Pengendalian Vektor Dr. dr.Wirsal Hasan, M.P.H

c. Demam Berdarah Dengue DHF Penyakit ini merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dengan demam akut, dengan gejala klinis: Demam akut 2-7 hari, nyeri otot, sakit kepala, disekitar mata, tidak ada nafsu makan, gangguan saluran pencernaan dan timbul ruam kulit, dapat timbul pendarahan bawah kulit, gusi, hidung, saluran pencernaan, dan terjadi syok, dengan masa inkubasi 3-14 hari I Nyoman, 2008. Penyebaran penyakit ini pada derah endemis di Asia Tenggara, Cina Selatan, India, Srilanka, Pakistan, Afrika, Amerika Selatan, Mexico, Karibia dan Amerika Tengah. Endemis rendah di Papua Nugini, Bangladesh, Nepal, Taiwan, dan sebagian besar negara Pasifik. Cara penularan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti ke manusia, dimana masa penularan menjadi infektif bagi nyamuk beberapa saat sebelum panas sampai saat demam berakhir. Nyamuk infektif 8-12 hari sesudah menghisap darah penderita dan tetap infektif selama hidupnya I Nyoman, 2008.

2.4. Pengendalian Vektor

Penanggulangan kecoa ditujukan agar menurunnya penyakit yang ditularkan oleh kecoa di kapal, menurunnya tingkat kepadatan kecoa di kapal serta terciptanya kapal bersih dan sehat. Menurut Depkes RI 2003, pengendalian kecoa di kapal di lakukan antara lain: 1. Pengendalian Non Kimia Pengendalian secara non kimia yaitu : Universitas Sumatera Utara a. Pencegahan secara fisik agar kapal tidak menjadi tempat perindukan kecoa dengan upaya yang dilakukan yaitu: dengan mengisolasi tempat vektor berkembang biak di kapal dan pada faktor risiko dengan cara memodifikasi habitat kecoa sehingga tidak menjadi habitat kecoa atau tempat yang tidak di sukai kecoa di kapal. b. Pengendalian secara lingkungan, yaitu dengan menciptakan kondisi faktor risiko lingkungan yang bersih sehingga kecoa tidaka akan betah berada di lingkungan tersebut. c. Pengendalian secara biologi dengan memanfaatkan musuh alami kecoa 2. Pengendalian Secara Kimia Pengendalian yang memakai bahan kimia insektisida, baik yang sifatnya menolak reppelent dan menarik attractant. Pada umumnya bahan kimia yang dipakai untuk pengendalian kecoak yaitu hidrokarbon berkhlor khlordane, dieldrin, heptaklor, lindane dan organopospat majemuk diazinon, malathion, dan ronnel. Metode yang dilakukan dengan cara penyemprotan atau pemaparan. Untuk pemaparan banyak digunakan diklorovos, propoxur, kepone yang diformulasikan dalam bentuk pasta. Sedangkan untuk reppelent digunakan pyretrin dan dikloros. Menurut Davidson dan Peairs, 1966 mengatakan metode penyemprotan banyak memakai khlordane, malathion atau ronnel, diazinon, dieldrin atau lindane. 2.5. Komitmen Kesehatan Dunia International Health Regulation IHR adalah suatu instrumen Internasional yang secara resmi mengikat untuk diberlakukan oleh negara anggota WHO maupun Universitas Sumatera Utara negara bukan WHO. Dimana tujuan dan ruang lingkup untuk mencegah, melindungi, dan mengendalikan terjadinya penyebaran penyakit secara Internasional, serta melaksanakan public health response sesuai dengan risiko kesehatan masyarakat. Dimana prosedur pelaksanaan akan dilakukan dengan pemeriksaan rutin terhadap pelabuhan, bandara dan lintas barat Depkes RI, 2008. Pada tahun 2005 cakupan IHR diperluas agar mampu menangani penyakit new emerging, dan re emerging serta infeksi risiko kesehatan lainnya yang terjadi, baik yang disebabkan oleh penyakit infeksi maupun non infeksi. Oleh karena itu International Health Regulation IHR tahun 2005 dipersiapkan pula pengunpulan informasi secara cepat dan tepat dalam menentukan apakah suatu kejadian merupakan Public Health Emergency of International Concern PHEIC yaitu kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia Depkes RI, 2008. Penerapan IHR adalah suatu langkah penting bagi negara-negara dalam bekerjasama guna memperkuat pertahanan dunia terhadap PHEIC umumnya dan pengendalian risiko penyakit menular khususnya. Pertimbangan tersebut menjadi dasar bagi negara-negara dunia untuk memberlakukan IHR, termasuk dalam menghadapi situasi atau keadaan kritis, seperti: a Mencegah penyebaran penyakit yang beresiko tinggi terhadap kesehatan masyarakat b Menghindarkan kerugian akibat pembatasan atau larangan perjalanan dan perdagangan yang diakibatkan oleh masalah kesehatan masyarakat duniaPHEIC. Universitas Sumatera Utara PHEIC adalah kedaruratan kesehatan kejadian luar biasa KLB yang meresahkan dunia. KLB suatu penyakit tidak secara otomatis memberikan informasi yang cukup untuk mengetahui apakah penyakit tersebut menyebar secara Internasional. Beberapa faktor seperti letak geografi serta jumlah kasus, waktu, jarak, batas Internasional, kecepatan dan penyebarannya dan faktor lainnya yang sangat relevan untuk dianalisis sehingga dapat ditentukan apakah suatu KLB merupakan penyakit berpotensi dalam penyebaran Internasional Depkes RI, 2008. WHO merekomendasikan pemeriksaan yang dapat dilaksanakan oleh suatu negara yang mengalami PHEIC, negara lainnya dan pengelola transportasi. seperti melakukan pemeriksaan yang tepat untuk pemeriksaan rutin terhadap risiko kesehatan masyarakat yang sedang berlangsung di bandara, pelabuhan, lintas batas. Pemeriksaan dapat dilakukan kepada manusia, barang, kargo, kontainer, kapal pesawat, transportasi darat dan paket pos. Rekomendasi sementara dibuat oleh WHO secara khusus, dan waktu terbatas dan didasarkan pada risiko yang spesifik sebagai jawaban dari PHEIC Depkes RI, 2008. Untuk membantu suatu negara mengidentifikasi apakah suatu keadaan merupakan PHEIC, IHR mempersiapkan instrumen dan mengarahkan negara untuk mengkaji suatu kejadian di wilayahnya dan menginformasikan kepada WHO setiap kejadian yang merupakan PHEIC dengan kreteria sebagai berikut: : a. Berdampakberisiko tinggi bagi kesehatan masyarakat. b. KLB atau sifat kejadian tidak diketahui c. Berpotensi menyebar secara Internasional Universitas Sumatera Utara d. Berisiko terhadap perjalanan maupun perdagangan e. Kemungkinan membutuhkan koordinasi dalam penanggulangannya

2.6. Landasan Teori

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Masyarakat terhadap Pencegahan Penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) di Kelurahan Aek Nauli Kecamatan Siantar Selatan Kota Pematangsiantar tahun 2013

3 102 120

Hubungan Faktor Fisik Di Kapal Dan Di Pelabuhan Tembilahan Dengan Keberadaan Tikus

6 102 81

Pengaruh Sanitasi Dan Manajemen Kapal Terhadap Kepemilikan Sertifikat Sanitasi Kapal Pada Pelabuhan Lhokseumawe

26 176 104

Pengaruh Determinan Perilaku Anak Buah Kapal (ABK) Terhadap Pengendalian Vektor Penular Penyakit Pada Kapal Yang Sandar Di Pelabuhan Belawan

9 152 155

Hubungan Antara Pola Konsumsi, Penyakit Infeksi Dan Pantang Makanan Terhadap Risiko Kurang Energi Kronis (Kek) Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011

2 14 169

Kajian Analisis Risiko Keberadaan Tempat Pemotongan Ayam di Kawasan Pondok Rumput Bogor terhadap Penyebaran Penyakit Avian Influenza

1 9 40

Pelaksanaan Hygiene Sanitasi Kapal dan Keberadaan Vektor Pembawa Penyakit (Larva Nyamuk, Musca Domestica, Periplaneta Americana dan Tikus) Pada Kapal Penumpang dan Kapal Barang di Pelabuhan Belawan Kota Medan Tahun 2016

50 253 142

Hubungan Sanitasi Kapal Dengan Tanda-Tanda Keberadaan Tikus Pada Kapal Yang Berlabuh Di Pelabuhan Trisakti Banjarmasin

3 6 8

Arthropoda sebagai vektor yang mampu menularkan penyakit dapat berperan sebagai vektor penular dan sebagai intermediate host (Slamet, 2011). 2.1.1.1 Arthropoda Sebagai Vektor Penular

0 0 21

STUDI KONDISI TINGKAT SANITASI PADA KAPAL PENUMPANG DI WILAYAH KERJA KANTOR KESEHATAN PELABUHAN (KKP) KELAS I MAKASSAR TAHUN 2011

1 3 110