6. Hal lain yang luput dari perhatian adalah pertanggungjawaban Internet
Service Provider ISP sebagai penyedia layanan internet dan Warung Internet Warnet yang menyediakan akses internet. Posisi keduanya dalam cybercrime
cukup penting sebagai penyedia dan jembatan menuju jaringan informasi global, apalagi Warnet telah ditetapkan sebagai ujung tombak untuk mengurangi
kesenjangan digital di Indonesia. Bentuk pertanggungjawaban pidana apa yang mesti mereka terima jika terbukti terlibat dalam cybercrime. Apakah
pertanggungjawabannya dibebankan secara individual atau dianggap sebagai suatu korporasi. Ini akan memiliki konsekuensi tersendiri.
Kebijakan penanggulangann kejahatan dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan penal penerapan hukum pidana dan pendekatan
nonpenal pendekatan di luar hukum pidana,
30
sebagaimana diuraikan dibawah ini:
a. Kebijakan Non-Penal Non-Penal Policy
Kebijakan penanggulangan kejahatan lewat jalur non penal” lebih bersifat tindakan pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Oleh karena itu, sasaran
utamanya adalah menangani fakor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan yang pusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang
secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuh suburkan kejahatan. Dengan demikian dilihat dari kebijakan penanggulangan kejahatan, maka
usaha-usaha non penal ini mempunyai kedudukan yang strategis dan memegang peranan kunci yang harus diintensifkan dan diefektifkan. Menurut W.A. Bonger
30
Mahmud Mulyadi, Op.cit., hlm 51
Universitas Sumatera Utara
menyatakan bahwa kebijakan criminal adalah merupakan kriminologi yang diamalkan yakni tentang tindakan-tindakan yang harus diambil terhadap penjahat.
31
Kondisi sosial yang ditengarai sebagai faktor penyebab tirnbulnya kejahatan, seperti yang dikemukakan di atas adalah masalah-masalah yang sulit dipecahkan bila
hanya mengandalkan pendekatan penal semata. Oleh karena itulah, pemecahan masalah di atas harus didukung oleh pendekatan non penal berupa
kebijakan sosial dan pencegahan kejahatan berbasiskan masyarakat. Pendekatan non penal menurut Hoefnagels adalah pendekatan
pencegahan kejahatan tanpa menggunakan sarana pemidanaan prevention without punishment, yaitu antara lain perencanaan kesehatan mental masyarakat
community planning mental health, kesehatan mental masyarakat secara nasional national mental health, social worker and child welfare kesejahteraan
anak dan pekerja sosial, serta penggunaan hukum civil dan hukum administrasi administrative civil law.
32
Berdasarkan berbagai keterangan di atas, maka telah diungkap bahwa kejahatan berakar dari faktor-faktor yang berkaitan dengan lingkungan sosial
masyarakat itu sendiri. Oleh karena it u perl u la ngkah-l angka h p en an gg ula ng an ya ng didasarkan pada penguatan sumber daya yang ada di
dalam masyarakat community crime prevention.
33
Program-program yang dapat
31
W.A.Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, Jakarta: PT. Pembangunan Ghalia Indonesia, 1982, hlm 1-2
32
Ibid, hlm 58
33
Idid, hlm 59
Universitas Sumatera Utara
24
dilakukan oleh community crime prevention antara lain 1 pembinaan terhadap penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang; 2 pembinaan tenaga kerja; 3
pendidikan; 4 rekreasi; 5 pembinaan mental melalui agama; dan 6 desain tata ruang fisik kota.
Program pencegahan terhadap penyalahgunaan obat-obatan terlarang dilakukan melalui pendekatan pembinaan terhadap pengguna atau pecandu
Napza narkotika, psikotropika dan zat aditif. Pendekatan ini memperbolehkan para pecandu untuk dibina sesuai dengan kebutuhan kesehatannya sampai
mereka memperoleh kembali statusnya kembali sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itulah, program pembinaan ini harus me l i p u t i s e c a r a k o m p r e h e n s i f d a r i
pr ogr a m pe mbi n a a n penyalahgunaan Napza ini yang harus tergabung secara keseluruhan dalam suatu sistem pembinaan, yaitu: 1 pelayanan
crisis center bagi pecandu; 2 fasilitas dan personel pembinaan; 3 fasilitas dan personel untuk program melawan kecanduan narkotika; 4 staff untuk
program community therapeutic yang seluruhnya atau sebagian besar berasal dari mantan pengguna napza; 5 fasilitas pembinaan di tertutup
atau terbuka. Tingginya arus urbanisasi di perkotaan menyebabkan lapangan
pekerjaan menjadi semakin sempit. Sementara tuntutan kehidupan menjadi sesuatu yang mutlak harus dipenuhi. Pada akhirnya tuntutan dibidang perekonomian
dalam kehidupan sering menjadi faktor yang berkorelasi dengan terjadinya kejahatan. Program pencegahan yang dapat dilakukan antara lain
Universitas Sumatera Utara
dapat berupa:
34
1. memperluas kesempatan kerja bagi para pemuda;
2. memperluas kesempatan kerja bagi pelaku dan mantan pelaku kejahatan;
3. menghilangkan penghalang bagi mantan pelaku kejahatan untuk
bekela; 4.
menciptakan program tenaga kerja publik; 5.
memperluas kesempatan kerja bagi para mantan pemakai napza; 6.
Usaha menciptakan lapangan pekerjaan dan peningkatan pendapatan masyarakat di area yang miskin;
Pendidikan melalui lembaga sekolah dapat menggunakan pengaruhnya untuk mencegah terjadinya kejahatan kepada siswa-siswanya melalui peningkatan kepekaan
siswa terhadap lingkungan kehidupannya, baik keluarga, kelompok belajar, maupun lingkungan tempat tinggalnya. Lebih dari itu, sekolah harus melibatkan diri
dalam penanggulangan kejahatan mulai dari tahun-tahun ajaran baru dengan cara mendata secara komprehensif informasi tentang siswa, baik berupa identitas
dan latar belakang kehidupan mereka. Dengan demikian diharapkan sekolah dapat merumuskan kebijakan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan siswanya. Oleh
karena itu, beberapa program yang dapat dilakukan sekolah antara lain:
35
1. Mengadopsi program-program pelatihan guru untuk para orang tua
siswa;
34
Ibid
35
Ibid
Universitas Sumatera Utara
26 2.
Mengajarkan dan menerapkan proses demokrasi dan sikap yang adil di dalam aktivitas sekolah;
3. Menuntaskan kebutahurufan semenjak pendidikan dasar;
4. Menyediakan pelayanan bahasa khusus untuk siswa-siswa yang beda
budaya; 5.
Mengembangkan program-program penyiapan karir di sekolah; 6.
Menyediakan dukungan terhadap pelayanan yang efektif di sekolah; 7.
Menawarkan program pendidikan altematif bagi siswa yang sering berprilaku menyimpang;
8. Membuka sekolah
seluas-luasnya untuk aktivitas kemasyarakatan; 9.
Mengadopsi merit policy pelatihan dan promosi untuk guru-guru. Kegiatan rekreasi juga dapat menjadi upaya pencegahan kejahatan. Rekreasi
adalah sesuatu yang sudah mentradisi bagi semua orang. Rekreasi dapat memulihkan kembali kelelahan baik fisik maupun psikis seseorang dari aktivitas
pekerjaannya. Dalam konteks ini, rekreasi menjadi alternatif kegiatan positif dari pada melakukan kejahatan, terutama bagi anak-anak muda. Hal ini dinyatakan lebih
lanjut oleh Chamelin:
36
Because recreation activities have a strong appeal for young people, delinquency is less likely to flourish in those community where opportunities
for wholesome recreation are abundant and attractive, as opposed to cities or neighbourhoods where adequate facilities are lacking. Simpli put, young
people angaged in recreation activities on the playground cannot at the same time be robbing a bank, breaking into a hone or perpetrating some
other crime.
36
Ibid, hlm 61
Universitas Sumatera Utara
27
Pendidikan keagamaan terhadap seseorang merupakan upaya yang masih untuk mereduksi terjadi kejahatan. Dalam konteks ini adalah bagaimana
menciptakan komunitas masyarakat yang religius sesuai dengan agama dan kepercayaannya masingmasing sehingga dapat mendorong anggota masyarakat
untuk tidak melakukan kejahatan. Selain itu juga, lembaga-lembaga keagamaan mempunyai landasan yang kuat untuk melibatkan para anggotanya dalam
upaya penanggulangan kejahatan.
37
Sedangkan komunitas-komunitas
keagamaan ini mendorong para anggota perkumpulannya yang tersebar diseluruh
belahan dunia untuk melakukan kegiatan penanggulangan kejahatan bekerjasama dengan pihak-pihak terkait. Secara khusus, komunitas religius ini dapat melakukan:
38
1. pendataan dan pendaftaran bagi komunitas-komunitas keagaaman
untuk berpartisipasi dalam penanggulangan kejahatan; 2.
m e n d o r o n g l e m b a g a k e a g a m a a n u n t u k menginformasikan di daerah masing-masing tentang permasalahan kejahatan;
3. mendata lembaga keagamaan yang mendukung upaya penanggulangan
kejahatan; 4.
membuka fasilitas-fasilitas rumah ibadah untuk keperluan program penanggulangan kejahatan;
5. mempromosikan partisipasi kelompok-kelompok keagamaan dalarn sistem
peradilan pidana.
37
Ibid
38
Ibid
Universitas Sumatera Utara
28 Penanggulangan kejahatan melalui desain lingkungan di atas mirip
dengan pendekatan situational crime prevention selanjutnya disebut SCP. Pendekatan SCP bertujuan untuk mempromosikan masyarakat bebas dari kejahatan a
less criminal society dengan cara membatasi ruang gerak pelaku kejahatan. Strategi yang dilakukan berupa:
1. Penguatan pada target kejahatan Target hardening yang meliputi
penguncian pada steer mobil steering column locks on cars dan kamera anti perampokan di bank anti-robbery screen i n banks serta lain-lain.
2. Mengontrol akses terhadap target kejahatan controlling access to crime
target, meliputi pemagaran sekeliling perumahan untuk mencegah tindakan perusakan.
3. Membelokan para pelaku dari target deflecting offenders from targets,
meliputi memisahkan fans pada pertandingan bola kaki. 4.
Mengontrol fasilitas untuk terjadinya kejahatan controlling crime facilitators, misalnya pasfoto di kartu kredit, password di mobile phone.
5. Pemeriksaan di tempat masuk dan tempat keluar screening entranccs and
exits, misalnya pemeriksaan bagasi di bandara. 6.
Pengawasan secara formal formal surveillance, misalnya penggunaan kamera pengawas di jalan raya dan lampu lalu lintas, alaram perampokan.
7. Pengawasan oleh pegawai surveillance by employees, misalnya tempat
pembayaran dan lokasi parkir yang dapat dilihat oleh pegawai dan penggunaan kamera pengawas.
Universitas Sumatera Utara
29 8.
P e n g a w a s a n a l a m i n a t u r a l s u r v e i l l a n c e , m i s a l n y a pembangunan ruang aman dalam tata ruang lingkungan, membangun lampu
penerangan jalan, dan pengawasan tempat tinggal penduduk.
39
Situational Crime Prevention seperti di atas dapat bekerja baik secara reaktif terhadap persoalan yang timbul oleh kejahatan, maupun bersifat antisipasi
melalui analisas pengaruh yang dit i m b u l k a n d a r i k e j a h a t a n - k e j a h a t a n . karena itu strategi penanggulangan kejahatan melalui Situational Crime Prevention
merupakan kerja yang dapat dilakukan secara lokal, nas i o n a l d a n b a h k a n i n t e r n a s i o n a l y a n g m e m b u t u h k a n keterlibatan seluruh sektor meliputi instansi
pemerintah, swasta, dan pemerintah daerah.
b. Kebijakan Hukum Pidana Penal Policy Istilah kebijakan berasal dari bahasa Inggris policyatau bahasa
Belanda politiek. Istilah ini dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan dengan kata politik, oleh karena itu kebijakan hukum pidana biasa
disebut juga politik hukum pidana. Berbicara mengenai politik hukum pidana, maka tidak terlepas dari pembicaraan mengenai politik hukum
secara keseluruhan karena hukum pidana adalah salah satu bagian dari imu hukum. Oleh karena itu sangat penting untuk dibicarakan tentang politik hukum.
40
Yang dimaksud dengan Politik hukum ialah kebijakan negara dengan
39
Ibid
40
Mahmud Mulyadi, Op.cit, hlm 65
Universitas Sumatera Utara
30 perantaraan badan yang berwenang untuk menetapkan peraturan yang
dikehendaki, yang diperkirakan dapat digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan.
Untuk hukum pidana melaksanakan politik hukum pidana berarti usaha mewujudkan peraturan perundang-undangan pidana yang sesuai dengan
keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa yang akan datang. Pembuatan undang-undang merupakan proses sosial dan politik yang sangat
penting artinya dan mempunyai pengaruh luas, karena akan memberi bentuk dan mengatur atau mengendalikan masyarakat. Undang-undang ini digunakan oleh
pengusaha untuk mencapai dan mewujudkan tujuan tertentu. Dengan demikian dapatlah dikatakan, bahwa undang-undang mempunyai dua
fungsi yaitu:
41
1. fungsi untuk mengekspresikan nilai-nilai, dan
2. fungsi instrumental.
Menurut Soedarto, politik hukum adalah usaha untuk mewujudkan peraturan- peraturan yang baik dengan situasi dan kondisi tertentu. Secara mendalam
dikemukakan juga bahwa politik hukum merupakan kebijakan negara melalui alat- alat perlengkapannya yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang
dikehendaki dan diperkirakan dapat digunakan untuk mengekspresikan apa yang
41
Djoko Prakoso, Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia, Yogyakarta: Penerbit Liberty, 1987, hlm 126
Universitas Sumatera Utara
31 terkandung dalam masyarakat dalam rangka mencapai apa yang dicita-citakan.
42
Senada dengan pernyataan di atas, Solly Lubis juga menyatakan bahwa politik hukum adalah kebijaksanaan politi yang menentukan peraturan hukum
apa yang seharusnya berlaku m e n g a t u r b e r b a g a i h a l k e h i d u p a n b e r m a s y a r a k a t d a n bernegara.
43
Mahfud M.D., juga memberikan definisi politi hukum sebagai kebijakan mengenai hukum yang akan atau telat dilaksanakan
secara nasional oleh pemerintah. Hal ini juga m e n c a k u p p u l a p e n g e r t i a n t e n t a n g b a g a i m a n a p o l i t i k mempengaruhi hukum dengan cara melihat
konfigurasi kekuatan yang ada dibelakang pembuatan dan penegakan hukum itu. Dalam konteks ini hukum tidak bisa hanya dipandang sebagaI pasal-pasal yang
bersffat imperatif, melainkan harus dipandang sebagai subsistem yang dalam kenyataannya bukan tidak mungkin sangat ditentukan oleh politik, baik dalam
perumusan materinya pasal-pasal, maupun dalam penegakannya. Dalam tiap-tiap pembentukan hukum, permulaannya adalah suatu
perencanaan yang didasarkan pada situasi kenyataan kehidupan yang diarahkan ke satu tujuan yang tidak yuridis, yaitu suatu kepentingan atau suatu nilai yang akan
dicapai diwaktu yang akan datang.
44
Salah satu ciri yang menonjol dari hukum pada masyarakat moderen adalah penggunaannya secara sadar oleh masyarakatnya. Disini hukum tidak hanya dipakai
42
Mahmud Mulyadi, Op.cit., 66
43
Solly Lubis, Serba Serbi Politik Dan Hukum, Bandung: Mandara Maju, 1998 hlm 49
44
Roeslan Saleh, Pembentukan Hukum dan Penemuan Hukum, BPHN, Majalah Hukum Nasional, No.1 Tahun 1995, hlm 42
Universitas Sumatera Utara
32 untuk mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah laku yang terdapat dalam
masyarakat melainkan juga untuk mengarahkan kepada tujuan-tujuan yang dikehendaki, menciptakan pola-pola kelakuan baru dan sebagainya.
45
Sebagai teori pendukung dalam penulisan disertai ini digunakan teori sistem hukum yang dikemukakan oleh Laurence Friedman. Menurut Laurance Friedman sistem
hukum meliputi 3 tiga elemen yaitu: struktur, substansi dan budaya hukum
46
yang dimaksudkan dengan sbuktur sistem hukum adalah: The structures of legal system
consist of elemen of this kind- the number and size of courts; their jurisdiction that is, what kind of cases they hear, and how and why, and modes of appeal from one
court to another. Structure also mean lou
,
and the legislature is organized... and so on. artinya jumlah dan ukuran pengadilan jenis yurisdiksi dan cara-cara banding
dari satu pengadilan kepada pengaditan lainnya. Struktur juga dapat berarti bagaimana badan pembuat undang-undang diatur....dan sebagainya.
Substansi hukum diartikan the actual rules, norms, and behaviour patterns of people inside the systemartinya aturan-aturan yang berlaku, norma-
norma dan pola-pola penilaian manusia di dalam sistem. Budaya hukum legal cultural di artikan sebagai peoples attitude toward law and the legal system their
beliefs, values, ideas, and expectations, it is that part of the general culture which concern the legal systemartinya sikap masyarakat terhadap hukum dan sistem
hukum kepercayaan-kepercayaan, nilai-nilai pandangan-pandanganpikiran-pikiran,
45
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000, hlm 206
46
W.Friedmen, Legal Theory, London: Stevens and Sound Limited, Fourth Edition,1960 hlm 7-8
Universitas Sumatera Utara
33 harapan-harapan, hal ini adalah bagian-bagian dari budaya hukum yang berkenaan
dengan sistem hukum. artinya dengan perkataan lain, budaya hukum adalah iklim dari pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum
digunakan, dihindarkan atau disalahgunakan, tanpa budaya hukum, sistem hukum adalah tidak berdaya ibarat ikan mati yang terletak dalam sebuah keranjang,
bukan ikan yang hidup berenang di dalam laut. Ketiga unsur hukum tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
yakni substansi hukum adalah peraturan-peraturan yang dipakai oleh para pelaku hukum pada waktu melakukan perbuatan serta hubungan-hubungan hukum.
Struktur hukum adalah pola yang memperlihatkan tentang bagaimana hukum itu dijalankan menurut ketentuan formalnya yaitu memperlihatkan bagaimana
pengadilan, pembuat hukum dan lain-lain badan serta proses hukum itu berjalan dan dijalankan. Kultur hukum adalah unsur yang terpenting dalam sistem hukum
yakni tuntutan dan permintaan. Tuntutan datangnya dari rakyat atau para pemakai jasa hukum. Dibelakang tuntutan itu, kecuali didorong oleh kepentingan, terlihat juga
faktor-faktor seperti ide, sikap, keyakinan, harapan dan pendapat mengenai hukum, kultur hukum mengandung potensi untuk dipakai sumber informasi guna
menjelaskan sistem hukum.
47
Setiap sistem hukum moderen seyogianya, dengan berbagai cara, mengadakan pengaturan tentang bagaimana mempertanggungjawabkan
orang yang telah melakukan tindak pidana. Dikatakan ‘dengan berbagai
47
Satjipto Raharjo, Op.cit.,hlm 166-167
Universitas Sumatera Utara
34 cara’ karena pendekatan yang berbeda mengenai cara bagaimana suatu
sistem hukum merumuskan tentang pertanggungjawaban pidana, mempunyai pengaruh yang baik dalam konsep maupun implementasinya.
48
Menurut Algra dan Van Duy Vendijk
49
Teori sistem adalah aliran yang paling terpenting dalam positivisme hukum, yang intinva bahwa hukum adalah
suatu stelsel dari aturan yang berkaitan satu sama lain secara organis, secara piramida dari norma-norma yang terbentuk secara hirarkhi. Sistem hukum merupakan
kesatuan hakiki dan terbagi-bagi dalam bagian-bagian, di dalam mana setiap
masalah atau persoalan menemukan jawaban atau penyelesaiannya.
50
Unsur sistem adalah peraturan hukum norma hukum asas-asas hukum, yang menjadi
fundamen dan pengertian-pengertian hukum. Unsur sistem hukum itu dibangun di atas tertib hukum, sehingga terdapat keharmonisan. dan dapat
dihindarkan tumpang tindih diantara masing-masing unsur-unsur tersebut. Kalau terdapat konflik antara unsurunsur sistem hukum, maka solusinya adalah terletak
dalam sistem hukum itu sendiri. Yang menyelesaikan konflik di dalam sistem hukum adalah asas hukum karena di dalam asas hukum itulah terdapat cita-cita,
pembentuk undang-undang. Cita-cita saja tidak cukup, apabila tidak didukung oleh struktur kelembagaan dan budaya hukumnya. Berjalan atau tidaknya suatu
peraturan hukum adalah budaya hukum masyarakatnya.
48
Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan,Jakarta: Kencana,2005, hlm 61
49
Algra N.E dan K. Van Duyvendijk, Mula Hukum, Jakarta: Bina Cipta,1983, hlm 139
50
Ibid, hlm 103
Universitas Sumatera Utara
35 Budaya hukum terdiri dari dua unsur yakni budaya hukum yang
berkaitan dengan nilai hukum keacaraan dan nilai hukum substantif.
51
Budaya hukum masyarakat tergantung kepada budaya hukum anggota- anggotanya yang dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, lingkungan, budaya,
posisi atau kedudukan, bahkan kepentingan-kepentingan.
52
Oleh karena masyarakat hukum itu berubah-ubah dari waktu ke waktu maka konsep budaya hukum substantif
sangat dipengaruhi oleh ide, gagasan, pemikiran, ekonomi, sosial dan politik yang begitu cepat berubah yang tercermin dari perilaku hukurn substantif.
53
Dari sudut budaya hukum haruslah diarahkan pada pertanyaan-pertanyaan yang
dapat mengidentifikasi variabel-variabel dalam budaya hukum dan institusi hukum yang mampu meningkatkan efektivitas hukum.
54
Budaya hukum berhubungan dengan sikap dan perilaku. Betapa budaya dan perilaku hukum menjadi faktor penentu vang penting. Cita-cita hukum,
tujuan pembangunan hukum, tidak dapat dicapai dengan mengabaikan peranan dan sumbangan budaya hukum. Wibawa hukum melengkapi kehadiran
dari faktor-faktor non teknis dalam hukum. Wibawa hukum memperlancar bekerjanya hukum sehingga perilaku orang menjadi positif terhadap hukum.
51
Daniel S.Lev, Hukum dan Politik Hukum Di Indonesia Keseimbangan dan Perubahan, Jakarta: LP3ES, 1990, hlm 119
52
Erman Rajagukguk, Peranan Hukum Dalam Pembangunan Pada Era Globalisasi Implikasinya Bagi Pendidikan Hukum Di Indonesia, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Jakarta:
Universitas Indonesia, 1997, hlm 19
53
Daniel S.Lev, Op.Cit, hlm 119
54
Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Medan: Pidato diucapkan Pada Pengukuhan Guru Besar Tetap Dalam Ilmu Hukum Ekonomi Pada
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2004, hlm 21
Universitas Sumatera Utara
36 Wibawa hukum tidak hanya berkaitan dengan hal-hal yang rasional, tetapi
lebih daripada itu mengandung unsurunsur spiritual, yaitu kepercayaan, kewibawaan hukum dapat dinimuskan sebagai suatu kondisi psikologis
masyarakat yang menerima dm menghormati hukum.
55
Sektor budaya dikehendaki untuk mampu mempertahankan asas-asas tertinggi yang mengatur kehidupan
masyarakat yang bersumber pada kebenaran jati sebagai salah satu kategori yang menjadi lingkungan masyarakat.
56
Teori- teori hukum memaparkan tiga hal tentang berlakunya hukum: 1.
Kaidah hukum yang berlaku secara yuridis, apabila penentuannya didasarkan atas kaidah yang lebih tinggi tingkatannya Hans Kelsen atau
menurut cara yang telah ditetapkan W.Zevenbergen, atau apabila menunjukkan hubungan terhadap keharusan suatu kondisi dan akibatnya J.H.A.Logemann;
2. Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif,
artinya diterima oleh masyarakat sebagai sesuatu yang dibutuhkannya A.A.G. Peters, atau dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walauptLn tidak
diterima oleh warga masyarakat teori kekuasaan; 3.
Kaidah hukum tersebut berlaku secara filosofis, apabila kaidah hukum tersebut sesuai dengan cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tinggi.
57
Jadi semakin jelas bahwa hukum tidak dapat dilihat semata-mata sebagai
55
Satjipto Rahardjo, Peningkatan Wibawa Hukum Melalui Pembinaan Budaya Hukum, Jakarta: Makalah Pada Lokakarya Pembangunan Bidang Hukum Repelita VII, BPHN,1997
56
Satjipto Rahardjo, Membangun dan Merombak Hukum Indonesia SEbuah Pendekatan Lintas Disiplin, Yogyakarta: Genta Publishing, Cetakan I, 2009, hlm 33
57
Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah, Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat, Jakarta: Rajawali Pers, 1982, hlm13
Universitas Sumatera Utara
37 perwujudan atau pencerminan dari konsep-konsep dari peraturan hukum. Hukum di
dalam realitas pemyataannya harus dilihat sebagai perwujudan dan pencerminan dari struktur masyarakat. Budaya hukum dengan sistem hukum dihubungkan lewat
tradisi hukum. Tradisi hukum yang dimaksudkan adalah suatu kumpulan sikap-sikap yang dipengaruhi oleh sejarah yang berakar sangat mendalam mengenai sifat hukum,
peranan hukum dalam masyarakat dan pemerintahan, organisasi dan berjalannya suatu sistem hukum dan mengenai cara hukum dibuat atau seharusnya dibuat,
diterapkan, dikaji, disempurnakan dan diajarkan. Tradisi hukum menghubungkan sistem hukum dengan budaya, dimana kebudayaan merupakan bagian dari
pencerminan tradisi hukum. Penegakan hukum selalu melibatkan manusia di dalamnya dan melibatkan
juga tingkah laku manusia. Hukum tidak dapat tegak dengan sendirinya, artinya hukum tidak mampu mewujudkan sendiri janji-janji serta kehendak-kehendak yang
tercantum dalam peraturan-peraturan hukurn. janji dan kehendak tersebut, misalnya untuk memberikan hak kepada seseoorang, memberikan perlindungan kepada
seseorang, mengenakan pidana terhadap seorang yang memenuhi persyaratan tertentu dan sebagainya.
58
Faktor manusia dalam hubungannya dengan penegakan hukum. Apabila di sini dilibatkan tingkah laku manusia, maka sesungguhnya hanya merupakan suatu
kelanjutan saja dari metode yang dipakai. Dalam perumusannya secara negatif, metode tersebut menolak cara pengkajian hukum yang didasarkan pada apa
58
Satjipto Raharjo, Penegakan Hukum, Yogyakarta: Genta Publishing, 2009, hlm 7
Universitas Sumatera Utara
38 yang tertera secara hitam-putih berupa peraturan hukum. Metode yang lazim disebut
sebagai normatif-dogmatis, bertolak dari keharusan-keharusan yang tercantum dalam peraturan hukum dan menerimanya sebagai kenyataan. Dengan demikian, maka
diabaikanlah keterlibatan manusia di dalam pembicaraannya. Tanda bahaya yang bersifat konservatif tentang terkikisnya otoritas, penyalahgunaan aktivisme hukum,
dan macet “hukum dan ketertiban” law and order diteriakkan dalam gerakan pembaruan kembali yang radikal yang berfokus pada mandul dan korupnya tertib
hukum.
59
Berdasarkan uraian diatas dan dihubungkan dengan peran Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan PPATK sebagai suatu badan yang dibentuk oleh
Undang-Undang yang mengatur tentang tindak pidana Money Laundering, maka PPATK dapat digolongkan sebagai suatu komponen dari sistem peradilan pidana di
Indonesia yang memiliki kedudukan yang sama dengan komponen sistem peradilan pidana di Indonesia lainnya seperti, Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Lembaga
Pemasyarakatan serta yang Komisi Pemberantasan Korupsi KPK, yang memiliki fungsi sebagai suatu badan pelaksanaan dari kebijakan penal dalam pemberantasan dan
penanggulangan tindak pidana pencucian uang Money Laundering di Indonesia.
59
Philippe Nonet dan Philip Selznick, Hukum Responsif, Bandung: Penerbit Nusa Media, 2010, hlm 5
Universitas Sumatera Utara
39
2. Kerangka Konsepsi