Wilayah Gempa Indonesia Kondisi Tanah

prilaku struktur diharapkan sangat baik bila dilanda gempa, maka tata letak struktur sangat penting untuk diatur. Tentunya tidak ada suatu bentuk struktur yang sangat ideal memenuhi semua syarat-syarat yang diijinkan tetapi beberapa pedoman dasar dibawah ini dapat dipakai sebagai acuan dalam merencanakan tata letak struktur. 1. Bangunan harus mempunyai bentuk yang sederhana 2. Bentuk yang simetris 3. Tidak terlalu langsing baik pada denahnya maupun potongannya 4. Distribusi kekuatan sepanjang tinggi bangunan seragam dan menerus 5. Kekakuan yang cukup 6. Terbentuknya sendi plastis harus terjadi pada elemen-elemen horisontal lebih dahulu dibandingkan dengan elemen vertikal.

C. Wilayah Gempa Indonesia

Indonesia merupakan zona patahan lempeng bumi, dimana lempeng tersebut sering terjadi patahan, lipatan, yang mengakibatkan terjadinya getaran sehingga menjadikan Indonesia daerah yang rawan gempa. Namun tidak semua daerah Indonesia memiliki kekuatan getaran gempa yang sama. Oleh karena itu, di Indonesia dibagi menjadi enam wilayah gempa, mulai dari wilayah yang gempa paling rendah hingga wilayah gempa yang paling tinggi. Pembagian gempa menurut SNI 03-1726-2003 adalah sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara Gambar II.4. Pembagian wilayah gempa Indonesia Universitas Sumatera Utara Grafik II.2 Respon Spektrum Gempa Rencana

D. Kondisi Tanah

Indonesia terletak pada daerah patahan aktif, akibat terjadnya patahan pada lempeng bumi Indonesia menjadi kawasan yang rawan gempa. Tiap-tiap wilayah gempa mempunyai spektrum respons sendiri-sendiri sebagaimana yang tampak pada Grafik II.2 Pada grafik II.2 tersebut terdapat 6 spektrum respon masing-masing untuk tiap wilayah gempa. Tampak bahwa absis spektrum menunjukkan periode getar struktur T dalam detik sedangkan ordinatnya merupakan nilai koefisien gempa dasar C tidak berdimensi. Pada setiap gambar tersebut juga tampak spektrum respon untuk tanah keras, tanah sedang dan tanah lunak. Berdasarkan SNI 03-1726-2003 jenis tanah ditetapkan sebagai Tanah Keras, Tanah Sedang dan Tanah Lunak, apabila untuk lapisan setebal maksimum 30 m paling atas dipenuhi syarat-syarat yang tercantum dalam Tabel dibawah ini. Tabel II.3 Jenis-jenis tanah Universitas Sumatera Utara Dimana untuk menentukan Dengan : ti = tebal lapisan tanah ke-i Ni = nilai hasil test penetrasi standart ke-i Nilai N didapat dari tes penetrasi standar. Berbeda dengan Amerika Serikat yang menggunakan SPT Standart Penetration Test untuk mendapatkan nilai perlawanan tanah, di Indonesia percobaan SPT jarang digunakan, umumnya yang digunakan adalah alat Sondir Dutch Penetrometer Test, karena lebih sesui dengan kondisi tanah di Indonesia dan juga hasilnya lebih dapat dipercaya. Untuk itu, diperlukan adanya suatu konversi dari nilai hasil sondir ke N-SPT. Menurut prof. weasley dalam bukunya yang berjudul mekanika tanah, dinyatakan bahwa nilai N-SPT = qc4, dimana qc = perlawanan penetrasi konus nilai sondir. Berdasarkan SKBI-1.3.53.1987 menyebutkan bahwa untuk pemakaian pedoman ini suatu struktur gedung harus dianggap berdiri di atas tanah bawah yang lunak, apabila Pers.2.8 Universitas Sumatera Utara struktur gedung tersebut terletak di atas endapan-endapan tanah dengan kedalaman- kedalaman yang melampaui nilai-nilai yang disebut dibawah ini : a. Untuk tanah kohesif dengan kekuatan geser pada kadar air tetap rata-rata tidak lebih dari 0,5 kgcm2 : 6 m b. Untuk setiap tempat dimana lapisan yang menutupinya terdiri dari tanah kohesif dengan kekuatan geser pada kadar air tetap ratarata tidak lebih dari 1 kgcm2 atau terdiri dari tanah butiran yang sangat padat : 9 m c. Untuk tanah kohesif dengan kekuatan geser pada kadar air tetap rata-rata tidak lebih dari 2 kgcm2 : 12 m d. Untuk tanah butiran terikat yang sangat padat : 20 m Kedalaman harus diukur dari tingkat dimana tanah mulai memberikan penjepitan lateral yang efektif kepada struktur gedung. Tanah bawah yang lebih dangkal dari pembatasan-pembatasan di atas harus dianggap sebagai tanah keras. Analisis beban statik ekivalen juga dipengaruhi atas beberapa faktor, yaitu sebagai berikut : 1. Faktor Keutamaan Bangunan I Setiap bangunan umumnya didirikan dengan maksud pemakaian tertentu. Pada tiap-tiap jenis pemakaian, suatu bangunan harus mempunyai kemampuan minimum untuk melindungi pemakainya. Mengingat hal tersebut, maka pengamanan bangunan dengan cara mengurangi resiko terhadap kerusakan bangunan merupakan sesuatu yang penting. Pengamanan bangunan tersebut diakomodasikan dengan menggunakan faktor keutamaan bangunan I. factor keutamaan bangunan I unutk berbagai jenis bangunan menurut SNI 03-1726-2003 adalah sebagai berikut: Tabel II.4. Faktor keutamaan I untuk berbagai kategori gedung dan bangunan Universitas Sumatera Utara 2. Faktor Reduksi Gempa R Faktor reduksi gempa adalah untuk menjadikan beban gempa tersebut menjadi beban gempa nominal sesuai dengan faktor daktalitas yang dipilih untuk struktur bangunan tersebut. Adapun persamaan faktor reduksi gempa sebagai berikut: 2,2 ≤ R = μ .f 1 ≤ R m Dalam persamaan diatas, R = 2,2 adalah faktor reduksi gempa untuk bangunan gedung yang berprilaku elastik, sedangkan adalah faktor reduksi gempa maksimum yang terdapat dalam tabel II.4 Nilai f 1 ≈ 1,6 Dimana adalah faktor tahanan lebih beban dan bahan yang terkandung dalam struktur bangunan gedung. Dan μ merupakan nilai faktor daktalitas struktur bangunan gedung. Dalam perencanaan struktur bangunan gedung dapat dipilih menurut kebutuhan, tetapi tidak boleh diambil melebihi nilai factor daktalitas maksimum μ m yang dapat di- kerahkan oleh masing-masing sistem atau subsistem struktur bangunan gedung seperti yang dijelaskan dalam tabel II.5 Pers.2.9 Universitas Sumatera Utara Tabel II.5. Faktor daktalitas maksimum, faktor reduksi gempa maksimum dan faktor tahanan lebih total beberapa system dan subsistem bangunan gedung

E. Analisis Dinamik