11
2.1.3 Etiologi
Penyakit ginjal kronik dapat menyebabkan terjadinya hipertensi begitupun sebaliknya pada hipertensi kronik dapat menyebabkan terjadinya penyakit ginjal.
Kira – kira 10 hipertensi yang terdapat pada GGK berhubungan dengan
aktivitas sistem renin – angiotensin – aldosteron Sukandar, 2006. Dalam kondisi
normal terdapat autoregulasi pada ginjal yang memungkinkan terdapatnya aliran darah yang tetap pada ginjal sekaligus mempertahankan laju filtrasi glomerolus
LFG pada tekanan rerata arteri sebesar 80 – 160 mmHg. Mekanisme ini berjalan
melalui mekanisme reflek miogenik dan tubuloglomerular feedback. Pada kondisi yang abnormal kemampuan vasodilatasi sebagai akibat autoregulasi ginjal hanya
dapat dilakukan sampai tekanan arteri rerata sebesar 80 mmHg. Di bawah nilai tersebut laju filtrasi ginjal dan aliran darah ginjal ikut turun. Tekanan arteri rerata
yang tinggi tidak dapat lagi diatur oleh ginjal sehingga terjadi peningkatan tekanan intraglomerulus yang dapat mengakibatkan kerusakan glomerulus dan
menurunnya fungsi ginjal Williams, 2005.
2.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi derajat penurunan LFG sangat penting untuk panduan terapi konservatif dan saat dimulai terapi pengganti faal ginjal. Derajat penyakit ginjal
kronik berdasarkan LFG sesuai dengan rekomendasi National Kidney Foundation Kidney Disease Outcomes Quality Initiative NKF-KDOQI 2004 dapat dilihat
pada Tabel 2.1.
Universitas Sumatera Utara
12
Tabel 2.1 Klasifikasi GGK berdasarkan derajat penyakit ginjal kronik
Derajat Penjelasan
LFG mlmenit1,73m
2
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau
meningkat ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG turun ringan
60-89 3
Kerusakan ginjal dengan LFG turun sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG turun berat
15-29 5
Gagal ginjal 15 atau dialisis
Sumber: NKF-KDOQI 2004 Adapun untuk mengetahui klasifikasi derajat penurunan faal ginjal
berdasarkan LFG dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.2 Klasifikasi derajat penurunan faal ginjal berdasarkan LFG
Derajat Primer LFG
Sekunder = Kreatinin mg A
Normal Normal
B 50 - 80 Normal
Normal – 2,4
C 20 - 50 Normal
2,5 – 4,9
D 10 - 20 Normal
5,0 – 7,9
E 5 - 10 Normal
8,0 – 12,0
F 5 Normal
12,0 Sumber: International committee for nomenclature and nosology of renal disease
1975 dalam Sukandar, 2006.
Berikut adalah hubungan antara penurunan LFG dan gambaran klinik pada pasien gangguan ginjal yaitu:
a. penurunan cadangan faal ginjal LFG = 40 – 75
Pada tahap ini biasanya tanpa keluhan, karena faal ekskresi dan regulasi masih dapat dipertahankan normal. Kelompok pasien ini sering ditemukan kebetulan
pada pemeriksaan laboratorium rutin. b. insufisiensi renal LFG = 20
– 50 Pasien GGK pada tahap ini masih dapat melakukan aktivitas normal walaupun
sudah memperlihatkan keluhan – keluhan yang berhubungan dengan retensi
azotemia. Pada pemeriksaan hanya ditemukan hanya ditemukan hipertensi,
Universitas Sumatera Utara
13 anemia dan hiperurikemia. Pasien tahap ini mudah terjun ke sindrom gagal
ginjal akut GGA pada seseorang pasien gagal ginjal kronik GGK, dengan faktor pencetus yang memperburuk faal ginjal LFG sindrom ini sering
berhubungan dengan faktor-faktor yang memperburuk faal ginjal. c. gagal ginjal LFG = 5
– 25 Gambaran klinik dan laboratorium makin nyata: anemia, hipertensi, dehidrasi,
kelainan laboratorium seperti hiperurikemia, kenaikan ureum dan kreatinin serum, kalium K
+
serum biasanya masih normal. d. sindrom azotemia LFG = kurang dari 5
Sindrom azotemia istilah lama uremia dengan gambaran klinik sangat
komplek dan melibatkan banyak organ multi organ Sukandar, 2006. 2.2 Farmakokinetik pada Pasien Gangguan Ginjal Kronik
Ginjal termasuk organ eliminasi utama disamping hati. Oleh sebab itu normalitas fungsi ginjal merupakan faktor penentu ekskresi senyawa endogen dan
eksogen termasuk obat, dan akumulasinya di dalam tubuh. Dalam proses ekskresi, ginjal melakukan filtrasi, sekresi dan reabsorbsi, yang mana proses ini
dipengaruhi oleh kecepatan dan aliran darah ginjal. Karena berkaitan dengan sirkulasi sistemik, maka jumlah dan kecepatan ekskresi obat melalui ginjal juga
ditentukan oleh curah jantung, khususnya aliran darah yang menuju dan di ginjal renal blood flow Hakim, 2013.
Oleh sebab itu setiap kejadiaan yang mengubah aliran darah ginjal akan mengubah kecepatan dan jumlah obat yang dieksresi oleh ginjal. Disamping itu
dalam proses filtrasi oleh glomeruli, karena yang lolos filtrasi adalah obat yang tak terikat protein albumin atau AAG, maka kadar protein darah menentukan
Universitas Sumatera Utara
14 jumlah obat yang terekskresi. Seperti diketahui, karena biosintesis protein terjadi
di hati, maka normalitas fungsi hati secara tidak langsung turut menentukan kapasitas ekskresi ginjal. Jadi jumlah dan kecepatan ekskresi renal tidak hanya
ditentukan oleh fungsi ginjal, tetapi juga fungsi kardiovaskular dan hati, selain faktor fisiko-kimiawi obat itu sendiri. Obat
– obat yang memiliki rasio ekskresi renal tinggi misalnya golongan penisilin dan glukuronat, ekskresinya lebih
tergantung dari perubahan kecepatan aliran darah di ginjal dibandingkan obat yang memiliki rasio ekskresi renal rendah misalnya digoksin, furosemid, dan
tetrasiklin. Perubahan aliran darah ginjal sering dapat disamakan dengan perubahan LFG ketika merancang regimen dosis pada gagal ginjal Hakim, 2013.
Faktor penting dalam pemberian obat adalah menentukan dosis obat terapeutik dicapai dan menghindari terjadinya efek toksik. Penentuan dosis obat
ini sangat tergantung pada farmakokinetik dan farmakodinamik obat. Pada gagal ginjal, farmakokinetik dan farmakodinamik obat akan terganggu sehingga
diperlukan penyesuaian dosis obat yang efektif dan aman bagi tubuh. Bagi pasien gagal ginjal yang menjalani dialisis, beberapa obat dapat dengan mudah
terdialisis, sehingga dibutuhkan dosis obat yang lebih tinggi untuk mencapai dosis terapeutik Nasution, et al,. 2003.
Bertitik tolak dari perubahan yang terjadi pada gagal ginjal, beberapa hal yang harus diperhatikan adalah:
a. penyesuaian dosis obat agar tidak terjadi akumulasi dan intoksikasi obat b. pemakaian obat yang bersifat nefrotoksik seperti aminoglikosida, OAINS, zat
kontras dan siklosporin harus dihindari untuk mencegah gangguan fungsi ginjal yang lebih berat
Universitas Sumatera Utara
15 c. pada pasien yang menjalani dialisis, penyesuaian dosis obat yang mudah
terdialisis harus dilakukan seperti aminoglikosida dan sefalosporin untuk mencapai efek terapeutik
d. beberapa obat yang dikonver menjadi metabolit aktif dan eliminasinya melaui ginjal, harus disesuaikan dosisnya Nasution, et al,. 2003.
2.2.1 Absorbsi dan Bioavailabilitas