Efektivitas Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus Dari Abses Dan Staphylococcus aureus (ATCC® 29213™)

(1)

Lampiran 1

SKEMA ALUR PIKIR Latar Belakang

1. Lebih dari 30 tipe Staphylococcus Sp dapat menginfeksi manusia, kebanyakan disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Persentase Staphylococcus aureus

yang merupakan hasil pengkulturan murni dari abses adalah sebesar 0,7-15%. Abses ditandai adanya kerusakan jaringan yang menghasilkan pus. (Robertson D, Smith AJ, 2009)

2. Pus yang terjadi karena Staphylococcus aureus patogen menghasilkan koagulase, pigmen kuning, bersifat hemolitik, mencairkan gelatin, serta bersifat invasif. (Yadav AR, Mani AM, Marawar PP, 2013)

3. Abses periodontal merupakan kasus darurat penyakit periodontal ketiga yang paling sering terjadi mencapai 6-14%, abses dentoalveolar akut (14-25%) dan perikoronitis (10-11%) di klinik gigi. (Patel PV, Sheela KG, Patel A, 2011) 4. Selain abses, penyakit infeksi di rongga mulut dijumpai gingivitis, parotitis,

Staphylococcal mucositis, denture stomatitis, angular cheilitis, dan infeksi endodontik. (Warbung YY, Wowor VNS, Posangi J, 2013)

5. Staphylococcus aureus berperan sebagai agen kausatif ataupun faktor predisposisi dalam berbagai penyakit, sehingga menyebabkan infeksi superfisial pada kulit dan mukosa yang menyebabkan infeksi nosokomial, septikemia, pneumonia, osteomielitis, gastroenteritis, Toxic Shock Syndrome


(2)

7. Penelitian di Amerika (2009), 29.4% pasien infeksi nosokomial, 27,7% pasien penderita endokarditis, 29,8% pasien infeksi Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA), dan 23,3% pasien infeksi Methicillin Susceptible Staphylococcus aureus (MSSA). (Naber CK, 2009)

8. Selain itu, prevalensi penyakit infeksi yang disebabkan Staphylococcus aureus

mencapai 70% di Asia pada tahun 2007 dan di Indonesia mencapai 23,5% pada tahun 2006. (Affandi A, Andrini F, Lesmana SD, 2009)

9. Salah satu tanaman berkhasiat obat, dikenal dan sudah lama digunakan oleh masyarakat adalah jambu biji. Bagian dari tanaman yang sering digunakan sebagai obat tradisional adalah daun dari jambu biji yang mengandung saponin, quercetin, guayaverin, leukosianidin, minyak atsiri, asam malat, damar, asam oksalat, dan garam-garam mineral. (Darsono FL, Artemisia SD, 2003 ; Biswas B, Rogers K, McLaughlin F, Daniels D, Yadav A, 2013 ; Fratiwi Y, 2015) 10. Dalam penelitian Darsono dkk (2003) di Surabaya membuktikan bahwa

ekstrak daun jambu biji dari varietas merah, putih, dan kuning terbukti memiliki aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus ATCC®

25923TM dengan hasil ekstrak daun jambu biji varietas daging putih

memberikan diameter daerah hambat pertumbuhan yang paling besar dibandingkan dengan varietas yang lain. Hal ini disebabkan adanya kandungan flavonoid. (Darsono FL, Artemisia SD, 2003)

Rumusan Masalah

1. Apakah terdapat efektivitas ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus yang diisolasi dari abses dan


(3)

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus yang diisolasi dari abses dan Staphylococcus aureus (ATCC® 29213™).

Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis

Untuk mendapatkan konsentrasi kadar hambat minimum dan kadar bunuh minimum yang tepat dari ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus (ATCC® 29213™)

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan ekstrak daun jambu biji buah putih dapat digunakan sebagai obat kumur herbal.

Hipotesa Penelitian

Terdapat efektivitas ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap pertumbuhan

Staphylococcus aureus yang diisolasi dari abses dan Staphylococcus aureus


(4)

Lampiran 2

ALAT DAN BAHAN PENELITIAN

1

2

3

4


(5)

7

8


(6)

13

14

15

16


(7)

19

20


(8)

Keterangan:

1. Sarung tangan dan Masker 14. Mueller Hinton Broth (MHB) 2. Timbangan digital 15. Blood Agar (BA)

3. Alat maserasi 16. Suspensi Staphylococcus aureus sesuai 4. Rotary evaporator dengan larutan 0,5 Mc Farland

5. Rak dan Tabung reaksi 17. Media transport (BHI)

6. Gelas laboratorium 18. Kapas lidi steril yang di swabkan ke 7. Inkubator dalam abses

8. Pot plastik 19. Aluminium foil

9. Cawan petri 20. Kapas

10. Blender 21. Bunsen

11. Vortex 22. Akuabides

12. Daun jambu biji buah putih 23. Etanol 70%


(9)

Lampiran 3

SKEMA ALUR PENELITIAN

I. Sterilisasi Alat

II. Isolasi Stapylococcus aureus dari pasien penderita abses periodontal

Semua alat yang digunakan dalam penelitian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit dengan cara:

Cawan Petri dan tip mikropipet, pinset, dan tabung reaksi dibungkus dengan aluminium foil

Gelas ukur ditutup dengan kertas perkamen lalu diikat dengan tali, dan labu erlenmeyer diisi dengan akuadest sebanyak 250 ml lalu ditutup

dengan kapas yang sudah dipadatkan.

Subjek dilakukan insisi dan drainase

Pus yang didapat ditampung dalam media transport (BHI)

Staphylococcus aureus diidentifikasi dengan cara pus ditanam pada media MSA dan BA


(10)

III.Pembuatan Ekstrak Daun Jambu Biji

Daun jambu biji yang muda dicuci di bawah air mengalir sampai bersih, ditiriskan, diiris tipis-tipis, lalu dikeringkan dengan cara diangin-anginkan.

Blender daun yang sudah kering sampai jadi bubuk Campur bubuk dengan etanol, aduk selama ± 15 menit selama 5 hari

Hasil di masukkan ke botol maserasi, atur tetesan agar penarikan ekstrak maksimal (20 tetes per menit)

Pasang botol maserasi dan sambungkan dengan kran dengan tepat Masukkan kapas ke dalam ujung botol dan padatkan, di atas kapas diletakkan kertas saring bulat sehingga melapisi bagian dasar botol

Tampung ekstrak cair pada satu wadah

Lakukan proses rotavaporasi yaitu turunkan posisi labu sampai terendam cairan yang dipanaskan kira-kira ½ dari ukuran labu

Isi kembali hasil maserasi apabila sudah berkurang

Dry freezing ekstrak pada wadah agar diperoleh ekstrak dengan kadar etanol yang lebih rendah

Setelah hasil maserasi menjadi kental seperti coklat yang dilelehkan, hentikan proses rotavaporasi dan pindahkan ke suatu wadah.

Encerkan ekstrak kental dengan akuadest hingga diperoleh ekstrak daun jambu biji dengan konsentrasi 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, 3,125% dan 1,56%


(11)

IV. Pembuatan Media Pembiakan Staphylococcus aureus

V. Pembuatan Suspensi Bakteri Staphylococcus aureus

Masukkan bubuk MHB ke dalam 1 L akuadest sebanyak 21 gram

Panaskan selama 2 jam dengan suhu 100°C

Setelah dingin, pindahkan larutan ke dalam suatu tabung steril

Masukkan tabung tersebut ke dalam autoklaf selama 15 menit dengan suhu 121°C

Kemudian penambahan 5 ml darah kambing

Ambil satu koloni Stapylococcus aureus dengan menggunakan ose

Larutkan ke dalam NaCl fisiologis 0,85% sebanyak 20 ml

Sesuaikan kekeruhan suspensi standard larutan 0,5 Mc Farland untuk memperoleh suspensi bakteri yang


(12)

VI. Pengujian Ekstrak Daun Jambu Biji Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus yang diisolasi dari abses dengan Staphylococcus aureus (ATCC® 29213™)

Ke dalam 8 tabung reaksi

diteteskan 1 ml media MHB ( )

Pada tabung ke-1, teteskan 1 ml ekstrak daun jambu biji buah putih dengan konsentrasi

50%, vortex hingga homogen

Pada tabung ke-2, teteskan 1 ml ekstrak daun jambu biji buah putih dengan konsentrasi 25% , vortex hingga homogen

Pada tabung ke-3, teteskan 1 ml ekstrak daun jambu biji buah putih dengan konsentrasi

12,5% , vortex hingga homogen

50%

50% 25%


(13)

Pada tabung ke-4, teteskan 1 ml ekstrak daun jambu biji buah putih dengan konsentrasi

6,25%, vortex hingga homogen

Pada tabung ke-5, teteskan 1 ml ekstrak daun jambu biji buah putih dengan konsentrasi

3,125%, vortex hingga homogen

Pada tabung ke-6, teteskan 1 ml ekstrak daun jambu biji buah putih dengan konsentrasi

1,56% , vortex hingga homogen

Pada tabung ke-7, teteskan 1 ml formaldehyde 40%, vortex

hingga homogen

50% 25% 12,5% 6,25%

50% 25% 12,5% 6,25% 3,125%


(14)

Pada setiap tabung,tambahkan 1 ml suspensi Staphylococcus

aureus

Vortex hingga homogen

Eramkan deretan tabung dalam inkubator suhu 37°C selama 24 jam jam

Perhatikan tabung mana yang terbentuk endapan pada dasar

tabung ( ) dan mana yang tidak ( )

Tabung dengan konsentrasi terendah yang tidak terbentuk

endapan KHM

KHM

50% 25% 12,5% 6,25% 3,125% 1,56% F Aq

50% 25% 12,5% 6,25% 3,125% 1,56% F Aq 50% 25% 12,5% 6,25% 3,125% 1,56% F Aq


(15)

Tabung yang tidak terbentuk endapan dilakukan subkultur

pada Blood Agar

Cawan petri dengan konsentrasi terendah yang tidak terdapat pertumbuhan

bakteri KBM

Lakukan hal yang sama menggunakan Staphylococcus aureus

(ATCC® 29213™)


(16)

Gambar 25. Hasil KHM dan KBM Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih Terhadap Pertumbuhan

Staphylococcusaureus yang Diisolasi dari Abses

Gambar 26. Hasil KHM dan KBM Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih Terhadap Pertumbuhan

Staphylococcus aureus (ATCC® 29213™)

25


(17)

Lampiran 4

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Selamat pagi Bapak/Ibu

Bersama ini saya Jojor Sinurat, saat ini sedang menjalani pendidikan dokter gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Saya akan mengadakan penelitian dengan judul “Efektivitas Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus dari Abses dan Staphylococcus aureus (ATCC® 29213™)”.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus yang diisolasi dari abses dan Staphylococcus aureus (ATCC® 29213™). Manfaat dari penelitian ini secara umum adalah untuk mendapatkan konsentrasi Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) yang tepat dari ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap bakteri Staphylococcus aureus yang diisolasi dari abses dengan

Staphylococcus aureus (ATCC® 29213).

Bapak/Ibu, penggunaan obat antibakteri yang tersedia saat ini di apotik memiliki indikasi/menyebabkan iritasi mukosa, rasa mual, muntah serta infeksi pada rongga mulut. Hal inilah perlunya penelitian tentang tanaman herbal karena dianggap lebih aman untuk dikonsumsi, peneliti melakukan penelitian salah satu tanaman herbal yaitu ekstrak daun jambu biji terhadap bakteri Staphylococcus aureus yang diperoleh dari abses rongga mulut. Oleh karena itu, manfaat penelitian ini kedepannya diharapkan ekstrak daun jambu biji buah putih dapat digunakan sebagai obat kumur herbal.

Perlakuan yang diterima oleh Bapak/Ibu adalah pertama kali saya akan memilih peserta penelitian sesuai dengan persyaratan yang ditentukan kemudian Bapak/Ibu akan menandatangani surat tanda turut serta dalam penelitian ini. Selanjutnya, Bapak/Ibu akan mengisi lembar pertanyaan yang kami berikan, kemudian dokter gigi akan melakukan insisi dan drainase, kemudian akan dilakukan


(18)

Partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela bukan paksaan dan Bapak/Ibu dapat mengundurkan diri. Pada penelitian ini identitas Bapak/Ibu akan dijamin kerahasiaannya. Bila data Bapak/Ibu dipublikasikan kerahasiaan akan tetap terjaga. Semua biaya penelitian ini akan ditanggung oleh saya sendiri sebagai peneliti dan tidak akan melibatkan Bapak/Ibu. Sebagai bentuk terima kasih atas partisipasi Bapak/Ibu, saya akan memberikan souvenir berupa sikat gigi dan pasta gigi. Jika selama menjalankan penelitian ini ada keluhan atau merasa terganggu kenyamanan, Bapak/Ibu dapat langsung menghubungi saya:

Nama : Jojor Sinurat No.HP : 085262320294

Demikian informasi ini saya sampakan. Atas bantuan, partisipasi, dan kesediaan waktu Bapak/Ibu, saya ucapkan terima kasih.

Medan, Januari 2016

Peneliti,


(19)

Lampiran 5

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama :

Umur : Jenis Kelamin : Alamat :

Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap pada penelitian yang berjudul :

Efektivitas Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih terhadap Pertumbuhan

Staphylococcus aureus dari Abses dan Staphylococcus aureus

(ATCC® 29213)

Maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan saya menandatangani dan menyatakan bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.


(20)

Lampiran 6

DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI BUAH PUTIH TERHADAP PERTUMBUHAN Staphylococcus aureus DARI ABSES DAN

Staphylococcus aureus (ATCC® 29213)

NO. :

TANGGAL :

KUESIONER PENELITIAN

A. Data Responden

Isilah data-data di bawah ini:

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin :

4. Alamat :

5. No. Telp/ HP :

B. Kondisi Medis

Jawablah pertanyaan ini dengan baik dan benar

1. Apakah Bapak/Ibu memiliki penyakit sistemik? (sakit gula, darah tinggi, jantung, dll)

a. Ya b. Tidak

2. Jika ya, apakah penyakit sistemik Bapak/Ibu terkontrol?


(21)

3. Apakah Bapak/Ibu sedang meminum obat penghilang rasa sakit dalam upaya menyembuhkan bengkak yang terdapat di gusi?

a. Ya b. Tidak

C. Pemeriksaan Intra Oral

1. Terdapat pembengkakan di rongga mulut

a. Ya b. Tidak

2. Pembengkakan berisi pus (nanah)

a. Ya b. Tidak

3. Nyeri saat ditekan

a. Ya b. Tidak

4. Jenis abses

Abses Gingiva

Abses Periodontal

Abses Perikoronal

5. Lokasi abses ... 6. Penyebab terjadinya abses ...


(22)

Lampiran 7


(23)

Lampiran 8

SURAT KETERANGAN SELESAI RISET DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FK USU


(24)

Lampiran 9

SURAT KETERANGAN SELESAI RISET DI LABORATORIUM OBAT TRADISIONAL FF USU


(25)

Lampiran 10

HASIL UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI SECARA IN VITRO EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI BUAH PUTIH TERHADAP PERTUMBUHAN

Staphylococcus aureus DARI ABSES DAN

Staphylococcus aureus (ATCC® 29213)

Tabel 4. Hasil pengujian konsentrasi KHM ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap Staphylococcus aureus yang diisolasi dari abses

Tabung Bahan uji Ulangan

1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4 1 Ekstrak daun jambu biji

buah putih 50%

- - - -

2 Ekstrak daun jambu biji buah putih 25%

- - - -

3 Ekstrak daun jambu biji buah putih 12,5%

- - - -

4 Ekstrak daun jambu biji buah putih 6,25%

- - - -

5 Ekstrak daun jambu biji buah putih 3,125%

- + - -

6 Ekstrak daun jambu biji buah putih 1,56%

+ + + +

7 Formaldeyde 40% - - - -

8 Akuabides + + + +

Keterangan : (+) = terbentuk endapan pada dasar tabung (-) = tidak terbentuk endapan pada dasar tabung


(26)

Tabel 5. Hasil pengujian konsentrasi KBM ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap Staphylococcus aureus yang diisolasi dari abses

Petri Bahan uji Ulangan

1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4 1 Ekstrak daun jambu biji

buah putih 50%

- - - -

2 Ekstrak daun jambu biji buah putih 25%

- - - -

3 Ekstrak daun jambu biji buah putih 12,5%

- - - -

4 Ekstrak daun jambu biji buah putih 6,25%

- + - -

5 Ekstrak daun jambu biji buah putih 3,125%

+ + + +

6 Ekstrak daun jambu biji buah putih 1,56%

+ + + +

7 Formaldeyde 40% - - - -

8 Akuabides + + + +

Keterangan : (+) = terdapat pertumbuhan koloni (-) = tidak terdapat pertumbuhan koloni

Tabel 6. Hasil pengujian konsentrasi KHM ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap Staphylococcus aureus ATCC 29213

Tabung Bahan uji Ulangan

1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4 1 Ekstrak daun jambu biji

buah putih 50%

- - - -

2 Ekstrak daun jambu biji buah putih 25%

- - - -

3 Ekstrak daun jambu biji buah putih 12,5%

- - - -

4 Ekstrak daun jambu biji buah putih 6,25%

- - - -

5 Ekstrak daun jambu biji buah putih 3,125%

- - - -

6 Ekstrak daun jambu biji buah putih 1,56%


(27)

7 Formaldeyde 40% - - - -

8 Akuabides + + + +

Keterangan : (+) = terbentuk endapan pada dasar tabung (-) = tidak terbentuk endapan pada dasar tabung

Tabel 7. Hasil pengujian konsentrasi KBM ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap Staphylococcus aureus ATCC 29213

Petri Bahan uji Ulangan

1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4 1 Ekstrak daun jambu biji

buah putih 50%

- - - -

2 Ekstrak daun jambu biji buah putih 25%

- - - -

3 Ekstrak daun jmbu biji buah putih 12,5%

- - - -

4 Ekstrak daun jambu biji buah putih 6,25%

- - - -

5 Ekstrak daun jambu biji buah putih 3,125%

- - - -

6 Ekstrak daun jambu biji buah putih 1,56%

+ + + +

7 Formaldeyd e 40% - - - -

8 Akuabides + + + +

Keterangan : (+) = terdapat pertumbuhan koloni (-) = tidak terdapat pertumbuhan koloni


(28)

Lampiran 11

HASIL UJI STATISTIK

Frequencies

Statistics

KHM_KLINIS KBM_KLINIS KHM_ATCC KBM_ATCC

N Valid 4 4 4 4

Missing 0 0 0 0

Median 3.125 6.250 1.560 3.125

Frequency Table

KHM_KLINIS

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 3.125 3 75.0 75.0 75.0

6.250 1 25.0 25.0 100.0

Total 4 100.0 100.0

KBM_KLINIS

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 6.250 3 75.0 75.0 75.0

12.500 1 25.0 25.0 100.0


(29)

KHM_ATCC

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1.560 4 100.0 100.0 100.0

KBM_ATCC

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


(30)

49

DAFTAR PUSTAKA

1. Robertson D, Smith AJ. The microbiology of the acute dental abscess. Journal of Medical Microbiology, 2009; 58: 155-62.

2. Yadav AR, Mani AM, Marawar PP. Periodontal abscess: a review, 2013; 1(1): 13-7.

3. Warbung YY, Wowor VNS, Posangi J. Daya hambat ekstrak spons laut

Callyspongia sp terhadap pertubuhan bakteri Staphylococcus aureus. Jurnal e-GiGi (eG), 2013; 1(2): 2.

4. Costa AR, Batistão DWF, Ribas RM, Sousa AM, Pereira MO, Botelho CM.

Staphylococcus aureus virulence factors and disease. FORMATEX, 2013; 702-10.

5. Affandi A, Andrini F, Lesmana SD. Penentuan konsentrasi hambat minimal dan konsentrasi bunuh minimal larutan Povidon lodium 10% terhadap

Staphylococcus Aureus Resisten Metisilin (MRSA) dan Staphylococcus Aureus

Sensitif Metisilin (MSSA). JIK, 2009; 3(1): 14.

6. Naber CK. Staphylococcus aureus bacteremia: epidemiology, pathophysiology, and management strategies. Clinical Infectious Diseases, 2009; 48(4): 231-7. 7. Darsono FL, Artemisia SD. Aktivitas antimikroba ekstrak daun jambu biji dari

beberapa kultivar terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dengan "hole-plate diffusion method". Berk. Penel. Hayati, 2003; 9: 49-51.

8. Biswas B, Rogers K, McLaughlin F, Daniels D, Yadav A. Antimicrobial activities of leaf extracts of guava (Psidium guajava L.) on two gram-negative and gram-positive bacteria. International Journal of Microbiology, 2013: 1-7. 9. Joseph B, Priya RM. Phytochemical and biopharmaceutical aspects of Psidium

guajava (L.) essential oil: a review. Res. J. Med. Plant, 2011: 1-11.

10.Richard FT, Joshua AT, Philips AJ. Effect of aqueous extract of leaf and bark of guava (Psidium guajava) on fungi Microsporum gypseum and Trichophyton


(31)

50

mentagrophytes, and bacteria Staphylococcus aureus and Staphylococcus epidermidis. Adv Med Plant Res, 2013; 1(2): 45-8.

11.Jang M, et all. Anti-inflammatory effects of an ethanolic extract of guava (Psidium guajava L.) leaves in vitro and in vivo. J Med Food, 2014; 17(6): 678-85.

12.Faradiba, Hasyim N, Zahriati. Formulasi granul effervescent ekstrak etanol daun jambu biji (Psidium guajava Linn). Majalah Farmasi dan Farmakologi, 2013; 17(2): 47-50.

13.Sanches NR, Cortez DAG, Schiavini MS, Nakamura CV, Filho BPD. An evaluation of antibacterial activities of Psidium guajava (L.). Brazilian Archives of Biology and Technology, 2005; 48(3): 429-36.

14.Fratiwi Y. The potential of guava leaf (Psidium guajava L.) for diarrhea. J MAJORITY, 2015; 4(1): 113-8.

15.Gupta GK, Chahal J, Arora D. Psidium guajava Linn: current research and future prospects. Journal of Pharmacy Research, 2011; 4(1): 42-6.

16.Dhiman A, Nanda A, Ahmad S, Narasimhan B. In vitro antimicrobial activity of methanolic leaf extract of Psidium guajava L. J Pharm Bioallied Sci, 2011; 3(2): 226-9.

17.Newman MG, Takei HH, Kiokkevold PR. Carranza’s clinical periodontology. Ed.11. China: Saunders Elsevier. 2012: 49-50, 137-9, 443-7.

18.Patel PV, Sheela KG, Patel A. Periodontal abscess: a review. Journal of Clinical and Diagnostic Research, 2011; 5(2): 404-9.


(32)

51

23.Wistreich GA. Staphylococcus aureus, antibiotic resistance mechanisms, MRSA, and others. Brockton: RC Educational Cons. Services, 2006: 10, 14.

24.Thompson C. Phenylethyl Alcohol Agar Protocol. ASM MicrobeLibrary, 2004: 5.

25.Harris LG, Foster SJ, Richards RG. An introduction to Staphylococcus aureus,

and techniques for identifying and quantifying Staphylococcus aureus adhesins in relation to adhesion to biomaterials: review. European Cells and Materials, 2002; 4: 39-60.

26. O’ Riordan K, Lee JC. Staphylococcus aureus capsular polysaccharides. Journal List Clin Microbiol Rev, 2004; 17(1): 218-34.

27.Bhatia A, Zahoor S, Staphylococcus aureus enterotoxins: a review. Journal of Clinical and Diagnostic Research, 2007; 1(2): 188-97.

28.Cahyono B. Sukses budi daya jambu biji di pekarangan dan perkebunan. Edisi 1. Yogyakarta: Lily Publisher, 2010: 1-2, 8-9, 20-5.

29.Hapsoh, Hasana Y. Budidaya tanaman obat dan rempah. Medan: USU Press, 2011: 17-18, 146-9.

30.Ariani SRD, Susilowati E, Susanti E, Setiyani. Uji aktivitas ekstrak metanol daun jambu biji (Psidium guajava L.) sebagai antifertilitas kontrasepsi pada tikus putih (Rattus norvegicus). Indo. J. Chem., 2008; 8 (2): 264-70.

31.Aponno JV, Yamlean PVY, Supriati HS. Uji efektivitas sediaan gel ekstrak etanol daun jambu biji (Psidium guajava Linn) terhadap penyembuhan luka yang terinfeksi bakteri Staphylococcus aureus pada kelinci (Orytolagus cuniculus). PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi–UNSRAT, 2014; 3(3): 280-6.

32.Anas K, Jayasree PR, Vijayakumar T, Kumar PRM. In vitro antibacterial activity of Psidium guajava Linn. Leaf extract on clinical isolates of multidrug resistant Staphylococcus aureus. Indian Journal of Experimental Biology, 2008; 46: 41-6. 33.Samaranayake L. Essential microbiology for dentistry. 4th ed. China: Churchill


(33)

52

34.Sugiyono. Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. 2013: 2-3.

35.Hanafiah KA. Rancangan percobaan aplikatif. Jakarta: Graha Wacana, 2005: 12. 36.I Ketut Adnyana, Yulinah E, Sigit JI, Neng FK., Insanu M. Efek ekstrak daun

jambu biji daging buah putih dan jambu biji daging buah merah sebagai antidiare. Acta Pharmaceutica Indonesia, 2004; 29(1): 19-27.

37.Scalbert A. Antimicrobial properties of tannins. Phytochemistry, 1991; 30(12): 3875-83.

38.Ditjen POM. Parameter standar umum ekstrak tumbuhan obat. Cetakan Pertama. Jakarta: Depkes RI. 2000: 7-12.


(34)

24

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratoris dengan rancangan penelitian post test only control group design yaitu melakukan pengukuran atau observasi sesudah perlakuan diberikan.34

3.2Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Pembuatan ekstrak daun jambu biji buah putih dilakukan di Laboratorium Obat Tradisional Fakultas Farmasi USU, pengidentifikasian, pembiakan dan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran USU.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian adalah ± 3 bulan yaitu November 2015-Januari 2016.

3.3Sampel dan Besar Sampel 3.3.1 Sampel Penelitian

Sampel penelitian yang akan digunakan adalah Staphylococcus aureus yang diisolasi dari penderita abses rongga mulut dan diidentifikasi dan dibiakkan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran USU, serta Staphylococcus aureus

(ATCC® 29213™) yang dibiakkan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran USU.

3.3.2 Besar Sampel

Dalam menghitung besar sampel penelitian eksperimental digunakan rumus Federer. Rumus besar sampel Federer yaitu:35


(35)

25

Dimana t = jumlah perlakuan dan r = jumlah replikasi Penelitian ini menggunakan 8 kelompok perlakuan yaitu:

1. Kelompok 1 : Ekstrak daun jambu biji buah putih 50% 2. Kelompok 2 : Ekstrak daun jambu biji buah putih 25% 3. Kelompok 3 : Ekstrak daun jambu biji buah putih 12,5% 4. Kelompok 4 : Ekstrak daun jambu biji buah putih 6,25% 5. Kelompok 5 : Ekstrak daun jambu biji buah putih 3,125% 6. Kelompok 6 : Ekstrak daun jambu biji buah putih 1,56% 7. Kelompok 7 : Formaldehyde 40% sebagai kontrol positif 8. Kelompok 8 : Akuabides sebagai kontrol negatif

Jadi, jumlah perlakuan (t) = 8, maka (t – 1) (r – 1) ≥ 15

(8 – 1)(r – 1) ≥ 15 r – 1 ≥ 2,143

r ≥ 3,143 r ≥ 4

Jumlah sampel yang diperlukan adalah 1 sampel dengan jumlah replikasi 4 kali, artinya pada kelompok 1-8 dilakukan masing-masing 4 kali pengulangan untuk mencegah terjadinya bias.

3.4Kriteria Penelitian


(36)

26

2. Staphylococcus aureus yang diisolasi dari penderita abses rongga mulut, dengan kriteria sebagai berikut:

 Laki-laki atau perempuan yang bersedia menjadi subjek penelitian dengan menandatangani informed consent

 Menderita abses rongga mulut

 Tidak mengkonsumsi obat antibakteri sebelum dilakukan perawatan abses

 Sampel dapat tumbuh pada media Blood Agar (BA) dan Manitol Salt Agar (MSA)

3. Strain Staphylococcus aureus (ATCC® 29213) dari Laboratorium

Mikrobiologi Fakultas Kedokteran USU

3.4.2 Kriteria Eksklusi

a. Pucuk daun jambu biji buah putih b. Daun jambu biji buah putih yang tua

c. Daun jambu biji buah putih yang rusak (terdapat gigitan hama)

d. Tidak mengambil sampel Staphylococcus aureus dari lesi lain selain di rongga mulut


(37)

27

3.5Variabel Penelitian Variabel Bebas

Ekstrak daun jambu biji buah putih dalam berbagai konsentrasi (50%, 25%, 12,5%, 6,25%, 3,125%, dan 1,56%

Variabel Terikat

1. Efektivitas ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus yang diisolasi dari abses rongga mulut

2. Efektivitas ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus (ATCC® 29213™)

Variabel Terkendali

1. Media yang digunakan sebagai transport spesimen adalah Brain Heart Infusion (BHI), media yang digunakan untuk mendapat nilai KHM adalah Mueller Hinton Broth (MHB), media yang digunakan untuk mendapat nilai KBM adalah Blood Agar (BA) dan media pengidentifikasian Staphylococcus aureus

adalah Manitol Salt Agar (MSA).

2. Suhu inkubasi untuk menumbuhkan

Staphylococcus aureus yaitu 37°C 3. Waktu inkubasi yaitu 24 jam

4. Penggunaan alat, bahan, dan media yang steril

Variabel Tidak Terkendali

1. Morfologi daun jambu biji buah putih 2. Waktu pertumbuhan

daun jambu biji buah putih

3. Keadaan tanah dan curah hujan, lingkungan asal tanaman daun jambu biji buah putih


(38)

28

3.6Definisi Operasional Penelitian

1. Ekstrak daun jambu biji buah putih adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai. Maserasi adalah salah satu teknik ekstraksi. Maserasi proses perendaman bubuk tanaman, salah satunya daun jambu biji, menggunakan pelarut organik pada temperatur ruangan. Ekstrak daun jambu biji buah putih mengandung beberapa senyawa kimia sepeti:

a. Tanin adalah senyawa polifenol yang merupakan komponen utama dari daun jambu biji buah putih, bersifat antibakteri dengan cara mempresipitasi protein.

b. Flavonoid adalah senyawa hidroksilasi polifenol yang memiliki aktivitas antimikroba terhadap berbagai mikroorganisme in-vitro. c. Terpenoid adalah digunakan untuk kualitas aromatik dan sebagai agen

yang berpotensi menghambat pertumbuhan bakteri.

d. Saponin adalah termasuk senyawa triterpenoid telah ditemukan memiliki efek penghambatan pada bakteri gram positif.

2. Efektivitas adalah penilaian yang dibuat dalam mengukur berapa besar potensi atau konsentrasi suatu senyawa dapat memberikan efek bagi mikroorganisme.

a. Kadar Hambat Minimum (KHM) adalah konsentrasi terkecil yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme atau mencegah multiplikasi mikroorganisme.

b. Kadar Bunuh Minimum (KBM) adalah konsentrasi terkecil dari antimikroba yang dapat membunuh pertumbuhan mikroorganisme tertentu.

3. Staphylococcus aureus adalah salah satu mikroflora normal yang umumnya berada pada hidung dan kulit dan pada rongga mulut. Bakteri ini bersifat patogen bila dipengaruhi faktor predisposisi dan terdapat pada abses.


(39)

29

a. Abses adalah infeksi akut yang terlokalisir pada rongga yang berdinding tebal, manifestasinya berupa peradangan, pembengkakan yang nyeri jika ditekan, dan kerusakan jaringan setempat. Abses periodontal merupakan infeksi lokal purulen di dalam dinding gingiva pada saku periodontal yang dapat menyebabkan destruksi ligamen periodontal dan tulang alveolar.

4. Staphylococcus aureus (ATCC® 29213™) adalah kultur bakteri yang berasal dari American Type Culture Collection (ATCC). Kultur ini dikhususkan untuk digunakan dalam penelitian sehingga tidak dapat digunakan untuk tujuan terapetik dan diagnostik terhadap hewan maupun manusia.

5. Mueller Hinton Broth (MHB) adalah media yang biasa digunakan untuk pengujian sensitivitas bakteri.

6. Blood Agar (BA) adalah media pertumbuhan Staphylococcus aureus. 7. Manitol Salt Agar (MSA) adalah media pertumbuhan selektif dan

diferensial, digunakan untuk mengisolasi atau mengidentifikasi bakteri

Staphylococcus aureus. Mengandung 7,5% NaCl, mannitol, fenol red sebagai indikator pH yang berguna untuk mendeteksi adanya asam yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus yang memfermentasi mannitol dapat menghasilkan zona berwarna kuning di sekitar pertumbuhannya. 8. Brain Heart Infusion (BHI) adalah media transport berguna sebagai media

penyubur untuk pertumbuhan berbagai macam bakteri baik bentuk cair maupun agar.


(40)

30

11.Jernih adalah suatu keadaan dimana tidak terlihat kekeruhan atau gumpalan awan (cloudiness) jika dibandingkan dengan media Blood Agar. 12.Keruh adalah suatu keadaan dimana terlihat kekeruhan atau gumpalan

awan (cloudiness) pada tabung reaksi.

3.7Alat dan Bahan Penelitian 3.7.1 Alat-alat Penelitian

1. Sarung tangan 2. Masker

3. Timbangan digital 4. Botol maserasi

5. Alat vacumm rotary evaporator 6. Dry freezer

7. Rak dan Tabung reaksi 8. Alat-alat gelas laboratorium 9. Inkubator

10.Kapas lidi steril

11.Mikropipet dan tip steril 12.Pot plastik

13.Cawan Petri 14.Vortex

15.Inoculating loop/Ose 16.Lampu bunsen 17.Blender

18.Media transport (Brain Heart Infusion (BHI)) 19.Mueller Hilton Broth (MHB)


(41)

31

3.7.2 Bahan-bahan Penelitian

1. Daun jambu biji buah putih (1,5 kg) 2. NaCl fisiologis 0,85%

3. Formaldehyde 40% 4. Akuabides

5. Etanol 70% 6. Aluminium foil

7. Kapas 8. Kertas saring 9. Kertas perkamen 10.Kertas label

3.8Prosedur Penelitian 3.8.1 Sterilisasi Alat

Semua alat yang digunakan dalam penelitian ini disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit dengan cara cawan Petri dan tip mikropipet, pinset, dan tabung reaksi dibungkus dengan aluminium foil, gelas ukur ditutup dengan kertas perkamen lalu diikat dengan tali, dan labu erlenmeyer diisi dengan akuadest sebanyak 250 ml lalu ditutup dengan kapas yang sudah dipadatkan.

3.8.2 Isolasi Stapylococcus aureus dari pasien penderita abses periodontal


(42)

32

5. Pada media MSA yang sudah ditumbuhi berbagai bakteri, dilakukan pengamatan. Pada media MSA yang terdapat bakteri Staphylococcus aureus, koloni berwarna kuning keemasan dan media akan berubah dari warna merah jambu menjadi kuning.

6. Kemudian bakteri Staphylococcus aureus yang didapat dari media BA dan MSA ditanam ulang pada media BA menggunakan ose yang sudah dipanaskan, dengan metode goresan berulang untuk mendapatkan kultur murni.

7. Media BA diinkubasi dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 37°C. 8. Lalu didapatlah kultur murni Staphylococcus aureus yang diisolasi dari

abses.

Gambar 6. Subjek penderita abses dilakukan insisi dan drainase (Dokumentasi)

3.8.3 Pembuatan Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih 3.8.3.1Persiapan Daun Jambu Biji Buah Putih

1. Mencari daun jambu biji buah putih, lalu dibersihkan dengan mencuci di bawah air mengalir sampai bersih lalu dikeringkan dengan cara diangin-anginkan.

2. Daun jambu biji buah putih yang telah kering diserbukkan dengan menggunakan blender.


(43)

33

3. Kemudian disimpan di dalam wadah tertutup.

Gambar 7. Pengeringan Daun Jambu Biji Buah Putih (Dokumentasi)

3.8.3.2Proses Ekstraksi Serbuk Daun Jambu Biji Buah Putih

1. Campur bubuk dengan etanol, aduk selama ± 15 menit selama 5 hari. 2. Pasang botol maserasi dan sambungkan dengan kran dengan tepat.

Kemudian masukkan kapas ke dalam ujung botol dan padatkan. Di atas kapas diletakkan kertas saring bulat sehingga melapisi bagian dasar botol.


(44)

34

3. Kemudian hasil pencampuran bubuk dan etanol dimasukkan ke tabung penyaring, tampung ekstrak cair pada satu wadah.

4. Hidupkan mesin air dan putar kran sehingga air akan masuk ke dalam alat rotapavor. Masukkan hasil maserasi ke dalam labu sampel dan pasang labu penampung pada tempatnya. Hidupkan pemanas, atur suhu dengan menekan tombol set dan atur suhu dengan menekan tombol naik turun. 5. Buka posisi handle ke unlock dan turunkan labu sampai terendam cairan

yang dipanaskan kira-kira ½ dari ukuran labu. Kembalikan posisi handle

ke posisi lock.

6. Hidupkan vakum dan tutup keran vakum. Isi kembali hasil maserasi apabila sudah berkurang.

7. Pindahkan labu penampung jika sudah penuh etanol. Jangan lupa membuka keran vakum sebelum membuka labu manapun.

8. Setelah hasil maserasi menjadi kental seperti coklat yang dilelehkan, hentikan proses rotavaporasi dan pindahkan ke suatu wadah.

9. Encerkan ekstrak kental dengan etanol hingga diperoleh ekstrak daun jambu biji buah putih dengan konsentrasi 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, 3,125% dan 1,56%.

Gambar 9. Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih (Dokumentasi)


(45)

35

3.9 Pembuatan Media Pembiakan Staphylococcus aureus

1. Masukkan 21 gram bubuk Mueller Hinton Broth (MHB) ke dalam 1 L akuadest.

2. Panaskan selama 2 jam dengan suhu 100°C.

3. Setelah dingin, pindahkan larutan ke dalam suatu tabung steril.

4. Kemudian masukkan tabung tersebut ke dalam autoklaf selama 15 menit dengan suhu 121°C.

5. Kemudian penambahan 5 ml darah kambing.

Gambar 10. Proses Pembuatan Media Blood Agar (Dokumentasi)

3.10 Pembuatan Suspensi Bakteri Staphylococcus aureus

Ambil satu koloni Stapylococcus aureus dengan menggunakan ose steril dan larutkan ke dalam NaCl fisiologis 0,85% sebanyak 20 ml. Sesuaikan kekeruhan


(46)

36

Gambar 11. Suspensi Stapylococcus aureus sesuai standard larutan 0,5 Mc Farland

(Dokumentasi)

3.11 Uji aktivitas antibakteri secara In Vitro

1. Persiapkan 8 tabung reaksi yang telah diberi label dan ke dalam masing-masing tabung tersebut diteteskan 1 ml media MHB dengan menggunakan mikropipet dan tip steril.

2. Pada tabung ke-1, menggunakan mikropipet dan tip steril, teteskan 1 ml ekstrak daun jambu biji buah putih dengan konsentrasi 50% dan divortex agar larutan tercampur secara homogen.

3. Pada tabung ke-2, menggunakan mikropipet dan tip steril, teteskan 1 ml ekstrak daun jambu biji buah putih dengan konsentrasi 25% dan divortex agar larutan tercampur secara homogen.

4. Pada tabung ke-3, menggunakan mikropipet dan tip steril, teteskan 1 ml ekstrak daun jambu biji buah putih dengan konsentrasi 12,5% dan divortex agar larutan tercampur secara homogen.

5. Pada tabung ke-4, menggunakan mikropipet dan tip steril, teteskan 1 ml ekstrak daun jambu biji buah putih dengan konsentrasi 6,25% dan divortex agar larutan tercampur secara homogen.


(47)

37

6. Pada tabung ke-5, menggunakan mikropipet dan tip steril, teteskan 1 ml ekstrak daun jambu biji buah putih dengan konsentrasi 3,125% dan divortex agar larutan tercampur secara homogen.

7. Pada tabung ke-6, menggunakan mikropipet dan tip steril, teteskan 1 ml ekstrak daun jambu biji buah putih dengan konsentrasi 1,56% dan divortex agar larutan tercampur secara homogen.

8. Pada tabung ke-7, menggunakan mikropipet dan tip steril, tambahkan 1 ml formaldehyde 40% sebagai kontrol positif dan pada tabung ke-8, ditambahkan 1 ml akuabides sebagai kontrol negatif, vortex.

9. Kedalam semua tabung menggunakan mikropipet dan tip steril, ditambahkan 1 ml suspensi Staphylococcus aureus yang akan diuji. Tabung-tabung tersebut kemudian vortex hingga homogen.


(48)

38

aureus akan menjadi keruh sedangkan yang pertumbuhannya terhambat akan tetap jernih.

Gambar 13. Deretan Tabung Setelah Diinkubasi selama 24 jam: A. Staphylococcus aureus yang diisolasi dari abses;

B. Staphylococcus aureus (ATCC® 29213) (Dokumentasi)

11. Tabung dengan konsentrasi terendah yang jernih merupakan tabung yang menunjukkan adanya efek bakteriostatis dan konsentrasi tabung tersebut merupakan nilai Kadar Hambat Minimum (KHM).

12. Untuk mendapatkan nilai KBM, setiap tabung yang jernih dilakukan subkultur pada media Blood Agar dengan menggunakan ose steril, dan inkubasi dalam inkubator pada suhu 37°C selama 24 jam.

13. Amati pada setiap subkultur mana yang tidak terdapat pertumbuhan bakteri. Pertumbuhan bakteri ditandai dengan adanya koloni berbentuk bulat, berwarna abu-abu sampai kuning keemasan. Jika tidak terdapat pertumbuhan bakteri, maka pada permukaan media tidak terdapat adanya titik-titik koloni.

14. Subkultur dengan konsentrasi terendah dimana tidak terdapat pertumbuhan bakteri menunjukkan adanya efek bakteriosidal dan konsentrasi tersebut merupakan nilai Kadar Bunuh Minimum (KBM).

15. Dilakukan pengulangan sebanyak empat kali dan dicari median dari konsentrasi KHM dan KBM dari ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus.


(49)

39

16. Hal yang sama sama juga dilakukan dengan menggunakan Staphylococcus aureus (ATCC® 29213™).

3.12Pengolahan dan Analisa Data

Data hasil penelitian ini diproses dan diolah secara komputerisasi. Adapun uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji deskriptif dan uji Mann-Whitney Test. Uji deskriptif yang digunakan yaitu median, untuk mendapatkan nilai tengah konsentrasi KHM dan KBM dari keempat pengulangan.


(50)

40

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan dari daya antibakteri ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus dari abses dan Staphylococcus aureus (ATCC® 29213), sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah biakan Staphylococcus aureus yang diisolasi dari penderita abses dan biakan Staphylococcus aureus (ATCC® 29213). Penderita abses kemudian dibawa ke Periodonsia FKG

USU untuk dilakukan pemeriksaan, pengambilan data dengan menggunakan lembar kuesioner, setelah itu dilakukan insisi dan drainase. Jumlah penderita yang berhasil diambil datanya berjumlah satu orang. Dari lembar kuesioner, diperoleh data berupa usia kronologis penderita pada penelitian ini adalah 68 tahun dengan jenis kelamin laki-laki. Hasil isolasi tersebut kemudian dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi FK USU dengan media BHI untuk identifikasi bakteri Staphylococcus aureus.

4.1 Efektivitas Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus yang diisolasi dari abses

Konsentrasi KHM didapat dari mengamati tabung dengan konsentrasi terendah yang tidak terbentuk endapan pada dasar tabung. Pada tabel 2, dari keempat pengulangan yang dilakukan, tabung dengan konsentrasi terendah yang tidak terbentuk endapan adalah tabung kelima, yaitu tabung yang berisi ekstrak daun jambu biji buah putih dengan konsentrasi 3,125%. Hal ini berarti pada pengulangan pertama, konsentrasi KHM yang didapat 3,125%. Konsentrasi KHM yang didapat pada pengulangan kedua sebesar 6,25%. Hasil yang didapat pada pengulangan ketiga dan keempat adalah sama yaitu masing-masing sebesar 3,125%.

Konsentrasi KBM didapat dari mengamati hasil subkultur tabung yang jernih pada cawan petri. Cawan petri dengan konsentrasi terendah yang tidak terdapat pertumbuhan bakteri menunjukkan konsentrasi KBM. Pertumbuhan bakteri


(51)

41

tersusun dalam kelompok-kelompok tidak teratur, berwarna putih atau keruh. Pada tabel 3, dari keempat pengulangan yang dilakukan, cawan petri dengan konsentrasi terendah yang tidak terdapat pertumbuhan koloni adalah cawan petri keempat, yaitu cawan petri yang berisi ekstrak daun jambu biji buah putih 6,25%. Hal ini berarti pada pengulangan pertama, konsentrasi KBM yang didapat 6,25%. Konsentrasi KBM yang didapat pada pengulangan kedua sebesar 12,5%. Hasil yang didapat pada pengulangan ketiga dan keempat adalah sama yaitu masing-masing sebesar 6,25%.

Dari keempat hasil pengulangan ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus yang diisolasi dari abses, kemudian dilakukan analisis data untuk mendapatkan median atau nilai tengah konsentrasi KHM dan KBM. Pada tabel 2, didapat bahwa konsentrasi KHM adalah 3,125% dan konsentrasi KBM adalah 6,25%.

Tabel 2. Konsentrasi KHM dan KBM Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus yang Diisolasi dari Abses

Efektivitas N Med

KHM 4 3,125%

KBM 4 6,25%

Keterangan: N = Banyak pengulangan

Med = Nilai tengah konsentrasi dari keempat pengulangan

4.2 Efektivitas Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus (ATCC® 29213)


(52)

42

pada pengulangan kedua, ketiga dan keempat adalah sama yaitu masing-masing sebesar 1,56%.

Untuk mengetahui konsentrasi KBM, pada tabel 3 didapat dari keempat pengulangan, cawan petri dengan konsentrasi terendah dimana tidak terdapat pertumbuhan bakteri adalah cawan petri kelima, yang berarti konsentrasi KBM pada pengujian pertama adalah 3,125%. Hal ini berarti pada pengulangan pertama, konsentrasi KBM yang didapat 3,125%. Hasil yang sama juga didapati pada pengulangan kedua, ketiga, dan keempat yaitu masing-masing sebesar 3,125%.

Dari keempat hasil pengulangan ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus (ATCC® 29213™), kemudian dilakukan analisis data untuk mendapatkan median atau nilai tengah konsentrasi KHM dan KBM. Pada tabel 3, didapat bahwa konsentrasi KHM adalah 1,56% dan konsentrasi KBM adalah 3,125%.

Tabel 3. Konsentrasi KHM dan KBM Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus (ATCC® 29213™)

Efektivitas N Med

KHM 4 1,56%

KBM 4 3,125%

Keterangan: N = Banyak pengulangan


(53)

43

BAB 5 PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui berapa konsentrasi Kadar Hambat Minimum (KHM) dan konsentrasi Kadar Bunuh Minimum (KBM) dari ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris yang menggunakan dua sampel biakan Staphylococcus aureus yang diisolasi dari penderita abses yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan sebelumnya serta biakan

Staphylococcus aureus (ATCC® 29213™).

Staphylococcus aureus dipilih sebagai sampel penelitian karena lebih dari 30 tipe Staphylococcus Sp dapat menginfeksi manusia, kebanyakan disebabkan oleh

Staphylococcus aureus yang menimbulkan abses, ditandai adanya kerusakan jaringan yang menghasilkan pus. Penderita abses periodontal dipilih karena merupakan kasus darurat penyakit periodontal ketiga yang paling sering terjadi mencapai 7-14%, setelah abses dentoalveolar akut (14-25%) dan perikoronitis (10-11%) di klinik gigi.18 Abses dapat terjadi karena Staphylococcus aureus patogen menghasilkan koagulase, pigmen kuning, bersifat hemolitik, mencairkan gelatin, serta bersifat invasif.1,2

Penelitian ini dilakukan secara in-vitro dengan menggunakan metode dilusi (pengenceran) dengan media Mueller Hinton Broth (MHB). Pada setiap konsentrasi kemudian ditambahkan suspensi Staphylococcus aureus dan diinkubasi dalam inkubator. Pengamatan konsentrasi KHM dilakukan setelah tabung reaksi diinkubasi


(54)

44

dan konsentrasi terkecil dimana tidak terdapat pertumbuhan koloni adalah konsentrasi KBM. Penelitian ini dilakukan pengulangan sebanyak empat kali dan dilihat nilai tengah konsentrasi KHM dan KBM dari ekstrak daun jambu biji buah putih.

Ekstrak daun jambu biji buah putih dipilih karena ekstrak etanol daun jambu biji buah putih mempunyai kemampuan hambat bakteri yang lebih besar daripada daun jambu biji buah merah.36 Hal ini sesuai dalam penelitian Darsono dkk (2003) di Surabaya membuktikan bahwa ekstrak daun jambu biji dari varietas merah, putih, dan kuning terbukti memiliki aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus

ATCC® 25923™ dengan konsentrasi ekstrak sebesar 10%, 20% dan 30%. Hasil ekstrak daun jambu biji varietas daging putih memberikan diameter daerah hambat pertumbuhan yang paling besar dibandingkan dengan varietas yang lain.7

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya efektivitas ekstrak daun jambu biji buah putih dengan pelarut etanol terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus. Pada

Staphylococcus aureus yang diisolasi dari pasien abses, didapati bahwa konsentrasi KHM terdapat pada konsentrasi 3,125% dan konsentrasi KBM terdapat pada konsentrasi 6,25% (Tabel. 2). Sedangkan pada Staphylococcus aureus (ATCC®

29213™), konsentrasi KHM terdapat pada konsentrasi 1,56% dan konsentrasi KBM terdapat pada konsentrasi 3,125% (Tabel. 3).

Sejalan dengan penelitian Dhiman dkk (2011) di India juga membuktikan ekstrak daun jambu biji dengan pelarut metanol memiliki aktivitas antimikrobial terhadap bakteri Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Escherichia coli serta terhadap jamur Candida albicans, Aspergillus niger. Ekstrak daun jambu biji dibuat dengan teknik maserasi dan diperoleh berbagai konsentrasi 0,005%, 0,0025%, 0,00125%, 0,000625%, 0,000313, 0,000156 dan 0,000078%. Pengujian aktivitas antimikroba secara in-vitro dengan metode dilusi sehingga didapat konsentrasi kadar hambat minimum (KHM) dan kadar bunuh minimum (KBM) terhadap pertumbuhan

Staphylococcus aureus masing-masing sebesar 0,0025% (25 µg/ml) dan 0,005% (50 µg/ml).16

Adapun faktor yang mempengaruhi kemampuan ekstrak daun jambu biji buah putih sehingga bersifat bakteriostatis dan bakteriosidal yaitu mengandung senyawa


(55)

45

aktif saponin, tanin, triterpenoid, dan flavonoid.8,14,15 Tanin merupakan komponen utama dari daun jambu biji, senyawa tanin yang terkandung dalam daun jambu biji dapat diperkirakan sebanyak 9-12%.9,14 bersifat antibakteri dengan cara mempresipitasi protein. Tanin mampu berikatan membentuk kompleks dengan enzim bakteri ataupun substrat, kemudian memasuki sel bakteri melalui dinding sel bakteri.37

Daya antimikroba tanin disebabkan oleh adanya gugus pirogalol dan gugus galoil yang merupakan gugus fenol yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri atau membunuhnya dengan cara bereaksi dengan sel protein dari bakteri sehingga terjadi denaturasi protein. Adanya denaturasi protein pada dinding sel bakteri menyebabkan gangguan metabolisme bakteri sehingga terjadi kerusakan pada dinding sel yang akhirnya menyebabkan sel lisis.37

Hal ini sesuai dengan penelitian Anas dkk (2008) di India membuktikan ekstrak daun jambu biji dengan menggunakan pelarut metanol dan air, memiliki antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Bakteri yang digunakan hasil isolasi dimana merupakan bakteri Staphylococcus aureus yang resisten terhadap obat-obatan (Multi Drug Resistant (MDR) Strains). Uji antibakteri secara in-vitro dengan metode dilusi dan diperoleh kadar hambat minimum (KHM) masing-masing sebesar 0,005% (50 µg/ml) dan 0,0075% (75 µg/ml) sedangkan kadar bunuh minimum (KBM) masing-masing sebesar 0,01% (100 µg/ml) dan 0,0125% (125 µg/ml). Adanya senyawa aktif tanin yang terkandung dalam ekstrak daun jambu biji menyebabkan denaturasi protein sehingga dapat menghambat dan membunuh bakteri.32


(56)

46

meskipun dalam konsentrasi sangat rendah. Flavonoid dapat menyebabkan kerusakan sel bakteri, denaturasi protein, inaktivasi enzim dan menyebabkan kebocoran sel.14,15

Hal ini sesuai dengan penelitian Sanches dkk (2005) di Brazil yang membuktikan ekstrak daun, batang dan akar dari jambu biji dengan pelarut etanol memiliki antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis,

Escherichia coli, dan Pseudomonas aeruginosa. Pembuatan ekstrak daun jambu biji dengan teknik maserasi. Uji antibakteri dilakukan secara in-vitro dengan metode dilusi. Adanya senyawa aktif flavonoid yang terkandung dalam ekstrak daun jambu biji sehingga dapat menghambat dan membunuh pertumbuhan Staphylococcus aureus

dengan konsentrasi hambat minimum (KHM) dan konsentrasi bunuh minimum (KBM) terhadap Staphylococcus aureus sebesar 0,0125% (125 µg/ml) dan 0,025% (250 µg/ml).13

Triterpenoid meskipun terutama digunakan untuk kualitas aromatik, juga telah ditemukan sebagai agen yang berpotensi menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara menghambat sintesis enzim dan merusak struktur membran sel. Saponin termasuk senyawa triterpenoid telah ditemukan memiliki efek penghambatan pada bakteri gram positif yaitu Staphylococcus aureus dengan cara merusak struktur membran sel. Saponin dapat sebagai antimikroba, berdasarkan sifat racunnya bagi hewan berdarah dingin dapat menghemolisis sel darah merah.8,14,15

Faktor-faktor yang menyebabkan adanya perbedaan konsentrasi KHM dan KBM yang didapat dalam penelitian ini dengan penelitian lain mengenai efektivitas ekstrak daun jambu biji terhadap Staphylococcus aureus salah satunya adalah jenis pelarut yang digunakan. Pada penelitian ini dengan menggunakan pelarut etanol, konsentrasi yang didapat belum minimum jika dibandingkan dengan konsentrasi yang didapat pada penelitian Dhiman dkk (2011) di India dan penelitian Anas dkk (2008) di India. Peneitian Dhiman dan Anas menggunakan pelarut yang sama yaitu metanol.

Dalam prinsip ekstraksi, faktor utama untuk pertimbangan pemilihan pelarut adalah selektivitas, ekonomis, ramah lingkungan dan keamanan. Dalam syarat kefarmasian, pelarut yang diperbolehkan adalah air dan etanol. Khusus metanol,


(57)

47

penggunaannya dihindari karena bersifat toksik, namun demikian dalam hal pengujian metanol merupakan pelarut yang lebih baik dari etanol.38

Penelitian ekstrak daun jambu biji buah putih dengan pelarut etanol telah terbukti memiliki kemampuan dalam menghambat dan membunuh Staphylococcus aureus (pengujian secara in-vitro), namun demikian perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas ekstrak daun jambu biji buah putih dengan pelarut yang sama yaitu etanol terhadap hewan dan manusia (pengujian secara in-vivo).

Faktor lainnya adalah metode pengujian yang digunakan. Penelitian ini menggunakan metode dilusi cair. Metode dilusi terdiri dari dua teknik pengerjaan yaitu metode dilusi cair dan metode dilusi agar. Yang bertujuan untuk penentuan aktifitas antimikroba secara kuantitatif, antimikroba dilarutkan kedalam media agar atau kaldu, yang kemudian ditanami bakteri yang akan dites. Metode dilusi cair terbagi dua yaitu makrodilusi dan mikrodilusi. Penelitian ini menggunakan metode makrodilusi, sedangkan penelitian Dhiman dkk (2011) di India, penelitian Anas dkk (2008) di India, dan Sanches dkk (2005) di Brazil menggunakan metode mikrodilusi.

Pada prinsipnya pengerjaannya sama hanya berbeda dalam volume. Untuk makrodilusi volume yang digunakan lebih dari 1 ml, sedangkan mikrodilusi volume yang digunakan 0,05 ml sampai 0,1 ml. Antimikroba yang digunakan disediakan pada berbagai macam pengenceran biasanya dalam satuan µg/ml. Hal ini yang menyebabkan penelitian Dhiman dan Sanches mendapatkan konsentrasi yang lebih kecil dibandingkan konsentrasi yang didapat pada penelitian ini. Keuntungan uji mikrodilusi cair adalah bahwa uji ini memberi hasil kuantitatif yang menunjukkan jumlah antimikroba yang dibutuhkan untuk mematikan bakteri.21


(58)

48

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1Kesimpulan

Dari hasil penelitian “Efektivitas Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus dari Abses dan Staphylococcus aureus

(ATCC® 29213™)”, dapat disimpulkan sebagai berikut:

Ekstrak daun jambu biji buah putih efektif dalam menghambat dan membunuh pertumbuhan Staphylococcus aureus dari abses dan Staphylococcus aureus (ATCC® 29213™) dengan konsentrasi KHM dan KBM masing-masing sebesar 3,125% dan 6,25%, serta 1,56% dan 3,125%.

6.2Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas ekstrak daun jambu biji buah putih sebagai obat kumur alternatif (pengujian secara in vivo).

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas ekstrak daun jambu biji terhadap bakteri lain.


(59)

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Abses

Abses adalah infeksi akut yang terlokalisir pada rongga yang berdinding tebal, manifestasinya berupa peradangan, pembengkakan yang nyeri jika ditekan, dan kerusakan jaringan setempat. Penyebaran infeksi tergantung pada lokasi gigi yang terkena serta penyebab virulensi organisme.17

2.1.1 Etiologi Abses di Rongga Mulut

Secara morfologi dan biokemikal paling sedikit ada 400 kelompok bakteri di dalam rongga mulut. Infeksi dalam rongga mulut lebih banyak disebabkan oleh adanya gabungan antara bakteri gram positif yang aerob dan anaerob. Abses didalam rongga mulut disebabkan oleh bakteri anaerob. Organisme penyebabnya yang sering ditemukan pada pemeriksaan kultur adalah Alpha-hemolytic Streptococcus, Peptostrepcoccus, Peptococcus, Eubacterium, Bacteroides melaninogenicus, Staphylococcus dan Fusobacterium. Persentase Staphylococcus aureus yang merupakan hasil pengkulturan murni dari abses adalah sebesar 0,7-15%.1,17,18

2.1.2 Abses Periodontal

Abses periodontal adalah suatu inflamasi purulen yang terlokalisir pada jaringan periodonsium. Lesi ini disebut juga dengan abses periodontal lateral atau


(60)

6

Gambar 1. Abses periodontal pada insisivus sentralis18

2.1.3 Etiologi Abses Periodontal

Etiologi abses periodontal dibagi atas 2, yaitu:2,17

a. Abses periodontal berhubungan dengan periodontitis

Hal-hal yang menyebabkan abses periodontal yang berhubungan dengan periodontitis adalah:

1. Adanya saku periodontal yang dalam dan berliku.

2. Penutupan marginal saku periodontal yang dapat mengakibatkan perluasan infeksi ke jaringan periodontal sekitarnya karena tekanan pus di dalam saku tertutup.

3. Perubahan dalam komposisi mikroflora, virulensi bakteri, atau dalam pertahanan host bisa juga membuat lumen saku tidak efisien dalam meningkatkan pengeluaran supurasi.

4. Pengobatan dengan antibiotik sistemik tanpa debridemen subgingiva pada pasien dengan periodontitis lanjut juga dapat menyebabkan pembentukan abses.

b. Abses periodontal tidak berhubungan dengan periodontitis

Hal-hal yang menyebabkan abses periodontal yang tidak berhubungan dengan periodontitis adalah:

1. Impaksi dari benda asing seperti potongan dental floss, biji popcorn, potongan tusuk gigi, tulang ikan, atau objek yang tidak diketahui.

2. Perforasi dari dinding gigi oleh instrumen endodontik. 3. Infeksi lateral kista.


(61)

7

4. Faktor-faktor lokal yang mempengaruhi morfologi akar dapat menjadi predisposisi pembentukan abses periodontal.

2.1.4 Patofisiologi Abses Periodontal

Masuknya bakteri ke dalam dinding saku jaringan lunak merupakan awal terjadinya abses periodontal. Sel-sel inflamatori kemudian ditarik oleh faktor kemotaksis yang dilepaskan oleh bakteri dan bersama dengan reaksi inflamatori akan menyebabkan destruksi jaringan ikat, enkapsulasi dari infeksi bakteri dan memproduksi pus.17

Secara histologis, akan ditemukan neutrofil-neutrofil yang utuh mengelilingi bagian tengah debris jaringan lunak dan destruksi leukosit. Pada tahap berikutnya, membran piogenik yang terdiri dari makrofag dan neutrofil telah terbentuk. Laju destruksi abses tergantung pada pertumbuhan bakteri di dalamnya, virulensinya dan pH lokal. Adanya pH asam akan memberi keuntungan terhadap enzim lisosom.17

2.1.5 Macam-Macam Abses Periodontal

Abses periodontal dapat di klasifikasikan atas 3 kriteria, yaitu: a. Berdasarkan lokasi abses

1. Abses gingiva

Abses gingiva merupakan infeksi lokal purulen yang terletak pada marginal gingiva atau papila interdental dan merupakan lesi inflamasi akut yang mungkin timbul dari berbagai faktor, termasuk infeksi plak mikroba, trauma, dan impaksi benda asing. Gambaran klinisnya merah, licin, kadang-kadang sangat sakit dan pembengkakan


(62)

8

terlihat licin, pembengkakan gingiva mengkilat disertai rasa sakit, daerah pembengkakan gingivanya lunak karena adanya eksudat purulen dan meningkatnya kedalaman probing, gigi menjadi sensitif bila diperkusi dan mungkin menjadi mobiliti serta kehilangan perlekatan periodontal dengan cepat.

Abses periodontal sering muncul sebagai eksaserbasi akut dari saku periodontal yang ada sebelumnya terutama terkait pada ketidaksempurnaan dalam menghilangkan kalkulus dan tindakan medis seperti pada pasien setelah perawatan bedah periodontal, setelah pemeliharaan preventif, setelah terapi antibiotik sistemik dan akibat dari penyakit rekuren. Kurangnya kontrol terhadap diabetes mellitus merupakan faktor predisposisi dari pembentukan abses periodontal.17,18

3. Abses perikoronal

Abses perikoronal adalah abses yang terjadi karena adanya inflamasi jaringan lunak operkulum, yang menutupi sebagian gigi yang sedang erupsi. Abses perikoronal ditemukan pada gigi yang mengalami perikoronitis. Keadaan ini paling sering terjadi pada gigi molar tiga rahang atas dan rahang bawah. Sama halnya dengan abses gingiva, abses perikoronal dapat disebabkan oleh retensi dari plak mikroba dan impaksi makanan atau trauma. Gambaran klinis berupa gingiva berwarna merah terlokalisir, bengkak, lesi yang sakit jika disentuh dan memungkinkan terbentuknya eksudat purulen, trismus, limfadenopati, demam dan malaise.17

b. Berdasarkan jalannya lesi 1. Abses periodontal akut

Abses periodontal akut biasanya menunjukkan gejala seperti sakit, edematous, lunak, pembengkakan, dengan penekanan yang lembut di jumpai adanya pus, peka terhadap perkusi gigi dan terasa nyeri pada saku, sensitifitas terhadap palpasi dan kadang disertai demam dan limfadenopati.17

2. Abses periodontal kronis

Abses periodontal kronis biasanya asimtomatik, walaupun pada pasien didapatkan gejala-gejala ringan. Abses ini terbentuk setelah penyebaran infeksi yang disebabkan oleh drainase spontan, respon host atau terapi. Setelah hemeostatis antara host dan


(63)

9

infeksi tercapai, pada pasien hanya sedikit atau tidak terlihat gejalanya. Namun rasa nyeri akan timbul bila adanya saku periodontal, inflamasi dan saluran fistula.17

c. Berdasarkan jumlah abses 1. Abses periodontal tunggal

Abses periodontal tunggal biasanya berkaitan dengan faktor-faktor lokal mengakibatkan tertutupnya drainase saku periodontal yang ada.17

2. Abses periodontal multipel

Abses ini bisa terjadi pada pasien diabetes mellitus yang tidak terkontrol, pasien dengan penyakit sistemik dan pasien dengan periodontitis tidak terawat setelah terapi antibiotik sistemik untuk masalah non oral. Abses ini juga ditemukan pada pasien multipel eksternal resopsi akar, dimana faktor lokal ditemukan pada beberapa gigi.17

2.2Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan salah satu mikroflora normal yang umumnya berada pada hidung dan kulit dengan rentangan insidens 20-85%, sementara pada kulit 5-25%, pada rongga mulut 10-35%.19 Bakteri ini bersifat

patogen yang memiliki kemampuan untuk menimbulkan penyakit pada manusia apabila dipengaruhi faktor predisposisi seperti perubahan kuantitas bakteri dan penurunan daya tahan tubuh host.20 Staphylococcus aureus merupakan salah satu

bakteri yang berkaitan dalam bidang ilmu kedokteran gigi yang dapat menyebabkan infeksi yang bersifat abses lokal namun dapat juga menyebar melalui pembuluh darah dan menyebabkan abses pada organ dalam seperti paru-paru dan jantung.21


(64)

10

2.2.2 Klasifikasi Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif. Jika diamati dibawah mikroskop akan tampak dalam bentuk bulat tunggal atau berpasangan, atau berkelompok seperti buah anggur.19,20

Klasifikasi Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut:19

 Domain : Bacteria

 Kindom : Eubacteria

 Divisi : Firmicutes

 Class : Cocci

 Ordo : Bacillales

 Family : Staphylococcaceae

 Genus : Staphylococcus

 Spesies : Staphylococcus aureus

Gambar 2. Staphylococcus aureus

secara mikroskopis23

2.2.3 Morfologi Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif berbentuk kokus (bulat) menyerupai bola dengan garis tengah ± 0,8-1,0 μm tersusun dalam kelompok -kelompok tidak teratur (menyerupai buah anggur). Staphylococcus aureus bersifat non-motil (tidak bergerak), non-spora, anaerob fakultatif, katalase positif dan oksidase negatif.19,20 Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4,0-9,8 dengan pH optimum 7,0-7,5.19 Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum (35-37)°C, tetapi membentuk


(65)

11

pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25)°C. Koloni pada perbenihan padat berwarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol dan berkilau.19,21

Gambar 3. Staphylococcus aureus pada media Blood Agar (BA)24

Staphylococcus aureus adalah bakteri aerob tetapi bila sudah berpindah ke tempat lain dapat bersifat anaerob fakultatif, mampu memfermentasikan manitol dan menghasilkan enzim koagulase, hialurodinase, fosfatase, protease dan lipase. Bakteri ini mengandung lisostafin yang dapat menyebabkan lisisnya sel darah merah.

Staphylococcus aureus mempunyai dinding sel yang terdiri dari kapsul, peptidoglikan, asam teikoat, protein A, membran sitoplasma, clumping factor.25

Kapsul merupakan lapisan terluar dinding sel Staphylococcus aureus yang diselubungi oleh kapsular polisakarida. Sebagian besar isolat klinis Staphylococcus


(66)

12

asetilglukosamin dan asam N-asetilmuramik), polipeptida (L-Ala, Glu, L-Lys, D-Ala, D-ala) dan pentaglisin. Dinding sel Staphylococcus aureus juga mengandung asam teikoat, yaitu sekitar 40% dari berat kering dinding selnya. Asam teikoat adalah beberapa kelompok antigen dari Staphylococcus. Asam teikoat mengandung aglutinogen dan N-asetilglukosamin.19,25

2.2.4 Mekanisme infeksi Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus memiliki beberapa mekanisme untuk menyebabkan infeksi, diantaranya adalah:21

a. Perlekatan pada protein sel inang

Struktur sel Staphylococcus aureus memiliki protein permukaan yang membantu penempelan bakteri pada sel inang. Protein ini adalah laminin dan fibronektin yang membentuk matriks ekstraseluler pada permukaan epitel dan endotel. Selain itu, beberapa galur mempunyai ikatan protein fibrin atau fibrinogen yang mampu meningkatkan penempelan bakteri pada darah dan jaringan.

b. Invasi

Invasi Staphylococcus aureus terhadap jaringan inang melibatkan sejumlah besar kelompok protein ekstraseluler. Beberapa protein yang berperan penting dalam proses invasi Staphylococcus aureus adalah α-toksin, -toksin, -toksin, δ-toksin, leukosidin, koagulase, stafilokinase, dan beberapa enzim seperti protease, lipase, DNAse, dan enzim pemodifikasi asam lemak.

c. Perlawanan terhadap ketahanan inang

Staphylococcus aureus memiliki kemampuan mempertahankan diri terhadap mekanisme pertahanan inang. Beberapa faktor pertahanan diri yang dimiliki

Staphylococcus aureus adalah simpai polisakarida, protein A, dan leukosidin. d. Pelepasan beberapa jenis toksin

Pelepasan beberapa jenis toksin dari Staphylococcus aureus diantaranya adalah eksotoksin, superantigen, dan toksin eksfoliatin.


(67)

13

2.2.5 Penyakit Infeksi

Staphylococcus aureus sebagai salah satu mikroflora normal yang berada di dalam rongga mulut, bilamana dipengaruhi oleh faktor predisposisi seperti perubahan kuantitas mikroorganisme menjadi tidak seimbang dan penurunan daya tahan tubuh

host, maka mikroflora normal dapat menyebabkan penyakit infeksi. Staphylococcus aureus yang patogen bersifat invasif, menghasilkan koagulase dan cenderung menghasilkan pigmen kuning, bersifat hemolitik, serta mencairkan gelatin. Beberapa penyakit infeksi dalam rongga mulut dan sekitarnya yang disebabkan oleh

Staphylococcus aureus yaitu abses, gingivitis, angular cheilitis, parotitis,

Staphylococcal mucositis dan denture stomatitis.3 Staphylococcus aureus sebagai agen kausatif ataupun faktor predisposisi selain menyebabkan infeksi superfisial pada kulit dan mukosa, juga menyebabkan infeksi nosokomial, septikemia, pneumonia, osteomielitis, gastroenteritis, Toxic Shock Syndrome (TSS), dan sepsis.4,5,6

Infeksi oleh Staphylococcus aureus ditandai dengan kerusakan jaringan yang disertai abses bernanah. Mula-mula terjadi nekrosis jaringan setempat, lalu terjadi koagulasi fibrin di sekitar lesi dan pembuluh getah bening, sehingga terbentuk dinding yang membatasi proses nekrosis. Infeksi dapat menyebar ke bagian tubuh lain melalui pembuluh getah bening dan pembuluh darah, sehingga terjadi peradangan pada vena, trombosis, bahkan bakteremia. Bakteremia dapat menyebabkan terjadinya endokarditis, osteomielitis akut hematogen, meningitis atau infeksi paru-paru. Kontaminasi langsung Staphylococcus aureus pada luka terbuka (seperti luka pasca bedah) atau infeksi setelah trauma (seperti osteomielitis kronis setelah fraktur terbuka) dan meningitis setelah fraktur tengkorak, merupakan


(68)

14

bentuk penanaman di pekarangan dan tidak bersifat komersial. Sebagian besar pohon jambu biji yang ditanam oleh masyarakat Indonesia varietasnya didatangkan dari Thailand. Di Indonesia tanaman jambu biji memiliki beberapa nama daerah misalnya guawa (Ende), pertukal atau jambu susu (Sumatera), klutuk (Jawa Barat), goyawas (Manado), jambu biji (Jawa Tengah dan Jawa Timur).28,29

2.3.1 Klasifikasi Tanaman Jambu Biji

Tanaman jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan spesies dari famili

Myrtaceae.7-10,13 Secara taksonomi jambu biji dapat diklasifikasikan sebagai berikut:9,28,29

 Kingdom : Plantae

 Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)  Subdivisi : Angiospermae (Berbiji tertutup)  Kelas : Dicotyledonae (Biji berkeping dua)  Ordo : Myrtales

 Famili : Myrtaceae  Genus : Psidium

 Spesies : Psidium guajava, Linn

Gambar 4. Tanaman jambu biji buah putih9


(69)

15

2.3.2 Morfologi Tanaman Jambu Biji

Tanaman jambu biji berasal dari Amerika tropik,12 tumbuh pada tanah yang gembur maupun liat, pada tempat terbuka, dan mengandung air yang cukup banyak. Tanaman jambu biji ditemukan pada ketinggian 1-1.200 mdpl. Tanaman jambu biji berbunga sepanjang tahun, perdu atau pohon kecil, tinggi 2-10 m, percabangan banyak. Batangnya berkayu, keras, kulit batang licin, berwarna coklat kehijauan.29

2.3.3 Morfologi Daun Jambu Biji Buah Putih

Daun jambu biji buah putih tergolong daun tidak lengkap karena hanya terdiri dari tangkai (Petiolus) dan helaian (Lamina) saja yang disebut daun bertangkai. Daun jambu biji buah putih menghasilkan aromatik jika diremas. Dilihat dari letak bagian terlebarnya pada daunnya bagian terlebar daun jambu biji buah putih berada ditengah-tengah dan memiliki bagian jorong dengan panjang 6-14 cm dan lebar 3-6 cm. Daun jambu biji buah putih memiliki tulang daun yang menyirip yang mana daun ini memiliki satu ibu tulang yang berjalan dari pangkal ke ujung dan merupakan terusan tangkai daun dari ibu tulang ke samping, keluar tulang-tulang cabang. Tanaman jambu biji memiliki ujung daun yang tumpul, pada umumnya warna daun bagian atas tampak lebih hijau jika dibandingkan sisi bawah daun. Tangkai daun berbentuk selindris dan tidak menebal pada bagian tangkainya.29


(70)

16

2.3.4 Kandungan Kimia Tanaman Jambu Biji

Dari hasil screening secara kualitatif, didapatkan kandungan fitokimia dalam tanaman jambu biji adalah:

Tabel 1. Fitokimia Dari Jambu Biji15

Bagian Tanaman Senyawa Kimia

Buah Karbohidrat (13,2%), Lemak (0,53%), Protein (0,88%), Kadar air (84,9%), Makronutrisi seperti Mn, Fe, P dan Ca, S, Vitamin

Daun Sitokinin seperti Zeatin, Zeatin Riboside, Zeatinnukleotida, Flavonoid, Saponin, Asam Oleanolic, Nerolidiol, Asam Ursolic, Asam Crategolic, Asam Guayavolic, Minyak esensial seperti ß-caryophyllene, a-pinene, 1,8-cineole, Tanin, Asam Guavanoic, 2 asam ursolat-a-hidroksi, Ileletifol, Asam Isoneriucoumaric, Guajadial, asam

2a-hydroxyoleanolic, Morin-3-OAL-arabopyranoside,

Quercetin, Hyperin, Myricetin 3-O-ß-Dglucoside, Quercetin-3-O-ß-D-glucurunopyranoside, 1-O-galloyl-ß -D-glukosa, Diguajadial

Kulit Buah Asam ascorbic

Kulit Pohon Tanins, Resin, Kristal dari Kalsium oxalate.

Akar Tanin, Leucocyanidin, Sterol, Asam Galic, Karbohidrat dan Garam

Benih Protein, Minyak Pati, Fenolik dan senyawa Flavonoid, Asam Linoleic

Kuncup Bunga Quercetin, Myricetin, Luteolin, Kaempferol dan Apigenin Ranting Kalsium, Magnesium, Fosfor, Kalium, Natrium, Fluoride,

Tembaga, Besi, Seng, Mangan, Flavonoid, Alkohol Sesquiterpen dan Asam Triterpenoid


(71)

17

Senyawa tanin yang terkandung dalam daun jambu biji dapat diperkirakan sebanyak 9–12%.9,14 Tanin dapat menimbulkan rasa sepat pada buah dan daun jambu biji, tetapi berfungsi memperlancar sistem pencernaan, dan sirkulasi darah. Tanin mempunyai sifat sebagai pengelat berefek spasmolitik yang mengkerutkan usus sehingga gerak peristaltik usus berkurang.14

Daun jambu biji memiliki kandungan flavonoid yang sangat tinggi. Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari dari 15 atom karbon yang umumnya tersebar di dunia tumbuhan. Quercetin adalah zat sejenis flavonoid yang ditemukan dalam buah-buahan, sayuran, daun dan biji-bijian. Hal ini juga dapat digunakan sebagai bahan dalam suplemen, minuman atau makanan. Quercetin memiliki aktivitas anti inflamasi, anti viral, aktivitas anti tumor, dan antioksidan.30

2.3.5 Aktivitas Antibakteri Daun Jambu Biji Buah Putih

Berdasarkan efektif kerjanya, senyawa antibakteri dibagi dua yaitu, senyawa antibakteri berspektrum luas dan berspektrum sempit. Senyawa antibakteri berspektrum luas efektif terhadap bakteri yang bersifat gram positif dan gram negatif, sedangkan senyawa antibakteri berspektrum sempit hanya efektif untuk bakteri gram positif atau gram negatif saja. Dari hasil beberapa penelitian, senyawa antibakteri pada ekstrak daun jambu biji berspektrum luas, karena selain mampu menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif, juga mampu menghambat bakteri gram positif, seperti Escherichia coli, Salmonella typhi, Staphylococcus aureus, Proteus mirabilis,

Mycobacterium phlei dan Shigella dysenteria.15


(72)

18

Ekstrak daun jambu biji muda mengandung senyawa fenol yang cukup banyak diantaranya flavonoid, sehingga daun jambu biji memiliki aktivitas antimikroba. Flavonoid merupakan salah satu antiseptik tertua dengan khasiat bakteriosidal. Mekanisme flavonoid sebagai antibakteri adalah meracuni protoplasma, merusak dan menembus dinding serta mengendapkan protein sel bakteri. Senyawa fenolik bermolekul besar mampu menginaktifkan enzim esensial di dalam sel bakteri meskipun dalam konsentrasi sangat rendah. Flavonoid dapat menyebabkan kerusakan sel bakteri, denaturasi protein, inaktivasi enzim dan menyebabkan kebocoran sel.14,15

Triterpenoid meskipun terutama digunakan untuk kualitas aromatik, juga telah ditemukan sebagai agen yang berpotensi menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara menghambat sintesis enzim dan merusak struktur membran sel. Saponin termasuk senyawa triterpenoid telah ditemukan memiliki efek penghambatan pada bakteri gram positif yaitu Staphylococcus aureus dengan cara merusak struktur membran sel. Saponin dapat sebagai antimikroba, berdasarkan sifat racunnya bagi hewan berdarah dingin dapat menghemolisis sel darah merah.8,14,15

Dalam penelitian Aponno dkk (2014) di Manado membuktikan bahwa ekstrak daun jambu biji dalam bentuk sedian gel memiliki efektivitas terhadap penyembuhan luka pada kelinci yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Didalam gel ekstrak daun jambu biji mengandung zat aktif yang mampu meningkatkan aliran darah ke daerah luka dan juga dapat menstimulasi fibrolast sebagai respon untuk penyembuhan luka. Penyembuhan luka terinfeksi dilihat berdasarkan adanya pembekuan darah, terbentuknya keropeng (scab), hilangnya nanah.31

Sejalan dengan itu, penelitian Penelitian Richard dkk (2013) di Nigeria membuktikan bahwa ekstrak daun dan batang jambu biji dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur antara lain Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermis, Microsporum gypseum, Trichophyton mentagrophytes.10

Penelitian Anas dkk (2008) di India juga membuktikan perbandingan ekstrak daun jambu biji dengan menggunakan pelarut metanol dan air, memiliki antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Hasil penelitian diperoleh kadar hambat minimum (KHM) masing-masing sebesar 625 µg/ml dan 75 µl sedangkan kadar


(1)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ... TIM PENGUJI SKRIPSI ... KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Hipotesa Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 4

1.4.2 Manfaat Praktis ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Abses ... 5

2.1.1 Etiologi Abses di Rongga Mulut ... 5

2.1.2 Abses Periodontal ... 5

2.1.3 Etiologi Abses di Rongga Mulut ... 6

2.1.4 Patofisiologi Abses Periodontal ... 7

2.1.5 Macam-macam Abses Periodontal ... 7

2.2 Staphylococcus aureus ... 9

2.2.1 Staphylococcus aureus (ATCC® 29213) ... 9

2.2.2 Klasifikasi Staphylococcus aureus ... 10

2.2.3 Morfologi Staphylococcus aureus ... 10

2.2.4 Mekanisme Infeksi Staphylococcus aureus ... 12


(2)

vi

2.3 Tanaman Jambu Biji ... 13

2.3.1 Klasifikasi Tanaman Jambu Biji ... 14

2.3.2 Morfologi Tanaman Jambu Biji ... 15

2.3.3 Morfologi Daun Jambu Biji Buah Putih ... 15

2.3.4 Kandungan Kimia Tanaman Jambu Biji ... 16

2.3.5 Aktivitas Antibakteri Daun Jambu Biji Buah Putih ... 17

2.4 Uji Sensitivitas Bakteri dengan Menggunakan Prosedur Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) 19 2.5 Landasan Teori ... 20

2.6 Kerangka Konsep ... 23

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN... 24

3.1 Jenis Penelitian ... 24

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

3.2.1 Tempat Penelitian ... 24

3.2.2 Waktu Penelitian ... 24

3.3 Sampel dan Besar Sampel ... 24

3.3.1 Sampel Penelitian ... 24

3.3.2 Besar Sampel ... 24

3.4 Kriteria Penelitian ... 25

3.4.1 Kriteria Inklusi ... 25

3.4.2 Kriteria Eksklusi ... 26

3.5 Variabel Penelitian ... 27

3.5.1 Variabel Bebas ... 27

3.5.2 Variabel Terikat ... 27

3.5.3 Variabel Terkendali ... 27

3.5.4 Variabel Tidak Terkendali ... 27

3.6 Definisi Operasional Penelitian ... 28

3.7 Alat dan Bahan Penelitian ... 30

3.7.1 Alat-alat Penelitian ... 30

3.7.2 Bahan-bahan Penelitian ... 31

3.8 Prosedur Penelitian ... 31

3.8.1 Sterilisasi Alat ... 31

3.8.2 Isolasi Staphylococcus aureus dari pasien penderita abses periodontal ... 31

3.8.3 Pembuatan Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih ... 32

3.8.3.1Persiapan Daun Jambu Biji Buah Putih ... 32

3.8.3.2Proses Ekstraksi Serbuk Daun Jambu Biji Buah Putih ... 33

3.9 Pembuatan Media Pembiakan Staphylococcus aureus ... 35

3.10 Pembuatan Suspensi Bakteri Staphylococcus aureus ... 35

3.11 Uji Aktivitas Antibakteri Secara In Vitro ... 36


(3)

4.1 Efektivitas Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih Terhadap

Pertumbuhan Staphylococcus aureus yang diisolasi dari abses 40

4.2 Efektivitas Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih Terhadap

Pertumbuhan Staphylococcus aureus (ATCC® 29213™) ... 41

BAB 5 PEMBAHASAN ... 43

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

6.1 Kesimpulan ... 48

6.2 Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49 LAMPIRAN


(4)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Fitokimia dari jambu biji ... 16

2. Konsentrasi KHM dan KBM Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih

Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus yang diisolasi dari abses 41

3. Konsentrasi KHM dan KBM Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Abses periodontal pada insisivus sentralis ... 6

2. Staphylococcus aureus secara mikroskopis ... 10

3. Staphylococcus aureus pada Blood Agar (BA) ... 11

4. Tanaman jambu biji buah putih ... 14

5. Daun jambu biji buah putih ... 15

6. Subjek penderita abses dilakukan insisi dan drainase (Dokumentasi) .. 32

7. Pengeringan Daun Jambu Biji Buah Putih (Dokumentasi) ... 33

8. Proses Ekstraksi Secara Maserasi (Dokumentasi) ... 33

9. Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih (Dokumentasi)... 34

10. Prosedur Pembuatan Media Blood Agar (Dokumentasi) ... 35

11. Suspensi Stapylococcus aureus sesuai standard larutan 0,5 Mc Farland (Dokumentasi) ... 36

12. Metode Pengujian Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih Terhadap Staphylococcus aureus ... 37

13. Deretan Tabung Setelah Diinkubasi selama 24 jam: A. Staphylococcus aureus yang diisolasi dari abses; B. Staphylococcus aureus (ATCC® 29213) (Dokumentasi) ... 38


(6)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Skema Alur Pikir

2. Alat dan Bahan Penelitian 3. Skema Alur Penelitian

4. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian

5. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent) 6. Kuesioner Penelitian

7. Surat Ethical Clearance

8. Surat Keterangan Selesai Riset di Laboratorium Mikrobiologi FK USU

9. Surat Keterangan Selesai Riset di Laboratorium Obat Tradisional FF USU 10.Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Secara In Vitro Ekstrak Daun Jambu Biji Buah

Putih Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus yang diisolasi dari Abses dan Staphylococcus aureus (ATCC® 29213™)


Dokumen yang terkait

Skrining Staphylococcus aureus dengan Resistansi Berperantara MecA dari Sediaan Usap Hidung pada Dokter Muda di Instalasi Perawatan Intensif Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

5 52 55

Perbandingan Efektifitas Daya Hambat Terhadap Staphylococcus Aureus Dari Berbagai Jenis Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda Citrofolia Liin) ( In vitro)

5 48 68

Pemeriksaan Cemaran Bakteri Escherichia coli Dan Staphylococcus aureus Pada Jamu Gendong Dari Beberapa Penjual Jamu Gendong

4 120 85

Daya Hambat Infusum Daun Sirih Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus Yang Diisolasi Dari Denture Stomatitis ; Penelitian In Vitro.

1 79 68

Identifikasi Staphylococcus aureus pada Salmon Mentah dalam Sajian Sashimi di Restoran Jepang Kota Medan

0 43 55

Pemeriksaan Kontaminasi Bakteri Staphylococcus aureus pada Seragam Dokter Muda yang Bertugas di ICU Dewasa RSVP H. Adam Malik Medan

4 47 76

Uji efektivitas ekstrak lengkuas merah (Alpina purpurata K.Schum) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan bakteri Escherichia coli dengan metode disc diffusion.

4 24 70

Lampiran 1 SKEMA ALUR PIKIR Latar Belakang - Efektivitas Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus Dari Abses Dan Staphylococcus aureus (ATCC® 29213™)

0 0 29

2.1.1 Etiologi Abses di Rongga Mulut - Efektivitas Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus Dari Abses Dan Staphylococcus aureus (ATCC® 29213™)

0 0 19

Efektivitas Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus Dari Abses Dan Staphylococcus aureus (ATCC® 29213™)

0 0 13