Rw. 03 Kebon Gunung Loano Purworejo, dengan perincian sebagai berikut :
1. Sdri. SUSTININGSIH
- Uang Pesangon : 16 bIn x Rp 415.500,- = Rp. 7.224.000,-
- Penghargaan masa kerja : 5 bIn x Rp.415.500,- = Rp. 2.257.500,-
Jumlah = Rp. 9.481.500,- - Penggantian Perumahan,
serta Pengobatan dan Perawatan : 15 x Rp.9.481.500,- = Rp. 1.422.225,-
- Cuti Tahunan yang belum diambil dan belum gugur :
9 x Rp.451.500,- : 30 = Rp. 135.450,- Jumlah = Rp.11.039.175,-
2. Sdr. WINARKI
- Uang Pesangon : 16 bIn x Rp 461.500,- = Rp. 7.384.000,-
- Penghargaan masa kerja : 5 bIn x Rp.461.500,- = Rp. 2.307.500,-
Jumlah = Rp. 9.691.500,- - Penggantian Perumahan,
serta Pengobatan dan Perawatan : 15 x Rp.9.691.500,- = Rp. 1.453.725,-
- Cuti Tahunan yang belum diambil dan belum gugur :
11 x Rp.461.500,- : 30 = Rp. 169.216,- Jumlah = Rp.11.314.441,-
Universitas Sumatera Utara
Menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Nihil ;
C. Analisis Hukum Terhadap Kasus Keputusan MA No.37 KPHI2006 1. Pemahaman tentang PHK karena Efisiensi
Melihat kasus diatas bahwa penulis melihat bahwa pemahaman tentang Perusahaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja alasan efisiensi terdapat
dua pandangan saat ini. Hal ini dapat kita lihat dalam pasal 164 UU No.13 Tahun 2003, yang berbunyi “
1 Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap
pekerjaburuh karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 dua tahun, atau
keadaan memaksa force majeur, dengan ketentuan pekerjaburuh berhak atas uang pesangon sebesar 1 satu kali ketentuan Pasal 156
ayat 2 uang penghargaan masa kerja sebesar 1 satu kali ketentuan Pasal 156 ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156
ayat 4.
2 Kerugian perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus
dibuktikan dengan laporan keuangan 2 dua tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik.
3 Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap
pekerjaburuh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 dua tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan
memaksa force majeur tetapi perusahaan melakukan efisiensi, dengan ketentuan pekerjaburuh berhak atas uang pesangon sebesar 2 dua kali
ketentuan Pasal 156 ayat 2, uang penghargaan masa kerja sebesar satu kali ketentuan Pasal 156 ayat 3 dan uang penggantian hak
sesuai ketentuan Pasal 156 ayat 4.
Jika dicermati kembali, penekanan harus diberikan pada klausul “perusahaan tutup”, karena pasal 164 ini sebenarnya mengatur alasan bagi
Universitas Sumatera Utara
perusahaan untuk melakukan PHK terhadap pekerja karena perusahaan tutup, bukan karena alasan lainnya. Berikut akan coba dipenggal satu persatu kalimat
yang terdapat pada ayat-ayat di atas :
Ayat 1
a. Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap
pekerjaburuh karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 dua tahun, atau
keadaan memaksa force majeur, dengan ketentuan pekerjaburuh berhak atas uang pesangon sebesar 1 satu kali ketentuan Pasal 156
ayat 2 uang penghargaan masa kerja sebesar 1 satu kali ketentuan Pasal 156 ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156
ayat 4.
mengisyaratkan bahwa sebenarnya PHK dibenarkan oleh UUK, namun harus memperhatikan syarat-syarat atau ketentuan untuk dapat melakukan PHK
tersebut. b.
karena perusahaan tutup, merupakan alasan untuk melakukan PHK
c. yang disebabkan karena ;
1 perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2
dua tahun; atau 2
keadaan memaksa force majeur
Universitas Sumatera Utara
merupakan sebab-sebab mengapa perusahaan tutup, dan secara terminologi sebab tersebut menjadi dasar munculnya mengapa uang pesangon dan penghargaan
masa kerja yang menjadi hak pekerja hanya 1 kali ketentuan pasal 156 UUK d.
dengan ketentuan pekerjaburuh berhak atas uang pesangon sebesar 1 satu kali ketentuan Pasal 156 ayat 2, uang penghargaan masa kerja
sebesar 1 satu kali ketentuan Pasal 156 ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat 4.
hak pekerja atas PHK yang dilakukan perusahaan
ayat 3
a. pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap
pekerjaburuh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2
dua tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa force majeur tetapi perusahaan melakukan efisiensi, dengan ketentuan pekerjaburuh
berhak atas uang pesangon sebesar 2 dua kali ketentuan Pasal 156 ayat 2, uang penghargaan masa kerja sebesar satu kali ketentuan Pasal 156 ayat 3
dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat 4. mengisyaratkan bahwa sebenarnya PHK dibenarkan oleh Undang-Undang
Ketenagakerjaan, namun harus memperhatikan syarat-syarat atau ketentuan untuk dapat melakukan PHK tersebut.
b. karena perusahaan tutup
merupakan alasan untuk melakukan PHK c.
Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja ; 1
bukan karena perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 dua tahun; atau
2 bukan karena keadaan memaksa force majeur
Universitas Sumatera Utara
3 tetapi perusahaan melakukan efisiensi
Butir 1 dan 2 bukanlah sebab-sebab perusahaan tutup, tetapi merupakan klausul pengecualian untuk membedakan dengan sebab-sebab pada ayat 1. Yang
menjadi penyebab perusahaan tutup adalah butir 3, yaitu untuk melakukan efisiensi. Dan secara terminologi sebab tersebut menjadi dasar munculnya
mengapa uang pesangon dan penghargaan masa kerja yang menjadi hak pekerja menjadi 2 kali ketentuan pasal 156 Undang-Undang Ketenagakerjaan
d. Dengan ketentuan pekerjaburuh berhak atas uang pesangon sebesar 2 dua kali ketentuan Pasal 156 ayat 2, uang penghargaan masa kerja sebesar
1 satu kali ketentuan Pasal 156 ayat 3, dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat 4.
hak pekerja atas PHK yang dilakukan perusahaan Dari penggalan kedua ayat yang terdapat pada pasal 164 ayat 1 dan 3 di
atas terlihat bahwa : - butir b : alasan untuk melakukan PHK, yaitu tutupnya perusahaan
- butir c : penyebab mengapa perusahaan tutup, dan menjadi dasar untuk menentukan besarnya hak pekerja karena terjadinya PHK
Tutupnya perusahaan karena rugi dan force majeur, pesangon dan penghargaan masa kerjanya hanya 1 kali ketentuan pasal 156 Undang-undang
Ketenagakerjaan, sedangkan apabila tutupnya perusahaan karena melakukan efisiensi pesangon dan penghargaan masa kerjanya hanya 2 kali ketentuan pasal
156 Undang-undang Ketenagakerjaan.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian, kata efisiensi yang terdapat di dalam pasal 164 ayat 3 Undang-undang Ketenagakerjaaan tidak dapat diartikan bahwa hal tersebut
menjadi dasar perusahaan untuk melakukan PHK terhadap pekerja atau juga “Mengefisienkan biaya tenaga kerja” dengan cara mem-PHK pekerja yang ada.
Namun harus diartikan bahwa PHK dapat dilakukan perusahaan apabila perusahaan tutup, dan tutupnya perusahaan adalah sebagai bentuk efisiensi, atau
dengan kata lain Pengusaha melakukan efisiensi, caranya dengan menutup perusahaan. Di pasal tersebut disebutkan kata pengusaha, bisa saja pengusaha
memiliki suatu perusahaan holding dengan beberapa perusahaan anak. Dengan adanya suatu hal tertentu pengusaha merasa harus melakukan efisiensi dengan
cara menutup salah satu perusahaan anak. Jika perusahaan tersebut tutup, maka pengusaha dapat melakukan PHK
atas tenaga kerjanya.
90
Dilihat dari kasus tersebut, maka seharusnya P4D Jawa Tengah memutuskan perkara tersebut harus melihat alasan yang diajukan pihak
pengusaha, bahwa mereka melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan penutupan perusahaan yang mana usahanya mereka merugi sejak tahun 2000. Dan
Selanjutnya jika penutupan perusahaan tersebut disebabkan oleh kerugian selama 2 tahun berturut-turut atau force majeur, maka
diterapkan ketentuan Pasal 164 ayat 1. Namun jika penutupan perusahaan untuk kepentingan efisiensi maka diterapkan Pasal 164 ayat 3.
90
http:boedexx.blogspot.com200908phk-karena-wfisiensi.html diunduh pada tanggal 15 Maret 2011.
Universitas Sumatera Utara
kedua pihak pekerja yang mengajukan gugatan dengan alasan efisiensi. Namum seperti yang telah kita lihat penjelasan diatas maka dapat dilihat disini bahwa
pemahaman oleh kedua pekerja tersebut belum mengerti maksud dari efisiensi. Sedangkan dalam pasal 164 ayat 3
Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerjaburuh karena perusahaan tutup bukan
karena mengalami kerugian 2 dua tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa force majeur tetapi perusahaan melakukan efisiensi. Dan bila
kita lihat dalam kasus ini maka seharusnya pihak P4D Jawa Tengah memutus perkara tersebut harus dengan pertimbangan bahwa Perusahaan tersebut tutup
dengan alasan penutupan perusahaan disebabkan merugi selama 2 tahun berturut- turut. Maka dalam putusan pemberian uang pesangon terhadap karyawan juga
harus mengacu pada pasal 156 ayat 2, dimana kedua pekerja tersebut mempunyai hak yang sama dengan 26 karyawan lainnya yaitu sebesar 9
sembilan bulan upah, karena sudah lebih dari 8 tahun masa kerja mereka. Putusan P4D Jawa Tengah juga memutuskan pemberian upah lebih dari
apa yang dituntut dan yang ada dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.
2. Besarnya Uang Pesangon yang Seharusnya diterima oleh Pekerja Dilihat dari Kasus Sustinigsih dan Winarki
Berdasarkan kasus diatas kita banyak menemukan kesalahan dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara tersebut khusus yang terlihat
dalam Putusan P4D Jawa Tengah. Dalam putusan P4D memutuskan bahwa
Universitas Sumatera Utara
dalam pembayaran uang pesangon, P4D memutus lebih yang dari dituntut oleh penggugat pekerjaburuh, yaitu masalah pembayaran uang pesangon,
penghargaan masa kerja, pengobatan dan perumahan, upah selama skorsing dan cuti yang belum diambil.
Ultra petita dalam hukum formil mengandung pengertian penjatuhan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau meluluskan lebih dari pada yang
diminta. Ultra petita menurut I.P.M. Ranuhandoko adalah melebihi yang diminta.Ultra petita sendiri banyak dipelajari di bidang hukum perdata dengan
keberadaan peradilan perdata yang lebih tua berdiri sejak ditetapkan kekuasaan kehakiman di Indonesia.
91
1. Bahwa pertimbangan P4D yang dalam menafsirkan pengurangan tersebut
hanya mirip efisiensi adalah pertimbangan yang kurang mendalam dan kurang luas serta sangat formil, ini akibat disebabkan tidak memperhatikan
dan mempertimbangkan sama sekali alasan-alasan yang dikemukakan oleh Pemohon Kasasi. ;
Melihat kasus yang terjadi Sustiningsih dan Winarki tersebut, pihak pengusaha melakukan upaya hukum yaitu kasasi ke MA. Ada beberapa
pertimbangan yang menarik diperhatikan dilakukan oleh pihak pengusaha yaitu ;
2. Bahwa dengan besarnya uang kewajiban Pemohon Kasasi terhadap Para
Termohon Kasasi sangat memukul manajemen Pemohon Kasasi sebab
91
Miftakhul Huda, http:www.miftakhulhuda.com200906ultra-petita-dalam-pengujian- undang.html diunduh pada tanggal 20 Maret 2011
Universitas Sumatera Utara
usaha Pemohon Kasasi adalah usaha padat karya pembuatan payung bukan padat modal sehingga nilai tersebut sangat membebani.
3. Bahwa setelah mendapatkan saran maupun petunjuk dari beberapa pihak
seperti tersebut diatas maka Pemohon Kasasi lalu mengadakan musyawarah kembali dengan para buruh yang mana begitu alot dan
panjang, namun akhirnya tercapai kesepakatan antara Pemohon Kasasi dengan pihak buruhALBUM yaitu dilakukan PHK ke 28 buruh dan
pemberian pesangon 1 X dan usaha Pemohon Kasasi tidak dilakukan penutupan. merupakan jalan keluar yang paling akhir dan baik ;
4. Bahwa Para Termohon Kasasi tidak menerima hasil musyawarah lalu
melakukan perlawanan terhadap kesepakatan tersebut ke Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Magelang yang semata-mata hanya ingin mendapat hak
yang lebih dari pada teman-teman yang lainnya ke 26 buruh tanpa memperdulikan maupun mempertimbangkan komitmen, rasa hormat dan
solidaritas sesama buruh dan juga tidak mau tahu dengan kondisi keuangan Pemohon Kasasi atau saran-saran dari Serikat Pekerja maupun
Tokoh Masyarakat Tempuran Iingkungan Pabrik ; Namun setelah diajukannya kasasi ke Mahkamah Agung menolak tersebut
dengan pertimbangan dan alasan bahwa tidak dapat dibenarkan bahwa alasan Judex Factienya tidak salah menerapkan hukum.
Melihat kasus tersebut sama sekali hakim dalam putusannya tidak melihat alasan-alasan dari pihak pemohon kasasi dalam hal ini pihak Pengusaha. Bahwa
sejak mulanya pengusaha ingin melakukan penutupan perusahaan, namun
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan pertimbangan pemerintah dan adanya musywarah dengan organisasi buruh setempat maka perusahaan ini dinyatakan tetap berlanjut, maka dalam hal
ini dapat diambil kesimpulan bahwa Perusahaan melakukan PHK bukan alasan penutupan melainkan pengurangan pekerjaburuh.
Maka dalam hal ini seharusnya Mahkamah Agung dalam memutuskan perkara ini, khususnya dalam pemberian uang pesangon hanya 9 bulan bukan 16
bulan.
- 1. Sdri. SUSTININGSIH
- Uang Pesangon : 8 bIn x Rp 415.500,- = Rp. 3.332.400,-
- Penghargaan masa kerja : 5 bIn x Rp.415.500,- = Rp. 2.257.500,-
Jumlah = Rp. 5.558.900,- - Penggantian Perumahan,
serta Pengobatan dan Perawatan : 15 x Rp.9.481.500,- = Rp. 1.422.225,-
- Cuti Tahunan yang belum diambil dan belum gugur :
9 x Rp.451.500,- : 30 = Rp. 135.450,- Jumlah = Rp.7.147.575,-
- 2. Sdr. WINARKI
- Uang Pesangon : 8 bIn x Rp 461.500,- = Rp. 3.692.000,-
- Penghargaan masa kerja : 5 bIn x Rp.461.500,- = Rp. 2.307.500,-
Jumlah = Rp 5.999.500,- - Penggantian Perumahan,
serta Pengobatan dan Perawatan : 15 x Rp.9.691.500,- = Rp. 1.453.725,-
Universitas Sumatera Utara
- Cuti Tahunan yang belum diambil dan belum gugur :
11 x Rp.461.500,- : 30 = Rp. 169.216,- Jumlah = Rp.7.622.441,-
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan