel ibuk, akan
dijabarkan. Latar waktu ditunjukkan ketika Ibuk melahirkan Isa, usia Ibuk
18 tahun. Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
92
10 Ketika melahirkan Isa, anak pertama, Ibuk masih berumur
18 tahun. Kata Ibuk, perempuan umur 18 tahun zaman dulu sudah matang. Wis ngerti urip hlm. 29.
Kali ini Ibuk melahirkan anak keduanya yaitu Nani. Ibuk sudah lebih siap dibandingkan saat kehamilan Isa anak pertamanya. Berikut
kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut: 11
Setelah enam bulan menyusui Isa, Ibuk hamil anak kedua, Nani. Kali ini Ibuk sudah lebih siap menjelang
kelahirannya. Baju bayi pun sudah ada, bekas mbaknya. Semenjak hamil Nani, air susu tak lagi keluar. Isa harus
mendapatkan susu sapi segar yang Ibuk beli tiap pagi di Koperasi Unit Desa. Sampai detik-detik kelahiran Nani,
Ibuk berjalan kaki setiap hari sekitar 3 km ke Desa Sisir untuk membeli susu segar ini. mungkin karena Ibuk sering
jalan kaki, Nani bisa lahir lebih lancar daripada kelahiran anaknya yang pertama hlm 33.
Pada kehamilan ketiga ini, Bapak dan Ibuk mengharapkan anak laki-laki. Berikut kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan
tersebut: 12
Setelah Sembilan bulan dan entah lebih berapa hari, air ketuban pun pecah. Dari Rahim Ibuk terlahir harapan
besar Ibuk dan Bapak. Anak laki-laki pertama dalam keluarga Abdul Hasyim. Bayek hlm. 35.
Hidup Bapak dan Ibuk semakin ramai dengan lahirnya adik Bayek yaitu Rini. Kemudian disusul anak yang paling bungsu yaitu
Mira. Berikut kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
13 Hidup Bayek, Ibuk, Isa, Nani, dan Bayek semakin ramai
dengan kelahiran Rini, adik Bayek. Ia lahir satu setengah tahun setelah Bayek lahir. Menyusul Mira, anak bungsu
yang lahir lima tahun setelah kelahiran Rini hlm 36.
93
Anak-anak mulai sekolah. Isa akan masuk SMP. Nina, Bayek, dan Rini masih duduk di bangku SD. Sementara itu, si bungsu Mira
masih digendong Ibuk. Isa selalu bertanya apakah dia bisa melanjutkan ke SMP, Nina minta dibelikan sepatu, sedangkan Bayek minta uang
SPP dan minta seragam koor baru. Berikut kutipan secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
14 Minggu sore selalu ramai di rumah
“Buk, beli buku baru entar malam ya?” rayu Bayek. “Buk, sepatuku jebol” ujar nani.
“Buk, bayar SPP. Ini sudah tanggal 10…,” keluh Bayek. “Buk, aku sekolah SMP ya tahun depan,” kata Isa.
“Buk, aku mesti beli seragam koor baru,” keluh Bayek lagi hlm. 58.
Sudah empat hari angkot selalu mogok. Bapak selalu pulang larut malam. Bapak capek dan kesal karena angkot selalu mogok,
sementara anak-anak harus makan dan bayar sekolah. Berikut pada 16 dan 17 kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
15 Jam 11 malam, Bapak masih di jalan. Bapak belum
pulang. Isa, Nani, dan Rini tertidur pulas di kamar depan semenjak jam 9 hlm. 109.
16 “Sudah empat hari ini, Nah. Mangan opo iki arek-arek
mene? SPP juga mesti dibayar besok. Kalau begini terus, pingin segera jual angkot saja. Gak ngerti maneh aku”
ujar Bapak di sudut dapur sambil membanting sandal jepit biru tipisnya dengan keras hlm. 115.
Malam harinya Bapak pulang larut malam lagi. Beliau membawa uang untuk bayar SPP Bayek dan Rini. Untuk kebutuhan
sehari-hari, Bapak menyuruh Ibuk hutang kepada Bang Udin. Berikut
94
kutipan secara langsung dan tak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
17 Malam harinya Bapak pulang larut malam lagi, sekitar jam
11 . “Nah, ini buat bayar SPP Bayek dan Rini besok. Untuk
belanja, kamu hutang dulu ke Bang Udin,” kata Bapak. hlm. 117.
Bayek berjuang dengan selalu rajin belajar, akhirnya ia bisa mendapatkan PMDK dan kuliah di IPB yang kemudian ia mendapatkan
tawaran kerja di Jakarta. Berikut kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
18 Tiga tahun sudah Bayek di Jakarta. Tiga tahun sudah ia
berusaha membangun hidup baru. Tiga tahun penuh tantangan. Ibuk menjaga Bayek lewat doa hlm. 143.
Bayek mendapatkan tawaran untuk bekerja di New York, Amerika Serikat. Berkat kerja keras dan usahanya, ia bisa membangun
rumahnya di Batu. Berikut kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
19 Dua bulan kemudian rumah kecil Ibuk di Gang Buntu
diratakan. Fondasinya pun dibongkar. Kebahagian mulai dirasakan Bapak dan Ibuk. Bapak sudah tidak
lagi bekerja sebagai sopir angkot atau pu sopir truk. Beliau sudah pensiun. Ibuk mulai melakukan pekerjaan rumah tangganya dengan
santai. Namun, bapak malah mulai sakit-sakitan di tengah kebahagian yang mulai dirasakan keluarganya. Berikut kutipan secara langsung
yang mendukung pernyataan tersebut:
95
20 Semenjak Bapak sakit, Ibuk tak pernah jauh dari kamar
Bapak hlm. 254. 21
Senin, 30 Januari 2012. Bapak terbangun sekitar jam
11.30 malam hlm. 266. 22
Selasa, 31 Januari 2012. Bapak menjalani terapi ketiga.
Di akhir terapi, Bapak tertidur pulas hlm. 267. 23
Kamis, 2 Februari 2012. Saatnya Bapak kembali
menjalani terapi hlm. 269. 24
Jumat, 3 Februari 2012. Hasil lab dan CT scan keluar
hlm. 270. 25
Sabtu, 4 Februari 2012, pukul 2 dini hari. Rini bangun
kembali untuk memeriksa kondisi Bapak.
26 Sabtu, 4 Februari 2012, pukul 2:30 pagi.
Rini bangun kembali untuk memeriksa Bapak. Tangannya masih
memegang tangan Bapak. Ia melihat wajah Bapak. Ada air mata yang melelehkan di mata kiri Bapak. Rini kemudian
memeriksa napasnya. Bapak yang tidur di sampinga, sudah tidak bernapas lagi… hlm. 271.
c. Latar sosial
Latar sosial dalam novel ini mengacu kepada status keluarga Ibuk dalam masyarakat. Bapak pernah menjabat sebagai ketua RT,
namun Bapak jarang menjalankan tuganya tersebut karena Bapak harus bekerja narik angkot.
Bapak bekerja sebagai sopir angkot yang tidak lulus SMP, sedangkan Ibuk sebagai ibu rumah tangga yang tidak lulus SD.
Sehingga status sosial dalam keluarga tersebut memang termasuk golongan keluarga sederhana, namun keluarga tersebut mencoba
menaikkan status sosial melalui pendidikan. Berikut ini latar sosial Bapak. Bapak sejak masih muda. Sejak
Bapak Sim tidak bisa melanjutkan SMP, Bapak mulai ikut narik angkot suami kakak angkatnya. Berikut kutipan secara tidak langsung
yang mendukung pernyataan tersebut:
96
27 “Sekarang aku ikut narik angkot suami kakak angkatku
itu. Sudah beberapa tahun. Sejak aku tidak bisa melanjutkan SMP. Kamu sendiri asli sini?” tanya Sim
balik hlm. 10.
Berikut ini latar sosial Ibuk. Ibuk Tinah adalah gadis desa yang lugu. Ia tidak bisa lulus SD. Tinah akhirnya tinggal di rumah dan
membantu lima adiknya. Ketika umur 16 tahun Tinah mulai membantu neneknya, Mbok Pah, berdagang baju bekas di Pasar Batu. Berikut
kutipan secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut: 28
“Oh, aku… aku asli sini. Sejak lahir tinggal di Gang Buntu sini. Tidak pernah ke kota lain. Sehari-hari aku membantu
Mbok Pah jualan baju di pasar. Ya, seperti Mas lihat kemarin. Mau kerja apa lagi? SD juga nggak lulus,” jawab
Tinah, gugup hlm 10.
Latar sosial ditunjukkan ketika Ibuk menikah muda dan melahirkan seorang anak pada umur 18 tahun. Zaman dahulu,
perempuan umur 18 tahun sudah dewasa dan mulai mengerti arti hidup. Berikut kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
29 Ketika melahirkan Isa, anak pertama, Ibuk masih berumur
18 tahun. Kata Ibuk, perempuan umur 18 tahun zaman dulu sudah matang. Wis ngerti urip hlm. 29.
Latar sosial selanjutnya, Bapak menjadi ketua RT di kampungnya. Namun, Bapak lebih sibuk narik angkot. Sehingga Pak
Lurah pun agak kesulitan memberikan tanda tangan untuk surat pengantar. Berikut kutipan secara tidak langsung yang mendukung
pernyataan tersebut: 30
“Begini saya dengar ketua RT di sana, Pak Hasyim suami Ibu, tidak melaksanakan tugas sebagai ketua RT
97
sebagaimana mestinya,” kata Pak Lurah yang berkopiah hitam hlm. 122.
Bayek selalu berjuang meningkatkan keterampilan yang dimilikinya. Ia sadar bahwa dengan belajar dan kerja keras, ia bisa
setara dengan siapa saja. Hal ini secara tidak langsung membuat status keluarganya meningkat. Berikut kutipan secara langsung yang
mendukung pernyataan tersebut: 31
Pencapaian yang menyegarkan untuk Bayek yang masih berjuang untuk memperbaiki komunikasi bahasa
Inggrisnya. Ia sadar bahwa ia bisa setara dengan siapa pun lewat belajar dan bekerja keras. Tak peduli dari keluarga
mana ia dilahirkan hlm. 175.
Berkat usaha keras Bayek, Bayek selalu mengirimi uang untuk pembangunan rumah di Batu. Akhirnya rumah di Batu yang dulunya
kecil sekarang dibangun dengan lantai dua. Berikut kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
32 Enam bulan kemudian, Ibuk dan Bapak punya rumah baru
berlantai dua. Ada empat kamar. Isa dan keluarganya punya kamar sendiri di lantai atas. Satu kamar untuk Rini
dan Nani, dan satu kamar lagi untuk Bayek hlm. 177.
Ekonomi keluarga Ibuk dan sekeluarga lebih baik. Bahkan lebih sangat berubah karena usaha keras mereka sekeluarga. Termasuk anak
laki-laki satu-satunya yaitu Bayek. Berikut kutipannya: 33
“Buk… aku wis transfer lagi” kata Bayek dengan semangat hlm. 186.
Demikian hasil analisis latar dalam novel ibuk, karya Iwan Setyawan yang menunjukkan latar waktu, latar tempat, dan latar sosial.
98
Latar tempat ditunjukkan dari kutipan 1 sampai kutipan 9, latar tempat sebagian besar berada di rumah Gang Buntu, Kota Batu,
Malang, Jawa Timur dan sebagian lagi, latar tempat berada di New York, Amerika Serikat.
Latar waktu ditunjukkan dari kutipan 10 sampai kutipan 26. Latar waktu ditunjukkan mulai saat Ibuk melahirkan kelima anaknya,
saat anak-anak bersekolah, saat anak-anak mulai bekerja, detik-detik meninggalnya Bapak, dan sampai akhirnya Bapak meninggal dunia.
Latar sosial ditunjukkan dari kutipan 27 sampai 33. Unsur latar sosial dalam novel ibuk, menunjukkan bahwa melalui pendidikan,
anak-anaknya dapat hidup lebih baik dan dapat meningkatkan status sosial keluarga.
5. Tema
Dalam novel yang berjudul ibuk, memiliki tema tentang kesetiaan. Kesetiaan tersebut ditunjukkan oleh tokoh utama dalam novel
ibuk, karya Iwan Setyawan. Isi novel tersebut mengisahkan nilai kesetiaan atau hal-hal tentang pentingnya kesetiaan seorang ibu dalam
membesarkan kelima anaknya bersama dengan suaminya yang bekerja sebagai sopir angkot. Ibu dan suaminya selalu berusaha agar anak-
anaknya selalu makan dan terus bersekolah hingga sarjana. Mereka tidak ingin anak-anaknya seperti ibu dan ayahnya. Ibu hanya lulus SD
sedangkan ayah hanya lulus SMP. Melalui kesetiaan tokoh utama yaitu
99
Ibuk, akhirnya anak-anaknya dapat mengenyam pendidikan hingga lulus sarjana.
Tema kesetiaan dalam novel ini ditunjukkan saat Ibuk berjanji tidak akan membiarkan anak-anaknya tidak berpendidikan. Berikut
kutipan secara langsung maupun tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
1 Dalam genggamannya, Ibuk tak akan membiarkan anak-
anaknya tidak berpendidikan seperti dia. Cukup aku saja yang tidak lulus SD, tekad Ibuk hlm.
124.
Tema kesetiaan tersebut terlihat ketika Ibuk bercakap-cakap dengan Bayek. Saat itu Ibuk baru menyadari bahwa hidup mereka
sekeluarga dulu sulit. Berikut kutipan secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
2 Ibuk menarik napas sejenak. “Ah, Yek, ternyata hidup kita
dulu susah ya.” Matanya menerawang. Demikian juga Bayek.
Ibuk melalui hidup sebagai perjuangan. Tidak melihatnya sebagai penderitaan.
3 “Itulah hidup, Yek, memang mesti dijalani dengan kuat,
tabah. Dengan perjuangan. Rasa enak itu baru terasa setelah kita melalui perjuangan itu,” kata Ibuk sebelum
kembali ke dapur hlm. 240.
Hidup serba kekurangan, semua penuh keprihatinan. Mereka sekeluarga harus hidup sederhana. Ibuk harus pandai mengatur
kebutuhan rumah tangga. Hal ini memang sulit untuk anak-anak, tetapi Ibuk ingin mereka bahagia kelak. Ibuk mengajarkan mereka untuk selalu
100
menabung. Berikut kutipan secara langsung maupun tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
4 Ah, semuanya. Semuanya. Hidup penuh dengan
keprihatinan. Tidak mudah dimengerti oleh anak-anak tapi Ibuk ingin menyelamatkan mereka. hidup dengan
kesederhanaan untuk masa depan keluarga. “Berapa pun uang yang kamu miliki, jangan pernah
berlebihan. Nabung Kamu bisa jatuh sakit. Harus ke dokter dan itu tidak murah. Hidupmu tidak hanya untuk
sekarang saja. Hidupmu masih panjang,” pesan Ibuk yang tidak mempunyai rekening di bank. Ibuk selalu menabung
di bawah tumpukan baju di lemari tua hlm. 102.
Berdasarkan kutipan 1 sampai 4 dapat disimpulkan bahwa tema kesetiaan dalam novel ibuk, karya Iwan Setyawan terdapat dalam
kutipan-kutipan tersebut. Terutama pada tokoh Ibuk yang selalu setia dan berjuang gigih demi keluarganya termasuk anak-anaknya. Sehingga
anak-anaknya menjadi sukses dan dapat saling membantu meringankan beban orang tuanya.
Walaupun di akhir cerita Bapak meninggal dunia, kesetiaan Ibuk kepada Bapak dan anak-anaknya tidak akan luntur. Cinta Ibuk yang
selalu menerangi mereka agar selalu setia menghadapi hidup ini dengan cara berusaha keras meningkatkan kualitas hidup.
C. Keterkaitan Unsur dalam Novel
ibuk, Karya Iwan Setyawan
Pada penjelasan sebelumnya penulis sudah memaparkan tentang keempat unsur intrinsik karya sastra tokoh, penokohan, alur, latar, dan
tema dalam novel ibuk, karya Iwan Setyawan. Unsur-unsur tersebut
101
memiliki keterkaitan yang merupakan sarana penyampaian tema yang dilakukan pengarang terhadap pembaca.
Unsur alur yang terdapat dalam novel ibuk, karya Iwan Setyawan adalah alur kronologis disebut juga alur lurus atau alur maju, yaitu struktur
yang peristiwa-peristiwanya disusun secara kronologis; peristiwa-peristiwa yang pertama diikuti oleh peristiwa-peristiwa yang kemudian atau secara
runtut cerita dimulai dari tahap awal, tahap tengah, dan tahap akhir. Tahap awal memaparkan atau memperkenalkan pertemuan Tinah
ibuk dengan seorang playboy pasar yaitu Sim bapak. Tinah adalah seorang gadis lugu yang selalu membantu Mbok Pah jualan pakaian di
pasar Batu. Sedangkan Sim si playboy adalah seorang kenek angkot. Mereka berdua saling memandang kemudian saling tertarik satu sama lain.
Keduanya menikah, mereka pun menjadi Ibuk dan Bapak. Rangsangan dimulai ketika ibuk melahirkan anak pertama hingga anak kelima dengan
segala usaha kerasnya sampai ibuk pun jatuh sakit. Semuanya itu demi rasa setianya pada keluarganya termasuk anak-anaknya. Gawatan terjadi
ketika hujan tiba, ibuk bersama kelima anaknya berkumpul di ruang tamu dan sedang menikmati pisang goreng tetapi rumah penuh dengan
kebocoran. Bagian tengah terdapat tikaian yaitu terjadi ketika Bayek minta
dibelikan sepatu baru. Tikaian terjadi ketika Bayek minta dibelikan sepatu baru, tetapi tidak dibelikan oleh Ibuk karena Ibuk belum punya cukup
uang. Masih banyak kebutuhan lain yang harus dipenuhi Ibuk. Rumitan
102
terjadi ketika BApak pulang lebih awal dan angkotnya mogok lagi. Padahal keesokkan harinya harus membayar SPP Bayek dan Rini. Bagian
klimaks dari novel ini terjadi ketika Bayek mendapat tawaran pekerjaan di New York, hal ini berkat doa Ibuk yang selalu mendoakan agar anaknya
menjadi yang terbaik. Bagian akhir yaitu leraian, terjadi ketika Bayek pulang ke kampung
halamannya, setelah tinggal di New York selam sepuluh tahun. Selesaian dari novel ini terjadi saat ayah Bayek meninggal dunia, padahal saat itu
kebahagiaan sedang diraih oleh Ibuk dan keluarga. Berdasarkan paparan alur tersebut terlihat jelas bahwa tokoh utama
dan tokoh tambahan dalam novel ibuk, karya Iwan Setyawan. Dalam novel tersebut ditemukan satu tokoh utama yaitu Ibuk. Hasil penelitian bahwa
tokoh Ibuk sebagai tokoh utama ini berdasarkan pada intensitas keterlibatan tokoh tersebut dalam peristiwa yang membangun cerita.
Tokoh yang mendukung tokoh utama dalam novel ini yaitu Bayek, Bapak, Mak Gini, Mbok Pah, Mbak Gik, Isa, Nani, Rini, Mira, dan Bang Udin.
Tokoh-tokoh tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Ibuk
memiliki sifat penyayang, tegar, dan kuat, ulet, serta setia. Bayek adalah anak laki-laki satu-satunya di keluarga Ibuk. Ia memiliki sifat penyendiri,
cengeng, tekun, setia, dan pantang menyerah. Bapak sebagai suami Ibuk yang memiliki sifat pekerja keras, pentang menyerah, dan tanggung jawab.
Mak Gini adalah ibunya Ibuk, ia memiliki watak suka membantu, hidupnya sederhan, dan peduli terhadap anaknya yaitu Ibuk. Mbok Pah
103
adalah neneknya Ibuk, sejak kecil Ibuk ikut neneknya jualan di pasar Batu. Mbok Pah memiliki sifat peduli dan tanggung jawab. Mbak Gik adalah
kakak angkat Bapak memiliki sifat baik hati dan peduli. Isa adalah anak perempuan pertama Ibuk, ia memiliki watak tekun dan peduli. Nani adalah
anak kedua perempuan Ibuk, ia memiliki sifat tahan banting dan pantang menyerah. Rini adalah anak keempat perempuan Ibuk, ia memiliki sifat
peduli dan setia. Mira adalah anak terakhir perempuan Ibuk, ia bersifat peduli. Bang Udin adalah penjual peralatan dapur, ia memiliki sifat baik
hati dan peduli terhadap keadaan ekonomi keluarga Ibuk. Berdasarkan paparan dari alur, tokoh, dan penokohan tersebut
dapat dilihat latar cerita yang menunjukkan kesetiaan tokoh utama Ibuk. Secara umum, latar tempat dalam novel ibuk, digambarkan dengan rumah
kecil di Gang Buntu, kota Batu, Jawa Timur. Latar waktu ditunjukkan mulai saat Ibuk melahirkan kelima anaknya, saat anak-anaknya
bersekolah, saat anak-anak mulai bekerja, detik-detik meninggalnya Bapak, dan akhirnya Bapak meninggal dunia. Latar sosial menyaran pada
hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang membentuk kesetiaan Ibuk dalam mengarungi rumah
bersama Bapak dan kelima anaknya yang berkat doa dan segala usahanya akhirnya bisa sukses dan dapat meningkatkan status ekonomi dan sosial
keluarga. Tema dalam novel ibuk, karya Iwan Setyawan didukung oleh
pelukisan alur, latar, dan tersirat dalam lakuan tokoh atau dalam
104
penokohan. Tema dalam novel ini adalah tentang kesetiaan. Kesetiaan
tersebut ditunjukkan oleh tokoh utama dalam novel ibuk, karya Iwan Setyawan. Novel ini menceritakan pentingnya kesetiaan seorang ibu dalam
membesarkan kelima anaknya bersama dengan suaminya yang bekerja sebagai sopir angkot. Ibu dan suaminya selalu berusaha agar anak-anaknya
selalu makan dan terus bersekolah hingga sarjana.
D. Analisis Nilai Kesetiaan Tokoh Utama Ibuk