Madu juga mengandung dekstrosa gula yang ditemukan dalam tumbuhan, lilin, gen pembiakan, dan asam formik Hariyati, 2010. Jenis gula
yang dominan dalam hampir semua madu adalah levulosa dan hanya sebagian kecil madu yang kandungan dekstrosanya lebih tinggi dari levulosa, yaitu
mencakup 85 – 90 persen dari karbohidrat yang terdapat dalam madu dan sebagian kecil oligosakharida dan polisakarida Sihombing, 2005. Kadar gula
yang tinggi inilah yang memberikan rasa manis pada madu Sulaiman, 2010.
3. Manfaat madu
Madu memiliki berbagai manfaat yang telah diketahui manusia sejak dahulu. Madu telah menjadi makanan yang istimewa bagi setiap orang di
sepanjang masa Hamad, 2007. Madu bermanfaat sebagai makanan kesehatan yang dapat meningkatkan stamina tubuh sebagai energi seketika. Selain itu, madu
juga dapat digunakan sebagai pengganti gula atau suplementasi nutrisi Hariyati, 2010. Madu merupakan obat terbaik karena ia adalah sumber nutrisi alami yang
memiliki dekstrosa dan tidak seperti umumnya obat yang menyebabkan efek samping berbahaya Sulaiman, 2010. Riset-riset ilmiah mengisyaratkan bahwa
khasiat-khasiat secara fisika dan kimia madu seperti kadar asam dan efek-efek osmosis memainkan peranan penting dalam keefektifannya membunuh kuman.
Di samping itu madu juga memiliki khasiat anti-infeksi dan mendorong respon - respon sistem imun di dalam luka. Khasiat madu yang mengandung anti-
infeksi dapat meringankan rasa sakit luka dengan cepat, sebagaimana ia juga dapat mengurangi penumpukan cairan yang terdapat di sekitar luka dan keluarnya
cairan dari luka exudates serta mengurangi munculnya bekas sesudah luka itu sembuh Al-‘Id, 2010.
Konsumsi madu untuk pencegahan penyakit pada manusia adalah 1-2 kalihari satu sendok makan, sedangkan untuk menyembuhkan suatu penyakit,
dianjurkan untuk minum lebih banyak, yaitu 3-4 kalihari satu sendok makan Suranto, 2007.
B. Sistem Imun
Sistem imun merupakan suatu bentuk pertahanan tubuh melawan infeksi menular dari mikroba maupun zat asing yang mampu memicu respon imun atau
respon kekebalan tubuh. Respon imun merupakan reaksi terhadap komponen mikroba serta makromolekul atau bahan kimia kecil lainnya yang dianggap suatu
benda asing oleh tubuh Abbas, Litchman, dan Pillai, 2010. Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama infeksi. Gabungan sel, molekul dan jaringan
yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi disebut sistem imun. Reaksi yang dikoordinasi sel-sel molekul-molekul dan bahan lainnya terhadap mikroba disebut
respon imun Baratawidjaja dan Rengganis, 2010. Bila sistem imun terpapar pada zat yang dianggap asing, maka ada dua
jenis respon imun yang mungkin terjadi, yaitu: 1 respon imun nonspesifik dan 2 respon imun spesifik Kresno, 2010.
Gambar 1. Gambaran Umum Sistem Imun Baratawidjaja dan Rengganis, 2010
1. Sistem imun nonspesifik innate immune system
Imunitas nonspesifik berupa komponen normal tubuh, selalu ditemukan pada individu sehat dan siap mencegah mikroba masuk tubuh dan dengan cepat
menyingkirkannya. Disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu, telah ada dan siap berfungsi sejak lahir. Mekanismenya tidak
menunjukkan spesifisitas terhadap benda asing dan mampu melindungi tubuh terhadap banyak patogen potensial. Sistem tersebut merupakan pertahanan
terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroba dan dapat memberikan respon langsung Baratawidjaja dan Rengganis, 2010.
2. Sistem imun spesifik adaptive immune system
Berbeda dengan sistem imun nonspesifik, sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya.
Benda asing yang pertama kali terpajan dengan tubuh segera dikenal oleh sistem imun spesifik dan menimbulkan sensitasi, sehingga ketika antigen yang sama
dipajankan kedua kalinya maka akan dikenal lebih cepat dan kemudian dihancurkan Baratawidjaja dan Rengganis, 2010.
Sistem kekebalan tubuh menghadapi berbagai tantangan untuk menghasilkan tanggapan pelindung efektif terhadap infeksi patogen. Respon imun
adaptive spesifik dibagi ke dalam tiga fase yaitu pengenalan antigen, aktivasi limfosit, dan fase efektor. Pertama, sistem harus mampu merespon sejumlah kecil
antigen yang berbeda yang dapat diperkenalkan pada setiap jaringan dalam tubuh. Pengenalan antigen diikuti dengan dua respon imun spesifik yang utama yaitu
imunotas humoral dan seluler. Sel T bertanggung jawab terhadap imunitas seluler, sedangkan sel B bertanggung jawab terhadap imunitas humoral Putri, 2012.
Kedua, limfosit akan teraktivasi dan mengenali serta menanggapi antigen yang masuk. Ketiga, mekanisme efektor sistem kekebalan tubuh antibodi dan sel T
efektor akan menemukan dan menghancurkan antigen di lokasi yang jauh dari tempat infeksi awal. Sel limfosit T memiliki spesifikasi terhadap antigen. Sel ini
mengenali peptida dari protein asing yang berikatan dengan protein inang yang disebut molekul MHC kemudian diekspresikan pada permukaannya. Sel T
mengenali dan memberikan respon terhadap sel permukaan dan bukan antigen yg terlarut Abbas, Litchman, dan Pillai, 2010.
Sel T diklasifikasikan menjadi sel CD
4
dan CD
8
. CD
4
akan mengenali antigen spesifik dan berasosiasi dengan molekul MHC kelas II, CD
8
mengenali antigen yang bergabung dengan molekul MHC kelas I. Berdasarkan sitokin yang diproduksinya, sel CD
4
terbagi menjadi dua subset fungsional yaitu Th
2
yg membantu sel B dalam memproduksi antibodi