Sumber Data Teknik Pengumpulan Data Analisis Data

41

G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaedah-kaedah atau norma- norma hukum positif. 62 Dengan pertimbangan bahwa titik tolak penelitian untuk menganalisis Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang money laundering.

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, yaitu: a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang- undangan yang diurut berdasarkan hirarki 63 seperti peraturan perundang- undangan yang berkaitan dengan PPATK yakni Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang PPATK yang merupakan perubahan dari Undang-undang NO. 15 Tahun 2002 dan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003. b. Bahan Hukum Sekunder 62 Jhony Ibrahim, Teori dan Penelitian Metodologi Hukum Normatif, Surabaya: Bayumedia, 2008, hlm 282 63 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2006, hlm 141 Universitas Sumatera Utara 42 Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang terdiri atas buku-buku teks yang ditulis oleh ahli hukum yang berpengaruh, jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, yurisprudensi, dan hasil-hasil simposium mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian. 64 Dalam hal penelitian ini, bahan hokum sekunder yang digunakan adalah buku-buku teks tentang money laundering, tindak pidana money laundering, dan tentang PPATK. c. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 65

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen yaitu dengan penelitian kepustakaan library research dan mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan buku karangan ilmiah dan juga perundang- undangan yang berkaitan dengan materi penelitian. 64 Jhony Ibrahim, Op Cit, hlm 296 65 Ibid Universitas Sumatera Utara 43

4. Analisis Data

Keseluruhan data dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif. Analisis kualitatif ini akan dikemukakan dalam bentuk uraian yang sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data. Selanjutnya semua data diseleksi dan diolah, kemudian dianalisia secara deskriptif 66 sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan, diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini. 66 M. Syamsudin, Operasionalisasi Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007, hlm 133 Universitas Sumatera Utara

BAB II PERAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI

KEUANGAN PPATK DALAM MENCEGAH DAN MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG MONEY LAUNDERING A. Tindak Pidana Pencucian Uang Money Laundering. 1. Pengertian DPR telah mengesahkan Undang-Undang No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Undang-Undang PPTPPU. Undang-Undang ini merupakan perubahan kedua untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Setiap undang-undang baru tentu perlu dikritisi dalam konteks situasi Indonesia yang jauh lebih berarti dibandingkan dari perspektif internasional. Dalam Undang-Undang PPTPPU, terdapat beberapa ketentuan baru yang perlu mendapat perhatian para pemangku kepentingan seperti pengusaha dan kalangan perbankan. Ketentuan baru tersebut berbeda dengan Undang-Undang lama Undang-Undang No 15 Tahun 2002 yang diubah dengan Undang-Undang No 25 Tahun 2003. 67 Perbedaannya pertama adalah titel Undang-Undang. Undang-Undang lama secara teoretis hukum doktrin merupakan lex spesialis systematic 68 ketentuan 67 http:id.id.facebook.compagesDukung-DPR-Buat-UU-Hukum-Mati-Bagi-Koruptor diakses pada hari selasa tanggal 22 Maret 2011 68 Leden Marpaung, Asas Teori, Praktik, Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, hlm 105 menjelaskan Lex Spesialis Systematic: Undang-Undang administratif yang diperkuat dengan ketentuan pidana lex specialis systematic. Di dalam KUHP, Pasal 63 ayat 1 ditegaskan jika suatu tindak pidana masuk ke dalam dua peraturan pidana, maka peraturan pidana dengan ketentuan pidana yang lebih berat, yang harus diberlakukan asas concursus idealis. Di dalam 44 Universitas Sumatera Utara 45 pidana, yaitu Undang-Undang administratif bersifat regulatif yang diperkuat dengan sanksi pidana. Adapun dengan titel baru Undang-Undang PPTPPU, secara teoretis doktrin mencerminkan Undang-Undang pidana khusus lex specialis yang bersifat preventive measure dan repressive measures dalam satu paket. Konsekuensi perubahan titel adalah Undang-Undang PPTPPU menempatkan TPPU sebagai tindak pidana khusus sehingga memerlukan perhatian, sikap, dan tindakan khusus dengan tujuan menghilangkan sumber dan operasional pencucian uang di Indonesia. 69 Perbedaan kedua, akibat dari perbedaan pertama, Undang-Undang PPTPPU 2010 telah dengan sangat berani mendelegasikan wewenang publik bersifat projustitia kepada sektor privat, yaitu Lembaga Penyedia Jasa Keuangan LPJK, termasuk perbankan, untuk melaksanakan “penundaan transaksi” suspension of transaction terhadap seseorang nasabah untuk paling lama 5 lima hari. Perubahan ketiga, Undang-Undang PPTPPU telah memberikan wewenang kepada penyidik tindak pidana asal lazimnya penyidik pegawai negeri sipilPPNS di bawah koordinasi PPATK untuk melakukan penyidikan TPPU yang berkaitan dengan tindak pidana asalnya misalnya tindak pidana pabean, imigrasi. Pemberian wewenang terhadap penyidik tindak pidana asal PPNS sudah tentu akan merepotkan dunia usaha, terutama yang bergerak di bidang ekspor dan ayat 2 ditegaskan lebih jauh, bahwa, jika suatu perbuatan, yang masuk dalam suatu auran pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang dikenakan. Dalam praktik, suatu tindak pidana korupsi yang berasal dari aktivitas perbankan, pasar modal atau di bidang pajak, telah banyak yang diterapkan ketentuan pasal tsb sehingga kemudian dituntut dan dipidana sebagai tindak pidana korupsi. Penuntutan sebagai tindak pidana korupsi berdasarkan Undang-Undang Pemberantasan Korupsi yg berlaku . 69 http:id.compagesUndang-Undang , Op.,Cit, hlm 1 Universitas Sumatera Utara 46 impor, karena mereka akan berhadapan dengan petugas kepabeanan dan perpajakan selain Polri, Kejaksaan, KPK, dan BNN. Perubahan keempat Undang-Undang PPTPPU adalah ketentuan tentang rahasia bank dalam hal terdapat “transaksi keuangan yang mencurigakan” dapat dikesampingkan, bahkan sejak proses penyidikan sampai pemeriksaan di muka sidang pengadilan. Meningkatkan efektivitas dan keberhasilan penegakan hukum Tindak Pidana Pencucian Uang, maka ketentuan yang mengatur mengenai hukum acara Tindak Pidana Pencucian Uang atau pemeriksaan dalam setiap tingkatan perlu lebih diperjelas diperkuat. Kedudukan dan hubungan antara Undang-Undang TPPU dan peraturan-undangan terkait lainnya harus jelas. 70 Undang-Undang PPTPPU memberikan wewenang kepada PPATK untuk melakukan tindakan penghentian sementara transaksi selama 5 hari dan dapat diperpanjang sampai dengan 15 hari. Jadi total waktu di mana seseorang yang dicurigai tidak dapat melakukan transaksinya adalah 20 dua puluh hari. Perubahan keenam, perintah pemblokiran rekening tersangkaterdakwa dibatasi lamanya sampai dengan 30 tiga puluh hari sehingga total waktu penundaan, penghentian sementara transaksi sampai pada pemblokiran, adalah 55 lima puluh lima hari. 71 Ketentuan Undang-Undang PPTPPU tidak jelas membedakan konsekuensi hukum antara tindakan penundaan transaksi, penghentian sementara, dan pemblokiran kecuali hanya mengatur siapa yang berwenang dan berapa lamanya, 70 Adrian Sutedi, Tindak Pidana Pencucian Uang, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2008, hlm 292 71 Ibid Universitas Sumatera Utara 47 sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan prinsip due process of law 72 dan transparansi serta akuntabilitas tidak diatur secara terperinci sehingga tidak ada due diligence of power 73 terhadap kinerja lembaga terkait indikasi pencucian uang. Perubahan ketujuh, Undang-Undang PPTPPU memberikan wewenang kepada PPATK untuk meminta keterangan kepada pihak pelapor LPJK dan pihak lain terkait dugaan TPPU. Ketentuan ini mencerminkan perubahan fungsi PPATK dari fungsi administratif kepada fungsi penegakan hukum sehingga dapat dikatakan bahwa lembaga PPATK sangat mendukung terhadap Polri dan kejaksaan, yang merupakan bagian atau lembaga tersendiri dalam sistem peradilan pidana penegakan hukum di Indonesia. Dari perspektif mikro pencegahan dan pemberantasan TPPU, Undang- Undang No 8 Tahun 2010 ini telah menggambarkan kemajuan pesat dan komitmen politik pemerintah Indonesia dalam ikut serta melaksanakan ketertiban dan keamanan 72 Ridwan Halim, Edisi Kedua Pengantar Ilmu Hukum, Bogor: Ghalia Indonesia, 2005, hlm 30, menjelaskan due process of law: Setiap tersangka berhak diselidiki dan disidik di atas landasan “sesuai dengan hukum acara. Permasalahan ini perlu disinggung, karena masih banyak keluhan yang disuarakan oleh masyarakat tentang adanya berbagai tata cara “penyelidikan” dan “penyidikan” yang menyimpang dari ketentuan hukum acara, atau “diskresi” yang dilakukan oleh penyidik. hal ini sangat bertentangan dengan HAM yang harus ditegakkan dalam tahap pemeriksaan penyelidikan dan penyidikan. Oleh sebab itu, tujuan dikemukakannya persoalan ini, sebagai ajakan untuk meningkatkan “ketaatan” mematuhi penegakan the right of due process of law. Harus berpatokan dan berpegang pada “ketentuan khusus special rule yang diatur dalam “hukum acara pidana” criminal procedure dalam hal ini adalah KUHAP Undang-undang No. 8 Tahun 1981. Konsep due process dikaitkan dengan landasan menjunjung tinggi “supremasi hukum”, dalam menangani tindak pidana: tidak seorang pun berada dan menempatkan diri di atas hukum, dan hukum harus diterapkan kepada siapa pun berdasar prinsip “perlakuan” dan dengan “cara yang jujur” fair manner dan benar. 73 Ibid, hlm 31, menjelaskan due diligence of power: Sesuai dengan ketentuan yang telah ada maka kekuasaan yang dipakai sesuai dalam Undang-Undang yang berlaku terutama dalam kinerja lembaga yang terkait indikasi pencucian uang. Sehingga dapat terjamin penegakan dan pelaksanaannya oleh aparat penegak hukum, harus “berpedoman” dan “mengakui” recognized, “menghormati” to respect for, dan melindungi to protect serta “menjamin” dengan baik “doktrin inkorporasi” incorporation doctrin. Universitas Sumatera Utara 48 internasional khusus dari tindak pidana ini. Namun, dalam perspektif makro sistem ekonomi nasional dan langkah pemerintah untuk meningkatkan investasi domestik, terutama dari investor asing, keberadaan Undang-Undang ini bisa menjadi kontra produktif. 74 Ada beberapa faktor penyebab dari masalah kontra produktif ini. Pertama, sistem birokrasi di Indonesia sangat lemah dalam segi manajemen administrasi, koordinasi, dan pengawasan pelaksanaan tugas yang dibebankan oleh undang- undang. Kedua, sistem birokrasi di Indonesia masih sangat lemah dari sisi profesionalisme, integritas, dan akuntabilitas sehingga potensial muncul penyalahgunaan wewenang serta korupsi, kolusi, dan nepotisme. Ketiga, Undang- Undang ini tidak menyediakan sarana hukum yang memadai untuk melakukan pencegahan terhadap kemungkinan moral hazard 75 Sikap Ketidak hati-hatian yang akan terjadi dalam implementasi Undang-Undang ini. Keempat, sistem birokrasi di Indonesia tidak berhasil dan tidak pernah berhasil menggunakan sistem yang tidak benar dalam langkah reformasi birokrasi sejak 1998 yang lampau. Kelima, Indonesia merupakan tempat strategis dalam peta politik global baik dari aspek ekonomi internasional, politik internasional dan keamanan maupun pertahanan regional. Ketiga aspek tersebut memerlukan kekuatan 74 Ibid 75 www.juveska.com , diakses pada hari senin, tanggal 28 Maret 2011, , menjelaskan moral hazard: Prinsip moral hazard berkembang ketika provisi dari asuransi memberikan kesempatan kepada pemegang polis asuransi bertindak ceroboh sehingga memungkinkan terjadinya kondisi- kondisi buruk yang tidak diharapkan. Kondisi ini dianalogikan dengan sikap IMF yang memberikan bantuan pada negara-negara yang mengalami guncangan perekonomian, sehingga menimbulkan sikap kehati-hatian yang rendah dari negara-negara tersebut dalam melawan krisis. Jika sikap ketidakhati- hatian yang dilakukan oleh penerima asuransi dikategorikan sebagai moral hazard. Universitas Sumatera Utara 49 ekonomi nasional dan penegakan hukum yang konsisten dan berkesinambungan serta kewaspadaan nasional yang tinggi dari para pengambil kebijakan. Perubahan-perubahan dan sekaligus kelemahan dari Undang-Undang PPTPPU 2010 di atas merupakan kontra produktif dari ketiga aspek tersebut jika tidak segera dikeluarkan peraturan pemerintah atau sekurang-kurangnya peraturan Kepala PPATK untuk mengantisipasi kemungkinan moral hazards ketidak hati- hatian dalam implementasi Undang-Undang tersebut. Solusi ini semakin penting mengingat iklim dunia usaha di Indonesia sampai saat ini belum menunjukkan kesungguhan menciptakan good corporate governance 76 sistem pemerintahan yang bagus, persaingan usaha tidak sehat atau rentan terjadi suap di sektor publik seperti diatur dalam Konvensi PBB Anti korupsi Tahun 2003.

6. Tahap-Tahap Proses Pencucian Uang