Uji Asumsi Klasik HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

45 Tabel 4.1 Analisis Deskriptif Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Kebijakan Hutang 40 .00 3.20 1.2760 .67350 Kepemilikan Manajerial 40 .00 6.42 1.4308 2.07100 Ukuran Perusahaan 40 27.68 31.06 29.5198 .97484 Kebijakan Deviden 40 .01 3.47 .3067 .55143 Investment Opportunity Set 40 .14 4.47 1.6182 1.01458 Valid N listwise 40 Sumber: Hasil Pengolahan SPSS Juni, 2016 Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dijelaskan bahwa rata-rata Kebijakan Hutang adalah 1.2760 nilai maksimum 3.20 dan nilai minimum 0.00. Rata-rata Kepemilikan Manajerial adalah 1.4308, dengan nilai maksimum 6.24, dan nilai minimum 0.00 Rata-rata Ukuran Perusahaan adalah 29.5198, dengan nilai maksimum 31.06 dan nilai minimum 27.68. Rata-rata Kebijakan Deviden adalah 0.3067, dengan nilai maksimum 3.47 dan nilai minimum 0.0. Rata-rata Investment Oppurtunity Set adalah 1.6182, dengan nilai maksimum 4.47 dan nilai minimum 0.14.

2.4. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui kondisi data yang digunakan dalam sebuah penelitian. Hal ini dilakukan agar diperoleh model analisis yang tepat untuk digunakan dalam penelitian ini. Adapun uji asumsi klasik yang dilakukan meliputi; Uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi. Universitas Sumatera Utara 46 1. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang digunakan memiliki distribusi normal atau mendekati normal dengan melihat normal probability plot. Uji normalitas yang pertama dilakukan adalah berdasarkan grafik secara histogram yang terlihat pada gambar 4.1. Gambar 4.1 Grafik Histogram Sumber: Hasil Pengolahan SPSS Juni, 2016 Berdasarkan gambar 4.1 terlihat bahwa pola distribusi normal, akan tetapi jika kesimpulan normal atau tidaknya data hanya dilihat dari grafik histogram, maka hal ini dapat menyesatkan khususnya untuk jumlah sampel yang kecil. Metode lain yang digunakan dalam analisis grafik adalah dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dan distribusi normal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang akan menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya. Uji normalitas dengan melihat normal probability plot dapat dilihat dalam gambar 4.2 berikut: Universitas Sumatera Utara 47 Gambar 4.2 Grafik Normal P-Plot Sumber: Hasil Pengolahan SPSS Juni, 2016 Berdasarkan Gambar 4.2 P-Plot di atas menunjukkan bahwa data telah terdistribusi secara normal karena distribusi data residualnya mengikuti arah garis diagonal garis normal. Pengujian normalitas data secara analisis statistik dapat dilakukan dengan melakukan uji Kolmogorov-Smirnov. Data yang terdistribusi normal ditunjukkan dengan nilai signifikansi di atas 0.05. Sedangkan, data yang tidak berdistribusi normal ditunjukkan dengan nilai signifikansi dibawah 0.05 Ghozali,2007:12. Tabel 4.2 Uji Kolmogorov-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 40 Normal Parameters a Mean .0000000 Std. Deviation .65690617 Most Extreme Differences Absolute .159 Positive .159 Negative -.092 Kolmogorov-Smirnov Z 1.007 Asymp. Sig. 2-tailed .263 a. Test distribution is Normal. Sumber: Hasil Pengolahan SPSS Juni, 2016 Universitas Sumatera Utara 48 Berdasarkan hasil uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnovdiatas, terlihat bahwa data telah terdistribusi dengan normal yang mana terlihat bahwa nilai signifikansi diatas 0.05 yaitu sebesar 0.263 dan nilai Kolmogorov-Smirnov Z sebesar 1.007. 2. Uji Heteroskedastisitas Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas, dan jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain berbeda disebut heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat grafik scatterplot, dengan dasar analisis Ghozali, 2005:139. 1. Jika pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur bergelombang, melebar kemudian menyempit, maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. 2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas dengan menggunakan grafik scatterplot ditunjukkan pada gambar 4.3 berikut: Universitas Sumatera Utara 49 Gambar 4.3 Grafik Scatterplot Sumber: Hasil Pengolahan SPSS Mei 2016 Pada Gambar 4.3 scatterplot diatas, terlihat titik-titik menyebar secara acak, serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat gejala heteroskedastisitas pada model regresi yang digunakan. 3. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan linear antara variabel independen dalam model regresi dimana prasyarat dalam model regresi adalah tidak adanya multikolinearitas. Pada uji multikolinearitas ini dapat dilihat melalui nilai inflation factor VIF dan Tolerance. Universitas Sumatera Utara 50 Tabel 4.3 Uji Multikolinearitas Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF 1 Constant -2.544 3.409 Kepemilikan Manajerial .052 .055 .160 .912 1.097 Ukuran Perusahaan .126 .115 .183 .950 1.053 Kebijakan Deviden .044 .207 .036 .917 1.090 a. Dependent Variable: Kebijakan Hutang Sumber: Hasil Pengolahan SPSS Juni,2016 Berdasarkan aturan Variance Inflation Factor VIF dan Tolerance, apabila VIF melebihi angka 10 atau Tolerance kurang dari 0.10 maka dinyatakan terjadi gejala multikolinearitas, sebaliknya apabila VIF kurang dari 10 atau Tolerance lebih dari 0.10 maka dinyatakan tidak terjadi gejala multikolinearitas. Dalam penelitian ini data yang digunakan dalam uji multikolinearitas ini adalah data dari variabel independen. Berdasarkan tabel 4.3. diatas diketahui masing- masing nilai VIF berada dibawah 10, dan nilai Tolerance diatas 0.1, maka dapat dipastikan data dari variabel independen tidak terjadi multikolinearitas. 4. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dilakukan untuk menguji apakah sebuah model regresi terdapat korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 atau sebelumnya Ghozali, 2005. Jika terjadi korelasi dinamakan ada masalah autokorelasi. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi, peneliti menggunakan Durbin-Watson DW test. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Pengambilan keputusan pada asumsi ini memerlukan dua nilai bantu yang diperoleh dari tabel Universitas Sumatera Utara 51 Durbin Watson, yaitu nilai dl dan du untuk K = jumlah variabel bebas dan n = jumlah sampel. Jika nilai DW berada diantara nilai du hingga 4-du, berarti asumsi tidak terjadi autokorelasi terpenuhi. Adapun kriteria dalam penentuan autokorelasi adalah sebagai berikut : 1 Jika Dw Dl atau Dw 4-Dl maka terdapat autokorelasi. 2 Jika Dl Dw Du atau 4-Du Dw 4-Dl maka status autokorelasi tidak dapat dijelaskan inconclusive. 3 Jika Du Dw 4-Du maka tidak terjadi autokorelasi Non Autokorelasi. Hasil pengujian autokorelasi dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.4 Uji Autokorelasi Model Summary b Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson 1 .221 a .049 -.031 .68373 1.473 a. Predictors: Constant, Kebijakan Deviden, Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Manajerial b. Dependent Variable: Kebijakan Hutang Sumber: Hasil Pengolahan SPSS Juni, 2016 Tabel 4.4 digunakan untuk melihat nilai Durbin Watson yang didapat dengan menggunakan bantuan SPSS Versi 16. Tabel DW menunjukkan bahwa dengan n = 40, K = 3, maka akan diperoleh nilai dl = 1.3384 dan du = 1.6589 dan 4-du = 4 –1.6589 = 2.3411. Berdasarkan hasil pengujian Durbin-Watson dengan SPSS maka diperoleh nilai Durbin-Watson sebesar 1.3384 1.473 4 –1.6589 yang berarti berdasarkan kriteria Durbin-Watson hasil tersebut tidak terjadi autokorelasi. Universitas Sumatera Utara 52

2.5. Analisis Regresi Linear Berganda

Dokumen yang terkait

Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Kepemilikan dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Hutang dengan Investment Opportunity Set sebagai Variabel Moderating

6 130 144

Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Investment Opportunity Set, Free Cash Flow, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI)

1 46 91

PENGARUH LEVERAGE, INVESTMENT OPPORTUNITY SET, KEPEMILIKAN MANAJERIAL DAN KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN KEBIJAKAN DIVIDEN SEBAGAI VARIABEL INTERVENING PADA PERUSAHAAN

1 32 136

PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, KEBIJAKAN HUTANG, PROFITABILITAS, DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEN PERUSAHAAN (STUDI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA)

2 8 124

ANALISIS KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEBIJAKAN HUTANG, UKURAN PERUSAHAAN, DAN PROFITABILITY TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEN PADA PERUSAHAAN AUTOMOTIVE DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 0 64

ANALISIS VARIABEL STRUKTUR ASET, UKURAN PERUSAHAAN, KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, DAN KEBIJAKAN DIVIDEN YANG MEMPENGARUHI KEBIJAKAN HUTANG PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

1 13 140

ANALISIS PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEBIJAKAN HUTANG, UKURAN PERUSAHAAN, PROFIBILITAS TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG LISTING DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 0 76

PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJERIAL, UKURAN PERUSAHAAN, KEBIJAKAN DIVIDEN, DAN PROFITABILITAS TERHADAP KEBIJAKAN HUTANG (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia).

0 0 119

Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Kepemilikan dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Hutang dengan Investment Opportunity Set sebagai Variabel Moderating

1 0 19

ANALISIS VARIABEL STRUKTUR ASET, UKURAN PERUSAHAAN, KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, DAN KEBIJAKAN DIVIDEN YANG MEMPENGARUHI KEBIJAKAN HUTANG PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

0 0 19