tersusun dalam kelompok-kelompok tidak teratur, berwarna putih atau keruh. Pada tabel 3, dari keempat pengulangan yang dilakukan, cawan petri dengan konsentrasi
terendah yang tidak terdapat pertumbuhan koloni adalah cawan petri keempat, yaitu cawan petri yang berisi ekstrak daun jambu biji buah putih 6,25. Hal ini berarti
pada pengulangan pertama, konsentrasi KBM yang didapat 6,25. Konsentrasi KBM yang didapat pada pengulangan kedua sebesar 12,5. Hasil yang didapat pada
pengulangan ketiga dan keempat adalah sama yaitu masing-masing sebesar 6,25. Dari keempat hasil pengulangan ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap
pertumbuhan Staphylococcus aureus yang diisolasi dari abses, kemudian dilakukan analisis data untuk mendapatkan median atau nilai tengah konsentrasi KHM dan
KBM. Pada tabel 2, didapat bahwa konsentrasi KHM adalah 3,125 dan konsentrasi KBM adalah 6,25.
Tabel 2. Konsentrasi KHM dan KBM Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus yang Diisolasi dari Abses
Efektivitas N
Med KHM
4 3,125
KBM 4
6,25 Keterangan: N = Banyak pengulangan
Med = Nilai tengah konsentrasi dari keempat pengulangan
4.2 Efektivitas Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih Terhadap Pertumbuhan
Staphylococcus aureus ATCC
®
29213
™
Konsentrasi KHM didapat dari mengamati tabung dengan konsentrasi terendah yang tidak terbentuk endapan pada dasar tabung. Pada tabel 3, dari keempat
pengulangan yang dilakukan, tabung dengan konsentrasi terendah yang tidak terbentuk endapan adalah tabung keenam, yaitu tabung yang berisi ekstrak daun
jambu biji buah putih dengan konsentrasi 1,56. Hal ini berarti pada pengulangan pertama, konsentrasi KHM yang didapat 1,56. Konsentrasi KHM yang didapat
Universitas Sumatera Utara
pada pengulangan kedua, ketiga dan keempat adalah sama yaitu masing-masing sebesar 1,56.
Untuk mengetahui konsentrasi KBM, pada tabel 3 didapat dari keempat pengulangan, cawan petri dengan konsentrasi terendah dimana tidak terdapat
pertumbuhan bakteri adalah cawan petri kelima, yang berarti konsentrasi KBM pada pengujian pertama adalah 3,125. Hal ini berarti pada pengulangan pertama,
konsentrasi KBM yang didapat 3,125. Hasil yang sama juga didapati pada pengulangan kedua, ketiga, dan keempat yaitu masing-masing sebesar 3,125.
Dari keempat hasil pengulangan ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus ATCC
®
29213
™
, kemudian dilakukan analisis data untuk mendapatkan median atau nilai tengah konsentrasi KHM dan KBM. Pada
tabel 3, didapat bahwa konsentrasi KHM adalah 1,56 dan konsentrasi KBM adalah 3,125.
Tabel 3. Konsentrasi KHM dan KBM Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus ATCC
®
29213
™
Efektivitas N
Med KHM
4 1,56
KBM 4
3,125 Keterangan: N = Banyak pengulangan
Med = Nilai tengah konsentrasi dari keempat pengulangan
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui berapa konsentrasi Kadar Hambat Minimum KHM dan konsentrasi Kadar Bunuh Minimum KBM dari ekstrak daun
jambu biji buah putih terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris yang menggunakan dua sampel
biakan Staphylococcus aureus yang diisolasi dari penderita abses yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan sebelumnya serta biakan
Staphylococcus aureus ATCC
®
29213
™
. Staphylococcus aureus
dipilih sebagai sampel penelitian karena lebih dari 30 tipe Staphylococcus Sp dapat menginfeksi manusia, kebanyakan disebabkan oleh
Staphylococcus aureus yang menimbulkan abses, ditandai adanya kerusakan jaringan
yang menghasilkan pus. Penderita abses periodontal dipilih karena merupakan kasus darurat penyakit periodontal ketiga yang paling sering terjadi mencapai 7-14,
setelah abses dentoalveolar akut 14-25 dan perikoronitis 10-11 di klinik gigi.
18
Abses dapat terjadi karena Staphylococcus aureus patogen menghasilkan koagulase, pigmen kuning, bersifat hemolitik, mencairkan gelatin, serta bersifat invasif.
1,2
Penelitian ini dilakukan secara in-vitro dengan menggunakan metode dilusi pengenceran dengan media Mueller Hinton Broth MHB. Pada setiap konsentrasi
kemudian ditambahkan suspensi Staphylococcus aureus dan diinkubasi dalam inkubator. Pengamatan konsentrasi KHM dilakukan setelah tabung reaksi diinkubasi
dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 37°C. Tabung reaksi yang tidak terbentuk endapan merupakan tabung yang menunjukkan efek bakteriostatis, dan konsentrasi
terkecil dimana tidak terbentuk endapan adalah konsentrasi KHM. Setelah didapat konsentrasi KHM, dilakukan subkultur pada media Blood Agar
BA dan diinkubasi dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 37°C. Hasil subkultur kemudian diamati untuk mendapatkan konsentrasi KBM. Subkultur yang tidak
terdapat pertumbuhan koloni adalah subkultur yang menunjukkan efek bakteriosidal,
Universitas Sumatera Utara
dan konsentrasi terkecil dimana tidak terdapat pertumbuhan koloni adalah konsentrasi KBM. Penelitian ini dilakukan pengulangan sebanyak empat kali dan dilihat nilai
tengah konsentrasi KHM dan KBM dari ekstrak daun jambu biji buah putih. Ekstrak daun jambu biji buah putih dipilih karena ekstrak etanol daun jambu
biji buah putih mempunyai kemampuan hambat bakteri yang lebih besar daripada daun jambu biji buah merah.
36
Hal ini sesuai dalam penelitian Darsono dkk 2003 di Surabaya membuktikan bahwa ekstrak daun jambu biji dari varietas merah, putih, dan
kuning terbukti memiliki aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus ATCC
®
25923
™
dengan konsentrasi ekstrak sebesar 10, 20 dan 30. Hasil ekstrak daun jambu biji varietas daging putih memberikan diameter daerah hambat
pertumbuhan yang paling besar dibandingkan dengan varietas yang lain.
7
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya efektivitas ekstrak daun jambu biji buah putih dengan pelarut etanol terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus. Pada
Staphylococcus aureus yang diisolasi dari pasien abses, didapati bahwa konsentrasi
KHM terdapat pada konsentrasi 3,125 dan konsentrasi KBM terdapat pada konsentrasi 6,25 Tabel. 2. Sedangkan pada Staphylococcus aureus ATCC
®
29213
™
, konsentrasi KHM terdapat pada konsentrasi 1,56 dan konsentrasi KBM terdapat pada konsentrasi 3,125 Tabel. 3.
Sejalan dengan penelitian Dhiman dkk 2011 di India juga membuktikan ekstrak daun jambu biji dengan pelarut metanol memiliki aktivitas antimikrobial
terhadap bakteri Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Escherichia coli serta terhadap jamur Candida albicans, Aspergillus niger. Ekstrak daun jambu biji dibuat
dengan teknik maserasi dan diperoleh berbagai konsentrasi 0,005, 0,0025, 0,00125, 0,000625, 0,000313, 0,000156 dan 0,000078. Pengujian aktivitas
antimikroba secara in-vitro dengan metode dilusi sehingga didapat konsentrasi kadar hambat minimum KHM dan kadar bunuh minimum KBM terhadap pertumbuhan
Staphylococcus aureus masing-masing sebesar 0,0025 25 µgml dan 0,005 50
µgml.
16
Adapun faktor yang mempengaruhi kemampuan ekstrak daun jambu biji buah putih sehingga bersifat bakteriostatis dan bakteriosidal yaitu mengandung senyawa
Universitas Sumatera Utara
aktif saponin, tanin, triterpenoid, dan flavonoid.
8,14,15
Tanin merupakan komponen utama dari daun jambu biji, senyawa tanin yang terkandung dalam daun jambu biji
dapat diperkirakan sebanyak 9-12.
9,14
bersifat antibakteri dengan cara mempresipitasi protein. Tanin mampu berikatan membentuk kompleks dengan enzim
bakteri ataupun substrat, kemudian memasuki sel bakteri melalui dinding sel bakteri.
37
Daya antimikroba tanin disebabkan oleh adanya gugus pirogalol dan gugus galoil yang merupakan gugus fenol yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri
atau membunuhnya dengan cara bereaksi dengan sel protein dari bakteri sehingga terjadi denaturasi protein. Adanya denaturasi protein pada dinding sel bakteri
menyebabkan gangguan metabolisme bakteri sehingga terjadi kerusakan pada dinding sel yang akhirnya menyebabkan sel lisis.
37
Hal ini sesuai dengan penelitian Anas dkk 2008 di India membuktikan ekstrak daun jambu biji dengan menggunakan pelarut metanol dan air, memiliki
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Bakteri yang digunakan hasil isolasi dimana merupakan bakteri Staphylococcus aureus yang resisten terhadap obat-
obatan Multi Drug Resistant MDR Strains. Uji antibakteri secara in-vitro dengan metode dilusi dan diperoleh kadar hambat minimum KHM masing-masing sebesar
0,005 50 µgml dan 0,0075 75 µgml sedangkan kadar bunuh minimum
KBM masing-masing sebesar 0,01 100 µgml dan 0,0125 125 µgml. Adanya senyawa aktif tanin yang terkandung dalam ekstrak daun jambu biji
menyebabkan denaturasi protein sehingga dapat menghambat dan membunuh bakteri.
32
Ekstrak daun jambu biji muda mengandung senyawa fenol yang cukup banyak diantaranya flavonoid, sehingga daun jambu biji memiliki aktivitas antimikroba.
Flavonoid merupakan salah satu antiseptik tertua dengan khasiat bakteriosidal. Mekanisme kerja flavonoid sebagai antibakteri adalah meracuni protoplasma,
merusak dan menembus dinding serta mengendapkan protein sel bakteri. Senyawa fenolik bermolekul besar mampu menginaktifkan enzim esensial di dalam sel bakteri
Universitas Sumatera Utara
meskipun dalam konsentrasi sangat rendah. Flavonoid dapat menyebabkan kerusakan sel bakteri, denaturasi protein, inaktivasi enzim dan menyebabkan kebocoran sel.
14,15
Hal ini sesuai dengan penelitian Sanches dkk 2005 di Brazil yang membuktikan ekstrak daun, batang dan akar dari jambu biji dengan pelarut etanol
memiliki antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli
, dan Pseudomonas aeruginosa. Pembuatan ekstrak daun jambu biji dengan teknik maserasi. Uji antibakteri dilakukan secara in-vitro dengan metode
dilusi. Adanya senyawa aktif flavonoid yang terkandung dalam ekstrak daun jambu biji sehingga dapat menghambat dan membunuh pertumbuhan Staphylococcus aureus
dengan konsentrasi hambat minimum KHM dan konsentrasi bunuh minimum KBM terhadap Staphylococcus aureus sebesar 0,0125 125 µgml dan 0,025
250 µgml.
13
Triterpenoid meskipun terutama digunakan untuk kualitas aromatik, juga telah ditemukan sebagai agen yang berpotensi menghambat pertumbuhan bakteri dengan
cara menghambat sintesis enzim dan merusak struktur membran sel. Saponin termasuk senyawa triterpenoid telah ditemukan memiliki efek penghambatan pada
bakteri gram positif yaitu Staphylococcus aureus dengan cara merusak struktur membran sel. Saponin dapat sebagai antimikroba, berdasarkan sifat racunnya bagi
hewan berdarah dingin dapat menghemolisis sel darah merah.
8,14,15
Faktor-faktor yang menyebabkan adanya perbedaan konsentrasi KHM dan KBM yang didapat dalam penelitian ini dengan penelitian lain mengenai efektivitas
ekstrak daun jambu biji terhadap Staphylococcus aureus salah satunya adalah jenis pelarut yang digunakan. Pada penelitian ini dengan menggunakan pelarut etanol,
konsentrasi yang didapat belum minimum jika dibandingkan dengan konsentrasi yang didapat pada penelitian Dhiman dkk 2011 di India dan penelitian Anas dkk 2008
di India. Peneitian Dhiman dan Anas menggunakan pelarut yang sama yaitu metanol. Dalam prinsip ekstraksi, faktor utama untuk pertimbangan pemilihan pelarut
adalah selektivitas, ekonomis, ramah lingkungan dan keamanan. Dalam syarat kefarmasian, pelarut yang diperbolehkan adalah air dan etanol. Khusus metanol,
Universitas Sumatera Utara
penggunaannya dihindari karena bersifat toksik, namun demikian dalam hal pengujian metanol merupakan pelarut yang lebih baik dari etanol.
38
Penelitian ekstrak daun jambu biji buah putih dengan pelarut etanol telah terbukti memiliki kemampuan dalam menghambat dan membunuh Staphylococcus
aureus pengujian secara in-vitro, namun demikian perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut mengenai efektivitas ekstrak daun jambu biji buah putih dengan pelarut yang sama yaitu etanol terhadap hewan dan manusia pengujian secara in-vivo.
Faktor lainnya adalah metode pengujian yang digunakan. Penelitian ini menggunakan metode dilusi cair. Metode dilusi terdiri dari dua teknik pengerjaan
yaitu metode dilusi cair dan metode dilusi agar. Yang bertujuan untuk penentuan aktifitas antimikroba secara kuantitatif, antimikroba dilarutkan kedalam media agar
atau kaldu, yang kemudian ditanami bakteri yang akan dites. Metode dilusi cair terbagi dua yaitu makrodilusi dan mikrodilusi. Penelitian ini menggunakan metode
makrodilusi, sedangkan penelitian Dhiman dkk 2011 di India, penelitian Anas dkk 2008 di India, dan Sanches dkk 2005 di Brazil menggunakan metode mikrodilusi.
Pada prinsipnya pengerjaannya sama hanya berbeda dalam volume. Untuk makrodilusi volume yang digunakan lebih dari 1 ml, sedangkan mikrodilusi volume
yang digunakan 0,05 ml sampai 0,1 ml. Antimikroba yang digunakan disediakan pada berbagai macam pengenceran biasanya dalam satuan µgml. Hal ini yang
menyebabkan penelitian Dhiman dan Sanches mendapatkan konsentrasi yang lebih kecil dibandingkan konsentrasi yang didapat pada penelitian ini. Keuntungan uji
mikrodilusi cair adalah bahwa uji ini memberi hasil kuantitatif yang menunjukkan jumlah antimikroba yang dibutuhkan untuk mematikan bakteri.
21
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan