Analisis Dinamik Sistem rangka pemikul momen khusus SRPMK

Tabel II.5. Faktor daktalitas maksimum, faktor reduksi gempa maksimum dan faktor tahanan lebih total beberapa system dan subsistem bangunan gedung

E. Analisis Dinamik

Universitas Sumatera Utara Untuk gedung yang tidak beraturan dan bertingkat banyak, digunakan perencanaan analisis dinamik, Banyak metode yang digunakan dalam perencanaan struktur gedung dalam analisis dinamik, diantarnya adalah : 1. Analisis Ragam Spektrum respons Pada metode analisis ini kita menggunakan spectrum respons gempa rencana sebagai dasar untuk menetukan responsnya. dalam hal ini, analisis respons spektrum hanya dipakai unutk menentukan gaya geser tingkat nominal dinamik akibat pengaruh gempa rencana. Gaya-gaya internal dalam unsur struktur gedung didapat dari analisis 3 dimensi biasa berdasarkan beban-beban gempa statik ekuivalen. 2. Analisis Respons Dinamik Riwayat Waktu Dalam analisis ini, faktor I adalah untuk memperhitungkan kategori gedung yang ada, sedangkan faktor R adalah untuk menjadikan pembebanan gempa tersebut menjadi pembebanan gempa nominal. Yang lebih ditekankan pada percepatan tanah yang disimulasikan sebagai gerakan gempa.

F. Eksentrisitas rencana

Pusat massa lantai tingkat suatu struktur merupakan titik tangkap resultan beban- beban yang bekerja pada lantai tingkat struktur tesebut. Pusat rotasi lantai tingkat suatu struktur adalah suatu titik pada lantai tingkat tersebut yang bila terjadi gaya horizontal, gaya tersebut tidak berotasi tetapi hanya bertranslasi. Antara pusat massa dan pusat rotasi lantai tingkat harus ditinjau suatu eksentrisitas rencana e d . apabila ukuran horizontal terbesar denah struktur gedung pada lantai tingkat itu diukur tegak lurus arah pembebanan gempa, dinyatakan dengan b, maka eksentrisitas rencana ed harus ditentukan sebagai berikut : 1. Untuk 0 e ≤ 0,3 b Universitas Sumatera Utara ed = 1,5 e + 0,005 b atau ed = e – 0,05 b dan pilih diantara keduanya yang pengaruhnya paling menentukan untuk unsure subsistem struktur gedung yang ditinjau. 2. Untuk e 0,3 b ed = 1,33 e + 0,1 b atau ed = 1,17 e – 0,1 b serta pilih diantara keduanya yang pengaruhnya paling menentukan untuk unsure subsistem struktur gedung yang ditinjau. .

II.4. Metode Perencanaan Konstruksi Baja A.

Metode ASD Allowable Stress Design Metode ASD Allowable Stress Design merupakan metode yang paling konvensional dalam perencanaan konstruksi. Metode ini menggunakan beban servis sebagai beban yang harus dapat ditahan oleh material konstruksi. Agar konstruksi aman maka harus direncanakan bentuk dan kekuatan bahan yang mampu menahan beban tersebut. Tegangan maksimum yang diizinkan terjadi pada suatu konstruksi saat beban servis bekerja harus lebih kecil atau sama dengan tegangan leleh σy. Untuk memastikan bahwa tegangan yang terjadi tidak melebihi tegangan leleh σy maka diberikan faktor keamanan terhadap tegangan izin yang boleh terjadi. Pers.2.10 Pers.2.11 Pers.2.12 Universitas Sumatera Utara Besaran faktor keamanan yang diberikan lebih kurang sama dengan 1,5 ; sehingga boleh dipastikan bahwa tegangan maksimum yang diizinkan terjadi adalah 23 Fy yang berarti juga akan terletak pada daerah elastis. Perencanaan memakai ASD akan memberikan penampang yang lebih konvensional. B. Metode LRFD Load Resistance Factor Design Metode LRFD Load Resistance Factor Design lebih mementingkan perilaku bahan atau penampang pada saat terjadinya keruntuhan. Seperti kita ketahui bahwa suatu bahan khususnya baja tidak akan segera runtuh ketika tegangan yang terjadi melebihi tegangan leleh Fy, namun akan terjadi regangan plastis pada bahan tersebut. Apabila tegangan yang tejadi sudah sangat besar maka akan terjadi strain hardening yang mengakibatkan terjadinya peningkatan tegangan sampai ke tegangan runtuh tegangan ultimate FU. Pada saat tegangan ultimate dilampaui maka akan terjadi keruntuhan bahan. Metode LRFD umumnya menggunakan perhitungan dengan menggunakan tegangan ultimate FU menjadi tegangan izin, namun tidak semua perhitungan metode LRFD menggunakan tegangan ultimate FU ada juga perhitungan yang menggunakan tegangan leleh Fy, terutama pada saat menghitung deformasi struktur yang mengakibatkan ketidakstabilan struktur tersebut. Metode LRFD menggunakan beban terfaktor sebagai beban maksimum pada saat terjadi keruntuhan. Beban servis akan dikalikan dengan faktor amplikasi yang tentunya lebih besar dari 1 dan selanjutnya akan menjadi beban terfaktor. Selain itu kekuatan nominal kekuatan yang dapat ditahan bahan akan diberikan faktor resistansi juga sebagai faktor reduksi akibat dari ketidak sempurnanya pelaksanaan dilapangan maupun di pabrik. Pers.2.13 Universitas Sumatera Utara Besaran faktor resistansi berbeda – beda untuk setiap perhitungan kekuatan yang ditinjau, misalnya : untuk kekuatan tarik digunakan faktor reduksi 0,9 dan untuk kekuatan tekan digunakan faktor reduksi 0,75. Dapat dilihat bahwa untuk penampang yang sama hasil kekuatan nominal yang akan didapat dari metode LRFD akan lebih tinggi dari metode ASD.

II.5. Sistem Rangka Pemikul Momen

Ada beberapa macam sistem struktur yang dapat dipakai dalam desain bangunan tahan gempa. Secara umum ada tiga system yang lazim dipakai, yaitu : • System struktur portal • System struktur dinding • System gabungan Dalam memilih system struktur yang tepat, ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, misalnya tinggi bangunan, arsitektural, fungsional bangunan, dan denah organisasi. Tiap system memiliki perilaku yang berbeda-beda. System struktur portal umumnya lebih mengandalkan daktilitas struktur, sementara sistem struktur dinding lebih mengandalkan kekakuannya. SAC joint venture dengan didanai oleh Federal Emergency Management Agency FEMA pernah melakukan penelitian dengan meninjau kerusakan-kerusakan bangunan pasca gempa Northridge 1994 dan Kobe 1995. Penelitian ini memberikan suatu informasi mengenai respon seismic struktur baja, khususnya sistem rangka pemikul momen. Sistem rangka pemikul momen dengan menggunakan struktur baja dibagi menjadi 3 tipe, yaitu : 1. Sistem rangka pemikul momen khusus SRPMK Universitas Sumatera Utara 2. Sistem rangka pemikul momen terbatas SRPMT 3. Sistem rangka pemikul momen biasa SRPMB Perbedaan ketiga jenis system struktur terletak pada kemampuannya dalam mengalami deformasi inelastic dan tingkat daktilitas. SRPMB merupakan system yang memiliki deformasi inelastic dan tingkat daktilitas yang paling kecil, tetapi memiliki kekakuan yang besar. Oleh karena itu, desain SRPMB boleh mengabaikan persyaratan “strong column weak beam” yang dipakai untuk mendesain struktur yang lebih mengandalkan daktilitas. Hal ini harus diperhatikan agar pola keruntuhan berupa “ soft storey mechanism” dapat dihindari. Soft storey dapat menghasilkan drift yang sangat besar karena deformasi dan disipasi enegi yang besar terkumpul pada satu atau bebrapa tingkat pada bangunan tersebut. Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana pengaruh “weak column strong beam” FEMA 355F, 2000. Model yang diteliti berupa bangunan 3, 9, dan 20 lantai dengan rasio momen kolom terhadap balok diambil 0,9. Bangunan 3 lantai setinggi 39 ft, bangunan 9 lantai setinggi 134 ft, dan bangunan 20 lantai yang tidak memenuhi syarat kinerja dari ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu, disarankan agar struktur yang diijinkan mengalami “weak column strong beam” memiliki tinggi maksimal 100 ft 30,5 meter Di indonesia ketentuan-ketentuan khusus perencanaan struktur baja terhadap beban gempa diatur dalam SNI 03-1729-2002, yang mana juga memberikan klasifikasi terhadap sistem penahan gempa dimana salah satunya adalah SRPMB.namun dalam praktek desain, SRPMB masih jarang dipergunakan. Referensi penelitian yang telah dilakukan terhadap kinerja SRPMB yang cukup baik untuk daerah dengan resiko gempa kecil, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap kinerja SRPMB yang didesain berdasarkan SNI-1729-2002 diwilayah gempa 2 di indonesia. Universitas Sumatera Utara Dalam hal rekayasa desain, saat ini berkembang suatu perencanaan bangunan berbasis kinerja atau performance based design PBD dimana bangunan tidak hanya direncanakan dari segi kekuatan strength , tetapi juga memperhatikan daktalitas sebagai faktor yang sangat berpengaruh pada prilaku bangunan saat terkena gempa. Perencanaan semacam ini memberikan informasi lebih detail dimana baik buruknya kinerja struktur saat terjadi gempa dapat dinilai secara jelas dan kuantitatif. Dalam perencanaan ini, istilah-istilah teknik disajikan dalam bentuk grafis dan bahasa yang lebih awam sehingga mudah dipahami.

A. Sistem rangka pemikul momen khusus SRPMK

SRPMK diharapkan dapat mengalami deformasi inelastis yang besar apabila dibebani oleh gaya-gaya yang berasal dari beban gempa rencana. Perencanaan semua sambungan balok-ke-kolom yang digunakan pada Sistem Pemikul Beban Gempa harusdidasarkan pada hasilhasil pengujian kualifikasi yang menunjukkan rotasi inelastis sekurang-kurangnya 0,03 radian. Hasil-hasil pengujian kualifikasi didapat terhadap sekurang-kurangnya dari dua pengujian siklik dan diijinkan berdasarkan salah satu dari dua persyaratan berikut ini: a Laporan penelitian atau laporan pengujian yang dilakukan untuk sambungan yang serupa dengan yang sedang direncanakan untuk suatu proyek; b Pengujian yang dilakukan khusus untuk sambungan yang sedang direncanakan untuk suatu proyek dan cukup mewakili ukuran-ukuran komponen struktur, kekuatan bahan, konfigurasi sambungan, dan urut-urutan pelaksanaan pada proyek tersebut. Interpolasi atau ekstrapolasi dari hasil-hasil pengujian dengan ukuran-ukuran komponen struktur yang berbeda-beda harus dilakukan menggunakan analisis rasional yang memperlihatkan distribusi tegangan dan besar gaya-gaya-dalam yang konsisten Universitas Sumatera Utara terhadap model uji sambungan dan dengan memperhatikan pengaruh negatif dari ukuran bahan dan ketebalan las yang lebih besar serta variasi dari sifat-sifat bahan. Ekstrapolasi dari hasilhasil pengujian harus didasarkan pada kombinasi serupa dari komponen struktur. Sambungan yang sebenarnya harus dibuat menggunakan bahan, konfigurasi, proses, dan kendali kualitas demikian sehingga dapat menjamin keserupaannya dengan model uji sambungan. Balokbalok dengan hasil pengujian tegangan leleh kurang dari 85 f ye tidak boleh digunakan dalam pengujian kualifikasi. Pengujian sambungan balok-ke-kolom harus memperlihatkan kuat lentur, yang diukur di muka kolom, sekurang-kurangnya sama dengan momen plastis nominal balok M p pada saat terjadinya rotasi inelastis yang disyaratkan, kecuali bila: a Kuat lentur balok lebih ditentukan oleh tekuk lokal daripada oleh tegangan leleh bahan, atau bila sambungan menghubungkan balok dengan penampang melintang yang direduksi maka kuat lentur minimumnya sama dengan 0,8M p dari balok pada pengujian; b Sambungan-sambungan yang memungkinkan terjadinya rotasi dari komponen struktur yang tersambung dapat diijinkan, selama dapat ditunjukkan menggunakan analisis yang rasional bahwa tambahan simpangan antar lantai yang disebabkan oleh deformasi sambungan dapat diakomodasikan oleh struktur bangunan. Analisis rasional yang dilakukan harus memperhitungkan stabilitas sistem rangka secara keseluruhan dengan memperhatikan pengaruh orde kedua. Gaya geser terfaktor, Vu, sambungan balok-ke-kolom harus ditentukan menggunakan kombinasi beban 1,2D+0,5L ditambah dengan gaya geser yang dihasilkan dari bekerjanya momen lentur sebesar 1,1Ry f yZ pada arah yang berlawanan pada masing-masing ujung balok. Sebagai alternatif, nilai Vu yang lebih kecil dapat digunakan Universitas Sumatera Utara selama dapat dibuktikan menggunakan analisis yang rasional. Gaya geser terfaktor tidak perlu lebih besar daripada gaya geser yang dihasilkan oleh kombinasi pembebanan.

B. Sistem Rangka Pemikul Momen Terbatas SRPMT