Wawancara Observasi
menggendong keponakan lainnya yang berusia 7 tahun juga. Saat itu Ayah dan
Bundanya masuk pagi dan pulang pukul 12.00 WIB karena akan
menghadiri acara pernikahan saudaranya.
B. Analisis Data dan Pembahasan
Dua  narasumber  yang  telah  diteliti  menunjukkan  bahwa  persepsi  yang muncul  dalam  pikiran  dua  narasumber  bersifat  positif  karena  pola  asuh  yang
orang tua terapkan bagi anaknya lebih dominan ke pola asuh otoritatif. Orang tua yang  otoritatif  adalah  orang  tua  yang  menghargai  individualitas  anak  tetapi  juga
menekankan  batasan-batasan  sosial.  Mereka  percaya  akan  kemampuan  mereka dalam  memandu  anak,  tetapi  juga  menghargai  keputusan  mandiri,  minat,
pendapat,  dan  kepribadian  anak.  Mereka  menyayangi  dan  menerima,  tetapi  juga meminta perilaku yang baik, tegas dalam menetapkan standar, dan berkenan untuk
menerapkan  hukuman  yang  terbatas  dan  adil  jika  dibutuhkan  dalam  konteks hubungan  yang  hangat  dan  mendukung.  Mereka  menjelaskan  alasan  di  balik
pendapat  mereka  dan  mendorong  komunikasi  verbal  timbal  balik.  Anak  mereka merasa  aman  karena  mengetahui  mereka  dicintai,  tapi  juga  diarahkan  dengan
tegas. Berikut adalah analisis data dan pembahasan
1. Kontrol Orang Tua Terhadap Anak
Masing-masing  dari  kedua  orang  tua  Dn  dan  Hp  tetap  memberikan  aturan  dan batasan-batasan dalam bertindak serta berperilaku. Orang tua mereka menetapkan
waktu pada sore hari menjelang maghrib Dn dan Hp sudah harus berada di rumah. Kedua  orang  tua  mereka  pun  menekankan  agar  anak-anak  mandi  sore  sebelum
pukul  lima.  Hal  tersebut  dimaksudkan  agar  kesehatan  anak  tetap  terjaga.  Cara mendisiplin  secara  otoritatif  menekankan  aspek  edukatif  daripada  aspek
hukumannya Hurlock, 2005. “
Ya  nggak  main  terus.  Kalau  les  itu  pulangnya  boleh  tapi  sampai  jam setengah enam harus pulang.
WDD6P3g …….
Mandi sorenya sampai jam setengah lima.
”  WDD1P2a         Dn “
Itu kan setiap hari kan mainan to Bu, mainan sampai nanti, nanti sorenya pulang, ehh bubar, pulang, habis itu nanti mandi..
WHD1P2d …….
Aku pulangnya maksimal jam setengah enam.
WHD6P3c Hp
Memang,  ketika  anak  melakukan  kesalahan  orang  tua  akan  memberi hukuman  sebagai  tindak  lanjut  agar  anak  merasa  jera  dan  tidak  mengulangi
kesalahannya  kembali.  Oleh  sebab  itu  orang  tua  sangat  megusahakan  agar anaknya  tetap  pada  arahan  berperilaku  yang  benar.  Menurut  Hurlock  2005:  87
hukuman  mempunyai  tiga  fungsi  dalam  perkembangan  anak.  Ketiga  fungsi tersebut  adalah  menghalangi,  mendidik,  dan  memberi  motivasi.  Sama  halnya
dengan  orang  tua  Dn  dan  Hp,  mereka  memberi  hukuman  dengan  fungsi  serupa. Pemberian hukuman pun tetap memperhatikan psikis anak jangan sampai melukai
badan  dan  memberikan  trauma.  Ibu  Dn  menjewer  Dn  ketika  Dn  melakukan kesalahan.  Orang  tua  Hp  mendiamkan  dan  pernah  memukul  serta  membanting
tubuh Hp namun mereka juga menyadari bahwa perbuatan mereka salah dan tidak mengulangi  perbuatan  serupa.  Bagaimana  pun  juga  mereka  tetap  mencintai  dan
menyanyangi anaknya. Berikut adalah data wawancara yang menunjukkan adanya perilaku  tegas  orang  tua  dengan  sedikit  menyakiti  fisik  anak  agar  anak  jera
terhadap perilaku salahnya: “
Aaaa  dijewer  Ibu.
WDD6P4a …….
Nangis.  Sakit  e..  Dijiwit  ihh  ihh ihh.
WDD6P4b …….
Njewer. Laraaaa.
”  WDD1P3b  Dn “Hi…  WHD6P4a  …….
Takut  dimarahin.
WHD6P4b …….
Didiemin.Tapi  kalau….  WHA6P4e  …….
Takut  dimarahin.  Dibanting
nanti sama…” WHD4P1c  Hp Berdasarkan  data  observasi  juga  ditemukan  perilaku  tegas  orang  tua  ketika
anak melakukan kesalahan. Menjewer  telinga  Dn  dan  memberi  peringatan  agar  lebih  cermat  dan  teliti
ketika mengerjakan soal-soal matematika. Dn
Saat  disuruh  melipat  selimut  dan  menata  bantal  serta  sprei,  Hp  berkata sudah  padahal  dia  belum  melaksanakan  perintah  tersebut.  Bunda  Hp
semakin  marah  dan  menarik  tangan  Hp  menuju  ke  kamarnya  kemudian menunjukkan bahwa kamarnya masih berantakan.
Hp 2.
Komunikasi Walaupun  anak  melakukan  kesalahan,  orang  tua  berusaha  memaafkan  dan
bertanggung jawab mengarahkan anaknya menuju perilaku  yang  baik  dan benar. Maka  dari  itu,  orang  tua  menerapkan  peraturan  dengan  tujuan  membekali  anak
sebagai  pedoman  berperilaku  dan  mengekang  perilaku  yang  tidak  diinginkan. Pada  dasarnya  orang  tua  hanya  menginginkan  yang  terbaik  untuk  anaknya  maka
walaupun  anak  melakukan  kesalahan  dan  membuat  hati  kecewa,  orang  tua  tetap
membangun  relasi  dan  komunikasi  yang  hangat.  Perilaku  orang  tua  tersebut memberi  sumbangan  keluarga  pada  perkembangan  anak  dalam  memberikan
perasaan nyaman dan aman karena menjadi anggota kelompok yang stabil dengan cenderung  mengurangi  kendali  tatkala  anak  tumbuh  dan  berkembang  menjelang
masa  remaja.  Orang  tua  memberi  uang  saku,  bahkan  Ibu  Dn  selalu  menyiapkan bekal  untuk  Dn  bawa  ke  sekolah.  Pada  intinya  orang  tua  setiap  saat
memperhatikan dan memberikan kasih sayang yang tulus untuk anak-anak mereka bahkan memberi penghargaan berupa hadiah jika anak memperoleh suatu prestasi.
Keluarga berkumpul bersama dan menunjukkan adanya keharmonisan. “
Kayak  ke  Malbor,  trus  kalau  punya  uang  beli  laptop.
WDD5P8a …….
Dikasih... cuma jalan-jalan ke Giant.
WDD5P8b …….
Cuma beli nugget sama mainan.
” WDD5P8c Dn
“
Besok  kelas  lima  kan  Bunda  kan  dah  janji  mau  mbeliin  HP.
WHD5P8 …….
Besok  kelas  lima  mau  dibeliin  HP
WHD5P8a ……..
Beliin sepeda
.” WHD5P8c Hp
Pekerjaan orang tua menjadi cara pandang tersendiri bagi anak dan masalah jam keberangkatan yang berbeda pun menjadi anggapan buruk pada anak. Segala
perilaku baik buruk orang tua juga akan selalu melekat pada anak sehingga anak dapat  menyimpulkan  dan  memberi  penilaian  terhadap  perilaku  orang  tuanya.
Berikut adalah kutipan wawancara yang menunjukkan pandangan anak mengenai pekerjaan orang tua:
“Barber  shop  sama  IRT.  WDD5P1  ……..
Mencla-mencle  e  Bapak  ki.
WDD5P2 …….
Jam sanga to? Bapak ki biasane mangkat jam wolu, jam
sanga, jam sepuluh, nganti jam rolas opo jam papat.
”  WDD5P2a    Dn “
Di Perniaga Merapi.
Mbuat patung, lukis… WHD5P1
…….
He-e. Tapi kerjanya nggak mesti bareng.
WHD5P1a …….
Bundaku kan nganu. Kan pendidikan  tertingginya  kan  SMA,
kalau  ayahku  SMP.
WHD5P7a …….
Ya  maem,  liat  tv,  BBMan,  kalau  BBMan  mesti  ketawa -ketiwi  ketawa sendiri.
”  WHD5P3 Hp
3. Tuntutan  Orang  Tua  untuk  Menjadi  Matang  Anak  Berkembang  Sesuai
Usianya Pagi  hari,  orang  tua  selalu  menyiapkan  sarapan  untuk  anaknya  dan  hal
tersebut merupakan salah satu bukti bahwa orang tua sangat memperhatikan anak mereka.  Orang  tua  memenuhi  kebutuhan  anak-anaknya,  lebih  khusus  kebutuhan
dalam hal pendidikan agar anak mempunyai masa depan  yang cerah. Dn dan Hp menyadari  bahwa  mereka  tetap  harus  mengikuti  arahan  dari  orang  tuanya
walaupun  terkadang  mereka  melakukan  tindakan  diluar  kesepakatan  bersama orang tuanya yaitu pergi bermain tanpa izin namun setelah melakukan hal tersebut
mereka mempunyai rasa bersalah yang mendalam. Mereka tahu bahwa orang tua telah  melakukan  yang  terbaik  untuk  mereka  dengan  melindungi,  memberi  rasa
nyaman  dan  aman,  serta  menantiasa  menyayangi  dan  mengasihi  Dn  dan  Hp. Orang tua selalu mengajarkan agar anak bersikap ramah dan sopan pada orang di
sekitar dan mengajarkan pula pekerjaan-pekerjaan rumah tangga. Ramah  dan  selalu  menyapa  tetangga  yang  lewat  depan  rumahnya.  Saat
peneliti  berkunjung  ke  rumah  Dn,  beberapa  tetangga  Dn  lewat  dan  mereka
saling bertegur sapa setelah itu Dn memberi informasi pada peneliti dengan menceritakan riwayat singkat tetangga yang lewat tersebut.   Dn
Sangat  ramah  dan  selalu  menyapa  orang-orang  yang  berada  di  sekitarnya. Saat  peneliti  akan  menuju  rumah  Hp,  peneliti  dan  Hp  berjalan  kaki  dan  di
sepanjang  jalan  banyak  tetangga  yang  sedang  duduk-duduk  di  teras rumahnya.  Hp  menyapa  dan  melemparkan  senyum  pada  tetangga-tetangga
yang ia temui. Hp
Ada  keterkaitan  dan  hubungan  antara  ketiga  komponen  yang  menjadi bahasan  pokok  dalam  penelitian  ini.  Komponen  yang  pertama  adalah  kontrol
orang  tua  terhadap  anak.  Komponen  yang  kedua  adalah  komunikasi  dan komponen  yang  ketiga  adalah  tuntuntan  orang  tua  untuk  menjadi  matang  anak
berkembang  sesuai  usianya.  Ketiga  komponen  tersebut  memberi  gambaran bahwa  pola  asuh  tetap  mengedepankan  sisi  edukatif  walau  memang  sering  ada
hukuman  dan  ancaman  namun  hukuman  diberlakukan  dengan  tujuan  untuk memunculkan  komunikasi  yang  lancar  kembali  sehingga  orang  tua  tetap  dapat
mengontrol  anaknya  untuk  menjadi  matang.  Dari  hal  tersebut  muncul  persepsi anak  mengenai  pola  asuh  yang  mereka  terima.  Melalui  panca  indera,  anak  dapat
melihat  dan  merasakan  sikap  orang  tua  dan  kegiatan  apa  saja  yang  dilakukan ketika  berada  di  rumah  dan  di  luar  rumah.  Dari  hasil  pengamatan  menggunakan
alat  indera,  muncullah  sudut  pandang  anak  dalam  membentuk  persepsinya terhadap pola asuh orang tua yang mereka terima.
Diana Baumrind Papalia, Olds,  Feldman, 2009 mengungkapkan tiga tipe pola asuh yaitu otoritarian, permisif, dan otoritatif. Cara didik dan pola asuh setiap
keluarga tentunya berbeda-beda dan setiap keluarga pun pasti menerapkan adanya batasan-batasan  dan  aturan.  Keluarga  dengan  pola  asuh  yang  memberi  batasan
lekat  berarti  menerapkan  tipe  pola  asuh  otoritarian.  Namun  dilihat  dari  analisis data  dan  pembahasan  antara  pola  asuh  yang  diterima  Dn  dan  Hp,  orang  tua
mereka  lebih  menekankan  tipe  pola  asuh  otoritatif  yang  berarti  memberi  ruang gerak  pada  anak  untuk  bertindak  dan  ikut  terlibat  mengeluarkan  pendapat  dalam
megambil keputusan bersama.
C. Implikasi