4. Tahap pra perlakuan hewan uji
Sebelum penelitian dilaksanakan semua hewan uji ditimbang beratnya dengan tujuan hewan uji yang digunakan memang sudah masuk
kriteria inklusi. Kemudian, hewan uji diadaptasi selama satu minggu di Laboratorium Farmakologi-Toksikologi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta untuk penyesuaian diri terhadap lingkungannya.
5. Tahap orientasi dosis madu kelengkeng
Tikus dibagi secara random menjadi empat kelompok, yaitu satu kelompok kontrol negatif dan tiga kelompok perlakuan, dengan masing-
masing kelompok berjumlah tiga ekor, sehingga total tikus yang digunakan ada 12 ekor. Kelompok-kelompok tersebut antara lain:
Kelompok kontrol negatif : kelompok tikus yang tidak diberi perlakuan apapun, hanya diberi makan AD II dan minum aquadest.
Kelompok perlakuan 1 : kelompok tikus yang diberi larutan madu kelengkeng dengan dosis 0,60 mL200 g BB
tikus
. Kelompok perlakuan 2 : kelompok tikus yang diberi larutan madu
kelengkeng dengan dosis 1,20 mL200 g BB tikus. Kelompok perlakuan 3 : kelompok tikus yang diberi larutan madu
kelengkeng dengan dosis 2,30 mL200 g BB tikus. Semua hewan uji, kecuali kelompok kontrol negatif, diperlakukan
dengan diberi larutan madu kelengkeng secara per oral selama delapan hari. Hari ke-0, semua hewan uji terlebih dahulu diinjeksi dengan antigen I
berupa suspensi SDMD 1 2 mL secara peritoneal sebelum diberi larutan
madu kelengkeng dan hari ke-8 dilakukan injeksi antigen II sebanyak 0,5 mL pada telapak kaki sebelah kiri secara subkutan, namun sebelum diinjeksi
antigen dan diberi larutan madu kelengkeng, telapak kaki kiri hewan uji diukur dahulu secara plethysmometrically atau menggunakan jangka sorong
digital sebagai data pre-DTH. Setelah 24 jam sejak antigen II dinjeksikan, telapak kaki kiri hewan uji diukur menggunakan jangka sorong digital
sebagai data post-DTH. Hasil percobaan dari tahap orientasi dosis ini akan digunakan pada tahap percobaan berikutnya.
6. Tahap percobaan
Tikus dibagi secara random menjadi empat kelompok, yaitu satu kelompok kontrol dan tiga kelompok perlakuan, dengan masing-masing
kelompok berjumlah lima ekor, sehingga total jumlah tikus yang digunakan sebanyak 20 ekor. Kelompok-kelompok tersebut antara lain:
Kelompok kontrol negatif : kelompok tikus yang tidak diberi perlakuan apapun, hanya diberi makan AD II dan minum aquadest.
Kelompok perlakuan 1 : kelompok tikus yang diberi larutan madu kelengkeng dengan dosis 0,60 mL200 g BB
tikus
. Kelompok perlakuan 2 : kelompok tikus yang diberi larutan madu
kelengkeng dengan dosis 1,20 mL200 g BB tikus. Kelompok perlakuan 3 : kelompok tikus yang diberi larutan madu
kelengkeng dengan dosis 2,30 mL200 g BB tikus. Semua hewan uji, kecuali kelompok kontrol negatif, diperlakukan
dengan diberi larutan madu kelengkeng secara per oral selama delapan hari.
Hari ke-0, semua hewan uji terlebih dahulu diinjeksi dengan antigen I berupa suspensi SDMD 1 2 mL secara peritoneal sebelum diberi larutan
madu kelengkeng dan hari ke-8 dilakukan pula injeksi antigen II sebanyak 0,5 mL pada telapak kaki sebelah kiri secara subkutan, namun sebelum
diinjeksi antigen dan diberi larutan madu kelengkeng, telapak kaki kiri hewan uji diukur dahulu secara plethysmometrically atau menggunakan
jangka sorong digital sebagai data pre-DTH. Setelah 24 jam sejak antigen II dinjeksikan, telapak kaki kiri hewan uji diukur menggunakan jangka sorong
digital sebagai data post-DTH.
7. Pengukuran respon hipersensitivitas tipe lambat
Delayed-Type Hypersensitivity DTH
Pada hari ke-8 telapak kaki kiri tikus secara plethysmometrically atau menggunakan jangka sorong digital sebagai data pre-DTH. Pada hari
ke-9, tepat 24 jam sejak antigen II diinjeksikan, telapak kaki kiri tikus diukur lagi secara plethysmometrically atau menggunakan jangka sorong
digital sebagai data post-DTH dengan melihat seberapa peningkatan volume bengkak telapak kaki kiri tikus. Selisih dari peningkatan volume bengkak
telapak kaki kiri tikus berdasarkan data pre dan post ini lah yang digunakan dalam mengukur seberapa besar respon DTH yang terjadi.
F. Analisis Hasil
Data yang diperoleh selanjutnya dievaluasi secara statistik dengan melakukan uji normalitas dengan metode Kolmogorov-Smirnov dan Levene
test untuk melakukan uji homogenitas data. Data yang terdistribusi normal dan bervarian homogen p 0,05 dilanjutkan dengan uji one way ANOVA
dengan taraf kepercayaan 95, selanjutnya jika terdapat perbedaan yang bermakna pada data p 0,05 akan dilanjutkan dengan uji Tukey.
29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian madu kelengkeng terhadap respon hipersensitivitas tipe lambat atau Delayed-Type
Hypersensitivity DTH. Respon DTH dapat dilihat dari selisih peningkatan volume bengkak telapak kaki kiri tikus putih jantan galur Wistar yang merupakan
gejala klinis dari inflamasi dan hasil pengukurannya dianalisis secara statistik menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui apakah distribusi
normal data, dilanjutkan dengan Levene test untuk mengetahui homogenitas data, untuk selanjutnya diuji dengan one way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95.
Jika terdapat perbedaan bermakna pada data dapat dilanjutkan dengan uji post hoc Tukey.
A. Identifikasi Senyawa Uji
Senyawa uji yang digunakan adalah madu kelengkeng yang diperoleh dari salah satu distributor madu di Yogyakarta, yaitu PT. Madu Pramuka
lampiran 3. Tujuan dilakukan identifikasi senyawa uji adalah untuk mengetahui kebenaran dan keaslian dari madu kelengkeng yang digunakan peneliti, apakah
merupakan madu murni atau madu palsu.
Ada beberapa cara sederhana untuk mengidentifikasi keaslian madu, yaitu:
1 Menguji keaslian madu menurut Ihsan 2011, dengan menuangkan madu ke
segelas air, madu murni langsung mengendap dan tidak bercampur dengan air, jadi air tetap jernih.
2 Menurut Sulaiman 2010, dengan mencairkannya di dalam air yang
massanya lima kali lipat. Biarkan sampai keesokan hari, jika didalamnya terdapat zat-zat aneh yang mengendap di dasar wadah, berarti madu tersebut
bukan madu yang bagus. 3
Menurut Al-‘Id 2010, bila madu ditumpahkan dalam sebuah bejana atau wadah dan tetesannya menjadi seperti benang dan tidak terputus, maka madu
yang diuji bukan madu palsu. 4
Cara paling gampang untuk menguji madu adalah dengan mencium bau madunya, jika tercium aroma madu bercampur dengan aroma tumbuhan yang
madunya dihisap oleh lebah – di mana aroma akan tercium seperti aroma tumbuhan tersebut – berarti madu itu asli Sulaiman, 2010.
Hasil yang dilakukan peneliti dengan menggunakan keempat cara di atas menunjukkan madu kelengkeng yang diuji penguji adalah madu asli, dengan
menunjukkan cairan madu tetap jernih dan langsung mengendap tanpa bercampur dengan air, tidak terdapat zat-zat asing yang mengendap di dasar wadar ketika
dibiarkan sampai keesokan hari, tetesan madu ketika ditumpahkan ke wadah membentuk seperti benang tanpa terputus serta madu kelengkeng yang digunakan