BAB III HAMBATAN YANG DIALAMI OLEH PUSAT PELAPORAN DAN
ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PPATK DALAM MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
MONEY LAUNDERING
A. Hambatan Dari Segi Undang-Undang
Pembentukan Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang sejak Tahun
2002 dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 yang kemudian dirubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 dan akhirnya diubah lagi dengan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2010, merupakan Undang-Undang yang paling sering mengalami perubahan yang dilatarbelakangi oleh beberapa faktor antara lain, pada
awalnya pembentukan undang-undang ini di dasari agar Indonesia tidak masuk dalam kelompok negara yang tidak kooperatif dalam pemberantasan tindak pidana
pencucian uang. Selanjutnya, dilakukan perubahan karena dorongan faktor eksternal yaitu perlunya dilakukan pembaharuan hukum mengenai pencegahan dan
pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menyesuaikan dikeluarkannya revisi rekomendasi Financial Action Task Force On Money Laundering sebagai standar
pencegahan dan pemberantasan pencucian uang.
131
Terkait dengan penegakan hukum atas tindak pidana pencucian uang, upaya penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak
131
Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indinesia Kepala Badan Reserse Kriminal, Optimalisasi Peran Kepolisian Dalam Meningkatkan Efektifitas Kerjasama Penanganan Tindak Pidana
Pencucian Uang, Disampaikan Pada Seminar Tentang “Sosialisasi Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Money Laundering, Di Hotel Grand Angkasa
Medan, Tanggal 14 April 2011, hlm 2
102
Universitas Sumatera Utara
pidana pencucian uang dilakukan berdasarkan ketentuan hukum acara pidana, kecuali atas hal-hal yang ditentukan lain dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian
Uang.
132
Pencucian uang merupakan suatu kejahatan yang menghasilkan harta kekayaan dalam jumlah yang sangat besar atau asal usul harta kekayaan tersebut
merupakan hasil kejahatan, kemudian disembunyikan atau disamarkan dengan berbagai cara yang dikenal dengan pencucian uang. Kejahatan ini semakin lama
semakin meningkat. Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang ini juga berperan dalam
Komisi Pemberantasan Korupsi KPK dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Menurut catatan ICW, setidaknya ada 4 pasal yang bisa memperkokoh kerja KPK.
133
Terutama untuk mendeteksi aliran dana melalui sarana perbankan dan menyelamatkan keuangan negara.
Menurut Yunus Hussein, situasi atau praktek pencucian uang yang terjadi di Indonesia ini.
134
Masalah keadaan atau berapa jumlah uang yang dicuci atau dilaundry di Indonesia memang tidak ada statistik yang pasti. Di samping berupa
tindak pidana baru juga belum pernah ada lembaga yang mengeluarkan angka ini. Tapi ada indikasi dari mantan managing director IMF, Michael Camdessus yang
103
132
Ivan Yustiavandana, Op.,cit, hlm 230
133
Ibid
134
http:yunushusein.files.wordpress.com20070733_pembangunan-rezim-aml-dan-profesi- akuntan_x.pdf
, Hasil Wawancara Dengan Ketua PPATK Yunus Husein, Edisi 372, 28 April 2003, di Akses pada hari senin tanggal, 21 Februari 2011
Universitas Sumatera Utara
membuat statement bahwa kira-kira uang yang dicuci diseluruh dunia ini berkisar antara 25 dari gross domestic product GDP dunia.
Salah satu faktor yang mendukung kepercayaan nasabah pada bank adalah ketentuan rahasia bank, yaitu ketentuan yang mengatur kerahasiaan
mengenai data keuangan nasabah. Dasar hukum ketentuan bank mula-mula diatur dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan kemudian diubah
dengan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Undang-Undang Perbankan. Ketentuan rahasia bank diatur dalam Bab VII dan Bab VIII pasal 40 sampai dengan Pasal 45,
Pasal 47 dan Pasal 47A Undang-Undang Perbankan. Secara formal definisi atau pengertian rahasia bank diatur dalam Pasal 1
angka 28 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Tentang Perbankan yaitu: Segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai
nasabah penyimpan dan simpanannya. Kerahasiaan ini perlu dijaga dengan maksud untuk menjaga privacy
nasabah dan keamanan dana tersebut dari kemungkinan dimanfaatkan oleh pihak yang tidak berhak dengan cara-cara yang canggih yaitu melalui komputer atau
pemalsuan identitas si pemilik dana. Dalam hubungan ini bank tampaknya sangat memahami perlunya menjaga kerahasiaan bank tersebut, sehingga mereka berupaya
menciptakan sistem pengawasan yang baik dalam rangka menjaga sesuai dengan kemampuan bank yang bersangkutan.
135
Adapun yang harus dirahasiakan oleh bank adalah seluruh data dan informasi 104
135
Marulak Pardede, Masalah Money Laundering Di Indonesia, Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman RI, 1994, hlm 55
Universitas Sumatera Utara
105 mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari
orang dan badan yang diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya. Kerahasiaan ini diperlukan untuk kepentingan bank memerlukan
kepercayaan masyarakat yang menyimpan uang di bank. Masyarakat hanya akan mempercayakan uangnya pada bank atau
memanfaatkan jasa bank apabila dari bank ada jaminan, bahwa pengetahuan bank tentang simpanan dan keadaan keuangan nasabah tidak akan disalahgunakan. Dengan
adanya ketentuan tersebut ditegaskan, bahwa bank harus memegang teguh rahasia bank. Di samping itu, pihak terafiliasi juga terkena kewajiban untuk memegang teguh
rahasia bank tersebut. Ketentuan rahasia bank, terdapat berbagai benturan kepentingan dapat terjadi,
misalnya berkaitan dengan perhitungan dan penagihan pajak oleh petugas pajak, tunggakan kredit yang merugikan negara dan masyarakat, masalah auditing
yang dilakukan pejabat pengawas keuangan negara, pemberantasan kriminal seperti korupsi, perdagangan narkoba, kemudian pemberantasan money laundering.
Ketentuan yang melarang untuk memberikan keterangan tentang data-data nasabah terdapat pula dalam Pasal 40 ayat 1. Jika dalam Undang-Undang No.7
Tahun 1992 Tentang Perbankan, larangan mengungkapkan data-data nasabah menyangkut kepada kedua jenis nasabah deposan dan peminjam,
136
maka menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, larangan itu terbatas hanya
menyangkut nasabah peminjaman kreditur saja.
136
N.H.T. Siahaan, Op.,cit, hlm 24
Universitas Sumatera Utara
106 Bunyi Pasal 40 ayat 1 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Tentang
Perbankan sebagai berikut: Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpanan dan
simpanannya kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44 dan Pasal 44A
.
Lahirnya pembedaan yang dianut Undang-Undang No.10 Tahun 1998 ini erat kaitannya, dengan kasus Eddy Tanzil yang jumlah kreditnya bersifat mega
dan tidak bisa, dilunasi. Berbagai kalangan dengan tidak menerapkan sistem rahasia bank terhadap para kreditur. Pada saat itu memang kemacetan kredit
perbankan sangat tinggi, khususnya di lingkungan bank-bank BUMN, sehingga perlu diungkapkan dan diketahui publik mengenai kreditur-kreditur
yang melakukan penunggakan kreditinya.
137
Aspek yang menyangkut rahasia bank hanyalah mengenai aspek deposan. Namun, selama adanya peraturan kerahasiaan terhadap pada nasabah deposan,
masalah pencucian uang, tentu saja tidak akan berakhir. Karena seperti dikatakan tadi, bank merupakan alat cuci yang canggih bagi para koruptor dan
penjahat. Menurut ketentuan Pasal 40 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tersebut,
kewajiban merahasiakan itu bukan tanpa pengecualian. Kewajiban merahasiakan itu dikecualikan dalam hal-hal sebagai berikut:
138
1. Untuk kepentingan perpajakan Menurut Pasal 41, untuk kepentingan perpajakan,
137
N.H.T. Siahaan, Op.,cit, hlm 25
138
Sutan Remy Sjahdeini, Op.,cit, hlm 192
Universitas Sumatera Utara
Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada. Bank agar memberikan keterangan dan
memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta Surat-Surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpanan tertentu kepada, pejabat pajak. Perintah tertulis tersebut
harus menyebutkan nama pejabat pajak dan nama nasabah wajib pajak yang dikehendaki keterangannya.
107
2. Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada, Badan Urusan Penting dan Lelang NegaraPanitia Urusan Penting Negara BUPLNPUPN.
Menurut Pasal 41A, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang NegaraPanitia Urusan Piutang Negara
BUPLNPUPN untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitur.
3. Untuk kepentingan Pengadilan dalam perkara pidana Menurut Pasal 42, untuk kepentingan Pengadilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat
memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari Bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank. Izin
sebagaimana dimaksud di atas diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung atau Ketua Mahkamah
Agung. Permintaan sebagaimana dimaksud di atas harus m e n y e b u t k a n n a m a d a n p e j a b a t p o l i s i , j a k s a a t a u h a k i m , n a m a tersangkaterdakwa,
sebab-sebab keterangan diperlukan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan-keterangan yang diperlukan.
Universitas Sumatera Utara
108 4. Dalam perkara perdata antara bank dan nasabahnya. Menurut Pasal 43, dalam
perkara perdata antara bank dan nasabahnya, Direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada Pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah
yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut. Untuk memberikan keterangan yang dimaksud, Direksi
Bank yang bersangkutan tidak memerlukan izin dari Pimpinan Bank Indonesia. Hal ini sesuai dengan praktik perbankan yang berlaku secara universal
bahwa untuk memberikan informasi kepada bank lain, bank yang bersangkutan tidak perlu memperoleh izin terlebih dahulu dari otoritas manapun dari
nasabahnya sendiri. Tukar-menukar informasi antar bank dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain guna
mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan status dari suatu bank lain. Dengan demikian bank dapat menilai tingkat resiko yang dihadapi, sebelum
melakukan sesuatu transaksi dengan nasabah atau dengan bank lain. Ketentuan mengenai tukar-menukar informasi tersebut diatur lebih lanjut oleh Bank
Indonesia, yang antara lain akan mengatur mengenai tata cara penyampaian dan permintaan informasi serta bentuk dan jenis informasi yang dapat dipertukarkan,
seperti indikator secara garis besar dan kredit yang diterima nasabah, agunan, dan masuk tidaknya debitur yang bersangkutan dalam daftar kredit macet.
Pengecualian tersebut bersifat limitatif artinya, di luar kelima hal tersebut diatas, bank tidak diperkenankan dengan alasan siapa pun juga memberikan
keterangan kepada siapapun mengenai nasabah penyimpanan dan
Universitas Sumatera Utara
109 simpanannya. Jumlah pengecualian tersebut hanya mungkin ditambah apabila
tambahan pengecualian itu dimasukkan dalam Undang-Undang Perbankan atau ditentukan dalam undang-undang lain.
139
Pembuatan Undang-Undang Tindak Pencucian Uang menyadari bahwa pemberantasan praktik-praktik pencucian uang di Indonesia tidak efektif apabila
terhadap para penegak hukum, baik pihak kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman yang melakukan penyidikan, menuntut, dan memeriksa perkara-
perkara tindak pidana pencucian uang tetap diberlakukan ketentuan rahasia bank sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Perbankan tersebut.
Beberapa kendala yang dihadapi dalam upaya melakukan pemberantasan tindak pidana pencucian uang money laundering antara lain:
140
1. Bank hanya memberlakukan kepada orang atau nasabah yang tidak memiliki
rekening di bank tersebut tetapi, nilai transaksi yang dilakukan melebih Rp. 100.000.000; seratus juta rupiah atau nilai yang setara dengan itu. Hal ini dapat
terlihat didalam PBI Nomor: 521PBI2003 tentang perubahan kedua atas PBI Nomor: 310PBI2001 Tentang Prinsip Mengenal Nasabah. Dengan hanya
pembatasan jumlah nominal uang sebesar Rp. 100.000.000; setratus juta rupiah atau nilai yang setara dengan itu.
2. Adanya ketentuan tentang kerahasiaan Bank yang begitu ketat yang
merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai
139
Ibid, hlm 194
140
http:koleksiartikelmakalah.blogspot.com200912money-laundering.html . diakses pada
hari Rabu, tanggal 03 februari 2011
Universitas Sumatera Utara
110 nasabah penyimpan dan simpanannya, hanya dapat diberikan untuk kepentingan
perpajakan, peradilan perkara pidana, perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, dan dalam tukar menukar informasi antara bank.
3. Transaksi money laundering melalui internet web transaction hanya dapat
dilacak melalui keahlian khusus tentang sistem komputer dan keamanannya sama dengan kemampuan yang dimiliki oleh seorang hacker.
B. Hambatan Polisi, Jaksa, Dan Para Hakim Dalam