Pola Asuh Permisif Pola Asuh Ibu Bekerja dan Ibu Tidak Bekerja pada Suku Jawa .1 Pola Asuh Demokratis

dibandingkan dengan anak dari ibu yang tidak bekerja, karena menurut Hurlock 2007 bila ibu bekerja di luar rumah, kesempatan untuk kehidupan sosial dan rekreasi dengan keluarga biasanya terbatas, dan tiap anak harus mengerjakan lebih banyak tugas rumah tangga dari yang lazim. Wahlroos 2002 mendukung pernyataan peneliti menegenai ibu yang memerintah ketika ibu ingin anak melakukan sesuatu, karena sebagian besar anak – anak terutama yang belum bersekolah dan mereka yang baru duduk di SD, perlu dan harus sering diingatkan jika mereka mau belajar mempunyai rasa tanggung jawab. Jadi, asumsi peneliti tindakan otoriter seperti membuat aturan beserta batasan – batasan yang dibuat ibu bertujuan untuk melatih rasa tanggung jawab anak. Perintah yang diberikan ibu kepada anak adalah perintah yang dilakukan ibu untuk mengingatkan anak untuk melaksanakan tanggung jawab yang harus anak lakukan. Karena menurut Nuraeni 2006 hakikat mengasuh anak adalah proses mendidik agar kepribadian anak dapat berkembang dengan baik, ketika dewasa menjadi bertanggung jawab.

2.1.3 Pola Asuh Permisif

Dari penelitian yang dilakukan diperoleh rata – rata ibu bekerja menerapkan pola asuh permisif yaitu sebesar 30, 44 dan rata – rata ibu tidak bekerja menerapkan pola asuh permisif yaitu sebesar 34, 78 . Pada ibu bekerja pernyataan 21 dan 22 adalah pernyataan yang paling banyak dijawab. Pernyataan – pernyataan tersebut mengarah kepada ciri pola asuh permisif yaitu ibu akan melindungi anak sesuai dengan usia anak dan ibu selalu dapat bersikap hangat kepada anak. Seorang ibu tentu akan melakukan segala hal untuk melindungi anaknya dari segala macam ancaman yang membahayakan anaknya. Pada pola asuh Universitas Sumatera Utara permisif, seorang ibu bekerja cenderung memberikan perlindungan yang berlebihan kepada anaknya Baumrind, 1967 dalam Nuraeni, 2006, hal ini sejalan dengan pendapat Harjaningrum 2007 yang menyebutkan bahwa ibu bekerja sering dilanda perasaan berasalah karena telah meninggalkan anaknya sehingga cenderung untuk lebih memanjakan anaknya. Menurut Nuraeni 2006 hakikat mengasuh anak meliputi pemberian kasih sayang dan rasa aman, sekaligus disiplin dan contoh yang baik. Jadi asumsi peneliti, bahwa ibu bekerja memiliki kekhawatiran yang sedikit lebih besar daripada ibu tidak bekerja karena ibu bekerja tidak mampu memberikan pengawasan dan perhatian yang cukup kepada anak seperti yang dapat dilakukan oleh ibu tidak bekerja karena waktunya yang harus dibaginya antara anak dengan tanggung jawab pekerjaan. Sikap hangat yang diberikan ibu bekerja kepada anak juga merupakan cara yang dilakukan ibu untuk menebus kesalahan atas waktu yang tidak banyak ibu berikan kepada anak karena pekerjaan yang harus ibu kerjakan di luar rumah. Sikap hangat yang diberikan ibu biasanya dengan memberikan anak hadiah – hadiah tertentu untuk menyenangkan hati anak, Shochib 1998 juga menyatakan hal yang sama dengan asumsi peneliti bahwa orang tua yang sibuk cenderung hanya memberikan kebutuhan materi kepada anaknya. Menurut Nuraeni 2006 orang tua yang bisa dianggap teman oleh anak akan menjadikan kehidupan yang hangat dalam keluarga. Sehingga antara orang tua dan anak mempunyai keterbukaan dan saling memberi Sedangkan pada ibu tidak bekerja, pernyataan yang paling banyak dijawab oleh ibu yaitu pernyataan 22, yaitu ibu selalu dapat bersikap hangat kepada anak, Handayani, 2006 mengatakan bahwa ibu yang tidak bekerja Universitas Sumatera Utara memiliki banyak waktu yang dapat dimanfaatkan untuk bersama – sama dengan anak. Asumsi peneliti yaitu kebersamaan yang selalu dilakukan antara ibu dan anak akan membangun suasana yang hangat antara ibu dan anak.

2.1.4 Pola Asuh Penelantar