BAB II PERJANJIAN PEMBORONGAN
A. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Pemborongan
Kata perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst yang diterjemahkan dengan menggunakan istilah perjanjian maupun persetujuan.
Di dalam Black’s Law Dictionary, yang diartikan sebagai kontrak adalah sebagai berikut:
“An agreement between two or more person which creates an obligation to do or not to do to particular thing”
Artinya kontrak adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih, di mana menimbulkan sebuah kewajiban untuk melakukan atau tidak meelakukan sesuatu
secara sebagian.
4
Berdasarkan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Para sarjana menyatakan bahwa rumusan Pasal 1313 KUHPerdata di atas
memiliki banyak kelemahan, salah satunya adalah Abdul Kadir Muhammad. Abdul Kadir Muhammad menyatakan kelemahan-kelemahan Pasal 1313
KUHPerdata adalah sebagai berikut :
5
1. Hanya menyangkut sepihak saja
Hal tersebut dapat diketahui dari perumusan satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Kata mengikatkan
sifatnya hanya datang dari satu pihak saja tidak dari dua pihak. Seharusnya
4
Salim H. S, Hukum Kontrak : Teori …. , Op.Cit., hal. 26.
5
Apit Nurwidijanto, Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Bangunan Pada PT. Puri Kencana Mulyapersada di Semarang, Tesis, Ilmu Hukum, Universitas Diponegoro, 2007, hal. 14.
Universitas Sumatera Utara
dirumuskan saling mengikatkan diri jadi ada consensus antara pihak- pihak.
2. Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus
Pengertian perbuatan termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa, tindakan melawan hukum yang tidak mengandung consensus.
Seharusnya dipakai kata persetujuan. 3.
Pengertian perjanjian terlalu luas Pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata terlalu luas karena
mencakup juga pelangsungan perkawinan dan janji perkawinan yang diatur dalam lapangan hukum keluarga.
4. Tanpa menyebut tujuan
Dalam Pasal 1313 KUHPerdata tersebut tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga para pihak yang mengikatkan diri tidak
memiliki tujuan yang jelas untuk apa perjanjian tersebut dibuat. Ada pula R. Setiawan yang berpendapat bahwa definisi perjanjian dalam Pasal
1313 KUHPerdata tersebut selain belum lengkap juga terlalu luas. Belum lengkapnya definisi tersebut karena hanya menyebutkan perjanjian sepihak saja,
terlalu luas karena dipergunakan kata perbuatan yang juga mencakup perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum. Sehubungan dengan hal tersebut, maka
definisi perjanjian perlu diperbaiki menjadi:
6
1. Perbuatan tersebut harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu
perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum.
6
Ibid., hal. 15
Universitas Sumatera Utara
2. Menambahkan perkataan atau saling mengikatkan dirinya dalam Pasal
1313KUH Perdata. Menurut R. Setiawan perjanjian adalah sebagai berikut:
“Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau
lebih. ”
7
Pengertian perjanjian akan lebih baik apabila sebagai suatu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
8
Pengertian yang lengkap dan sempurna mengenai pengertian atau definisi dari perjanjian sangatlah sulit untuk kita dapatkan karena masing-masing sarjana
mempunyai pendapat yang berbeda-beda. Untuk mempermudah pengertian perjanjian dari para sarjana, maka ada beberapa pendapat yang dikemukakan
sebagai berikut: 1.
Menurut R. Subekti : “Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada
seorang lainnya atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.”
9
2. Menurut Sudikno Mertokusumo:
“Perjanjian adalah sebagai hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk men
imbulkan akibat hukum.”
10
3. Menurut Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S
“Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang didasarkan pada kata sepakat dengan tujuan untuk menimbulkan
akibat hukum.”
7
Ibid., hal. 16.
8
Ibid
9
Ibid
10
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Dari pengertian di atas terlihat bahwa dalam suatu perjanjian itu akan menimbulkan suatu hubungan hukum dari para pihak yang membuat perjanjian.
Masing-masing pihak terikat satu sama lain dan menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak yang membuat perjanjian. Dalam praktiknya bukan hanya
orang perorangan yang membuat perjanjian, namun termasuk juga badan hukum yang merupakan subjek hukum.
Perjanjian banyak jenisnya, tergantung dari para pihak yang ingin mengikatkan diri satu sama lain mengenai hal apa, antara lain perjanjian
pemborongan. Istilah konstruksi dan pemborongan apabila dikaji terdapat perbedaan di antara kedua istilah tersebut, tetapi dalam teori dan praktek hukum
kedua istilah tersebut dianggap sama terutama jika dikaitkan dengan istilah hukum atau kontrak konstruksi danatau hukum atau kontrak pemborongan. Walaupun
begitu sebenarnya istilah pemborongan mempunyai cakupan yang lebih luas daripada istilah konstruksi. Sebab dengan istilah pemborongan dapat saja berarti
bahwa yang diborong tersebut bukan hanya konstruksinya pembangunannya, melainkan dapat juga berupa pengadaan barang saja procurement.
11
Berdasarkan Pasal 1601 huruf b KUHPerdata yang dimaksud dengan perjanjian pemborongan
adalah perjanjian dengan mana pihak satu yaitu si pemborong mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain yaitu pihak yang
memborongkan dengan menerima suatu harga yang ditentukan.
12
11
Munir Fuady, Kontrak Pemborongan Mega Proyek, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hal. 12.
12
F. X. Djumialdji, Perjanjian Pemborongan, Cet. III, Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hal.3
Universitas Sumatera Utara
Dari definisi yang diberikan oleh KUHPerdata terlihat bahwa Undang-Undang secara keliru memandang kepada kontrak pemborongan sebagai suatu jenis
kontrak unilateral, dimana seolah-olah hanya pihak kontraktor yang mengikatkan diri dan harus berprestasi, padahal dalam perkembangannya baik pihak kontraktor
maupun pihak bouwheer saling mengikatkan diri dengan masing-masing mempunyai hak dan kewajiban masing-masing.
13
Di sini tidaklah penting bagi pihak yang memborongkan pekerjaan bagaimana pihak yang memborong
pekerjaan mengerjakannya, karena yang dikehendaki adalah hasil dari pekerjaan tersebut yang akan diserahkan kepadanya dalam keadaan baik mutu dan kualitas
kuantitas dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian.
Dalam Black’s Law Dictionary yang dimaksud kontrak konstruksi adalah
“Type of contract which plans and specification for construction for made a part of the contract itself and commonly it secured by performance and payment bonds
to protect both subcont ractor and party for whom building is beaing constructed”
Artinya kontrak konstruksi adalah suatu tipe perjanjian atau kontrak yang merencanakan dan khusus untuk konstruksi yang dibuat menjadi bagian dari
perjanjian itu sendiri.
14
A.1 Syarat Sah Perjanjian
Subekti membagi syarat sahnya suatu perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata ke dalam 2 kelompok, yaitu:
13
Munir Fuady, Op. Cit., hal. 13.
14
Dinda Ayu Permatasari, Analisis Surat Perjanjian Pemborongan Kontrak antara Pemerintah Kabupaten Deli Serdang dengan CV. Duta Utama Sumatera, Skripsi, Ilmu Hukum,
Universitas Sumatera Utara, 2010, hal. 40.
Universitas Sumatera Utara
1. Syarat subyektif merupakan syarat yang menyangkutkan subyek yang
mengadakan perjanjian, yaitu pihak yang mengadakan perjanjian yang terdiri dari:
a. Kesepakatan Kedua Belah Pihak
Kesepakatan adalah penyesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya.
15
Persetujuan kehendak di sini harus benar-benar atas kemauan sendiri tidak ada paksaan dari pihak
manapun dalam persetujuan dan tidak ada kekhilafan dan penipuan. Ada lima cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu
dengan:
16
1 Bahasa yang sempurna dan tertulis;
2 Bahasa yang sempurna secara lisan;
3 Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak
lawan; 4
Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya; 5
Diam atau membisu asal dipahami pihak lawan. Berdasarkan pasal 1321 KUH Perdata, kata sepakat harus diberikan secara
bebas tidak boleh terdapat unsur cacat kehendak antara lain: 1
Kekhilafan, yaitu sesat dianggap ada apabila pernyatan sesuai dengan kemauan tapi kemauan itu didasarkan pada gambaran
yang keliru baik mengenai orangnya eror in persona maupun objeknya eror in substansia.
15
Salim H.S,
Hukum Kontrak : Teori …. , Op.Cit.,
hal. 33.
16
Ibid
Universitas Sumatera Utara
2 Paksaan dwang, yaitu kekerasan jasmani atau ancaman
dengan sesuatu yang diperbolehkan hukum yang menimbulkan ketakutan kepada seseorang sehingga ia membuat perjanjian.
Paksaan ini bukan karena kehendaknya sendiri namun adanya paksaan dari pihak lain.
3 Penipuan bedrag, yaitu pihak yang menipu dengan daya
akalnya menanamkan suatu gambaran yang keliru tentang orangnya atau objeknya sehingga pihak lain bergerak untuk
menyepakati. b.
Kecakapan Bertindak Kecakapan bertindak adalah kemampuan untuk melakukan perbuatan
hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum yaitu timbulnya hak dan kewajiaban. Mereka yang cakap
dan berwenang untuk melakukan perbuatan hukum adalah mereka yang sudah berumur 21 tahun dan atau sudah kawin. Mengenai orang
yang dianggap tidak cakap untuk membuat suatu perbuatan hukum diatur dalam Pasal 1330 KUHPerdata, yaitu:
1 Orang-orang yang belum dewasa yaitu mereka yang dibawah
21 tahun danatau belum pernah menikah. Di Indonesia kecakapan seseorang dihadapan hukum telah ditentukan dalam
suatu Undang-Undang. Masalahnya adalah Indonesia memiliki banyak Undang-Undang yang mengatur perihal kedewasaan
seseorang, sehingga patut dipertanyakan dalam hal kapan
Universitas Sumatera Utara
seseorang dianggap telah dewasa dihadapan hukum dalam melakukan suatu tindakan hukum. Berdasarkan Pasal 330 ayat
1 dan 2 KUHPerdata yang memberi batasan kedewasaan bila telah mencapai umur 21 tahun. Dasar hukum lainnya
adalah Pasal 39 ayat 1 dan pasal 40 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dimana sesorang
dianggap telah dewasa bila telah mencapai umur 18 tahun dan tidak boleh kurang 1 hari pun. Hal ini berkaitan dengan fungsi
Notaris itu sendiri yang membuat akta-akta otentik mengenai semua perbuatan hukum seperti perjanjian dan ketetapan yang
diharuskan oleh peraturan perundang-undangan danatau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam
akta otentik dalam setiap perbuatan hukum seseorang. Hal ini hanya berlaku bagi akta-akta notaris yang sifatnya lebih umum
yang mana akta tersebut berkaitan langsung dengan pihak dan sangat berperan dalam dunia usaha. Bagi mereka yang belum
mencapai usia 18 tahun tetapi telah menikah maka mereka tetap diperbolehkan untuk melakukan perjanjian walaupun Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris tidak mengatur hal tersebut. Berdasarkan asas lex specialis derogat
legi generalis maka mereka tunduk pada Pasal 330 ayat 1 dan 2 KUHPerdata.
Universitas Sumatera Utara
2 Mereka yang ditaruh di bawah pengampunan curatele yaitu
mereka yang mengalami ganguan jiwa, sakit ingatannya, suka berjudi, suka mabuk-mabukan, dan pemboros.
3 Perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-
Undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa Udang- Undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
Namun hal ini sudah tidak berlaku lagi sejak keluarnya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 tahun 1963 tanggal 5
September 1963 yang mencabut beberapa pasal KUHPerdata diantaranya Pasal 108 dan Pasal 110 KUHPerdata maka status
sebagai istri tidak lagi mempunyai pengaruh terhadap kecakapan bertindak yang dilakukannya. Dalam Pasal 108
KUHPerdata disebutkan bahwa seorang istri, biar ia kawin diluar persatuan harta kekayaan, atau telah berpisahan dalam
hal itu sekali pun, namun tak bolehlah ia mengibahkan barang sesuatu atau memindahtangankannya, atau memperolehnya,
baik dengan cuma-cuma maupun atas beban, melainkan dengan bantuan dalam akta, atau dengan izin tertulis dari suaminya.
Seorang istri, biar ia telah dikuasakan oleh suaminya, untuk membuat suatu akta, atau untuk mengangkat suatu perjanjian
sekalipun, namun tidaklah ia karena itu berhak, menerima sesuatu pembayaran, atau memberi perlunasan atas itu, tanpa
izin yang tegas dari suaminya.
Universitas Sumatera Utara
Dalam Pasal 110 KUHPerdata disebutkan bahwa seorang istri biar ia kawin diluar persatuan harta kekayaan, atau telah
berpisahan dalam hal itu, biar ia melakukan sesuatu mata pencaharian atas usaha sendiri sekalipun, namun tak bolehlah ia
menghadap di muka Hakim tanpa bantuan suaminya. Selain SEMA, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan tepatnya Pasal 31 ikut memperkuat hapusnya Pasal 108 dan Pasal 110 KUHPerdata. Dengan begitu maka istri
termasuk dalam subjek hukum yang cakap dalam melakukan perbuatan hukum.
2. Syarat obyektif yaitu syarat yang meliputi objek perjanjian yang terdiri
dari: a.
Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu dalam suatu perjanjian adalah objek perjanjian.
Dalam suatu kontrak objek perjanjian yang disepakati oleh para pihak harus jelas. Objek perjanjian tersebut dapat berupa barang atau jasa.
17
b. Suatu sebab yang halal
Perjanjian tanpa sebab yang halal akan berakibat bahwa perjanjian tersebut akan batal demi hukum. Suatu sebab adalah terlarang apabila
bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan, dan ketertiban umum, sedangkan pengertian sebab causa disini adalah tujuan
17
Ahmad Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 30.
Universitas Sumatera Utara
daripada perjanjian, apa yang menjadi isi, kehendak dibuatnya suatu perjanjian.
Bila syarat subyektif tidak dipenuhi maka perjanjian dapat dibatalkan. Artinya salah satu pihak dapat mengajukan kepada Pengadilan untuk
membatalkan perjanjian yang disepakatinya. Selama tidak dibatalkan perjanjian tersebut tetap mengikat. Bila syarat obyektif tidak dipenuhi maka perjanjian
tersebut batal demi hukum. Artinya dari semula perjanjian itu dianggap tidak ada sehingga tidak ada dasar untuk saling menuntut di pengadilan.
A.2 Asas-Asas Perjanjian
Sebagaimana yang telah dirumuskan dalam Lokakarya Hukum Perikatan yang di selenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen
Kehakiman dari tanggal 17 sampai dengan tanggal 19 Desember 1985 dihasilkan 8 asas-asas perjanjian. Kedelapan asas tersebut antara lain:
18
1. Asas kepercayaan
Setiap orang yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan di antara mereka di belakang hari.
2. Asas persamaan hukum
Subjek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama dalam hukum.
18
Salim H. S, Hukum Kontrak : Teori…, Op. Cit.,
hal. 13-14.
Universitas Sumatera Utara
3. Asas keseimbangan
Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun
debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik.
4. Asas kepastian hukum
Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikatnya perjanjian, yaitu sebagai Undang-Undang bagi yang membuatnya.
5. Asas moral
Asas ini di dasarkan pada kesusilaan sebagai panggilan hati nurani. 6.
Asas kepatutan Asas ini tertuang dalam Pasal 1339 KUHPerdata yang menyatakan bahwa
suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat
perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau Undang-Undang. 7.
Asas kebiasaan Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur
akan tetapi juga hal-hal yang menurut kebiasaan lazim diikuti. 8.
Asas perlindungan protection Para pihak baik kreditur maupun debitur harus dilindungi oleh hukum,
namun yang perlu mendapat perlindungan itu adalah pihak debitur karena berada pada pihak yang lemah.
Namun dalam prakteknya
asas-asas dalam perjanjian terdiri dari:
Universitas Sumatera Utara
1. Asas Kebebasan Berkontrak freedom of making contract
Asas ini mempunyai arti bahwa setiap orang boleh mengadakan perjanjian dengan siapa saja, dengan syarat apa saja, dalam bentuk apa saja, dan
tentang apa saja walaupun belum atau tidak diatur dalam Undang-Undang. Walaupun berlaku asas ini, kebebasan berkontrak tersebut dibatasi oleh
tiga hal, yaitu tidak bertentangan dengan Undang-Undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan, dan tidak bertentangan dengan ketertiban
umum beginselen der contrachtsvrjheid atau party autonomy. 2.
Asas Konsensualisme Perjanjian sudah dapat dikatakan ada atau lahir pada saat adanya kata
sepakat dari pihak yang membuat perjanjian walaupun belum terjadi penyerahan barang yang diperjanjikan levering. Kesepakatan merupakan
persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.
19
Asas ini terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata. 3.
Asas Kepastian Hukum Pacta sunt servanda Setiap perjanjian yang dibuat adalah mengikat para pihak yang membuat
dan berlaku seperti undang-undang bagi para pihak. Asas ini berarti bahwa perjanjian hanya belaku bagi para pihak yang membuatnya. Hal ini
terdapat dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi
mereka yang membuat. Hal ini juga dimaksudkan untuk menyatakan kekuatan tentang perjanjian, yaitu kekuatan yang sama dengan suatu
19
Ibid., hal. 10.
Universitas Sumatera Utara
Undang-Undang, kekuatan seperti itu diberikan kepada semua perjanjian yang dibuat secara sah. Karena itu, Hakim atau pihak ketiga harus
menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah Undang-Undang. Mereka tidak boleh melakukan
intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.
20
4. Asas Itikad Baik Goede Trouw
Asas itikat baik merupakan asas bahwa para pihak yaitu pihak kreditur dan debitur harus melakukan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau
keyakinan yang teguh atau kemauan yang baik dari para pihak. Asas itikad baik dibagi menjadi dua macam, yaitu itikad baik nisbi dan itikad baik
mutlak. Itikad baik nisbi dapat dilihat dengan memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Sedangkan itikad baik mutlak
penilaiannya terletak pada akal sehat dan keadilan dimana di dalamnya dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan menurut norma-norma
yang objektif.
21
Asas ini terdapat dalam Pasal 1338 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad
baik. 5.
Asas Kepribadian Personalitas Pada prinsipnya asas ini menentukan bahwa suatu perjanjian berlaku bagi
para pihak yang membuatnya saja. Ketentuan mengenai asas ini tercantum dalam Pasal 1315 KUHPerdata yang menyatakan bahwa pada umumnya
seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk
20
Ibid.
21
Ibid., hal . 11.
Universitas Sumatera Utara
dirinya sendiri. Dalam Pasal 1340 KUH Perdata yang menyatakan bahwa perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.
A.3 Subjek dan Objek Perjanjian
Subjek perjanjian adalah para pihak yang terdiri dari kreditur yaitu pihak yang berhak atas prestasi dan debitur yaitu pihak yang berkewajiban memenuhi
prestasi yang terdiri dari manusia natuurlijk persoon dan badan hukum recht persoon. Objek Perjanjian adalah segala sesuatu yang diperjanjikan oleh para
pihak yang membuat perjanjian. Objek perjanjian dapat berupa benda atau jasa. Berdasarkan Pasal 503, 504, 505 KUHPerdata benda zaak dapat dibagi menjadi
dua kelompok, yaitu:
22
1. Benda bertubuh atau benda berwujud lichamelijke zaken
Benda ini sifatnya dapat dilihat, diraba dan dirasakan dengan panca indera. Benda bertubuh dapat dibagi lagi, yaitu:
a. Benda bergerak atau benda tidak tetap roerende zaken yang dapat
digolongkan menjadi: 1
Benda yang dapat dihabiskan, misalnya minyak, bensin dan lain-lain.
2 Benda yang tidak dapat dihabiskan misalnya mobil, perhiasan
dan lain-lain. b.
Benda tidak bergerak atau benda tetap onroerende zaken Misalnya tanah, pabrik, rumah, kapal yang berukuran 20 m3 ke atas,
toko, gedung, sawah, kayu di hutan dan barang-barang lain yang
22
Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hal. 247-248
Universitas Sumatera Utara
sifatnya secara prinsip terpaku atau tertancap di tanah. Termasuk juga hak-hak seperti hak pakai hasil, hak usaha, hak bunga tanah, hak
pengabdian tanah, hak pasar yang diakui pemerintah. 2.
Benda tak bertubuh atau benda tak berwujud onlichamelijke zaken Benda ini hanya bisa dirasakan oleh panca indera saja dan tidak dapat
direalisasikan menjadi suatu kenyataan, seperti hak cipta, merek, dan lain- lain.
Perjanjian pemborongan diatur dalam beberapa aturan hukum yang berlaku sebagai payung yang melindungi para pihak yang ada di dalamnya demi
terciptanya asas kepastian hukum. Dasar hukum perjanjian pemborongan, yaitu: 1.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. 2.
Pasal 1604 sd 1617 KUHPerdata dan peraturan-peraturan khusus yang dibuat Pemerintah seperti AV 1941 Algemene Voorwarden Voor de
uitvoering bij aaneming van openbare werken in Indonesia yang artinya syarat-syarat umum untuk pelaksanaan pemborongan pekerjaan umum di
Indonesia.
23
Tidak adanya ketegasan dalam pasal-pasal KUHPerdata mengenai kontrak pemborongan ini apakah bersifat hukum memaksa
mandatory law atau hanya hukum mengatur. Sebagaiman umumnya pasal-pasal dalam buku ketiga KUHPerdata, maka kebanyakan ketentuan
tentang hukum pemborongan tersebut bersifat hukum mengatur. Jadi umumnya dapat dikesampingkan oleh para pihak.
24
23
F. X. Djumialdji, Op.Cit., hal. 3-4.
24
Munir Fuady, Op. Cit., hal. 26.
Universitas Sumatera Utara
3. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran
Masyarakat Jasa konstruksi. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi.
Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2010 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan
Peran Masyarakat Jasa Konstruksi. 4.
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan
Jasa Konstruksi. 5.
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan dan Pembinaan Jasa Konstruksi
6. Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang Jasa Instansi Pemerintah. Dibentuknya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa
Konstruksi memiliki beberapa tujuan, yaitu:
1. Mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin
kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
Universitas Sumatera Utara
2. Mewujudkan peningkatan peran masyarakat di bidang jasa konstruksi.
Syarat sah perjanjian pemborongan bagi pihak swasta tunduk pada Pasal 1320 KUHPerdata sedangkan bagi pihak pemerintah tunduk pada Pasal 1320
KUHPerdata dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Pasal 1319 KUHPerdata mengatur bahwa semua perjanjian baik yang
mempunyai suatu nama khusus maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan
bab yang lalu, karena itu para pihak yang melakukan perjanjian tidak bernama tidak hanya tunduk pada peraturan yang mengaturnya, tapi harus tunduk pula pada
ketentuan dalam KUHPerdata. Dalam hal ini berlaku asas lex specialis derogat legi generalis. Jika pengaturan khusus tersebut tidak mengatur secara rinci maka
dapat dipergunakan peraturan yang bersifat umum. Pemborong bertanggung jawab dalam jangka waktu tertentu. Pada masa
ini pemborong wajib melakukan perbaikan jika terbukti adanya cacat ataupun kegagalan. Menurut Pasal 25 ayat 2 Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999
tentang Jasa Konstruksi, kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditentukan terhitung sejak
penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan paling lama 10 tahun.
B. Jenis-Jenis Perjanjian Pemborongan