24 asetat 0,4 M, dikocok, diamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml
campuran isopropanol dan kloroform 2:3, dilakukan sebanyak 3 kali. Kumpulan sari air diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50
o
C, sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa dimasukkan dalam tabung reaksi, selanjutnya diuapkan
di atas penangas air, pada sisa ditambahkan 2ml air dan 5 tetes pereaksi Molisch. Tambahkan hati- hati 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya
cincin ungu pada batas kedua cairan bila adanya gula Depkes, RI., 1995.
3.7.6 Pemeriksaan antrakinon
Sebanyak 0,2 g serbuk simplisia dicampur dengan 5 ml asam sulfat 2N, dipanaskan sebentar, lalu didinginkan, ditambahkan 10 ml benzena, dikocok,
didiamkan. Lapisan benzena dipisahkan dan disaring. Kocok lapisan benzena dengan 2 ml NaOH 2N, diamkan. Lapisan air berwarna merah dan lapisan
benzena tidak berwarna bila adanya glikosida antrakinon Depkes, RI., 1995.
3.7.7 Pemeriksaan steroidatriterpenoida
Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml n-heksana selama 2 jam, disaring, filtrat diuapkan dalam cawan penguap dan pada sisanya
ditambahkan 2 tetes Liebermann-Burchard, apabila terbentuk warna ungu atau merah berubah menjadi ungu atau biru hijau bila adanya steroidtriterpenoid
Depkes, RI., 1995.
3.8 Pembuatan Ekstrak
Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara perkolasi menggunakan pelarut n-heksana, yaitu sebanyak 500 g serbuk simplisia cangkang dan duri landak laut
dimasukkan ke dalam bejana tertutup kemudian dibasahi dengan penyari dan dibiarkan selama 3 jam, kemudian dimasukkan kedalam alat perkolator, lalu
Universitas Sumatera Utara
25 dituang larutan penyari n-heksana secukupnya sampai semua simplisia terendam
dan terdapat selapis cairan penyari diatasnya, mulut tabung perkolator ditutup dengan aluminium voil dan dibiarkan selama 24 jam, kemudian kran dibuka dan
dibiarkan tetesan ekstrak mengalir. Perkolasi dihentikan setelah tetesan perkolat terakhir tidak bereaksi lagi dengan pereaksi Liebermann-Buchard, kemudian
dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 40-50
o
C sampai diperoleh ekstrak kental Depkes, RI., 1995.
3.9 Analisis Ekstrak n-heksana Secara Kromatografi Lapis Tipis
Ekstrak dianalisis secara KLT menggunakan fase diam silika gel GF 254 dengan fase gerak campuran n-heksana-etilasetat dengan perbandingan 90:10,
80:20, 70:30, 60:40 dan 50:50, sebagai penampak bercak digunakan larutan penyemprot Liebermann
–Burchard. Cara kerja :
ekstrak ditotolkan pada plat lapis tipis, kemudian dimasukkan ke dalam chamber yang telah jenuh dengan uap fase gerak, setelah pengembangan selesai plat
dikeluarkan dan dikeringkan, plat disemprot dengan penampak bercak dan dipanaskan dalam oven pada suhu 110
C selama 5 menit lalu diamati perubahan warna yang terjadi Hostettmann, 1995.
3.10 Isolasi Senyawa Steroidtriterpenoid Secara Kromatografi Lapis Tipis Preparatif
Hasil yang menunjukan fase terbaik digunakan untuk pengembang pada KLT Preparatif sebagai penampak bercak digunakan pereaksi Liebermann-
Burchard dan sebagai fase gerak digunakan n-heksana-etilasetat 60:40 dan fase
Universitas Sumatera Utara
26 diam silika gel GF 254.
Cara kerja: Ekstrak n-heksana ditotolkan seperti pita pada jarak 2 cm dari tepi bawah
plat KLT berukuran 20 x 20 cm yang telah diaktifkan, setelah kering plat KLT dimasukkan ke dalam bejana yang telah jenuh dengan uap, fase gerak,
pengembang dibiarkan naik membawa komponen yang ada, setelah mencapai batas pengembangan plat dikeluarkan dari bejana lalu dikeringkan. Bagian tengah
plat ditutup dengan kaca yang bersih sedangkan pada sisi kanan dan kiri plat disemprot dengan penampak bercak Liebermannn-Burchard. Bagian tengah plat
yang sejajar dengan bercak berwarna ungu dan biru dikerok dan dikumpulkan, direndam dengan metanol satu malam lalu disaring kemudian pelarutnya
diuapkan. Isolat yang diperoleh kemudian dilakukan uji kemurnian secara KLT dua arah Hostettmann, 1995.
3.11 Uji Kemurnian Terhadap Isolat 3.11.1 Uji kromatografi lapis tipis