59
BAB III PENGAMPUNAN PAJAK DALAM HUKUM PERPAJAKAN DI
INDONESIA
A. Tinjauan Umum Tentang Perpajakan
1. Pengertian, Karakteristik dan Unsur Pajak
Pengertian pajak menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan No. 1: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
60
Di Indonesia dikenal berbagai jenis pajak yang diberlakukan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat. Agar lebih mengerti dan
memahami mengenai pajak dan juga pajak daerah, maka terlebih dahulu akan dibahas mengenai definisi pajak menurut pendapat beberapa sarjana.
Pengertian pajak menurut Djajadiningrat adalah suatu kewajiban menyerahkan sebagian daripada kekayaan kepada Negara disebabkan
suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan- peraturan yang ditetapkan
60
Pasal 1 Butir 1 dalam UU No 28 Tahun 2007 Tentang “ Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan”
Universitas Sumatera Utara
pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa balik dari Negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum.
61
Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro adalah “Iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan
dengan tiada mendapat jasa timbal kontraprestasi yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”
62
Pengertian pajak menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja adalah “ Iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-
norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.”
Pengertian pajak menurut Prof. PJA. Adriani adalah “Iuran kepada negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
63
Pengertian pajak menurut Prof. Dr. Smeets, dalam buku De Economische Betekenis der Belastingen
mengatakan bahwa pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat
dipaksakan, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.
64
61
Siti Resmi, Perpajakan: Teori dan Kasus, Yogyakarta: Penerbit Salemba Empat,2009 hal. 1
62
Y. Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2009 hal. 1
63
PJA. Adriani dalam Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak,Bandung: PT.Eresco Bandung, 1991 hal. 2
64
Ibid., hal. 4
Universitas Sumatera Utara
N.J. Feldmann,dalam bukunya De overheidsmiddelen van Indonesia, Leiden, 1949, memberikan definisi mengenai pajak adalah sebagai berikut:
65
Belastingen zijn aan de overhead Volgens algemene, door har vastgestelde normen verschuldigde afdwingbare pretties,
waar geentegen prestatie tegenover staat en uitsluitend dienen tot decking van publieke uitgaven.
Terjemahan bebasnya Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terhutang kepada penguasa menurut norma-norma yang ditetapkannya secara
umum, tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri atau karakteristik yang melekat pada pajak adalah :
66
a. Pajak
dipungut berdasarkan
undang-undang serta
aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.
b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra
prestasi individual oleh pemerintah. c.
Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
d. Pajak memiliki fungsi budgeter atau mengatur.
e. Hasil pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
pemerintah, baik
pengeluaran rutin
maupun pengeluaran
65
Defenisi Pajak Menurut Beberapa Ahli Ekonomi https:evaoktaviagunawan .wordpress.com20111218definisi-pajak-menurut-beberapa-ahli-ekonomi diakses tanggal 6
Januari 2017
66
Angger Sigit Pramukti Fuady Primaharsya, Pokok-Pokok Hukum Perpajakan, Yogyakarta:Pustaka Yustisia,2015 hal. 9
Universitas Sumatera Utara
pembangunan, dan apabila terdapat kelebihan maka sisanya digunakan untuk public investment.
67
Dari pengertian tersebut juga bahwa pajak memiliki unsur-unsur, diantaranya :
68
a. Iuran dari rakyat kepada negara
Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang bukan barang.
b. Berdasarkan undang-undang
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
c. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara
langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni
pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Dari pandangan Rochmat Soemitro dapat disimpulkan bahwa pajak
memiliki unsur-unsur :
69
a. Iuran dari rakyat kepada negara, yang berhak memungut pajak hanyalah negara, iuran tersebut berupa uang bukan barang.
b. Berdasarkan undang-undang, pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
67
Y. Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2009 hal. 4
68
Prof. Dr. Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi 2011, Yogyakarta: Penerbit Andi,2011 hal. 1
69
Ibid hal. 1
Universitas Sumatera Utara
c. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk, dalam pembayaran pajak tidak dapat
ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-
pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
2. Asas-Asas, Jenis dan Fungsi Pajak
Untuk mencapai tujuan pemungutan pajak perlu memegang teguh asas- asas pemungutan dalam memilih alternatif pemungutannya, sehingga terdapat
keserasian pemungutan pajak dengan tujuan dan asas yang masih diperlukan lagi yaitu pemahaman atas perlakuan pajak tertentu.
Asas-asas pemungutan pajak sebagaimana dikemukakan oleh Siti Resmi dalam buku Perpajakan: Teori dan Kasus menyatakan bahwa terdapat tiga asas
pemungutan pajak yaitu :
70
a. Asas Domisili Asas Tempat Tinggal
Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya,
baik penghasilan berasal dari dalam maupun luar negeri. Setiap Wajib Pajak yang berdomisili atau bertempat tinggal di wilayah Indonesia Wajib Pajak
Dalam Negeri dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperolehnya baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.
70
Siti Resmi, Perpajakan: Teori dan Kasus, Yogyakarta: Penerbit Salemba Empat,2009 hal. 10
Universitas Sumatera Utara
b. Asas Sumber
Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memerhatikan tempat
tinggal Wajib Pajak. Setiap orang yang memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenakan pajak atas penghasilan yang diperolehnya tadi.
c. Asas Kebangsaan
Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia
dikenakan atas setiap orang asing yang bukan berkebangsaan Indonesia tetapi bertempat tinggal di Indonesia.
71
Asas-asas pemungutan pajak sebagaimana dikemukakan oleh Adam Smith dalam buku An Inquiri into the Nature and Cause of the Wealth of Nations
menyatakan bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan pada asas-asas berikut :
72
1. Equality
Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan
kemampuan membayar pajak ability to pay dan sesuai dengan manfaat yang diterima.
Adil dimaksudkan bahwa setiap Wajib Pajak menyumbangkan uang untuk pengeluaran pemerintah sebanding dengan kepentingannya dan
manfaat yang diminta.
71
Ibid., hal.11
72
Angger Sigit Pramukti Fuady Primaharsya, Pokok-Pokok Hukum Perpajakan, Yogyakarta:Pustaka Yustisia,2015 hal. 37
Universitas Sumatera Utara
2. Certainty
Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu, Wajib Pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya
pajak yang terutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran. 3.
Convenience Kapan Wajib Pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai
dengan saat-saat yang tidak menyulitkan Wajib Pajak. Sebagai contoh: pada saat Wajib Pajak memperoleh penghasilan. Sistem pemungutan ini
disebut pay as you earn.
73
4. Economy
Secara ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi Wajib Pajak diharapkan seminimum mungkin,
demikian pula beban yang ditanggung Wajib Pajak. Asas keadilan dalam prinsip perundang-undangan perpajakan maupun
dalam hal pelaksanaannya harus dipegang teguh, walaupun keadilan itu sangat relatif.
Menurut Richard A. Musgrave dan Peggy B. Musgrave dalam buku Public Finance in Theory and Practice
terdapat dua macam asas keadilan pemungutan pajak, adalah sebagai berikut:
73
Ibid., hal. 38
Universitas Sumatera Utara
1. Benefit principle
Dalam sistem perpajakan yang adil, setiap Wajib Pajak harus membayar pajak sejalan dengan manfaat yang dinikmatinya dari pemerintah. Pendekatan ini
disebut revenue and expenditure approach. 2.
Ability principle Dalam pendekatan ini menyarankan agar pajak dibebankan kepada Wajib
Pajak atas dasar kemampuan membayar. Pajak dapat dikelompokkan ke dalam berbagai jenis dengan
mempergunakan kriteria-kriteria tertentu. Pajak dapat dilihat dari segi administrative juridis, dari segi titik tolak pungutannya, berdasarkan sifatnya dan
berdasarkan kewenangan pemungutannya.
74
1. Dari Segi Administratif Yuridis Penggolongan Pajak dari sisi ini akan menghasilkan apa yang sering
dikenal dengan Pajak langsung dan Pajak tidak langsung. Kedua jenis Pajak tersebut masih dapat dibagi lagi ke dalam dua segi yang lain yaitu dari sisi
yuridis dan ekonomis. a. Segi Yuridis
Suatu jenis Pajak dikatakan sebagai Pajak langsung apabila dipungut secara periodik, yakni dipungut secara berulang-ulang, tidak
hanya satu kali pungut saja dengan menggunakan penetapan sebagai dasarnya dan kohir.
75
Sebagai contoh, Pajak Penghasilan PPh. Pajak Penghasilan ini dipungut secara periodik setiap tahun atau setiap masa
74
Y. Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2009 hal. 10
75
Soeparmoko, Hukum Pajak, Eresco, Bandung, 2002, hal.17
Universitas Sumatera Utara
Pajak, di mana pemungutannya digunakan penetapan dalam SPT. Sedangkan Pajak tidak langsung dipungut secara incidental tidak
berulang-ulang dan tidak menggunakan kohir. Jadi Pajak tidak langsung hanya dipungut sesekali ketika terpenuhi yafbestand seperti yang
dikehendaki oleh ketentuan undang-undang. Contoh Pajak tidak langsung adalah Bea Materai atau juga Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan
Jasa. Dalam Bea Materai, pengenaan Pajak itu hanya dilakukan terhadap dokumen. Ketika seseorang itu membuat dokumen itu, ia akan dikenai
Pajak, sehingga apabila tidak dibuat dokumen terhadap sebuah perjanjian perdata misalnya, maka juga tidak dikenakan Pajak. Demikian pula
dengan Pajak Pertambahan Nilai, di mana Pajak dikenakan apabila terjadi penyerahan Barang Kena Pajak danatau Jasa Kena Pajak oleh
Pengusaha Kena Pajak. Apabila tidak terjadi penyerahan BarangJasa Kena Pajak, maka juga tidak dikenakan Pajak.
b. Segi Ekonomis Suatu jenis Pajak ini dikatakan sebagai Pajak langsung apabila
beban Pajak tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Jadi, dalam hal ini antara pihak yang dikenai kewajiban atau dalam hal ini antara pihak
yang dikenai kewajiban atau ditetapkan untuk membayar Pajak dengan pihak yang benar-benar memikul beban Pajak, merupakan pihak yang
sama. Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak bertindak sebagai penanggung jawab Pajak. Mereka
yang menerima penyerahan Barang Kena Pajak dari Pengusaha Kena
Universitas Sumatera Utara
Pajak itu bertindak sebagai penanggung Pajak, karena ketika ia menerima penyerahan barang atau jasa maka di samping membayar harga juga ia
membayar Pajak yang kemudian dikreditkan Pengusaha Kena Pajak dikreditkan. Sementara konsumen itu sendiri sebagai destinataris yang
memikul beban Pajak dan memang demikianlah dituju oleh pembuat undang-undang.
2. Berdasarkan Titik Tolak Pungutannya Pembedaan Pajak dengan menggunakan dasar titik tolak pungutannya
ini akan menghasilkan dua jenis Pajak yakni Pajak subjektif dan Pajak objektif.
76
a. Pajak Subjektif adalah Pajak yang pengenaannya berpangkal pada diri orangbadan yang dikenai Pajak wajib Pajak. Pajak subjektif dimulai
dengan menetapkan orangnya baru kemudian dicari syarat-syarat objeknya. Jadi, yang diperhatikan pertama kali adalah subjeknya orang
atau badan baru kemudian dicari objeknya. Siapa saja yang dikategorikan sebagai subjek Pajak itu sudah ditentukan dan setelah
mereka ini memenuhi syarat sebagai subjek baru kemudian dilihat apakah mereka mempunyaimemperoleh penghasilan yang memenuhi
syarat untuk dikenai Pajak. b. Pajak Obektif yaitu Pajak yang pengenaannya berpangkal pada objek
yang dikenai Pajak, dan untuk mengenakan Pajaknya harus dicari subjeknya. Jadi, pertama-tama yang dilihat adalah objeknya yang selain
76
Ibid., hal. 12
Universitas Sumatera Utara
benda dapat pula berupa keadaan, peristiwa atau perbuatan yang menyebabkan timbulnya kewajibanm membayar, kemudian baru dicari
subjeknya orang atau badan yang bersangkutan langsung tanpa mempersoalkan apakah subjek itu sendiri berada di Indonesia atau
tidak. 3. Berdasarkan Sifatnya
Pembagian Pajak dengan mendasarkan sifatnya ini akan memunculkan apa yang disebut sebagai Pajak yang bersifat pribadi persoonlijk dan Pajak
kebendaan zakelijk. Pembagian yang seperti itu kurang disetujui oleh Prof. PJA. Adriani dan Prof. Smeets sebagai nama lain Pajak subjektif dan
objektif, karena istilah Pajak zakelijk dapat disalahartikan dan ditafsirkan seolah-olah dalam menetapkan Pajak ini tidak dapat diindahkan sama sekali
pribadi seseorang wajib Pajak. Padahal dalam banyak hal keadaan wajib Pajak mempengaruhinya, walaupun bersifat sekunder.
77
a. Pajak yang bersifat pribadi, yakni Pajak yang dalam penetapannya memperhatikan keadaan dari diri serta keluarga wajib Pajak. Dalam
penentuan besarnya utang Pajak, keadaan dan kemampuan wajib Pajak diperhatikan. Contoh dari Pajak yang bersifat pribadi ini dapat dilihat di
dalam Pajak Penghasilan. b. Pajak yang bersifat kebendaan, adalah Pajak yang dipungut tanpa
memperhatikan diri dan keadaan si wjib Pajak. Pajak yang bersift kebendaan ini umumnya merupakan Pajak tidak langsung. Akan tetapi,
77
PJA. Adriani dalam Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak,Bandung: PT.Eresco Bandung, 1991 hal. 90
Universitas Sumatera Utara
dalam hal tertentu, misalnya wajib Pajaknya merupakan seorang pensiunan yang semata-mata hidup dari uang pensiunan itu dapat
mengajukan permohonan pengurangan Pajak. Demikian pula apabila terjadi bencana alam.
78
4. Berdasarkan Kewenangan Pemungutannya Dengan mendasarkan pada kewenangan pemungutannya, maka Pajak
dapat digolongkan menjadi dua yakni Pajak yang dipuungut oleh Pemerintah pusat Pajak pusat, dan Pajak yang dipungut oleh Pemerintah
daerah Pajak daerah.
79
a. Pajak Pusat, yakni Pajak yang kewenangan pemungutannya berada pada Pemerintah pusat. Yang tergolong jenis Pajak ini antara lain, Pajak
Penghasilan PPh, Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa PPN, Pajak Penjualan atas Barang Mewah PPn.BM, Bea Materai dan Cukai.
b. Pajak Daerah, yakni Pajak yang kewenangan pemungutannya berada pada Pemerintah daerah, baik pada Pemerintah Daerah Tingkat I maupun
Pemerintah Daerah Tingkat II. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, disebutkan :
Pasal 2 :
80
1. Jenis Pajak Propinsi terdiri atas : a. Pajak Kendaraan Bermotor;
78
Ibid., hal. 14
79
Ibid., hal. 14
80
Ibid., hal. 15
Universitas Sumatera Utara
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
d. Pajak Air Permukaan; dan e. Pajak Rokok.
2. Jenis Pajak KabupatenKota terdiri atas : a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran; c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame; e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; g. Pajak Parkir;
h. Pajak Air Tanah; i. Pajak Sarang Burung Walet;
j. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan; dan k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Universitas Sumatera Utara
Di samping jenis-jenis Pajak yang telah disebutkan di atas, masih dimungkinkan adanya Pajak KabupatenKota yang lain asalkan memenuhi syarat-
syarat yang ditentukan oleh Undang-Undang, misalnya yang bersifat Pajak bukan retribusi, objek Pajaknya bukan menjadi objek Pajak propinsi, dan sebagainya.
Sebelum keluarnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 dulu dikenal adanya banyak Pajak daerah, seperti Pajak radio, Pajak bangsa asing Pajak pemotongan
hewan Pajak rumah tangga, dan sebagainya yang jenisnya begitu banyak. Perlu diingat bahwa di samping Pajak daerah, juga dikenal apa yang dinamakan sebagai
retribusi daerah yang dibagi ke dalam tiga golongan, yakni retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu.
Fungsi pajak sebagaimana dikemukakan oleh Mardiasmo dalam buku Perpajakan Edisi Revisi 2011 menyatakan bahwa fungsi pajak yaitu :
81
a. Fungsi Budgetair
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran- pengeluarannya.
b. Fungsi Mengatur regulerend
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
Contoh : 1. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi
konsumsi minuman keras.
81
Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi 2011, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2011, hal.1
Universitas Sumatera Utara
2. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif.
3. Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0, untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia.
3. Subjek Pajak, Wajib Pajak dan Penanggung Pajak Dalam bidang pajak dikenal beberapa pihak yang saling
berhubungan. Mereka adalah Subjek Pajak, Wajib Pajak, dan Penanggung Pajak.
82
a. Subjek Pajak Subjek Pajak adalah orang atau badan yang telah memenuhi syarat
subjektif. Undang-Undang Pajak Penghasilan, misalnya, menyebutkan bahwa Subjek Pajak dapat berupa orang, badan, warisan yang belum
terbagi sebagai satu kesatuan, termasuk Bentuk Usaha Tetap permanent establishment. Orang dalam hal ini menyangkut manusia
sebagai pendukung hak dan kewajiban. Sementara itu pengertian badan memang agak berbeda dengan apa yang selama ini banyak dipahami
dalam Hukum Keperdataan. Dalam Hukum Keperdataan, yang namanya badan sebagai subjek hukum haruslah berbadan hukum.
Dalam hal ini yang dapat menjadi badan hukum adalah Perseroan Terbatas, yayasan, dan koperasi. Sementara itu dalam hal pajak yang
dimaksud sebagai badan tidak selalu badan hukum. Bentuk CV, Firma,
82
Y. Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, Yogyakarta:Penerbit Andi:2009 hlm.20
Universitas Sumatera Utara
Kongsi, Persekutuan, atau perkumpulan orang pun dapat menjadi badan.
Bahkan dalam UU Nomor 28 Tahun 2007 ditentukan sangat luas, yakni sekumpulan orang danatau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,
badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya
termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap Pasal 1.3. Di dalam pasal 4 ayat 1 huruf o dari Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008 ditentukan bahwa yang termasuk dalam pengertian penghasilan yang dapat dikenakan pajak adalah iuran yang diterima
atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. Dengan demikian
perkumpulan dari mereka yang melakukan pekerjaan bebas seperti perkumpulan para dokter, pengacara, PPAT, akuntan publik dan
sebagainya sepanjang menerima penghasilan dari anggotanya dapat dikategorikan sebagai wajib pajak.
83
Untuk menjadi subjek pajak, syarat subjektif harus dipenuhi. Syarat subjektif yakni syarat yang melekat pada diri subjek yang
83
Pasal 4 ayat 1 huruf o Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
Universitas Sumatera Utara
bersangkutan, seperti misalnya lahir di Indonesia, berdomisili di Indonesia, berkedudukan atau didirikan di Indonesia, dan sebagainya.
Atau, kalau tidak tinggal dan berkedudukan di Indonesia, maka memiliki kekayaan di Indonesia atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia. Subjek pajak dinilai potensial untuk dikenakan pajak, tetapi belum mempunyai kewajiban untuk membayar pajak.
b. Wajib Pajak Wajib pajak adalah subjek pajak yang telah memenuhi syarat
objektif, selain juga syarat subjektif.
84
Syarat objektif adalah syarat yang berkaitan dengan sasaran pengenaan pajak objek pajak. Sebagai
contoh adalah seseorang yang tinggal di Indonesia yang memperoleh penghasilan dan penghasilan tersebut memenuhi syarat untuk
dikenakannya pajak. Di dalam ketentuan, khususnya di dalam Pasal 1 Butir 2 Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2007 dimasukkan pula sebagai Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong
pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
85
Subjek pajakwajib pajak itu menurut tempatnya dapat dibedakan menjadi subjek pajakwajib pajak dalam negeri dan luar negeri. Subjek
pajakwajib pajak dalam negeri adalah subjek pajakwajib pajak yang
84
Ibid, hal.22.
85
Pasal 1 Butir 2 dalam UU No 28 Tahun 2007 Tentang “ Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan”
Universitas Sumatera Utara
bertempat tinggal, berkedudukan, atau berdomisili di dalam negeri. Adapun subjek pajakwajib pajak luar negeri adalah subjek pajakwajib
pajak yang bertempat tinggal, berdomisili, atau berkedudukan di luar negeri, tetapi memiliki objek pajak di dalam negeri. Pembedaan
tersebut di dalam Undang-Undang Tentang Pajak Penghasilan membawa konsekuensi pembedaan perlakuan. Subjek pajakwajib pajak
dalam negeri dikenakan pajak terhadap seluruh penghasilannya, dari mana pun berasal, berdasarkan penghasilan bersihnya, dengan tarif
progresif, dan sekaligus dikenai kewajiban untuk mengisi SPT Surat Pemberitahuan. Adapun untuk subjek pajakwajib pajak luar negeri
dikenakan pajak terhadap penghasilan yang berasal dari dalam negeri saja Indonesia, berdasarkan penghasilan kotor, dengan tarif
proporsional, dan tidak diwajibkan untuk mengisi SPT. c.
Penanggung Pajak Penanggung pajak adalah orang pribadi atau badan yang
bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban wajib pajak sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Pasal 1.28 UU KUTAP. Jadi mereka adlaah orang atau pihak yang bertanggung jawab
dalam pemenuhan kewajiban pajak. Dalam menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan, wajib pajak diwakili dalam hal :
86
86
Ibid, hal.23.
Universitas Sumatera Utara
1. badan oleh pengurus; 2. badan yang dinyatakan pailit oleh kurator;
3. badan dalam pembubaran oleh orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan;
a. badan dalam likuidasi oleh likuidator; b. suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli
warisnya, pelaksana wasiatnya atau yang mengurus harta peninggalannya; atau
c. anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan oleh wali atau pengampunya Pasal 32 ayat 1 UU
No.28 Tahun 2007. Penanggung pajak kadang kala memang sekaligus wajib pajak itu sendiri.
Misalnya, untuk wajib pajak orang pribadi, selain sebagai wajib pajak, ia juga sekaligus penaggung pajak. Artinya ia bertanggung jawab terhadap apa yang
mestinya dipenuhi dalam soal pajak yang wajib baginya.
B. Pengampunan Pajak Dalam Hukum Perpajakan