1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rakyat Indonesia, yang mengalami penjajahan selama kurang lebih tiga setengah abad, baik di zaman kolonial maupun pada masa pendudukan balatentara
Jepang, masih belum lupa kepahitan dari masa penjajahan tersebut. Berdasarkan kepahitan tersebut, khususnya dalam bidang perpajakan, rakyat pada awalnya
mengenal hanya sebagai alat pemeras dari kaum penjajah, dan oleh sebab itu rakyat benci terhadap pajak. Benci karena pajak dirasakan sebagai beban yang
memberatkan hidupnya, tanpa mendapatkan imbalan.
1
Zaman merdeka datang, tetapi rakyat harus tetap membayar pajak, baik dalam bentuk pajak langsung maupun pajak tidak langsung. Walaupun rakyat
mengetahui bahwa Indonesia sudah merdeka, dan bukan lagi merupakan negara jajahan, namun tidak banyak dari mereka yang mengerti bahwa pajak dalam
zaman merdeka, sifatnya lain daripada pajak pada masa penjajahan. Mereka tetap merasakan bahwa pajak memberatkan mereka, tanpa mendapatkan suatu imbalan
secara langsung. Penyuluhan dan informasi dari pihak pemerintah kepada rakyat tentang perpajakan tidak ada atau kurang sama sekali, baik yang dilakukan secara
formal maupun secara informal melalui media massa.
2
1
H. Rochmat Soemitro dan Dewi Kania Sugiharti, Asas Dan Dasar Perpajakan, Bandung: Refika Aditama, 2004 hlm 4
2
Ibid., hlm. 4.
Universitas Sumatera Utara
Ekonomi orde baru yang dimulai sejak tahun 1966 secara radikal membalikkan arah sistem ekonomi Indonesia. Pembangunan diarahkan pada
demokrasi ekonomi dan politik ekonomi untuk menggerakkan kembali roda perekonomian nasional dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kegiatan
pencetakan uang yang telah berlangsung hampir tanpa kendali dihentikan, anggaran belanja pemerintah dibuat berimbang, dan produksi dalam negeri
khususnya di bidang pangan ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk yang terus bertambah. Sistem ekonomi pasar bebas mulai berjalan
normal, pembangunan ekonomi dibangun berdasarkan Rencana Pembangunan Lima Tahun REPELITA, yang diarahkan dari tahun 1969 sampai dengan tahun
1994.
3
Ditandai dengan adanya krisis ekonomi yang terjadi di kawasan Asia Tenggara, dimulai dari negara yang sudah siap menghadapi krisis ekonomi
tersebut seperti Thailand, Malaysia, Singapura, dan Brunei sampai dengan negara- negara berkembang seperti Indonesia. Salah satu negara yang mengalami tahun-
tahun ledakan kemajuan di Asia Tenggara adalah Filipina. Indonesia sendiri mengalami krisis hebat yang mengakibatkan terjadinya tingkat pertumbuhan
ekonomi minus 14 pada tahun 1998.
4
Krisis ekonomi itu sudah mulai berlaku, tetapi baru disadari bahwa pembangunan di bidang ekonomi lebih diutamakan dengan mengabaikan
pembangunan hukumnya. Akibatnya, dalam pembangunan bidang ekonomi
3
Asyakuri ibn Chamim, Pendidikan Kewarganegaraan, Yogyakarta: Diktilitbang Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 1999, hal 143.
4
Vedi R Hadiz, Politik Gerakan Buruh di Asia Tenggara, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama,2007, hal 8.
Universitas Sumatera Utara
tersebut muncul berbagai isu dan persoalan hukum berskala nasional. Oleh karena itu, sewajarnya pemerintah berbenah diri dalam menghadapi pertumbuhan dan
perkembangan pembangunan ekonomi yang sedemikian pesatnya. Salah satu cara adalah mengadakan penyesuaian dan perubahan seperlunya terhadap berbagai
perangkat hukum dan perundang-undangan nasional yang mengatur bidang ekonomi.
5
Dari perspektif dunia, diakui bahwa usaha mikro, kecil dan menengah UMKM punya suatu peran yang sangat vital di dalam pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara sedang berkembang NSB, seperti Indonesia, tetapi juga di negara-negara maju NM, seperti Jepang,
Amerika Serikat AS, dan negara-negara di Eropa. Di Indonesia, sudah sering dinyatakan di dalam banyak seminar dan lokakarya, dan juga banyak dibahas di
media-media massa bahwa UMKM di Indonesia sangat penting, terutama sebagai sumber pertumbuhan kesempatan kerja yang diciptakan oleh kelompok usaha
tersebut jauh lebih banyak dibandingkan tenaga kerja yang bisa diserap oleh usaha besar UB.
6
Krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997-an, tidak membuat UMKM surut dan masih tetap eksis. Waktu itu banyak usaha besar yang
bergelimpangan dan gulung tikar, mata uang Dollar Amerika melambung tinggi, tidak sedikit perbankan yang dilikuidasi, dan ekonomi nasional melemah.
Eksistensi UMKM ini fenomenal dan menghiasi hari-hari bangsa dengan
5
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2003, hal 2.
6
Tulus Tambunan, UMKM DI INDONESIA, Bogor, Penerbit Ghalia Indonesia,2009, Hal. 1
Universitas Sumatera Utara
penderitaannya yang tak kunjung reda. Meskipun bukan rahasia lagi, UMKM adalah anak kandung bangsa yang telah menunjukkan tindakan nyata upaya
mensejahterakan rakyat, namun tetap belum memiliki posisi dan pengaruh yang signifikan di mata pemerintah dan ekonomi makro. Ini persoalan riil dan terus
menerus diperbincangkan. Betapa besarnya ketergantungan roda perekonomian nasional yang sesungguhnya terletak pada pelaku UMKM, tetapi UMKM masih
terus terbentur dengan permodalan.
7
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah UMKM dalam tatanan pembangunan nasional adalah bagian integral dunia usaha yang merupakan kegiatan ekonomi
rakyat yang kedudukan, potensi, dan perannya yang strategis untuk mewujudkan struktur perekonomian yang semakin seimbang berdasarkan demokrasi ekonomi,
dan dapat peran dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan
stabilitas nasional. Selain itu, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah salah satu pilar utama ekonomi nasional yang harus memperoleh kesempatan utama,
dukungan, perlindungan dan pengembangan seluas-luasnya, sebagai wujud keberpihakan yang tegas kepada kelompok usaha ekonomi rakyat, tanpa
mengabaikan peranan Usaha Besar dan Badan Usaha Milik Negara, sehingga hal ini perlu mendapat perhatian dan perlindungan dari pemerintah untuk tetap
memberdayakan dan melindunginya. Permasalahan UMKM yang cukup kompleks tentu dapat diatasi jika
pemerintah memiliki komitmen untuk melakukan perubahan kebijakan terhadap
7
Ibid, hal 17.
Universitas Sumatera Utara
UMKM di masa yang akan datang melalui deregulasi kebijakan yang mendukung UMKM itu sendiri.
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menyebutkan bahwa:
1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan danatau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini. 2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini. 3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan
tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Sebagai piranti perbelanjaan yang digunakan secara terus menerus oleh
rumah tangga negara, pajak telah dikenal sejak zaman sebelum masehi. Dalam sejarah, kita misalnya mengenal bahwa Cina dan kerajaan Romawi telah
melaksanakan pungutan pajak sebagai sumber pendapatan yang tetap bagi negara
Universitas Sumatera Utara
untuk menjalankan roda pemerintahannya. Dalam babakan selanjutnya, Inggris, Belanda, Prancis dan banyak lagi negara lain melakukan pemajakan dengan
tatanan yang lebih teratur, sekalipun sistem yang digunakan relatif masih sederhana.
8
Di Indonesia,
9
memang belum ada petunjuk tahun yang pasti sejak kapan kerajaan-kerajaan Indonesia mulai memberlakukan pajak dan dalam bentuk apa;
hanya saja sebelum kedatangan bangsa Eropa, kerajaan-kerajaan Indonesia sudah mengenal pajak dalam bentuk pajak tanah terutama di wilayah-wilayah agraris
dan berbagai mata dagangan selain berbagai bentuk kewajiban, seperti di Kerajaan Mataram Pertama, Kediri, Majapahit dan Pajang. Bagi kerajaan-kerajaan agraris,
tradisi pembayaran pajak langsung dan kerja rodi merupakan salah satu aspek tradisional, berbeda dengan negara-negara maritim yang memberlakukan
pemajakan secara tidak langsung terhadap barang-barang. Di luar kewajiban pajak seperti di atas yang dipersembahkan untuk
“pusat”, ada juga upeti-upeti setempat, di mana setiap pejabat pada kerajaan tradisional berfungsi sebagai pemungut pajak. Karena setiap pejabat tersebut tidak
digaji oleh negara melainkan hanya diserahi wewenang dan kekuasaan, antara lain wewenang untuk memungut pajak, upeti dan berbagai pungutan lainnya, maka
seringkali para pejabat tadi menerapkan pajak yang berlebihan, sehingga
8
Salamun Alfian Tjakradiwirja, Pajak, Citra dan Upaya Pembaruannya, Jakarta : PT Bina Rena Pariwara, hal 30.
9
Untuk mendalami sejarah perpajakan di Indonesia, kita harus membaca dokumen- dokumen dan arsip Pemerintah Belanda atau buku-buku karya penulis asing. Namun untuk sekedar
pengetahuan umum dan mengetahui ikhtisarnya, Majalah Prisma No.4, 1985 dengan edisi khusus “Menegakkan Peranan Pajak”, dianjurkan untuk dibaca, terutama tulisan-tulisan dari M. Dawan
Rahardjo, Onghokham dan pandangan Soemarsaid Moertono.
Universitas Sumatera Utara
menyengsarakan rakyat. Terhadap penyalahgunaan ini biasanya raja mengenakan “denda”, bahkan mengambil kekayaan para pejabat tersebut.
10
Pajak bukan istilah asing bagi bangsa Indonesia, bahkan kata itu telah menjadi istilah baku dalam Bahasa Indonesia. Istilah pajak baru muncul pada abad
ke-19 di pulau Jawa, yaitu pada saat pulau Jawa dijajah oleh Pemerintah Kolonial Inggris pada tahun 1811-1816. Pada waktu itu diadakan pungutan Landrente yang
diciptakan oleh Thomas Stamford Raffles, Letnan Gubernur yang diangkat oleh Lord Minto, Gubernur Jenderal Inggris di India. Pada tahun 1813 dikeluarkan
Peraturan Landrente Stelsel bahwa sejumlah uang yang harus dibayar oleh pemilik tanah tiap tahunnya hampir sama besar jumlahnya.
11
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang digunakan untuk melaksanakan pembangunan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pajak adalah
penerimaan penting yang akan digunakan oleh negara untuk membiayai pengeluaran rutin maupun pembangunan. Pengeluaran rutin dan pembangunan
tersebut untuk pelaksaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
12
Sebagian besar Undang-Undang Pajak yang berlaku sebelum Undang- Undang Pajak Nasional adalah berasal dari undang-undang produk Pemerintah
Hindia Belanda. Undang-undang ini banyak mengalami perubahan dan tambahan yang disusun dalam bahasa Indonesia, mengingat Undang-Undang Dasar 1945
menyebutkan bahwa:” segala badan negara dan peraturan yang masih ada masih
10
Ibid, hal 31
11
Tunggul Anshari Setia Negara, Pengantar Hukum Pajak, Malang: Media Publishing, 2008 hlm 3
12
Angger Sigit Pramukti dan Fuady Primaharsya, Pokok-Pokok Hukum Perpajakan, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2015 hlm 1
Universitas Sumatera Utara
langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut undang-undang ini.”
13
Diundangkannya undang-undang
pajak baru,
bertalian dengan
pembaharuanperombakan pajak-pajak yang masih berbau kolonial, pemerintah mengalami kesulitan-kesulitan yang bertalian dengan itu. Di samping rakyat harus
dibuat menjadi sadar pajak, rakyat harus juga dijadikan tax minded dan sekaligus ditanamkan tax discipline yang kuat, didasari dengan kejujuran yang mantap.
Walaupun agak terlambat, namun belum merupakan kegagalan, sehingga masih dapat dilakukan usaha-usaha yang dapat menyelamatkan keuangan negara dan
dengan demikian melangsungkan kehidupan negara.
14
Beberapa pihak yang dikenal dalam bidang pajak adalah subjek pajak, wajib pajak, penanggung pajak. Subjek pajak adalah orang atau badan hukum
yang telah memenuhi syarat subyektif. Undang-Undang Pajak Penghasilan, misalnya, menyebutkan bahwa Subjek Pajak dapat berupa orang, badan, warisan
yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, termasuk Bentuk Usaha Tetap permanent establishment. Orang dalam hal ini menyangkut manusia sebagai
pendukung hak dan kewajiban.
15
Wajib pajak adalah subjek pajak yang telah memenuhi syarat objektif, selain juga syarat subjektif dalam ketentuan undang-
undang.
16
Penanggung pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung
13
Bohari, Pengantar Hukum Pajak, Jakarta:Raja Grafindo:2004 hlm 4
14
H. Rochmat Soemitro dan Dewi Kania Sugiharti, Op.cit, hlm. 5.
15
Y. Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, Yogyakarta:Penerbit Andi:2009 hlm 20
16
Ibid., hlm. 22.
Universitas Sumatera Utara
jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban wajib pajak.
17
Kebijakan terbaru yang berkaitan tentang pajak yaitu telah disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Bagi pihak
yang dapat memanfaatkan kebijakan ini antara lain :
18
1. Wajib Pajak Orang Pribadi
2. Wajib Pajak Badan
3. Wajib Pajak yang bergerak di bidang Usaha Mikro Kecil dan Menengah
UMKM 4.
Orang Pribadi atau Badan yang belum menjadi Wajib Pajak Berdasarkan Pasal 3 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016
Tentang Pengampunan Pajak mengatakan bahwa setiap wajib pajak berhak mendapatkan pengampunan pajak. Dengan itu Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
merupakan salah satu wajib pajak yang berhak untuk mendapatkan pengampunan pajak. Namun kondisi ini berlaku hanya bagi seluruh Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah yang memenuhi tata cara dan syarat pemberian pengampunan pajak.
B. Rumusan Masalah