efektivitas pemberian gabungan agar-agar ditambah probiotik pada pengobatan konstipasi fungsional, sehingga hal ini menjadi latar belakang dilakukan penelitian
untuk mengetahui efektivitas pemberian gabungan agar-agar ditambah probiotik dibandingkan dengan pemberian agar-agar saja pada pengobatan konstipasi
fungsional.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan: - Apakah ada perbedaan efektivitas pemberian gabungan agar-agar ditambah
probiotik dibandingkan pemberian agar-agar saja pada pengobatan konstipasi fungsional pada anak?
1.3 Hipotesis
Terdapat perbedaan efek antara pemberian gabungan agar-agar ditambah probiotik dengan pemberian agar-agar saja pada pengobatan konstipasi
fungsional pada anak.
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui efek pemberian gabungan agar-agar ditambah
probiotik pada pengobatan konstipasi fungsional pada anak. 1.4.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui efektivitas pemberian gabungan agar-agar ditambah probiotik dibandingkan dengan pemberian agar-agar saja pada pengobatan
konstipasi fungsional pada anak.
Universitas Sumatera Utara
1.5. Manfaat Penelitian
1. Di bidang akademikilmiah Memberikan masukkan mengenai pengaruh pemberian gabungan agar-
agar ditambah probiotik pada pengobatan konstipasi fungsional pada anak. 2. Di bidang pelayanan masyarakat
Memberi informasi kepada masyarakat terutama orang tua tentang pemberian gabungan agar-agar ditambah probiotik dapat dijadikan pilihan terapi untuk
konstipasi fungsional pada anak. 3. Di bidang pengembangan penelitian
Dapat dijadikan sumbangan pemikiran dalam penelitian efek pengelolaan konstipasi fungsional pada anak.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Konstipasi Fungsional
Konstipasi adalah ketidakmampuan melakukan evakuasi tinja secara sempurna, yaitu berkurangnya frekuensi buang air besar dari biasanya yaitu kurang dari tiga
kali dalam seminggu dan konsistensi tinja yang lebi keras.
3,4
Konstipasi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu konstipasi fungsional dan konstipasi organik.
Konstipasi fungsional dikenal sebagai konstipasi idiopatik atau adanya tahanan feses, dimana konstipasi fungsional ini umumnya terkait dengan perubahan
kebiasaan diet, kurangnya mengkonsumsi makanan yang mengandung serat, kurangnya asupan cairan, kurang olah raga, gangguan perilaku atau gangguan
psikologis dan adanya rasa takut atau malu ke toilet umum.
3,11
Menurut kriteria ROME III, konstipasi fungsional pada anak adalah harus memenuhi dua atau lebih dari kriteria berikut yang terjadi pada anak minimal berusia
4 tahun yang tidak memenuhi kriteria yang cukup untuk irritabel bowel syndrome, dialami minimal satu kali dalam seminggu setidaknya 2 bulan sebelum diagnosis
ditegakkan, yaitu: a. Buang air besar dua kali seminggu atau kurang
12
b. Mengalami setidaknya satu kali inkontinensia feses per minggu c. Riwayat retensi feses
d. Riwayat nyeri saat buang air besar atau feses yang keras e. Terdapat massa feses yang besar di rektum
Universitas Sumatera Utara
f. Riwayat diameter feses yang besar sehingga dapat menyumbat toilet. Konstipasi fungsional dikatakan akut jika berlangsung sampai empat minggu dan
dikatakan kronis jika berlangsung lebih dari empat minggu.
1
Pada orang dewasa normal, buang air besar terjadi antara tiga kali perhari sampai tiga kali perminggu. Frekuensi buang air besar pada anak bervariasi menurut
usia. Untuk bayi yang minum ASI pada awalnya akan lebih sering buang air besar jika dibandingkan bayi yang minum susu formula. Saat usia mendekati 4 bulan,
apapun jenis susu yang dikonsumsinya rata-rata frekuensi buang air besar berkisar dua kali sehari. Frekuensi buang air besar normal pada bayi dan anak dapat dilihat
pada tabel 2.1.1.
1,4,13
Tabel 2.1.1.Frekuensi buang air besar BAB normal pada bayi dan anak Umur Rerata BABminggu Rerata BABhari
1,4,13
0-3 bulan : ASI 5-40 2.9
0-3 bulan : Formula 5-28 2.0
6-12 bulan 5-28
1.8 1-3 tahun
4-21 1.4
3 tahun 3-14
1.0
Walaupun sebagian besar konstipasi pada anak adalah konstipasi fungsional, kita harus mempertimbangkan kemungkinan adanya suatu kelainan organik jika
menemukan gejala seperti yang tercantum pada tabel 2.1.2.
13
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1.2 Tanda dan gejala kelainan organik penyebab terjadinya konstipasi pada bayi dan anak.
Tanda dan gejala yang perlu diwaspadai kemungkinan diagnosis
13
Keluarnya mekonium lebih dari 48 jam setelah lahir, kesulitan buang air besar sejak lahir, gagal tumbuh,
penyakit diare bercampur darah, muntah berwarna hijau, spinkter
Hirschprung anus sempit, rektum tidak terisi feses pada colok dubur
dengan terabanya massa feses di perut. Perut distensi, muntah berwarna hijau, ileus
Pseudo-obstruksi Menurunnya reflek anggota gerak bawah, berkurangnya Gangguan tulang
tonus otot, hilangnya reflek anus belakang
Tampak lemah, tidak tahan udara dingin, bradikardi, Hipotiroidsm gangguan tumbuh
Posisi dan bentuk anus yang abnormal pada Malformasi pemeriksaan fisik
anorektal kongenital ____________________________________________________________
2.2. Prevalensi Konstipasi Fungsional