Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Kepemilikan dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Hutang dengan Investment Opportunity Set sebagai Variabel Moderating

(1)

DRAFT SKRIPSI

PENGARUH FREE CASH FLOW, STRUKTUR KEPEMILIKAN, DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP KEBIJAKAN HUTANG

DENGAN INVESTMENT OPPORTUNITY SET SEBAGAI VARIABEL MODERATING

OLEH

DELFIANI GUSNIA 110502014

PROGRAM STUDI STRATA-1 MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

i ABSTRAK

PENGARUH FREE CASH FLOW, STRUKTUR KEPEMILIKAN DAN UKURAN PERUUSAHAAN TERHADAP KEBIJAKAN HUTANG

DENGAN INVESTMENT OPPORTUNITY SET SEBAGAI VARIABEL MODERATING

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh dari free cash flow, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang dengan investment opportunity set sebagai variabel moderating pada perusahaan sektor jasa, perdagangan dan investasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari website Bursa Efek Indonesia (BEI) yaitu www.idx.co.id dengan menggunakan sampel sebanyak 27 perusahaan dari 110 populasi perusahaan yang terdaftar di sektor jasa, perdagangan dan investasi pada tahun 2011-2013. Variabel pada penelitian ini terdiri dari kebijakan hutang sebagai variabel dependen dan free cash flow, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan ukuran perusahaan sebagai variabel independen dengan investment opportunity set sebagai variabel moderat. Penelitian ini menggunakan moderated regression analysis (MRA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa free cash flow, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan ukuran perusahaan setelah dimoderasi secara serempak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang pada perusahaan sektor jasa, perdagangan dan investasi. Hasil uji parsial menunjukkan bahwa free cash flow

berpengaruh positif dan tidak signifikan, kepemilikan manajerial berpengaruh negatif dan signifikan, kepemilikan institusional berpengaruh negatif tidak signifikan, dan ukuran perusahaan berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kebijakan hutang. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa investment opportunity set sebagai variabel moderat mampu memperlemah dan memperkuat hubungan free cash flow, kepemilikan manajerial dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang, sedangkan pada kepemilikan institusional tidak mampu di moderasi oleh investment opportunity set sebagai variabel moderat.

Kata Kunci : Free Cash Flow, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Ukuran Perusahaan, Investment Opportunity Set, Kebijakan Dividen


(3)

ii ABSTRACT

THE EFFECT OF FREE CASH FLOW, OWNERSHIP STRUCTURE AND FIRM SIZE ON DEBT POLICY WITH INVESTMENT OPPORTUNIT

SET AS MODERATING VARIABLE

The purpose of this research is to identify and analize the effect of free cash flow, managerial ownership, institutional ownership and firm size on debt policy with investment opportunity set as moderating variable on companies listed sector service, trade and investment in Indonesia Stock Exchange (IDX). This study used the secondary data from website of the Indonesia Stock Exchange, www.idx.co.id using 27 sample of 110 companies listed sector service, trade and investment during 2011-2013. The variables of this study consisted of debt policy as dependent variable and freecash flow, managerial ownership, institutional ownership and firm size as independent variables with investment opportunity set as moderating variable. This research use moderate regression analysis (MRA). The result showed that free cash flow, managerial ownership, institutional ownership and firm size after simultaneous moderated have significant effect to debt policy on companies listed sector service, trade and investment. The partial test showed that free cash flow have positive and not significant, negative effect of managerial ownership and significant, negative effect of institutional ownership and not significant and firm size not significant and positive effect to debt policy. The study showed that the investment opportunity set as moderating variable capable free cash flow, managerial ownership and firm size weaken and strengthen relationship on debt policy, while institutional ownership not able in modertion by investment opportunity set as moderating variable.

Key words: Free Cash Flow, Managerial Ownership, Institutional Ownership, Firm Size, Investment Opportunity Set, Debt Policy


(4)

iii KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkatnya yang berlimpah kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Departemen Manajemen pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dengan judul “Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Kepemilikan dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Hutang dengan Investment Opportunity Set sebagai Variabel Moderating”.

Selama penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, motivasi, saran, kritik dan doa dari berbagai pihak. Skripsi ini peneliti persembahkan untuk ayahanda Delfendi dan ibunda tercinta Khairani yang tidak pernah berhenti untuk memberikan semangat, motivasi, nasehat, doa dan mencukupi segala kebutuhan materi dan non materi dalam proses pembuatan skripsi ini. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof . Dr. Azhar Maksum, S.E, M.Ec., Ak., CA selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Isfenti Sadalia, S.E, ME dan Ibu Dra. Marhayanie, M.Si., selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Univesitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si dan Ibu Dra. Friska Sipayung, M.Si., selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.


(5)

iv 4. Ibu Dr. Khaira Amalia, S.E, MBA, Ak selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, arahan, bantuan, dan motivasi kepada penulis selama proses penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Beby Kendida Hsb, S.E, M.Si selaku Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan saran dalam penulisan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen dan Pegawai Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara untuk segala jasa-jasanya selama masa perkuliahan.

7. Abang Juanda Perdana, S.Ak selaku tentor bimbel yang telah memberikan semangat dan bantuan dalam membuat skripsi ini dan dalam masa perkuliahan.

8. Sahabat-sahabatku tercinta semasa kuliah, Farida, Ratih, Yunisda, Izmi, Reva, Radhiah, Azizah, Ade, Nurkholillah yang telah banyak membantu, memberi semangat dan menghibur penulis.

9. Teman-Teman Manajemen SNMPTN Undangan 2011 yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih atas segala kebaikannya selama masa perkuliahan ini.

10. Saudara-saudara dan teman-teman semasa SMA, yang selalu mendukung dan memberikan semangat kepada penulis.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Medan, Maret 2015 Penulis


(6)

v DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... . iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN... . ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang... 1

1.2Perumusan Masalah... 6

1.3Tujuan Penelitian... 7

1.4Manfaat Penelitian... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Hutang... 9

2.1.1 Pengertian Hutang dan Jenis-jenis Hutang... 9

2.1.2 Pengertian Kebijakan Hutang... 11

2.1.3 Agency Theory... 14

2.2 Free Cash Flow (Arus Kas Bebas)... 15

2.3 Struktur Kepemilikan... 17

2.3.1 Struktur KepemilikanManajerial... 17

2.3.2 Struktur Kepemilikan Institusional... 20

2.4 Ukuran Perusahaan... 21

2.5 Investment Opportunity Set (IOS) ... 22

2.6 Penelitian Terdahulu... 25

2.7 Kerangka Konseptual... 27

2.8 Hipotesis Penelitian... 32

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian... 33

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian... 33

3.3 Batasan Operasional... 33

3.4 Defenisi Operasional... 34

3.5 Populasi dan Sampel... 39

3.6 Jenis Data... 41

3.7 Metode Pengumpulan Data... 41

3.8 Teknik Analisis Data... 42

3.8.1 Analisis Deskriptif... 42

3.8.2 Uji Asumsi Klasik... 42

3.8.3 Moderated Regression Analysis (MRA)... 45

3.8.4 Uji Hipotesis... 46

3.6.5 Uji Koefisien Determinasi... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum... 49

4.1.1 Gambaran Umum Bursa Efek Indonesia (BEI)... 49


(7)

vi

4.2 Analisis Data... 71

4.2.1 Analisis Data Deskriptif... 71

4.2.2 Pengujian Data... 73

4.2.3 Pengujian Asumsi Klasik... 74

4.2.4 Moderated Regression Analysis (MRA)... 80

4.2.5 Uji Statistik F, Uji Statistik t, dan Koefisisen Determinasi (R2) sebelum di Moderasi... 89

4.2.6 Uji Statistik F, Uji Statistik t, dan Koefisisen Determinasi (R2) sesudah di Moderasi... 93

4.3 Pembahasan... 99

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 108

5.2 Keterbatasan Penelitian... 109

5.3 Saran... 110


(8)

vii DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

Tabel 1.1 Free Cash Flow, Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan

dan Investment Opportunity Set... 4

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu... 25

Tabel 3.1 Operasional Variabel... 37

Tabel 3.2 Kriteria Pengambilan Sampel... 40

Tabel 3.3 Perusahaan yang Menjadi Sampel... 40

Tabel 4.1 Analisis Statistik Deskriptif... 71

Tabel 4.2 Hasil Uji Kolmogrov-Smirnov... 76

Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinieritas... 77

Tabel 4.4 Hasil Uji Glejser... 78

Tabel 4.5 Hasil Uji Durbin-Watson... 79

Tabel 4.6 Hasil Uji Run-Test... 80

Tabel 4.7 Koefisien Regresi Persamaan 1... 81

Tabel 4.8 Koefisien Regresi Persamaan 2... 83

Tabel 4.9 Koefisien Regresi Persamaan 3... 85

Tabel 4.10 Hasil Uji F Statistik... 90

Tabel 4.11 Hasil Uji t Statistik... 91

Tabel 4.12 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)... 93

Tabel 4.13 Hasil Uji F Statistik dengan Variabel Moderating... 94

Tabel 4.14 Hasil Uji t Statistik dengan Variabel Moderating... 96

Tabel 4.15 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) dengan Variabel Moderating... 98


(9)

viii DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual ... 31

Gambar 4.1 Grafik Histogram... 74

Gambar 4.2 Grafik Normal Plot... 75

Gambar 4.3 Grafik Scatter Plot... 78


(10)

ix DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul No. Halaman

Lampiran 1 Penentuan target populasi yang akan

digunakan pada penelitian... 114 Lampiran 2 Data Variabel periode 2011-2013... 118 Lampiran 3 Statistik Deskriptif... 124 Lampiran 4 Pengujian Hipotesis dan Koefisien

Determinasi... 124 Lampiran 5 Hasil Uji Asumsi Klasik... 126 Lampiran 6 Langkah-Langkah Outlier Data... 130


(11)

i ABSTRAK

PENGARUH FREE CASH FLOW, STRUKTUR KEPEMILIKAN DAN UKURAN PERUUSAHAAN TERHADAP KEBIJAKAN HUTANG

DENGAN INVESTMENT OPPORTUNITY SET SEBAGAI VARIABEL MODERATING

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh dari free cash flow, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang dengan investment opportunity set sebagai variabel moderating pada perusahaan sektor jasa, perdagangan dan investasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari website Bursa Efek Indonesia (BEI) yaitu www.idx.co.id dengan menggunakan sampel sebanyak 27 perusahaan dari 110 populasi perusahaan yang terdaftar di sektor jasa, perdagangan dan investasi pada tahun 2011-2013. Variabel pada penelitian ini terdiri dari kebijakan hutang sebagai variabel dependen dan free cash flow, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan ukuran perusahaan sebagai variabel independen dengan investment opportunity set sebagai variabel moderat. Penelitian ini menggunakan moderated regression analysis (MRA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa free cash flow, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan ukuran perusahaan setelah dimoderasi secara serempak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang pada perusahaan sektor jasa, perdagangan dan investasi. Hasil uji parsial menunjukkan bahwa free cash flow

berpengaruh positif dan tidak signifikan, kepemilikan manajerial berpengaruh negatif dan signifikan, kepemilikan institusional berpengaruh negatif tidak signifikan, dan ukuran perusahaan berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kebijakan hutang. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa investment opportunity set sebagai variabel moderat mampu memperlemah dan memperkuat hubungan free cash flow, kepemilikan manajerial dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang, sedangkan pada kepemilikan institusional tidak mampu di moderasi oleh investment opportunity set sebagai variabel moderat.

Kata Kunci : Free Cash Flow, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Ukuran Perusahaan, Investment Opportunity Set, Kebijakan Dividen


(12)

ii ABSTRACT

THE EFFECT OF FREE CASH FLOW, OWNERSHIP STRUCTURE AND FIRM SIZE ON DEBT POLICY WITH INVESTMENT OPPORTUNIT

SET AS MODERATING VARIABLE

The purpose of this research is to identify and analize the effect of free cash flow, managerial ownership, institutional ownership and firm size on debt policy with investment opportunity set as moderating variable on companies listed sector service, trade and investment in Indonesia Stock Exchange (IDX). This study used the secondary data from website of the Indonesia Stock Exchange, www.idx.co.id using 27 sample of 110 companies listed sector service, trade and investment during 2011-2013. The variables of this study consisted of debt policy as dependent variable and freecash flow, managerial ownership, institutional ownership and firm size as independent variables with investment opportunity set as moderating variable. This research use moderate regression analysis (MRA). The result showed that free cash flow, managerial ownership, institutional ownership and firm size after simultaneous moderated have significant effect to debt policy on companies listed sector service, trade and investment. The partial test showed that free cash flow have positive and not significant, negative effect of managerial ownership and significant, negative effect of institutional ownership and not significant and firm size not significant and positive effect to debt policy. The study showed that the investment opportunity set as moderating variable capable free cash flow, managerial ownership and firm size weaken and strengthen relationship on debt policy, while institutional ownership not able in modertion by investment opportunity set as moderating variable.

Key words: Free Cash Flow, Managerial Ownership, Institutional Ownership, Firm Size, Investment Opportunity Set, Debt Policy


(13)

1 BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pada saat perusahaan merencanakan akan melakukan investasi, maka perusahaan juga harus memikirkan tentang pendanaan yang digunakan untuk membiayai investasi tersebut. Pendanaan pada perusahaan menyangkut keputusan tentang bentuk dan komposisi pendanaan yang di perlukan oleh perusahaan. Sumber pendanaan untuk perusahaan dapat di peroleh dari luar perusahaan (external financing) dan dari dalam perusahaan (internal financing) (Syahyunan, 2012:142). Pada dasarnya akan sangat ideal apabila perusahaan dapat menggunakan pendanaan dari dalam perusahaan untuk melakukan investasi, namun banyak perusahaan yang melakukan investasi dengan membutuhkan dana yang jumlahnya besar maka pendanaan di dalam perusahaan tidak mencukupi untuk membiayai investasi tersebut. Dengan demikian perusahaan harus mencari sumber dana dari luar perusahaan untuk dapat digunakan dalam menambah aktiva yang di perlukan dalam rangka mewujudkan pencapaian suatu target laba bersih yang besar.

Keputusan dalam menentukan pendanaan diluar perusahaan termasuk dalam keputusan kebijakan hutang. Kewajiban tersebut harus dibayarkan kembali pada waktu tertentu disertai dengan sejumlah bunga yang ditetapkan sendiri oleh pihak kreditur. Besar kecilnya hutang yang akan digunakan untuk mendanai perusahaan diputuskan oleh pihak manajer melalui kebijakan hutang.


(14)

2 Kebijakan hutang merupakan cara bagaimana perusahaan memanfaatkan fasilitas pendanaan dari luar (hutang) agar jumlah penggunaanya dapat meminimalisir besarnya risiko yang harus di tanggung perusahaan (Gusti, 2013). Kebijakan hutang dapat diputuskan dengan mempertimbangkan beberapa hal, diantaranya seperti free cash flow (arus kas bebas), struktur kepemilikan dan ukuran perusahaan.

Free Cash Flow merupakan kas lebih perusahaan yang dapat didistribusikan kepada kreditor atau pemegang saham yang tidak diperlukan lagi untuk modal kerja atau investasi pada aset tetap (Ross et.al, 2003:606). Free cash flow dapat membantu dalam pembayaran hutang yang dimiliki oleh perusahaan, semakin besar free cash flow maka semakin besar kemampuan untuk membayar hutang perusahaan.

Struktur kepemilikan berpengaruh dalam memutuskan kebijakan hutang, sehingga sebaiknya dalam suatu perusahaan memiliki kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional. Dengan perusahaan yang memiliki kepemilikan manajerial maka para manajer akan berusaha lebih optimal dalam menghasilkan laba dan membuat keputusan yang lebih baik dalam memutuskan suatu keputusan terutama keputusan mengenai hutang dikarenakan para manajer tersebut juga memiliki saham atau memiliki perusahaan tersebut yang akan berdampak langsung pada keputusan yang akan diambil oleh manajer.

Salah satu tujuan perusahaan adalah memaksimalkan kemakmuran pemegang saham, sedangkan manajer perusahaan bisa saja tidak bertindak untuk


(15)

3 memaksimumkan kemakmuran pemegang saham tetapi memaksimumkan kemakmuran mereka sendiri. Masalah inilah yang akan muncul dan disebut masalah keagenan (agency problem). Masalah ketidak percayaan pemegang saham terhadap manajer perusahaan.

Untuk meyakinkan bahwa manajer bekerja sungguh-sungguh untuk kepentingan pemegang saham, maka pemegang saham harus mengeluarkan biaya yang disebut agency cost yang meliputi antara lain: pengeluaran untuk memonitor kegiatan manajer, pengeluaran untuk membuat suatu struktur organisasi yang meminimalkan tindakan-tindakan manajer yang tidak diinginkan, serta

opportunity cost yang timbul akibat kondisi dimana manajer tidak dapat segera mengambil keputusan tanpa persetujuan pemegang saham (Syahyunan, 2012 : 142).

Ada beberapa alternatif untuk mengurangi agency cost, yaitu : pertama, dengan cara meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen. Kedua, mekanisme pengawasan dalam perusahaan. Ketiga, dengan meningkatkan

dividend payout ratio. Dan keempat, dengan meningkatkan pendanaan dengan hutang (Wahidahwati, 2002) dalam (Indahningrum dan Handayani 2009). Peningkatan hutang akan menurunkan konflik keagenan yang ada dalam perusahaan sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan oleh manajemen.


(16)

4 Tabel 1.1

Free Cash Flow, Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan dan Investment Opportunity Set dengan Kebijakan Hutang Pada Beberapa Perusahaan Jasa, Perdagangan dan Investasi Yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia Tahun

2012-2013

NAMA

PERUSAHAAN PERIODE

TOTAL HUTANG (Jutaan Rp) ARUS KAS (Jutaan Rp) STRUKTUR KEPEMILIKAN (%) TOTAL ASSET (Jutaan Rp) CLOSED PRICE (Rp) Manajerial Institusional

PT AKR Corporindo Tbk

2012 7.577.784 1.884.943 0,52 59,22 11.787.524 3893,75 2013 9.269.980 820.065 0,51 59,18 14.633.141 4612,50 PT MNC

Investama Tbk

2012 8.827.432 1.338.676 10,11 52,41 27.253.915 424,58 2013 14.928.302 1.947.803 6,24 66,29 31.748.619 430,83 PT Indonesian

Paradise Property Tbk

2012 853.412 79.601 0,79 85,37 1.843.630 323,75 2013 925.475 161.956 0,79 84,11 1.960.713 346,67 PT Catur

Sentosa Adiprana Tbk

2012 1.863.944 65.765 5,39 44,27 2.512.217 254,12 2013 2.391.021 57.234 5,39 44,27 3.107.895 213,25 PT Media

Nusantara Citra Tbk

2012 1.663.780 528.415 0,11 74,43 8.960.942 2167,92 2013 1.871.706 574.761 0,2 67,11 9.615.280 2858,33

Sumber : www.idx.co.id

Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa pada kelima perusahaan mengalami kenaikan total hutang pada tahun 2012-2013. Tetapi berbeda dengan arus kas, struktur kepemilikan, total aset dan closed price yang dialami kelima perusahaan yang terdaftar pada Tabel 1.1. Seperti PT AKR Corporindo Tbk terjadi penurunan arus kas, kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional sedangkan pada total aset dan closed price mengalami kenaikan pada tahun 2012-2013. Pada PT MNC Investama juga mengalami kenaikan pada arus kas, kepemilikan institusional, total aset dan close price sedangkan kepemilikan manajerial mengalami penurunan dari tahun 2012-2013. PT Indonesian Paradise Property Tbk terjadi kenaikan arus kas, total aset dan close price sedangkan


(17)

5 kepemilikan institusional terjadi penurunan tetapi kepemilikan manajerial tetap dari tahun 2012-2013. Pada PT Catur Sentosa Adiprana Tbk mengalami kenaikan pada total aset dan mengalami penurunan pada arus kas dan closed price

sedangkan kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional tetap dari tahun 2012-2013. Dan pada PT Media Nusantara Citra Tbk mengalami kenaikan pada arus kas, kepemilikan manajerial, total aset dan closed price sedangkan pada kepemilikan institusional mengalami penurunan pada tahun 2012-2013.

Investment Opportunity Set berfungsi sebagai variabel moderating terhadap hubungan free cash flow, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan ukuran perusahaan dengan kebijakan hutang. Hal ini dilihat dari beberapa penelitian terdahulu seperti penelitian Jensen (1986) yang menyatakan bahwa perusahaan dengan free cash flow besar cenderung akan mempunyai level utang tinggi ketika perusahaan mempunyai set kesempatan rendah. Gull dan Jaggi (1999) menemukan bahwa antara free cash flow dengan kebijakan hutang berbeda antara perusahaan yang memiliki investment opportunity set rendah dengan perusahaan yang memiliki investment opportunity set yang tinggi.

Penelitian ini menggunakan variabel moderating karena adanya ketidak konsistenan hasil dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Pramudita (2010) yang menyatakan bahwa free cash flow, kepemilikan manajerial dan institusional tidak berpengaruh terhadap kebijakan hutang. Sedangkan Gusti (2013) menyatakan bahwa free cash flow berpengaruh positif, kepemilikan manajerial berpengaruh negatif, kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang. Faisal (2004) menyatakan bahwa free cash flow, set


(18)

6 kesempatan investasi, kepemilikan manajerial dan ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan hutang. Indahningrum dan Handayani (2009) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan free cash flow tidak berpengaruh terhadap kebijakan hutang.

Dari berbagai penelitian diatas terdapat perbedaan dari masing-masing penelitian hal ini menunjukkan bahwa adanya ketidak konsistenan hasil penelitian, maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut dengan judul

“Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Kepemilikan, dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Hutang dengan Investment Opportunity Set sebagai Variabel Moderating”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, maka pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah free cash flow, struktur kepemilikan manajerial, struktur kepemilikan institusional dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap kebijakan hutang pada perusahaan Jasa, Perdagangan, dan Investasi yang terdaftar di BEI selama periode 2011-2013 ?

2. Apakah terdapat pengaruh free cash flow, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang setelah dipengaruhi oleh investment opportunity set pada perusahaan jasa, perdagangan, dan investasi yang terdaftar di BEI selama periode 2011-2013?


(19)

7 1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh free cash flow, struktur kepemilikan manajerial, struktur kepemilikan institusional dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang pada perusahaan jasa, perdagangan, dan investasi yang terdaftar di BEI selama periode 2011-2013.

2. Untuk mengetahui hubungan pengaruh free cash flow, struktur kepemilikan manajerial, struktur kepemilikan institusional dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang oleh investment opportunity set

pada perusahaan jasa, perdagangan, dan investasi yang terdaftar di BEI selama perode 2011-2013.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan dan wawasan, serta menjadi kesempatan yang baik dalam mengaplikasikan teori yang didapat ke dalam masalah-masalah praktis khususnya mengenai kebijakan hutang.

2. Bagi pihak perusahaan, hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu acuan dalam pengambilan keputusan pendanaan dan memberikan pemahaman bagi manajer agar dapat membuat kebijakan keuangan yang baik dalam hal kebijakan utang.


(20)

8 3. Bagi investor, hasil penelitian ini mampu memberikan informasi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan investor terkait dengan pengambilan keputusan investasi.

4. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dasar perluasan penelitian dan penambahan wawasan dan pengembangan.


(21)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Hutang

2.1.1 Pengertian Hutang dan Jenis-jenis Hutang

Hutang adalah kewajiban suatu badan usaha/perusahaan kepada pihak ketiga yang dibayar dengan cara menyerahkan aktiva atau jasa dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat dari transaksi dimasa lalu. Menurut FASB, hutang adalah pengorbanan manfaat ekonomi masa mendatang yang mungkin timbul karena kewajiban sekarang suatu entitas untuk menyerahkan aktiva atau memberikan jasa kepada entitas lain dimasa mendatang sebagai akibat transaksi masa lalu. Menurut IAI, kewajiban merupakan hutang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi.

Hutang merupakan salah satu sumber pembiayaan yang bersumber dari luar perusahaan (eksternal) yang di gunakan oleh perusahaan sebagai penambahan dananya dalam menjalani perusahaannya. Dalam pengambilan keputusan mengenai hutang, sebelumnya para manajer harus mempertimbangkan besarnya biaya tetap yang akan muncul dari hutang berupa bunga yang akan menyebabkan semakin meningkatnya leverage keuangan dan semakin meningkatnya ketidak pastian pengembalian bagi para pemegang saham biasa.


(22)

10 Hutang dapat dibedakan menjadi dua jenis golongan (Sudana, 2011:3), yaitu :

1. Hutang Jangka Pendek (short-term debt)

Hutang jangka pendek merupakan kewajiban yang diperkirakan untuk memenuhi pembayaran tunai dalam jangka waktu satu tahun atau dalma siklus operasi, yang mungkin lebih singkat (Sjahrial, 2007:397).

Hutang jangka pendek meliputi :

a. Hutang Dagang adalah hutang yang timbul karena adanya pembelian barang dagangan.

b. Hutang wesel adalah janji tertulis untuk membayar sejumlah uang tertentu pada suatu tanggal tertentu dimasa depan dan dapat berasal dari pembelian, pembiayaan, atau transaksi lainnya.

c. Biaya yang masih harus dibayar adalah biaya-biaya yang sudah terjadi tetapi belum dilakukan pembayaran.

d. Hutang jangka panjang yang segera jatuh tempo adalah sebagian atau seluruh hutang jangka panjang yang sudah menjadi hutang jangka pendek, karena harus segera dilakukan pembayaran.

e. Penghasilan yang diterima dimuka (deferred revenue) adalah penerimaan uang untuk penjualan barang dan jasa yang belum terealisir.


(23)

11 2. Hutang Jangka Panjang (longterm debt)

Hutang jangka panjang merupakan hutang yang jangka waktu pembayarannya lebih dari satu tahun sejak tanggal neraca dan sumber-sumber untuk melunasi hutang jangka panjang adalah sumber bukan dari kelompok aktiva lancar.

Hutang jangka panjang terdiri dari (Sudana, 2011:181):

a. Hutang obligasi merupakan suatu promes (surat janji) untuk membayar sejumlah uang pada saat jatuh tempo, yang sifatnya jangka panjang.

b. Hipotik merupakan hutang jangka panjang yang pembayarannya dijamin dengan harta tidak bergerak, seperti tanah, gedung dan sebagainya.

2.1.2 Pengertian Kebijakan Hutang

Kebijakan hutang merupakan keputusan yang sangat penting dalam perusahaan. Dimana kebijakan hutang merupakan salah satu bagian dari kebijakan pendanaan perusahaan. Kebijakan hutang adalah kebijakan yang diambil oleh pihak manajemen dalam rangka memperoleh sumber pembiayaan bagi perusahaan sehingga dapat digunakan untuk membiayai aktivitas operasional perusahaan. Selain itu kebijakan hutang perusahaan juga berfungsi sebagai mekanisme monitoring terhadap tindakan manajer yang dilakukan dalam pengelolaan perusahaan. Kebijakan hutang dapat di pengaruhi oleh karakteristik khusus


(24)

12 perusahaan yang memepengaruhi kurva penawaran hutang pada perusahaan atau permintaan atas hutang.

Menurut Sartono (2000:218) hutang adalah semua kewajiban perusahaan kepada pihak lain yang belum terpenuhi, dimana hutang ini merupakan sumber dana atau modal perusahaan yang berasal dari kreditor.

Keputusan pembiayaan atau pendanaan perusahaan akan dapat mempengaruhi struktur modal perusahaan. Sumber pendanaan dapat diperoleh dari modal internal dan modal eksternal. Modal internal berasal dari laba ditahan, sedangkan modal eksternal adalah dana yang berasal dari para kreditur dan pemilik, peserta atau pengambil bagian didalam perusahaan. Modal yang berasal dari kreditur adalah merupakan hutang perusahaan. Modal ini sering disebut dengan pembelanjaan asing/hutang (Pithaloka, 2009).

Keputusan pembiayaan melalui hutang mempunyai batasan sampai seberapa besar dana dapat digali. Biasanya ada standar rasio tertentu untuk menentukan rasio hutang tertentu yang tidak boleh dilampaui. Dari sudut pasar pemegang hutang jangka panjang, risiko hutang lebih kecil dibanding saham biasa atau saham preferen. Meskipun begitu, hutang dianggap memiliki keunggulan terbatas dipandang dari segi laba, dan dianggap lemah dipandang dari segi pengendalian.


(25)

13 Hal ini dapat dijelaskan oleh Weston dan Copeland (1997) dalam Gusti (2013), sebagai berikut:

1. Dari segi risiko, hutang dipandang lebih menguntungkan dibanding saham biasa atau saham preferen karena hutang memberi prioritas dalam hal pendapatan dan juga dalam hal likuidasi. Hutang juga memiliki masa jatuh tempo yang pasti dan dilindungi oleh akad

(covenants) dalam indenture.

2. Dari segi laba, para pemegang obligasi memiliki hasil pengembalian tetap, kecuali dalam kasus obligasi pendapatan (income bonds) atau surat hutang dengan suku bunga mengambang. Pembayaran bunga tidak tergantung pada tingkat laba perusahaan atau suku bunga pasar yang sedang berlaku. Meskipun demikian, hutang tidak pernah dapat ikut menikmati laba perusahaan yaitu saat perusahaan bisa berhasil menarik laba yang maksimal. Sering kali hutang jangka panjang bisa dibatalkan sebelum waktunya. Jika hal ini terjadi, misalnya obligasi ditarik melalui opsi tarik, investor akan menerima kembali uangnya, yang harus ditanam kembali agar dana tersebut tidak mati.

3. Dari segi pengendalian, pemegang obligasi biasanya tidak memiliki hak suara. Meskipun begitu, jika sampai obligasi dinyatakan tak dapat dibayar, pemegang obligasi dapat mengambil alih kendali perusahaan.


(26)

14 Dari sudut pandang emiten hutang jangka panjang (peminjam hutang) ada beberapa keunggulan dan kelemahan dalam obligasi. Keunggulan dan kelemahan dari hutang jangka panjang (Sjahrial, 2007:301), sebagai berikut: Keunggulan:

1. Biaya modal setelah pajak relatif rendah,

2. Bunga yang dibayarkanmerupakan pengurang pajak penghasilan, 3. Melalui Financial Leverage dimungkinkan laba perlembar saham akan

meningkat,

4. Kontrol terhadap operasi perusahaan oleh pemegang saham mayoritas tidak mengalami perubahan.

Kelemahannya:

1. Risiko finansial perusahaan meningkat sebagai akibat meningkatnya penggunaan hutang (financial leverage),

2. Batasan yang disyaratkan kreditur seringkali menyulitkan manajer, 3. Munculnya agency problem yang mengakibatkan meningkatnya agency

cost.

2.1.3 Agency Theory

Agency Theory dipopulerkan oleh Jensen dan Meckling pada tahun 1976. Dalam teori ini dinyatakan bahwa hubungan keagenan muncul ketika satu orang atau lebih (prinsipal) mempekerjakan orang lain (agen) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agen tersebut. Dalam hubungan keagenan ini sangat rentan terjadinya konflik. Pemegang saham (prinsipal) mengahrapkan manajer akan


(27)

15 mengoptimalkan keuntungan perusahaan yang pada akhirnya akan menguntungkan pemegang saham. Tetapi pada kenyataannya manajer sebagai manusia mempunyai kepentingan yang berbeda dengan pemegang saham sehingga menimbulkan konflik kepentingan.

Eisenhardt (1989) dalam Isnaeni (2008) menyatakan bahwa agency theory menggunakan 3 asumsi sifat manusia yaitu :

1. Manusia umumnya mementingkan diri sendiri (self interest)

2. Manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rasionality)

3. Manusia selalu menghindari risiko (risk averse)

Berdasarkan asumsi dasar manusia tersebut manajer sebagai manusia akan bertindak opportunistik, yaitu mengutamakan kepentingan pribadi.

2.2 Free Cash Flow (Aliran Kas Bebas)

Aliran kas adalah suatu hal yang dipakai dalam setiap kegiatan ekonomi. Free cash flow atau aliran kas bebas merupakan kas lebih perusahaan yang dapat didistribusikan kepada kreditor atau pemegang saham yang tidak diperlukan lagi untuk modal kerja atau investasi pada aset tetap (Ross et al, 2003:606).

Free Cash Flow terbagi menjadi dua yaitu : 1. Free Cash Flow to Firm

Free Cash Flow to Firm adalah ukuran kinerja keuangan yang mengungkapkan jumlah arus kas bebas yang dihasilkan untuk


(28)

16 perusahaan, yang terdiri dari biaya, pajak dan perubahan modal kerja bersih dan investasi.

2. Free Cash Flow to Equity

Free Cash Flow to Equity adalah ukuran dari berapa banyak uang tunai yang dapat dibayarkan kepada pemegang saham ekuitas perusahaan ini setelah dikurangi semua biaya, penginvestasian kembali dan pembayaran utang.

Free Cash Flow dapat digunakan untuk penggunaan diskresionaer seperti akuisisi dan pembelanjaan modal dengan orientasi pertumbuhan ( growth-oriented), pembayaran hutang, dan pembayaran kepada pemegang saham dalam bentuk dividen. Semakin besar Free Cash Flow yang tersedia dalam suatu perusahaan, maka semakin sehat perusahaan tersebut karena memiliki kas yang tersedia untuk pertumbuhan, pembayaran hutang dan dividen (Prabowo dan Zuhri, 2011).

Manajer lebih menginginkan dana tersebut diinvestasikan lagi pada proyek-proyek yang dapat menghasilkan keuntungan, karena alternatif ini akan meningkatkan insentif yang diterima. Disisi lain, pemegang saham mengharapkan sisa dana tersebut dibagikan sehingga akan menambah kesejahteraan mereka.

White et al (2003) dalam Rahmawati (2012) mendefinisikan free cash flow sebagai aliran kas diskresioner yang tersedia bagi perusahaan. Free cash flow

adalahkas dari aktivitas operasi dikurangi capital expenditures yang dibelanjakan perusahaan untuk memenuhi kapasitas produksi saat ini. Free cash flow dapat digunakan untuk penggunaan diskresioner seperti akuisisi dan pembelanjaan


(29)

17 modal dengan orientasi pertumbuhan (growth-oriented), pembayaran hutang, dan pembayaran kepada pemegang saham baik dalam bentuk dividen.

Dalam penelitian ini free cash flow dipakai sebagai variabel bebas, dan dihitung dengan menggunakan rumus Ross et al. (2000) dalam Gusti (2013) sebagai berikut :

Assets Total

NWC CE

OCF Ratio

FCF   

Keterangan :

FCF : Free Cash Flow

OCF : Operating Cash Flow

CE : Capital Expenditure

NWC : Net Working Capital

2.3 Struktur Kepemilikan 2.3.1 Kepemilikan Manajerial

Struktur kepemilikan (ownership structure) adalah struktur kepemilikan saham yaitu jumlah saham yang dimiliki oleh orang dalam (insider) dengan jumlah saham yang dimiliki oleh investor (outsider) (Prabansari dan Hadri, 2005). Struktur kepemilikan umumnya terdiri dari kepemilikan internal, eksternal, maupun kepemilikan institusional. Kepemilikan internal terdiri dari saham yang dimiliki orang dalam (insider) yang meliputi directur, orang-orang intern perusahaan dan pemilik perusahaan. Kepemilikan eksternal terdiri dari saham yang dimiliki oleh investor (orang asing atau masyarakat yang menanamkan modalnya ke perusahaan itu), sedangkan kepemilikan institusional adalah


(30)

18 kepemilikan saham oleh institusi pendiri perusahaan, bukan pemegang saham perusahaan.

Kepemilikan manajerial diukur sesuai dengan proporsisi kepemilikan saham yang dimiliki oleh manajerial (Itturiaga dan Sanz, 1998) dalam (Tarjo dan Jogiyanto, 2003). Kepemilikan manajerial adalah pemegang saham yang dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (Direktur dan Komisaris).

Manajer merupakan pengelola perusahaan yang dipercayakan oleh

shareholder. Sehubungan dengan pemilihan metode akuntansi persediaan maka antara manajer dan pemilik akan timbul konflik kepentingan (agency theory). Masing-masing pihak, yaitu manajer dan pemilik akan berusaha memaksimalkan kesejahteraannya masing-masing (Taqwa dkk, 2003).

Fungsi level dari kepemilikan manajerial dalam perusahaan sebagai berikut :

1. Low Levels of Managerial Ownership (0%-5%)

Untuk level ini, disiplin eksternal, pengendalian internal dan insentif masih didominasi oleh tingkah laku manajemen. Manajemen dalam level ini apabila kinerja mereka baik lebih cenderung memilih paket kompensasi seperti opsi saham daripada menambah jumlah kepemilikan saham di perusahaannya sendiri.


(31)

19 2. Intermidiate levels of managerial ownership (5%-25%)

Di level ini, insider mulai menunjukkan perilaku sebagai pemegang saham. Dengan bertambahnya kepemilikan maka semakin besar jumlah hak suara mereka. Di level ini manajer lebih memilih mengambil kendali perusahaan. 3. High levels of managerial ownership (40%-50%)

Di level ini, kepemilikan insiders tidak mempunyai otoritas penuh terhadap perusahaan dan disiplin eksternal tetap berlaku.

4. High level of managerial ownership (greaters than 50%)

Di level ini, insiders mempunyai wewenang penuh terhadap perusahaan. Dengan demikian kepemilikan diatas 50% adanya tekanan dari disiplin eksternal (outsider shareholders) hampir tidak ada sehingga mengakibatkan menurunnya nilai perusahaan.

5. Very high levels of managerial ownership

Di level ini perusahaan dimiliki oleh pemilik tunggal.

Dalam penelitian ini indikator yang digunakan untuk pengukuran kepemilikan manajerial adalah dengan persentase jumlah saham yang dimiliki pihak manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang beredar. Dengan keinginan untuk meningkatkan kinerja perusahaan tersebut, membuat manajemen akan berusaha untuk mewujudkan sehingga membuat risiko perusahaan menjadi kecil di mata kreditor dan akhirnya kreditor hanya meminta return yang kecil (Juniarti, 2009).


(32)

20 2.3.2 Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham oleh pihak-pihak yang berbentuk institusi seperti pemerintah baik pusat atau daerah, bank, perusahaan asuransi, perusahaan investasi, dana pensiun atau institusi lainnya. Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga dapat mempengaruhi kebijakan yang diambil oleh manajemen (Tarjo dan Jogiyanto, 2003).

Sheiler dan Vishny (1986) dalam Indahningrum dan Handayani (2009) menyatakan bahwa adanya pemegang saham besar seperti kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam memonitori manajemen dengan pengawasan yang lebih optimal.

Cornet et al. (2006) dalam Gusti (2013) menemukan adanya bukti yang menyatakan bahwa tindakan pengawasan harus dilakukan oleh sebuah perusahaan dan pihak investor institusional dapat membatasi perilaku manajemen. Hal ini disebabkan adanya tindakan pengawasan tersebut dapat mendorong manajemen untuk dapat lebih memfokuskan perhatiannya terhadap kinerja perusahaan, sehingga mengurangi perilaku oportunistik atau perilaku yang mementingkan diri sendiri.

Dalam penelitian ini, kepemilikan institusional diukur dengan persentase kepemilikan institusi dalam struktur saham perusahaan yang disajikan dalam catatan atas laporan keuangan.


(33)

21 2.4 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan juga menjadi faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan level hutang perusahaan. Perusaahaan-perusahaan besar cenderung lebih mudah untuk memperoleh pinjaman dari pihak ketiga, karena kemampuan mengakses kepada pihak lain atau jaminan yang dimiliki berupa aset bernilai besar dibandingkan perusahaan kecil.

Menurut Subekti dan Wulandari (2004), ukuran perusahaan dapat dilihat dari total asset yang dimiliki perusahaan atau total aktiva perusahaan yang tercantum pada laporan keuangan perusahaan selama akhir periode yang telah diaudit.

Ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya aset yang dimiliki

olehperusahaan. Besar kecilnya perusahaan dapat diukur berdasarkan total penjualan,

total nilai buku asset, nilai total aktiva dan jumlah tenaga kerja. Ukuran perusahaan

(Size) dalam jangka panjang merupakan wujud pertumbuhan yang baik. Banz, (1981)

menyatakan bahwa faktor ukuran perusahaan penting dalam signifikansi secara

statistik terhadap imbal hasil. Semakin besar total aktiva maupun penjualan maka

semakin besar pula ukuran suatu perusahaan.

Semakin besar aktiva maka semakin besar modal yang ditanam, sementara

semakin banyak penjualan maka semakin banyak juga perputaran uang dalam

perusahaan. Dengan demikian, ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya

aset yangdimiliki oleh perusahaan.

Pengkategorian ukuran perusahaan ini dilakukan dengan menggunakan


(34)

22

Courtis, et al (1977) dalam Rahmawati (2012) bahwa ukuran perusahaan dapat

dihitung sebagai berikut :

Dalam penelitian ini, pengukuran terhadap ukuran perusahaan di-proxy

dengan nilai logaritma natural dari total aktiva (natural logarithm of total aktiva). Ukuran perusahaan merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan perusahaandalam laporan keuangan dan menentukan lamanya audit tersebut.

2.5 Investment Opportunity Set

Perusahaan merupakan kombinasi aset dengan pilihan investasi di masa datang (Myers, 1977 dalam Faisal, 2004). Pilihan investasi di masa datang ini disebut dengan set kesempatan investasi atau investment opportunity set (IOS). IOS adalah tersedianya alternatif investasi di masa datang bagi perusahaan (Hartono,1999). IOS merupakan nilai sekarang dan pilihan perusahaan untuk membuat investasi di masa yang akan datang (Myers, 1977) dalam Faisal (2004).

Investment Opportunity Set (IOS) merupakan keputusan investasi dalam bentuk kombinasi aktiva yang dimiliki (asset in place) dan opsi investasi di masa yang akan datang, dimana IOS tersebut mempengaruhi nilai suatu perusahaan dan berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam mengeksploitasi kesempatan mengambil keuntungan dibandingkan dengan perusahaan lain yang setara dengan kelompok industrinya. Kemampuan perusahaan ini bersifat tidak dapat diobservasi (unobservable). Berdasarkan pengertian tersebut para peneliti telah mengembangkan proksi pertumbuhan perusahaan menjadi IOS sesuai dengan


(35)

23 tujuan dan jenis data yang tersedia dalam penelitiannya. Selanjutnya IOS dijadikan dasar untuk menentukan klasifikasi pertumbuhan perusahaan dimasa depan apakah suatu perusahaan masuk dalam klasifikasi tumbuh atau tidak tumbuh.

Proksi pertumbuhan perusahaan dengan nilai IOS yang telah digunakan oleh para peneliti diantaranya (Gaver dan Gaver, 1993; Jones dan Sharma, 2001; dan Kallapur dan Trombley, 2001) dalam (Gusti, 2013) dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu:

1. Proksi berdasarkan harga

Investment Opportunity Set berdasarkan harga merupakan proksi yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagian dinyatakan dalam harga pasar. Proksi ini menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan secara parsial dinyatakan dalam harga-harga saham dan perusahaan-perusahaan yang tumbuh akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi secara relatif untuk aktiva-aktiva yang dimiliki (asset in place). Rasio-rasio yang berkaitan dengan proksi pasar adalah market to book value of equity, market to bookvalue of asset, Tobin.s Q, earnings to price ratios, ratio of property, plant, andequipment to firm

value, ratio of depreciation to firm value.

2. Proksi berdasarkan investasi

Proksi IOS berdasarkan investasi mengungkapkan bahwa suatu kegiatan investasi berkaitan secara positif dengan nilai IOS suatu perusahaan. Perusahaan yang memiliki IOS tinggi seharusnya juga memiliki investasi yang tinggi pula dalam bentuk aktiva yang diinvestasikan dalam jangka waktu yang


(36)

24 lam. Proksi ini berbentuk rasio yang membandingkan pengukuran investasi dalam bentuk aktiva tetap atau suatu hasil operasi yang diproduksi dari aktiva yang telah diinvestasikan. Rasio-rasio tersebut adalah the ratio of R&D to assets, the ratio of R&D to sales, ratio of capitalexpenditure to firm value,investment intensity, ratio

of capital expenditure to bookvalue of assets, investment to sales ratio.

3. Proksi berdasarkan varian

Proksi pengukuran varian (variance measurement) mengungkapkan bahwa suatu opsi akan menjadi lebih bernilai jika menggunakan variabilitas ukuran untuk memperkirakan besarnya opsi tumbuh seperti variabilitas return

yang mendasari peningkatan aktiva. Rasio dalam proksi tersebut adalah variance of returns, assetbetas, the variance of asset deflated sales.

Beberapa rasio yang sudah disebutkan di atas adalah (Pramudita, 2010) :

a. Tobin’Q

Tobin’Q Ratio adalah nilai pasar dari aset perusahaan dibagi dengan nilai penggantian mereka. Nilai penggantian saat ini menjadi biaya penggantian aset perusahaan. Rasio ini dikembangkan oleh James

Tobin (1969). Nilai yang besar dari Tobin’Q menunjukkan bahwa perusahaan memiliki set kesempatan investasi (investment opportunity set – IOS). Penggunaan lainnya untuk q adalah untuk menentukan penilaian pasar secara keseluruhan.

b. Rasio Market to Book Value of Equity (MVEBVE)

Rasio ini mencerminkan bahwa pasar menilai return dari investasi perusahaan di masa depan dari return yang diharapkan dari ekuitasnya.


(37)

25 c. Rasio Firm Value to Book Value of Property, Plant and Equipment

(VPPE)

Rasio ini menunjukkan adanya investasi yang produktif. d. Rasio Market to Book Value of Asset (MBVA)

Rasio ini menunjukkan proksi yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagian dinyatakan dengan harga pasar. 2.6 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang dijadikan referensi dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut :

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Peneliti

(Tahun) Judul Penelitian Variabel

Teknik Analisis

Data

Hasil Penelitian 1. Bikki Jaggi

dan

Ferdinand A. Gul (1999)

An Analysis of Joint Effects of Investment Opportunity Set, Free Cash Flow and Size on Corporate Debt Policy

Dependen : Kebijakan Hutang Independen : 1. Free Cash

Flow 2. Size

Regresi Linear Berganda

Free Cash Flow dengan kebijakan hutang berbeda antar perusahaan yang memiliki investment opportunity set rendah dengan perusahaan yang memiliki IOS yang tinggi.

2. Tarjo dan Dr. Jogiyanto HM, MBA, Ak (2003)

Analisa Free Cash Flow, dan Kepemilikan Manajerial terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan Publik di Indonesia

Dependen : Kebijakan Hutang Independen : 1. Free Cash

Flow

2. Kepemilikan Manajerial Moderating : 1. Investment

Opportunity Set

2. Ukuran Perusahaan

Ordinary Least Square

Perusahaan yang memiliki IOS rendah berhubungan positif dengan hutang.

Free Cash Flow dan Ukuran Perusahaan memiliki koefisien positif dan signifikan terhadap kebiakan hutang.

Kepemilikan manajerial memiliki hubungan positif dengan kebijakan hutang.


(38)

26 Kontrol :

Dividend Yield

3. Muhammad Faisal (2004)

Analisis

Pengaruh Free Cash Flow, Set Kesempatan Investasi, Kepemilikan Manajerial, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang Dependen : Kebijakan Hutang Independen : 1. Free Cash

Flow 2. Investment

Opportunity Set

3. Kepemilikan Manajerial 4. Ukuran

Perusahaan

Regresi Linear Berganda

Free Cash Flow, Investment Opportunity Set, Kepemilikan Manajerial, dan Ukuran Perusahaan memiliki pengaruh yang signifikan dengan kebijakan hutang.

Free Cash Flow dan Ukurang Perusahaan memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kebijakan hutang. Investment Opportunity Set dan Kepemilikan Manajerial memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap kebijakan hutang.

4. Rizka Putri Indahningru m dan Ratih Handayani (2009) Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Dividen, Pertumbuhan Perusahaan, Free Cash Flow dan Profitabilitas terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan Dependen : Kebijakan Hutang Independen : 1. Kepemilikan

Manajerial 2. Kepemilikan

Institusional 3. Dividen 4. Pertumbuha

n Perusahaan 5. Profitabilitas 6. Free Cash

Flow

Regresi Linear Berganda

Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional dan Free Cash Flow memiliki hubungan positif terhadap kebijakan hutang.

5. Nina Diah Pithaloka (2009) Pengaruh Faktor-Faktor Intern Perusahaan terhadap Kebijakan Hutang : dengan pendekatan Pecking Order Theory Dependen : Kebijakan Hutang Independen : 1. Kepemilikan

Manajerial 2. Pertumbuha

n Penjualan 3. Ukuran

Perusahaan

Regresi Linear Berganda

Variabel ukuran perusahaan yang berpengaruh terhadap kebijakan hutang.

Sedangkan variabel lainnya yaitu pertumbuhan penjualan dan kepemilikan manajerial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kebijakan hutang.

6. Pramudita Pawestri (2010)

Analisis Pengaruh Free Cash Flow dan Managerial Ownership terhadap Dependen : Kebijakan Hutang Independen : 1. Free Cash

Flow

Regresi Linear Berganda

Free Cash Flow dan Managerial Ownership tidak berpengaruh signifikan terhadap Kebijakan Hutang. Variabel Moderating tidak mampu memperkuat atau


(39)

27 Kebijakan Hutang Perusahaan : Sebuah Perspektif pada Agency Theory

2. Managerial Ownwership Moderating : 1. Investment

Opportunity Set

2. Ukuran Perusahaan

memperlemah hubungan antara Free Cash Flow dan Managerial Ownership terhadap kebijakan hutang.

7. Bertha Firyani Gusti (2013)

Pengaruh Free Cash Flow dan Struktur

Kepemilikan Saham terhadap Kebijakan Hutang dengan Investment Opportunity Set sebagai Variabel Moderating Dependen : Kebijakan Hutang Independen : 1. Free Cash

Flow 2. Struktur

Kepemilika n Manajerial 3. Struktur

Kepemilika n Institusional Moderating : Investment Opportunity Set Regresi Linear Berganda

Free Cash Flow berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang, kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap kebijakan hutang, kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang, investment opportunity set memperlemah hubungan free cash flow dan kebijakan hutan, investment opportunity set tidak berpengaruh terhadap hunungan kepemilikan manajerial dan kebijakan hutang, serta investment opportunity set memperkuat hubungan kepemilikan institusional dan kebijakan hutang.

2.7 Kerangka Konseptual

Perusahaan yang melakukan investasi dengan membutuhkan dana yang jumlahnya besar maka pendanaan dari dalam perusahaan tidak mencukupi untuk membiayai investasi. Perusahaan harus mencari sumber dana dari luar perusahaan untuk dapat digunakan dalam menambah aktiva yang di perlukan dalam rangka mewujudkan pencapaian suatu target laba bersih yang besar. Keputusan dalam menentukan pendanaan diluar perusahaan termasuk dalam keputusan kebijakan hutang. Kebijakan hutang dapat dipengaruhi oleh free cash flow, struktur kepemilikan, dan ukuran perusahaan.


(40)

28

Free cash flow dapat digunakan untuk pembelanjaan modal dengan orientasi pertumbuhan, pembayaran hutang dan pembayaran kepada pemegang saham dalam bentuk deviden. Semakin besar free cash flow yang tersedia dalam suatu perusahaan maka semakin sehat perusahaan tersebut karena memiliki kas yang tersedia untuk pertumbuhan, pembayaran hutang dan deviden. Hasil penelitian Jensen (1986) yang menyatakan bahwa free cash flow yang besar akan meningkatkan level hutangnya untuk menurunkan agency cost of free cash flow.

Adanya proporsi kepemilikan saham oleh manajer akan menggandakan posisi sebagai manajer dan juga sebagai pemegang saham. Sebagai pemegang saham manajer tidak ingin perusahaan mengalami kebangkrutan sehingga manajer yang biasanya bersikap oportunistik dalam mengambil keuntungan pribadinya menjadi lebih hati-hati dalam mengambil keputusan termasuk keputusan mengenai hutang. Hutang yang besar dengan risiko yang besar akan membuat manajer akan berfikir ulang untuk menggunakan hutang dalam jumlah yang banyak. Hasil penelitian Pramudita (2010) semakin tinggi persentase saham yang dimiliki manajer dalam perusahaan akan menambah tingkat kehati-hatian manajer dalam mengambil sebuah keputusan pendanaan sehingga diharapkan dapat menurunkan kebijakan atas hutang yang digunakan untuk mendanai kegiatan perusahaan dan risiko kebangkrutan pun juga dapat diminimalisir.

Tindakan pengawasan yang lebih efektif diharapkan dapat mengontrol perusahaan untuk menggunakan tingkat hutang yang lebih rendah. Wahidawati (2009) dalam Gusti (2013) menyatakan adanya monitoring yang efektif manajer akan semakin berhati-hati dalam mengambil keputusan khususnya mengenai


(41)

29 kebijakan hutang sehingga mengurangi tingkat hutang yang akan digunakan sekaligus mengurangi risiko kebangkrutan yang mungkin akan dialami oleh perusahaan. Semakin tinggi kepemilikan oleh pihak institusional maka akan semakin efektif tingkat monitoring sehingga semakin sedikit penggunaan hutang oleh manajer untuk meminimalisir besarnya risiko kebangkrutan.

Perusahaan cenderung meningkatkan utangnya karena perusahaan mereka berkembang semakin besar (Tarjo dan Jogiyanto, 2003). Dengan berkembanganya suatu perusahaan maka akan meningkatkan hutangnya. Karena perusahaan membutuhkan dana untuk memperbesar perusahaannya. Perusahaan besar dapat dengan mudah untuk mengakses pasar modal atau memperoleh pinjaman dari pihak ketiga karena perusahaan memiliki fleksibilitas dan kemampuan untuk memperoleh sumber dana yang dibutuhkan.

Hubungan antara free cash flow terhadap kebijakan hutang perusahaan dapat dipengaruhi oleh investment opportunity set atau set kesempatan berinvestasi. Kesempatan berinvestasi dapat memperlemah maupun memperkuat (sebagai variabel moderating) hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Manajer lebih memilih untuk berinvestasi karena memiliki kesempatan yang tinggi dan tidak ingin menyiakan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan yang besar dalam berinvestasi. Jadi free cash flow yang dimiliki perusahaan akan menjadi lebih kecil karena kas yang tersedia lebih dimanfaatkan untuk berinvestasi. Kecilnya free cash flow mengakibatkan kemampuan perusahaan menggunakan hutang akan rendah. Sehingga dengan adanya kesempatan berinvestasi (IOS) yang dimiliki perusahaan akan


(42)

30 memperlemah hubungan antara free cash flow dengan kebijakan hutang perusahaan (Gusti, 2013).

Tarjo dan Jogiyanto (2003), jika kepemilikan manajerial meningkat akan mempengaruhi pengambilan keputusan terhadap hutang perusahaan, terutama apabila diketahui IOS tinggi maka kebijakan hutang akan rendah. Jika set kesempatan investasi (IOS) rendah maka hutang akan tinggi. Dengan adanya set kesempatan berinvestasi (IOS) yang tinggi akan memperkuat hubungan antara kepemilikan manajerial dengan kebijakan hutang. Saat kepemilikan manajerial meningkat akan mengurangi tingkat penggunaan hutang oleh perusahaan walaupun kesempatan untuk melakukan investasi tinggi. Karena pihak manajerial akan lebih memilih untuk mengambil kesempatan untuk berinvestasi dan mendapatkan keuntungan dari pada mengambil risiko yang tinggi dengan menggunakan hutang. Namun pada saat kesempatan untuk berinvestasi rendah, pihak manajerial akan meningkatkan penggunaan hutang karena tidak memiliki kesempatan untuk berinvestasi.

Pihak institusional yang bertindak sebagai pengawas akan membuat manajer merasa diawasi sehingga bekerja lebih efektif untuk mengurangi risiko kebangkrutan. Saat IOS tinggi penggunaan hutang perusahaan akan tetap rendah karena perusahaan akan lebih memilih untuk berinvestasi daripada menggunakan hutang. Namun pada saat IOS rendah perusahaan akan menggunakan tingkat hutang yang tinggi. Semakin tinggi tingkat pengawasan oleh pihak institusional akan semakin rendah penggunaan hutang perusahaan oleh manajer karena


(43)

31 perusahaan akan lebih cenderung mengambil kesempatan untuk berinvestasi untuk mendapatkan keuntungan.

Dengan adanya Investment Opportunity Set yang tinggi maka perusahaan akan lebih memilih untuk berinvestasi dikarenakan semakin besarnya perusahaan maka semakin banyak suatu perussahaan membutuhkan dana sehingga perusahaan membutuhkan kesempatan investasi yang tinggi untuk mendapatkan dana yang lebih besar dikemudian hari. Semakin tinggi IOS maka perusahaan akan mengambil kebijakan berinvestasi daripada mengambil hutang.

Gambar 2.1: Kerangka Konseptual Sumber : Liana, 2009

Free Cash Flow (X1)

Kepemilikan Manajerial

(X2) Kepemilikan

Institusional (X3) Ukuran Perusahaan

(X4)

Investment Opportunity

Set (Z)

Kebijakan Hutang (Y)


(44)

32 2.8 Hipotesis

Berdasarkan dari latar belakang, dan perumusan masalah maka dapat diajukan suatu hipotesis yang dirumuskan sebagai berikut :

H1 : Free Cash Flow, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional dan Ukuran Perusahaan berpengaruh signifikan terhadap Kebijakan Hutang.

H2 : Investment Opportunity Set memoderasi hubungan antara Free Cash Flow, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Hutang.


(45)

33 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Berdasarkan tujuan dan hipotesis yang telah disebutkan diatas maka penelitian ini digolongkan penelitian asosiatif kausal yaitu penelitian yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh free cash flow, struktur kepemilikan, dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang dan melihat hubungan variabel Y dan X yang di pengaruhi investment opportunity set sebagai variabel Z.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Dilakukan di Bursa Efek Indonesia melalui media internet dengan situs www.idx.co.id dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD).

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di bulan November 2014 sampai Februari 2015.

3.3 Batasan Operasional

Batasan operasional penelitian ini adalah :

1. Variabel Terikat atau dependen pada penelitian ini adalah kebijakan utang yang diproksikan dengan debt to equity ratio.


(46)

34 2. Variabel Bebas atau independen pada penelitian ini adalah free cash flow yang diproksikan dengan rasio Free cash flow, kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional yang diproyeksikan dari presentase struktur kepemilikan perusahaan dan ukuran perusahaan diproyeksikan dengan rasio ukuran perusahaan.

3. Variabel Moderat pada penelitian ini adalah invesment opportunity set diproksikan dengan MBVE.

3.4 Definisi Operasional Variabel Dependen :

Variabel dependen adalah variabel yang keberadaannya dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang mempengaruhinya. Variabel dependen pada penelitian ini adalah kebijakan hutang (Y). Kebijakan hutang adalah kebijakan yang diambil oleh pihak manajemen dalam rangka memperoleh sumber pembiayaan bagi perusahaan sehingga dapat digunakan untuk membiayai aktivitas.

Secara matematis kebijakan hutang dapat diukur dengan Debt to Equity Ratio yangdiformulasikan sebagai berikut :

Equity s

Holder Share

Total

s Liabilitie Total

DER

'

Variabel Independen :

Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen. Yang menjadi variabel independen pada penelitian ini adalah free cash


(47)

35

flow (X1), kepemilikan manajerial (X2), kepemilikan institusional (X3) dan ukuran perusahaan (X4).

Fr ee Cash Flow (X1)

Free cash flow merupakan kas lebih perusahaan yang dapat didistribusikan kepada pemegang saham atau kreditor yang tidak diperlukan untuk modal kerja atau investasi pada asset tetap (Ross et al, 2000). Free cash flow

dihitung dengan menggunakan rumus Ross et al (2000) yaitu:

Assets Total

NWC CE

OCF Ratio

FCF   

Keterangan :

FCF : Free Cash Flow

OCF : Operating Cash Flow

CE : Capital Expenditure

NWC : Net Working Capital

Aliran kas operasi adalah kas yang berasal dari aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan dan aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan. Pengeluaran modal adalah pengeluaran bersih pada asset tetap bersih akhir periode dikurangi asset tetap bersih pada awal periode. Sedangkan modal kerja bersih adalah selisih antara jumlah asset tetap lancar dengan hutang lancar pada tahun yang sama.

Kepemilikan Manajerial (X2)

Kepemilikan manajerial diukur sesuai dengan proporsi kepemilikan saham yang dimiliki oleh pihak manajemen. Variabel ini diberi simbol KM. Kepemilikan manajerial akan dihitung dengan mengukur persentase jumlah saham


(48)

36 yang dimiliki oleh pihak manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang beredar. % 100 x Beredar yang Saham Total Manajemen Pihak Dimiliki yang Saham Jumlah SKM

Kepemilikan Institusional (X3)

Kepemilikan institutional diukur berdasarkan persentase kepemilikan saham oleh investor institusi seperti perusahaan asuransi, bank, maupun kepemilikan lembaga dan perusahaan-perusahaan lain. Variabel ini diberi simbol KI. % 100 x Beredar yang Saham Total Institusi Pihak oleh Dimiliki yang Saham Jumlah SKI

Ukuran Perusahaan (X4)

Ukuran perusahaan adalah ukuran relatif dan nilai suatu perusahaan yang dapat diukur dengan menggunakan penjualan, nilai pasar saham dan atau ekuitas pemilik sebagai dasar pengukurannya. Dalam penelitian ini menggunakan nilai logaritma natural dari total aktiva sebagai dasar pengukurannya.

Variabel Moderating :

Variabel Moderating adalah variabel yang memperkuat atau memperlemah hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain. Dalam penelitian ini variabel moderating adalah Investment Opportunity Set (Z). Adapun


(49)

37 proksi yang dipakai dalam penelitian ini adalah rasio market to book value of equity (MBVE). Proksi ini secara signifikan berhubungan dengan nilai peluang tumbuh investasi perusahaan. Market to bookvalue of equity (MBVE) menunjukkan proksi yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagian dinyatakan dengan harga pasar. Variabel ini dapat diformulasikan sebagai berikut :

TE MC

MBVE

Keterangan :

MC: jumlah lembar saham beredar x harga penutupan saham TE : Total ekuitas

Tabel 3.1 Operasional Variabel

Variabel Defenisi Indikator Skala

Free Cash Flow

(X1)

Kas lebih perusahaan yang dapat

didistribusikan kepada pemegang saham atau kreditor yang tidak diperlukan untuk modal kerja atau investasi pada asset tetap Assets Total NWC CE OCF Ratio

FCF    Rasio

Kepemilikan Manajerial (X2)

Jumlah saham yang dimiliki oleh pihak manajemen perusahaan. % 100 x Beredar yang Saham Total Manajemen Pihak Dimiliki yang Saham Jumlah


(50)

38

Kepemilikan Institusional

(X3)

Kepemilikan saham oleh pihak-pihak yang berbentuk institusi seperti pemerintah baik pusat atau daerah, bank, perusahaan asuransi, perusahaan investasi, dana pensiun atau institusi lainnya. % 100 x Beredar yang Saham Total Institusi Pihak oleh Dimiliki yang Saham Jumlah

SKI Rasio

Ukuran Perusahaan (X4)

Ukuran relatif dan nilai suatu perusahaan yang dapat diukur dengan

menggunakan penjualan, nilai pasar saham dan atau ekuitas pemilik sebagai dasar

pengukurannya.

Ukuran Perusahaan = Ln total aktiva Rasio

Kebijakan Hutang (Y)

Kebijakan yang diambil oleh pihak

manajemen dalam rangka memperoleh sumber pembiayaan bagi perusahaan sehingga dapat digunakan untuk membiayai aktivitas Equity s r Shareholde Total s Liabilitie Total DER '  Rasio Investment Opportunity Set (Z) nilai kesempatan investasi dan merupakan pilihan untuk membuat investasi dimasa yang akan datang

TE MC


(51)

39 3.5 Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2003:72).

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia di sektor jasa, perdagangan dan investasi pada tahun 2013. Perusahaan yang terdaftar di sektor perusahaan jasa, perdagangan dan investasi pada tahun 2013 adalah 110 perusahaan.

Berdasarkan populasi yang telah ditentukan, maka akan dipilih populasi sasaran yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2011-2013.

2. Perusahaan yang memiliki kepemilikan manajerial selama periode 2011-2013.

3. Perusahaan yang memiliki kepemilikan institusional selama periode 2011-2013.

Berdasarkan kriteria yang disebutkan, maka diperoleh populasi sasaran sebanyak 27 perusahaan dari sektor perusahaan jasa, perdagangan dan investasi yang disajikan dalam tabel 3.2.


(52)

40 Tabel 3.2

Kriteria Pengambilan Sampel

Keterangan Jumlah Perusahaan

Total Perusahaan Jasa, Perdagangan dan Investasi yang terdaftar di BEI pada tahun 2013

110 Perusahaan yang tidak terdaftar di Bursa Efek

Indonesia selama periode 2011-2013

(17) Perusahaan yang tidak memiliki kepemilikan

manajerial selama periode 2011-2013

(66) Perusahaan yang tidak memiliki kepemilikan

institusional selama periode 2011-2013

0 Perusahaan yang dapat menjadi sampel 27 Sumber : www.idx.co.id

Tabel 3.3

Perusahaan yang Menjadi Sampel

NO KODE NAMA PERUSAHAAN

1 AKRA PT AKR Corporindo Tbk. 2 BHIT PT MNC Investama Tbk.

3 BMSR PT Bintang Mitra Semestaraya Tbk. 4 CSAP PT Catur Sentosa Adiprana Tbk. 5 EMTK PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. 6 GEMA PT Gema Grahasarana Tbk.

7 GOLD PT Golden Retailindo Tbk.

8 ICON PT Island Concepts Indonesia Tbk. 9 INPP PT Indonesian Paradise Property Tbk. 10 INTA PT Intraco Penta Tbk.

11 JIHD PT Jakarta International Hotels & Dev. Tbk. 12 JKON PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama Tbk. 13 JTPE PT Jasuindo Tiga Perkasa Tbk.

14 KONI PT Perdana Bangun Pusaka Tbk. 15 LTLS PT Lautan Luas Tbk.

16 MNCN PT Media Nusantara Citra Tbk. 17 MTDL PT Metrodata Electronics Tbk. 18 PANR PT Panorama Sentrawisata Tbk.

19 PGLI PT Pembangunan Graha Lestari Indah Tbk. 20 PNSE PT Pudjiadi & Sons Tbk.


(53)

41 22 PUDP PT Pudjiadi Prestige Tbk.

23 RALS PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk. 24 SHID PT Hotel Sahid Jaya International Tbk. 25 SONA PT Sona Topas Tourism Industry Tbk. 26 SRAJ PT Sejahteraraya Anugrahjaya Tbk. 27 TRIO PT Trikomsel Oke Tbk.

3.6 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, dimana penggunaan data dalam bentuk angka. Sumber data menurut cara memperoleh datanya menggunakan data sekunder dan merupakan kumpulan hasil data publikasi dari Bursa Efek Indonesia, jurnal, buku – buku referensi dan internet berhubungan dengan variabel – variabel yang ada di dalam penelitian ini.

3.7 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut :

1. Dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang tersedia pada obyek penelitian, dalam hal ini dokumen laporan keuangan perusahaan jasa, perdagangan, dan investasi yang terdaftar di BEI periode 2011 - 2013. 2. Studi pustaka, yaitu dari literatur–literatur yang berhubungan dengan


(54)

42 3.8 Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis kuantitatif, yaitu suatu analisis data yang diperlukan terhadap data yang diperoleh dari hasil responden yang diberikan, kemudian dilakukan analisa berdasarkan metode statistik dan data tersebut diklasifikasikan ke dalam kategori tertentu dengan menggunakan tabel untuk mempermudah dalam menganalisa.

3.8.1 Analisis Deskriptif

Statistik deskriptif yaitu analisis yang ditunjukkan pada perkembangan dan pertumbuhan dari suatu keadaan dan hanya memberikan gambaran tentang keadaan tertentu dengan cara menguraikan tentang sifat-sifat dari obyek penelitian tersebut (Umar, 2002: 78) dalam (Rahmawati 2012). Dalam analisis deskriptif data yang dipakai yaitu data minimum, maximum, mean dan standar deviasi.

3.8.2 Uji Asumsi Klasik

Asumsi klasik adalah suatu pengujian hipotesis yang digunakan dalam suatu penelitian yang menunjukkan bahwa model regresi tersebut layak atau tidak untuk dilakukan ke pengujian selanjutnya (Ghozali, 2013:103). Adapun penyimpangan asumsi klasik ada empat :

1. Normalitas

Uji Normalitas residual bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel penganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2013:160). Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar, maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Untuk mendeteksi apakah


(55)

43 residual berdistribusi normal atau tidak, maka dalam penelitian ini menggunakan analisis Kolmogorov - Smirnov. Jika nilai uji Kolmogorov – Smirnov > 0,05 berarti data terdistribusi normal.

Pada penelitian ini untuk menguji kenormalitas data dapat dilihat dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dan distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya (Ghozali, 2013: 161)

2. Uji Multikolinearitas

Sebelum dilakukan regresi, terlebih dahulu dilakukan uji multikoleniaritas untuk menunjukkan adanya hubungan linear antara variabel-variabel bebas dalam model regresi (Sumodiningrat, 1994:281). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Untuk mendekteksi adanya multikolinearitas dilihat melalui nilai tolerance value dan

variance inflation factor (VIF). Nilai cut off yang umumnya dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonearitas adalah nilai tolerance, 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10 (Ghozali, 2013:106).

Tolerance


(56)

44 3. Uji Heteroskedasitas

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan tetap maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas. (Ghozali, 2013:139).

Cara untuk mendeteksi adanya heterokedastisitas dapat dilakukan dengan Glejser. Uji Glejser mengusulkan untuk meregresi nilai absolut residual terhadap variabel independen. Jika variabel independen, maka indikasi terjadi heterokedastisitas. Jika variabel independen tidak signifikan (sig > 0.05) berarti model bebas dari heterokedastisitas.

4. Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah korelasi (hubungan) yang terjadi diantara anggota-anggota dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu (time series) atau yang tersusun dalam rangkaian ruang (Sumodiningrat, 1994:231). Pengujian autukorelasi yang banyak digunakan adalah model Durbin-Watson. Kriteria pengujian Durbin-Watson adalah sebagai berikut (Ghozali, 2013:111) :

Hipotesis Nol Keputusan Jika

Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0 < d < dl


(57)

45 Tidak ada autokorelasi negatif Tolak 4 – dl < d < 4

Tidak ada autokorelasi negatif No desicison 4 –du ≤ d ≤ 4 – dl

Tidak ada autokorelasi, positif atau negatif

Diterima du < d < 4 – du

Jika nilai Durbin-Watson tidak dapat memberikan kesimpulan apakah data yang digunakan terbebas dari autokorelasi atau tidak, maka perlu dilakukan

Run Test. Pengambilan keputusan didasarkan pada acak atau tidaknya data, apabila bersifat acak maka dapat diambil kesimpulan bahwa data tidak terkena autokorelasi. Jika antar residual tidak terdapat hubungan korelasi maka dikatakan bahwa residual adalah random atau acak. Apabila tingkat signifikansi hasil uji

Run Test dibawah α (0,05) maka didalam model terdapat autokorelasi. Tetapi apabila tidak signifikan pada α (0,05) maka tidak terdapat autokorelasi.

Hipotesis yang diajukan dalam uji Run Test. H0 : residual random (acak)

H1 : residual tidak random

3.8.3 Moderated Regression Analysis (MRA)

Moderated Regression Analysis (MRA) menggunakan pendekatan analitik yang mempertahankan integritas sampel dan memberikan dasar untuk mengontrol pengaruh variabel moderator. Untuk menggunakan MRA kita harus membandingkan tiga persamaan regresi untuk menentukan jenis variabel moderator (Ghozali, 2013:229).


(58)

46

Y = α + β1X1 + β2X2+ β3X3+ β4X4 + e (1) Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5Z + e (2) Y = α + β1X1 + β2Z + β3X1*Z + β4X2 + β5X2*Z + β6X3 + β7X3*Z + β8X4 + β9X4*Z

+ e (3)

Keterangan :

Y = Kebijakan Hutang (Debt to Equity Ratio) a = Konstanta

β 1 –β 9 = Koefisien Regresi X1 = Rasio Free Cash Flow

X2 = Presentase Kepemilikan Manajerial X3 = Presentase Kepemilikan Institosional X4 = Ukuran Perusahaan

Z = Rasio Investment Opportunity Set (Market to Book Value of Asset) X1*Z = Rasio moderating free cash flow dengan investment opportunity set X2*Z = Rasio moderating kepemilikan manajerial dengan IOS

X3*Z = Rasio moderating kepemilikan institusional dengan IOS X4*Z = Rasio moderating Ukuran Perusahaan dengan IOS e = standart error

3.8.4 Uji Hipotesis

1. Uji Statistik F (F-test)

Pengujian uji F statistik merupakan pengujian regresi secara keseluruhan yang menunjukkan apakah variabel bebas secara keseluruhan mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen.


(59)

47 Hipotesis :

Ho : b1 = b2 = b3 = 0, tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara serentak dari free cash flow, struktur kepemilikan manajerial, struktur kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, dan invesment opportunity set terhadap kebijakan hutang.

Ha : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ 0, terdapat pengaruh yang signifikan secara serentak dari

free cash flow, struktur kepemilikan manajerial, struktur kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, dan invesment opportunity set terhadap kebijakan hutang.

Pada uji ini dilakukan uji satu sisi dengan tingkat signifikan sebesar 5% untuk mendapatkan nilai F tabel, sedangkan untuk menarik kesimpulan dari persamaan yang didapat digunakan pedoman sebagai berikut:

a. Jika F hitung lebih kecil dari F tabel, atau terletak didaerah peneriamaan Ho, maka Ho diterima.

b. Jika F hitung lebih besar dari F tabel, atau terletak didaerah penolakan Ho, maka Ho ditolak.

2. Uji Statistik T (t - test)

Uji statistik t digunakan untuk menilai hubungan antara variabel dependen dan variabel independen apakah memiliki pengaruh satu dengan lainnya, dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan. Uji t dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independen dan variabel dependen secara parsial. Apabila t hitung menunjukkan nilai lebih besar dibandingkan dengan t tabel, maka koefisien regresi variabel independen adalah signifikan.


(60)

48 Kriteria pengujian yaitu :

1. Jika tingkat signifikansi α < 0,05, t tabel < t hitung, maka hipotesis diterima.

2. Jika tingkat signifikansi α > 0,05, t tabel > t hitung, maka hipotesis ditolak. 3.8.5 Uji Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi dapat dilihat pada nilai Adjusted R Square yang menunjukkan seberapa besar variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen. Semakin tinggi nilai Adjusted R Square maka berarti semakin baik model regresi yang digunakan karena menandakan bahwa kemampuan variabel bebas menjelaskan variabel terikat juga semakin besar,demikian pula apabila yang terjadi sebaliknya. Nilai R2 besarnya antara nol dan satu (0 ≤ R2 ≤ 1), jika mendekati satu maka kecocokan model dikatakan cukup untuk menjelaskan variabel dependen.


(1)

127

Hasil Uji

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 72

Normal Parametersa,,b Mean .0000000

Std. Deviation .83206653

Most Extreme Differences Absolute .145

Positive .145

Negative -.099

Kolmogorov-Smirnov Z 1.233

Asymp. Sig. (2-tailed) .096

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

2.

Uji Multikolinearitas

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 1.682 .655 2.567 .013

FCF .786 .627 .148 1.253 .215 .932 1.072

MAN -.038 .016 -.358 -2.425 .018 .599 1.669

INST -.003 .006 -.073 -.464 .644 .524 1.909

SIZE .005 .026 .022 .177 .860 .853 1.173

MBVE -.049 .085 -.069 -.579 .564 .928 1.078


(2)

128

3.

Uji Autokorelasi

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .373a .139 .074 .86301 1.583

a. Predictors: (Constant), MBVE, SIZE, MAN, FCF, INST b. Dependent Variable: DER

Runs Test

Unstandardized Residual

Test Valuea -.25617

Cases < Test Value 36

Cases >= Test Value 36

Total Cases 72

Number of Runs 31

Z -1.424

Asymp. Sig. (2-tailed) .154


(3)

129

4.

Uji Heterokedasitas

Grafik Scatterplot

Uji Glejser

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 1.181 .359 3.293 .002

FCF .399 .343 .141 1.162 .249

MAN -.009 .008 -.161 -1.064 .291

INST .002 .004 .089 .548 .585

SIZE -.020 .014 -.180 -1.418 .161

MBVE -.003 .047 -.008 -.067 .947


(4)

130

LAMPIRAN 6


(5)

(6)

132

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 33.37 46.68 41.00 3.767 81

Std. Predicted Value -2.026 1.509 .000 1.000 81

Standard Error of Predicted Value

3.284 24.136 6.364 3.164 81

Adjusted Predicted Value -432.85 47.65 35.03 52.829 81

Residual -41.788 40.272 .000 23.223 81

Std. Residual -1.731 1.668 .000 .962 81

Stud. Residual -1.761 1.752 .008 1.002 81

Deleted Residual -43.247 477.846 5.967 58.761 81

Stud. Deleted Residual -1.786 1.777 .009 1.008 81

Mahal. Distance .492 78.944 5.926 9.828 81

Cook's Distance .000 55.900 .703 6.210 81

Centered Leverage Value .006 .987 .074 .123 81


Dokumen yang terkait

Pengaruh Ukuran Kap, Proporsi Komisaris Independen, Free Cash Flow, Kepemilikan Institusional, Dan Ukuranperusahaan Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bei

0 69 100

Pengaruh Profitabilitas, Free Cash Flow dan Investment Opportunity Set terhadap Cash Dividend dengan Likuiditas sebagai Variabel Moderating pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008 - 2011

1 64 141

Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Investment Opportunity Set, Free Cash Flow, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI)

1 46 91

Pengaruh Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial dan Free Cash Flow Terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan Industri Tekstil dan Garmen yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

3 99 107

Analisis Pengaruh Free Cash Flow Dan Struktur Kepemilikan Saham Terhadap Kebijakan Utang Dengan Investment Opportunity Set Sebagai Variabel Moderating Pada Perusahaan Manufaktur Di Indonesia

1 70 120

Pengaruh Free Cash Flow, Kepemilikan Institusional, Ukuran Perusahaan, Dan Kebijakan Dividen Terhadap Kebijakan Hutang Pada Perusahaan LQ45 Yang Terdaftar Pada Bursa Efek Indonesia

3 69 98

Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Kepemilikan dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Hutang dengan Investment Opportunity Set sebagai Variabel Moderating

1 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Hutang 2.1.1 Pengertian Hutang dan Jenis-jenis Hutang - Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Kepemilikan dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Hutang dengan Investment Opportunity Set sebagai Variabel Moderating

0 0 24

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Kepemilikan dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Hutang dengan Investment Opportunity Set sebagai Variabel Moderating

0 0 8

ABSTRAK PENGARUH FREE CASH FLOW, STRUKTUR KEPEMILIKAN DAN UKURAN PERUUSAHAAN TERHADAP KEBIJAKAN HUTANG DENGAN INVESTMENT OPPORTUNITY SET SEBAGAI

0 1 10