peneliti tercium aroma buah kelengkeng sehingga semakin menegaskan madu yang digunakan peneliti adalah benar dan asli Lampiran 4.
B. Penyiapan Antigen
Sistem imun tubuh memiliki kemampuan mengenali molekul asing antigen dan membangkitkan respon imun untuk memberikan reaksi yang tepat
dan digunakanlah suspensi Sel Darah Domba Merah SDMD 1 sebagai antigen untuk membangkitkan respon imun tersebut.
SDMD merupakan imunogen, yaitu antigen yang berasal dari gen spesies lain. Suspensi SDMD 1 dipilih untuk imunisasi karena sifat antigeniknya yang
tinggi dan mudah diperoleh. SDMD juga mudah diukur dan ketika terjadi lisis maka bisa dibuat lagi dengan mudah serta lebih aman bila dibandingkan dengan
bakteri bila digunakan sebagai antigen. Pada pembuatan SDMD menjadi supsensi SDMD 1, dilakukan
sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit dengan tujuan untuk mengendapkan sel darah merah dan memisahkannya dengan bagian plasma.
Lapisan bagian atas yang berupa plasma dibuang dan lapisan bagian bawah yang berupa endapan sel darah merah ditambahkan larutan Phosphate Buffer Saline
PBS steril pH 7,2 sebanyak 3 kali volume SDMD yang tersisa untuk dilakukan pencucian supaya memastikan semua komponen sel penyusun darah yang
dibutuhkan telah mengendap pada dasar tabung dan menggunakan PBS dengan pH 7,2 supaya antara darah dan larutan pencuci tetap isotonis dan tidak terjadi
hemolisis. Tabung yang sudah berisi campuran endapan SDMD dan PBS dibolak-
balik sampai SDMD tersuspensi secara homogen dan disentrifugasi kembali. Prosedur ini diulang sampai lapisan atas benar-benar jenih pada lapisan atasnya.
SDMD ini dapat disimpan selama 30 hari dalam kulkas atau es 4
o
C Mulyaningsih, 2007.
C. Tahap Orientasi Dosis Madu Kelengkeng
Tahap orientasi dosis bertujuan untuk mengetahui dosis yang dapat mempengaruhi respon DTH, yang selanjutnya akan digunakan pada tahap
percobaan. Pada penelitian ini, kontrol negatif dibandingkan dengan kelompok
perlakuan dengan tujuan untuk melihat kemampuan tikus dalam merespon reaksi DTH tanpa dan dengan adanya pengaruh suatu senyawa yang dapat meningkatkan
respon imun. Penyuntikan perlakuan yaitu pemberian madu kelengkeng secara oral
dengan 3 peringkat dosis, yang dilakukan selama delapan hari berturut-turut sebagai masa penyesuaian tubuh tikus terhadap pemberian madu kelengkeng yang
diharapkan dapat menimbulkan pengaruh, yaitu berupa peningkatan ataukah penurunan volume bengkak kaki yang muncul pada telapak kaki kiri tikus ketika
diberikan antigen I pada hari ke-1 dan antigen II pada hari ke-8. Menurut Subowo cit., Sasmito, 2006, induksi antigen dilakukan
bertujuan untuk membangkitkan imunitas yang efektif sehingga terbentuk sel-sel memori yang nantinya akan mengaktifkan sel T dan dilakukan berulang supaya
sel-sel memori yang terbentuk akan semakin banyak dan semakin cepat menimbulkan respon imun yang tepat.
Dalam penelitian ini, induksi SDMD 1 dilakukan sebanyak dua kali dengan tujuan menurut Hia 2007, induksi pertama akan menghasilkan respon
imun primer yang bertujuan untuk mengenalkan antigen dan mampu membentuk sel memori yang dapat hidup lama yang berfungsi untuk mengingat antigen ketika
antigen yang sama dipaparkan kedua kalinya. Induksi antigen I secara peritoneal yang diberikan pada hari ke-0 dan
menurut penelitian dilakukan Zurmiati 2008, pengenalan antigen dilakukan pada hari pertama bertujuan agar proses pengenalan antigen oleh sel T lebih cepat dan
membentuk sel memori untuk mengingat antigen yang sama ketika dipajankan untuk kedua kalinya. Diinduksi dengan metode penyuntikan secara peritoneal
dikarenakan metode ini paling sering dipakai dan rongga peritoneal yang relatif besar sehingga volume antigen yang diinjeksikan dapat lebih banyak dibanding
teknik lainnya. Jika disuntikkan secara intravena dikhawatirkan akan menyumbat pembuluh darah dan jika disuntikkan secara intramuskular dikhawatirkan dapat
menimbulkan kerusakan lokal jaringan atau otot karena otot yang relatif lebih kecil areanya. Fase ini disebut fase sensitasi, dimana sel T diaktifkan oleh APC
Antigen-Presenting Cell melalui MHC-II dan kemudian mengaktfikan CD
4+
terutama Th1. Th1 kadangkala dikenal sebagai limfosit peradangan Subowo, 2009. Membutuhkan 1-2 minggu setelah kontak primer dengan antigen dan
pajanan berulang dengan antigen yang sama dapat menginduksi fase efektor.