6
Gambar 2.1 Struktur anatomi landak laut James, 2015.
Keterangan: 1. duri, 2.anus, 3.cangkang, 4.organ axial, 5. gonad, 6. usus, 7. esofagus, 8. perut, 9. lentera aristotel, 10. mulut, 11. saraf.
2.1.3 Klasifikasi landak laut
Klasifikasi hewan landak laut menurut LIPI 2015 adalah sebagai berikut: Filum
: Echinodermata Kelas
: Echinoidea Bangsa
: Diadematoida Suku
: Diadematidae Marga
: Diadema Jenis
: Diadema setosum Leske ,1778.
2.2 Kandungan Golongan Senyawa Kimia
2.2.1 Alkaloid
Alkaloida merupakan golongan senyawa sekunder yang terbesar. Alkaloida mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen,
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11
Universitas Sumatera Utara
7 biasanya sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloida mempunyai aktivitas
fisiologi yang menonjol, sehingga banyak diantaranya digunakan dalam bidang pengobatan Harborne, 1987.
Alkaloid selama ini diketahui adalah senyawa metabolit sekunder yang hanya terdapat dalam tumbuhan, namun setelah diidentifikasi senyawa alkaloid
juga terdapat pada biota laut, Arthropoda dan katak neotropis katak bewarna cerah. Alkaloid pada hewan berfungsi sebagai zat pertahanan seperti 2-metil-6-
nonil piperidin yang diperoleh dari semut solenopsis yang memiliki khasiat sebagai hemolitik, insektisida dan antibiotik Wiryowidagdo, 2008.
2.2.2 Glikosida Glikosida adalah suatu golongan senyawa bila dihidrolisis akan terurai
menjadi gula glikon dan senyawa lain aglikon atau genin. Gula yang ditemukan di dalam glikosida biasanya adalah monosakarida seperti glukosa,
rhamnosa dan fruktosa. Glikosida terbentuk secara alami dimana setiap unsurnya mengandung gugus gula, bagian aglikon dari senyawa glikosida memiliki sifat
fisika kimia yang bervariasi dan dan efek farmakologi yang dihasilkan juga berbeda Evans, 2009.
Menurut Sirait 2007, berdasarkan ikatan antara glikon dan aglikon, glikosida dapat dibedakan menjadi:
a. Tipe O-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui jembatan
O. Mayoritas glikosida termasuk ke dalam kelompok ini. b.
Tipe S-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui jembatan S. Contoh: sinigrin yang termasuk ke dalam glikosida glukosinolat dari
tumbuhan dari tumbuhan Brassicaceae.
Universitas Sumatera Utara
8 c.
Tipe C-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui jembatan C, yakni gula melekat pada aglikon melalui ikatan karbon-karbon.
d. Tipe N-glikosida, ikatan antara bagian dari glikon dengan aglikon melalui
jembatan N. Contoh: nikleosidin, kronotosidin.
2.2.3 Saponin
Saponin tersebar luas diantara tanaman tingkat tinggi. Saponin merupakan senyawa yang memiliki berat molekul yang besar dan sifat kepolarannya juga
tinggi. Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat dan menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah menyebabkan
hemolisis sel darah merah. Saponin mula-mula diberi nama demikian karena sifatnya yang menyerupai sabun bahasa latin sapo berarti sabun Robinson,
1995. Molekul saponin terdiri dari dua bagian yaitu, aglikon dan glikon.
Berdasarkan aglikonnya, Hostettman 1995 membagi saponin menjadi 3 kelas utama yaitu:
1. Saponin triterpenoid
2. Saponin steroid
3. Saponin steroid alkaloid
Saponin telah diketahui merupakan komponen beracun dari kelompok Echinodermata. Kelompok Echinodermata dibagi menjadi lima kelas, yaitu
Crinoidea, Asteroidea, Ophiuroidea, Echinoidea dan Holothuroidea. Saponin merupakan senyawa kompleks yang terdiri dari senyawa gula dan gugus steroid
atau triterpenoid. Saponin pada hewan pertama kali diisolasi dari teripang yang disebut Holonthurin Hashimoto, 1979.
Universitas Sumatera Utara
9
2.2.4 Steroidtriterpenoid Steroid adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin
siklopentana perhidropenantren. Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis masuk jalur
asam mevalonat yang diturunkan dari hidrokarbon C
30
asiklik, yaitu skualena Harbone, 1987.
Uji yang banyak digunakan ialah reaksi Liebermannn-Burchard yang dengan kebanyakan triterpen memberikan warna merah-ungu dan steroid warna
hijau-biru Fansworth, 1996. Steroid pada umumnya berupa alkohol dengan gugus hidroksil pada C
3
sehingga steroid sering juga disebut sterol Robinson, 1995. Senyawa ini tersebar luas di alam dan memiliki fungsi biologi yang sangat
penting, misalnya untuk kontrasepsi dan antiinflamasi. Gambar struktur dasar dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Struktur dasar steroid 2.3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut dengan menggunakan suatu pelarut cair Ditjen, POM., 2000. Ekstrak adalah
sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabatiatau hewani menggunakan pelarut yang sesuai. Beberapa metode ekstraksi
Universitas Sumatera Utara
10 dengan menggunakan pelarut menurut Depkes, RI 2000 yaitu:
A. Cara dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi
kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu terus menerus. Remaserasi berarti dilakukan penyaringan berulang dan seterusnya.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah proses ekstraksi simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses
perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya penetesanpenampungan ekstrak, terus menerus sampai
diperoleh ekstrak perkolat yang jumlahnya 1 –5 kali bahan.
B. Cara panas
1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. 2.
Sokletasi Sokletasi adalah proses ekstraksi dengan menggunakan alat Soklet dengan
pelarut yang selalu baru, sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
3. Infundasi
Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air selama waktu tertentu 15
–20 menit.
Universitas Sumatera Utara
11 4. Dekoktasi
Dekoktasi adalah proses ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air bejana infus tercelup dalam penangas mendidih, temperatur terukur
96 –98
o
C, bedanya dengan infundasi adalah waktu yang digunakan lebih lama ≥
30 menit.
2.4 Kromatografi