WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN

1. Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, Dewan Komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan Perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu. 2. Dewan Komisaris yang dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu melakukan tindakan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang, dan kewajiban Direksi terhadap Perseroan dan pihak ketiga. Apabila Direksi tidak ada atau berhalangan karena suatu sebab, misalnya mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan atau berhalangan, atau diberhentikan sementara, komisaris dapat bertindak sebagai pengurus yang dalam hal ini semua ketentuan mengenai hak, wewenang, dan kewajiban Direksi terhadap perseroan dan pihak ketiga berlaku untuk komisaris tersebut. 2. Dalam Pasal 121 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyebutkan: a. Dalam menjalankan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108, Dewan Komisaris dapat membentuk komite, yang anggotanya seorang atau lebih adalah anggota Dewan Komisaris. b. Komite sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris. Artinya Dewan Komisaris berwenang untuk membentuk komite, yang anggotanya seorang atau lebih adalah anggota Dewan Komisaris dan komite ini bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris.

B. WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN

a. Wewenang Direksi Perseroan

Universitas Sumatera Utara Agar Direksi sebagai organ Perseroan yang mengurus Perseroan sehari-hari dapat mencapai prestasi terbesar untuk kepentingan Perseroan, maka ia harus diberi kewenangan-kewenangan tertentu untuk mencapai hasil yang optimal dalam mengurus Perseroan. Dari kewenangan yang diberikan, ia perlu diberi tanggung jawab untuk mengurus Perseroan. Hal ini berarti dalam membicarakan kewenangan Direksi, diperlukan pemahaman tentang tanggung jawabnya. 61 Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Direksi harus bertolak dari landasan bahwa tugas dan kedudukan yang diperoleh oleh Direksi berdasarkan 2 dua prinsip dasar yaitu kepercayaan yang diberikan perseroan kepadanya fiduciary duty dan prinsip yang merujuk pada kemampuan serta kehati-hatian tindakan Direksi duty of skill and care. 62 Kedua prinsip ini menuntut Direksi untuk bertindak secara hati-hati dan disertai itikad baik, semata-mata untuk kepentingan dan tujuan perseroan. Pelanggaran terhadap kedua prinsip ini membawa konsekuensi yang berat bagi Direksi, karena Direksi dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara pribadi. Suatu perbuatan hukum sangat bergantung pada dipenuhi atau tidaknya kewenangan yang dimilki oleh pihak yang melakukan perbuatan hukum tersebut. Kewenangan yang dimiliki oleh pihak yang melakukan perbuatan hukum tersebut. Kewenangan ini digolongkan ke dalam kewenangan yang berdasarkan pada: 61 Nindyo Pramono, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 5 Nomor 3 Tahun 1997, hal. 15. 62 Chatamarrasjid Ais,Menyingkap Tabir Perseroan Piercing The Corporate Veil Kapita Selekta Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000, hal. 71. Universitas Sumatera Utara 1. Kapasitas diri sendiri sebagai individu pribadi. 2. Kapasitas sebagai pemegang kuasa yang bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa. 3. Kapasitas untuk bertindak dalam jabatan yang dalam hal ini bertindak selaku yang berwenang berdasarkan jabatannya tersebut. 63 Konsep kewenangan bertindak tersebut menjadi sangat penting, terutama pabila dihubungkan dengan konsekuensi hukum dari tidak terpenuhinya syarat subjektif sahnya suatu perjanjian. Hukum perjanjian pada lazimnya peraturan perundang-undangan yang berlaku mengancam setiap perbuatan hukum yang tidak memenuhi syarat subjektif ini, dengan ancaman kebatalan dapat dibatalkan setiap saat, selama masa daluarsa masih belum terlewati dan atau dalam perjanjian ini tidak diratifikasi lebih lanjut. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, hak untuk membatalkan perjanjian yang demikian diberikan kepada mereka yag syarat subjektifnya tidak terpenuhi sebagaimana diatur dalam Pasal 1331 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata KUHPerdata. 64 Menurut Sutjipto sebagaimana yang dikutip oleh Rachmadi Usman yang menyatakan bahwa: “Pimpinan perseroan berikut usaha-usahanya berada di tangan Direksi. Kewenangan pengurusan meliputi semua perbuatan hukum yang tercakup dalam maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan sebagaiman dimuat dalam anggaran dasarnya. Dengan demikian, Direksi adalah organ melalui mana perseroan mengambil bagian dalam lalu lintas hukum sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Ini pula yang menjadi sumber kewenangan Direksi utnuk dan 63 Ibid, hal. 118. 64 Ibid, hal. 118-119. Universitas Sumatera Utara atas nama perseroan melakukan perbuatan-perbuatan hukum dengan pihak ketiga atau dengan kata lain, mewakili perseroan di dalam maupun di luar pengadilan. Kepengurusan oleh Direksi ini tidak terbatas pada memimpin dan menjalankan kegiatan rutin sehari-hari. Direksi berwenang dan wajib mengambil insiatif dan membuat rencana masa depan perseroan dalam rangka menwujudkan maksud dan tujuan perseroan. sebagaimana diketahui maksud dan tujuan perseroan merupakan batas ruang lingkup kecakapan bertindak perseroan. Dalam kaitan ini perlu diperhatikan bahwa kewnangna Direksi untuk melakukan perbuatan hukum atas nama perseroan tidak terbatas pada perbuatan hukum yang secara tegas disebut dalam maksud dan tujuan perseroan, melainkan jua perbuatan-perbuatan lainnya, yakni perbuatan-perbuatan yang menurut kebiasaan, kewajaran dan kepatutan dapat disimpulkan dari maksud dan tujuan perseroan serta berhubungan dengannya sekalipun perbuatan-perbuatan tersebut tidak secara tegas disebutkan di dalam rumusan maksud dan tujuan perseroan.” 65 Dilihat tata cara dan prosedur bagaimana Direksi mendelegasikan kewenangan dalam mengurus perseroan, maka terdapat 3 tiga pendelegasian kewenangan, yaitu: 1. Pendelegasian kewenangan Direksi kepada anggota Direksi lainnya; 2. Pendelegasian kepada pegawai perseroan; dan 3. Pendelegasian kepada pihak di luar pegawai perseroan. Dalam praktek, pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi perseroan tidak ditetapkan dalam keputusan Rapat Umum Pemegang Saham RUPS secara tersendiri, tetapi yang lazim, Rapat Umum Pemegang Saham RUPS menetapkan anggaran dasar dan dalam anggaran dasar tersebut antara lain diatur mengenai pembagian tugas dan wewenang Direksi perseroan. Dengan demikian, secara umum, pembagian tugas dan wewenang tersebut diusulkan oleh Direksi berdasarkan rapat Direksi dan tentunya memperhatikan 65 Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Bandung : Alumni, 2004, hal. 166. Universitas Sumatera Utara struktur organisasi perseroan. Oleh karena itu, pembagian, pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi tersebut lazimnya disesuaikan dengan struktur organisasi perseroan. 66 Wewenang Direksi yang lazim terdapat di dalam anggaran dasar perseroan, antara lain sebagai berikut: 1. Apabila pengeluaran saham-saham telah jatuh tempo dan masih diperlukan perpanjangan waktu, maka Direksi diberi wewenang untuk memohonkan perpanjangan waktu kepada pemerintah, dalam hal ini Menteri Kehakiman; 2. Apabila dalam waktu satu bulan setelah Direksi memberitahukan pengeluaran saham-saham tersebut tidak ada yang membelinya, maka Direksi dengan persetujuan komisaris mempunyai wewenang untuk menjual saham-saham itu kepada siapa saja; 3. Direksi bersama-sama dengan dewan komisaris berwenang untuk menandatangani surat-surat saham; 4. Bila ada surat saham atau talon yang rusak hingga tidak dapat dipakai lagi maka Direksi berwenang untuk mengeluarkan duplikatnya atas permintaan yang berkepentingan setelah aslinya dimusnahkan oleh Direksi di hadapan yang berkepentingan tersebut. 5. Demikian pula apabila surat saham atau talon yang asli tadi hilang, maka dengan bukti yang cukup serta jaminan-jaminan yang dianggap perlu, Direksi mempunyai wewenang untuk memberikan duplikatnya; 66 Try Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas, Bogor : Ghalia Indonesia, 2005, hal. 62. Universitas Sumatera Utara 6. Direksi mempunyai wewenang untuk menahan keuntungan-keuntungan atas saham dan melarang mengeluarkan suara atas saham tersebut, jika ternyata dalam suatu pemindahan hak, tidak terpenuhi kewajiban-kewajibannya; 7. Direksi atas tanggung jawabnya sendiri diberi kewenangan untuk mengangkat seorang kuasa atau lebih dengan syarat-syarat dan kekuasaan yang ditentukan secara tertulis; 8. Direksi mempunyai wewenang mewakili pereroan si muka dan di luar pengadilan serta berhak untuk melakukan perbuatan pengurusan dan pemilikan atau penguasaan beheer en beschkking dengan batasan-batasan tertentu; 9. Mempunyai wewenang memimpin dan mengetuai Rapat Umum pemegang Saham RUPS; 10. Mempunyai wewenang untuk mengadakan rapat umum luar biasa pemegang saham setiap waktu bila dipandang perlu; 11. Mempunyai wewenang untuk menandatangani notulen rapat, jika notulen tidak dibuat dengan proses verbal notaris. 67 Besarnya kewenangan yang diberikan kepada Direksi tidak berarti kewenangan Direksi tanpa batas. Kewenangan Direksi dibatasi oleh kewenangan bertindak secara intern, baik yang bersumber pada doktrin hukum maupun yang bersumber pada peraturan yang berlaku, termasuk anggaran dasar perseroan. Batasan tersebut antara lain adalah adanya doktrin Ultra Vires, yang menyatakan bahwa perbuatan tersebut merupakan perbuatan di luar kewenangan dari 67 Agus Budiarto, Op. Cit, hal. 68. Universitas Sumatera Utara Direksi tersebut. Apabila Direksi telah melanggar ketentuan kewenangannya sebagaiman yang telah dinyatakan dalam anggaran dasar perseroan, maka Direksi telah melakukan pelanggaran terhadap prinsip ultra vires dan dengan demikian Direksi harus mempertanggungjawabkan atas perbuatan yang dilakukannya sampai dengan mengikutsertakan harta pribadi Direksi tersebut. Pihak ketiga yang berhubungan usaha dengan perseroan tersebut tetap sah dan dilindungi tanpa memperhatikan ultra vires. Misalnya, terdapat suatu ketentuan yang disebutkan dalam anggaran dasar bahwa dalam melakukan suatu perbuatan hukum, seperti perjanjian kerjasama tertentu dengan pihak lain harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan tertulis dari Rapat Umum Pemegang Saham RUPS, namun dalam kenyataan yang terjadi prakteknya, Direksi tersebut telah melakukan perjanjian kerjasama tersebut tanpa meminta persetujuan tertulis atau memperoleh izin dari Rapat Umum Pemegang Saham RUPS, maka akibat hukum yang ditimbulkan dari perbuatan yang dilakukan oleh Direksi tersebut secara intern telah melakukan pelanggaran asas ultra vires tersebut, namun perjanjian kerjasama dengan pihak lain tersebut tetap sah dan berlaku. Pembatasan-pembatasan kewenangan Direksi Perseroan yang di tinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas antara lain terdapat pada: 1. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu: “perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang Universitas Sumatera Utara tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang- undangan, ketertiban umum, dan atau kesusilaan”; 2. Pasal 92 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu: dalam menjalankan pengurusan perseroan, Direksi untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Ketentuan ini menugaskan Direksi untuk mengurus Perseroan yang antara lain meliputi pengurusan sehari-hari dan Perseroan; 3. Pasal 97 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu: Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan, artinya harus ada itikad baik dan bertanggung jawab dalam pengurusan perseroan; 4. Pasal 102 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu: adanya perbuatan-perbuatan hukum tertentu yang harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Komisaris dan atau Rapat Umum Pemegang Saham RUPS yang diatur dalam anggaran dasar; 5. Direksi tidak berwenang mewakili perseroan dalam hal terjadinya konflik kepentingan conflict interest. Perbuatan hukum perseroan terbatas yang tidak sesuai dengan cakupan kewenangan yang telah diuraikan perbuatan ultra vires, maka tanggung jawab pemegang saham, Direksi, dan komisaris menjadi tidak terbatas karena telah melampui batas kewenangannya. Bagi pemegang saham, menjadi tidak terbatas dalam hal yang dinyatakan pada Pasal 3 ayat 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Universitas Sumatera Utara Dalam pasal ini mengandung suatu pernyataan bahwa dalam hal tertentu tidak tertutup kemungkinan hapusnya tanggung jawab terbatas tersebut apabial terbukti terjadi hal-hal yang diuraikan dalam ketentuan pasal diatas. Tanggung jawab pemegang saham sebesar setoran atas seluruh saham yang dimilikinya kemungkinan hapus apabila terbukti, antara lain terjadi pencampuran harta kekayaan pribadi pemegang saham dan harta kekayaan Perseroan sehingga Perseroan didirikan semata- mata sebagai alat yang dipergunakan pemegang saham untuk memenuhi tujuan pribadinya. Namun demikian, atas perbuatan-perbuatan Direksi tanpa persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham RUPS atau komisaris tetap sah dan mengikat pihak ketiga, namun tanpa mengurangi tangung jawab Direksi atas potensi kerugian. Untuk melaksanakan pembuktian terhadap perbuatan ultra vires sangatlah tidak mudah. Dalam hal terjadi suatu perbuatan hukum Direksi yang demikian dan pemberi persetujuan dalam hal ini Komisaris atau Rapat Umum Pemegang Saham setuju atas tindakan Direksi tersebut, maka dapat dilakukan dengan cara ratifikasi atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh Direksi. Dalam hal wewenang Direksi untuk mewakili perseroan di luar pengadilan, anggaran dasar memberikan pembatasan-pembatasan, antara lain sebagai berikut: 1. Direksi harus mendapat persetujuan tertulis dari dewan komisaris apabila ia akan melakukan tindakan-tindakan: a. Meminjam uang atas nama perseroan atau meminjamkan uang kepada pihak lain dalam jumlah tertentu; Universitas Sumatera Utara b. Mengikat perseroan sebagai penjamin utang; c. Membeli, menjual atau dengan cara lain memperoleh atau mengalihkan barang-barang tetap milik perseroan atau membebani barang-barang milik perseroan tersebut dengan utang; d. Menggadaikan barang-barang bergerak milik perseroan yang bernilai tinggi. 2. Dalam hal mengangkat dan memberhentikan seseorang, kuasa untuk mewakili perseroan harus dilakukann oleh dua orang anggota Direksi atau apabila Direksi itu terdiri hanya terdiri seorang direktur, maka harus dilakukan bersama-sama dengan komisaris; 3. Direksi harus bekerja sesuai dengan rencana kerja yang telah disetujui oleh Dewan Komisaris atau Rapat Umum pemegang Saham RUPS; 4. Tiap anggota Direksi wajib meminta pertimbangan terlebih dahulu kepada anggota Direksi lainnya apabila akan melakukan tindakan yang menurut kebiasaan dalam dunia usaha dianggap sebagai hal yang penting bagi perseroan; 5. Pembagian pekerjaan Direksi dalam lingkungan perseroann antara para anggota Direksi diatur dan ditentukan sendiri oleh para nggota Direksi itu.

b. Tanggung Jawab Hukum Direksi Perseroan

Di Indonesia, secara umum tanggung jawab Direksi terbagi atas dua tahap, yaitu sebelum Perseroan Terbatas mendapat statusnya sebagai Badan Hukum dan Universitas Sumatera Utara setelah Perseroan Terbatas mendapatkan status sebagai badan hukum. 68 Direksi sebelum Perseroan Terbatas memperoleh statusnya sebagai badan hukum, secara kolektif bersama dengan pendiri dan dewan Komisaris bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan, hal ini dimaksudkan agar Direksi tidak melakukan perbuatan hukum atas nama perseroan yang belum berstatus badan hukum tanpa persetujuan semua pendiri, Direksi dan Dewan Komisaris. 69 Sedangkan tanggung jawab Direksi setelah Perseroan berstatus badan hukum adalah bersifat terbatas pada perbuatan yang dilakukan sebagai perwakilan yang mengurus dan mengelola untuk dan atas nama perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. 70 Masalah tanggung jawab Direksi sangat erat hubungannya dengan tugas dan kewajiban Direksi. Tugas dan kewajiban Direksi untuk menjalankan kepengurusan perseroan akan mengakibatkan tuntutan tanggung jawab atas semua perbuatan- perbuatan hukum yang dilakukannya dan dilaksanakannya. Tanggung jawab Direksi pada dasarnya beriringan dengan keberadaan, tugas, kewenangan hak, dan kewajiban yang melekat pada dirinya, termasuk yang terdapat pada teori dan doktrin hukum yang telah diuraikan dengan singkat sebelumnya. Menurut Nindyo Pramono yang menyatakan: 68 Erman Rajagukguk, New Indonesian Limited Liability Company Law:Liabilities of Stakeholders and Board of Company, Makalah yang dipresentasikan dalam 4™ Asian Law Institute ASLI Conference on “ Voice from Asia for a Just and Equitable World”, University of Indonesian Faculty of Law, Jakarta, 24-25 Mei 2007, hal. 4-14, sebagaimana yang dikutip oleh Harris Freddy dan Teddy Anggoro, Op. Cit, hal.43. 69 Pasal 14 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Nomor 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4756. 70 Pasal 92 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Nomor 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4756. Universitas Sumatera Utara “tanggung jawab Direksi timbul apabila Direksi yang memiliki kewenangan atau Direksi yang menerima kewajiban untuk melaksanakan pengurusan perseroan tersebut mulai menggunakan kewenangannya tersebut.” 71 Direksi sebagai orang yang menjalankan pengurusan dan pengelolaan perseroan dalam kedudukannya sebagai pemegang kuasa dari perseroan dan mempunyai tanggung jawab atas kedudukan yang dilakoninya tersersebut. Pada prinsipnya, setiap konsekuensi yuridis atas tindakan perseroan, baik atau buruk, akan dipikul sendiri oleh perseroan tersebut. Namun demikian, undang-undang mengenal juga beberapa pengecualian, karena terdapat kemungkinan bukan perusahaan yang bertanggung jawab, tetapi pihak lainnya, misalnya bertanggung jawab secara pribadi ataupun secara renteng. Tanggung jawab berarti kewajiban seorang individu untuk melaksanakan aktifitas-aktifitas yang ditugaskan kepadanya sebaik mungkin sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. 72 Tanggung jawab Direksi dapat dibedakan dalam: 1. Tanggung jawab internal, yaitu meliputi tugas dan tanggung jawab Direksi perseroan dan pemegang saham perseroan; dan 2. Tanggung jawab eksternal, yang berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab Direksi kepada pihak ketiga yang berhubungan hukum langsung maupun tidak langsung dengan perseroan. 73 71 Harris Freddy dan Teddy Anggoro, Op. Cit, hal.44. sebagaimana dikutip dari Nindyo Pramono, Sertifikasi Saham PT Go Publik dan Hukum Pasar Modal di Indonesia, Jakarta : Citra Aditya Bakti, 1997. 72 Winardi, Asas-Asas Manajemen, Bandung : Alumni, 1983, hal. 144. Universitas Sumatera Utara Ditinjau dari pengaturan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, terdapat beberapa pasal yang menegenai tanggung jawab pribadi masing-masing anggota Direksi maupun tanggung jawab renteng semua anggota Direksi perseroan terbatas, antara lain sebagai berikut: 1. Pasal 37 ayat 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, 74 bahwa Direksi menjamin transaksi pembelian kembali saham perseroan terbatas baik secara langsung maupun tidak langsung dengan proses dan tata cara yang telah ditentukan oleh perseroan terbatas; 2. Pasal 69 ayat 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, 75 yang merefleksikan informasi dalam rangka pelaksanaan fiduciary duty Direksi terhadap perseroan; 3. Pasal 72 ayat 6 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, 76 yakni tindakan kehati-hatian dalam pembagian deviden interim yang dilakukan oleh Direksi terhadap perseroan; 4. Pasal 95 ayat 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, 77 yakni pembatalan pengangkatan Direksi karena tidak memenuhi 73 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Pemahaman Perseroan Terbatas Risiko Hukum Pemilik, Direksi Komisaris, Jakarta : PT Forum Sahabat, 2008, hal. 112. 74 Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pemegang saham yang beritikad baik, yang timbul akibat pembelian kembali yang batal karena hukum sebagaimana dimaksud pada ayat 2. 75 Dalam hal laporan keuangan yang disediakan ternyata tidak benar danatau menyesatkan, anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan. 76 Direksi dan Dewan Komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian Perseroan, dalam hal pemegang saham tidak dapat mengembalikan dividen interim sebagaimana dimaksud pada ayat 5. Universitas Sumatera Utara persyaratan pengangkatan, namun tetap bertanggung jawab atas perbuatan hukum yang telah dilakukan untuk dan atas nama perseroan yang mengakibatkan kerugian perseroan atas tindakan yang memiliki itikad buruk dan atau perbuatan melawan hukum; 5. Pasal 97 ayat 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, 78 yaitu tanggung jawab renteng anggota Direksi bila keanggtaan Direksi terdiri atas 2 dua anggota atau lebih; 6. Pasal 101 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, 79 yaitu sanksi pertanggungjawaban Direksi mengenai keterbukaan disclodure yang berhubungan dengan keungkina terjadinya benturan kepentingan; 7. Pasal 104 ayat 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, 80 yakni terjadinya kelalaian dan kesalahan Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban perseroan, sehingga setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit perseroan; 77 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 tidak mengurangi tanggung jawab anggota Direksi yang bersangkutan terhadap kerugian Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 dan Pasal 104. 78 Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2. 79 Anggota Direksi wajib melaporkan kepada Perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota Direksi yang bersangkutan danatau keluarganya dalam Perseroan dan Perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus. 80 Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut. Universitas Sumatera Utara 8. Pasal 102 ayat 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, 81 yaitu mengabaikan kewajiban untuk meminta persetujuan atau bantuan kepada Rapat Umum Pemegang Saham RUPS, sehingga Direksi dimintai pertanggungjawaban secara pribadi; 9. Pasal 117 ayat 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, 82 yaitu mengabaikan kewajiban untuk meminta persetujuan atau bantuan kepada dewan komisaris, sehingga bila terjadi kerugian Direksi dimintai pertanggungjawaban secara pribadi. 1. Tanggung Jawab Direksi dalam Perseroan Terbatas Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Jadi selain bertanggung jawab penuh atas pengurusan, Direksi juga bertindak mewakili perseroan persona standi in judicio. Dalam menjalankan tugas unutk kepentingan dan usaha perseroan, maka setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik in good faith dan penuh tanggung jawab full responbility. 83 Namun apabila tidak dengan demikian, maka setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi, apabila yang bersangkutan bersalah atau 81 Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tanpa persetujuan RUPS, tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik. 82 Dalam hal anggaran dasar menetapkan persyaratan pemberian persetujuan atau bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, tanpa persetujuan atau bantuan Dewan Komisaris, perbuatan hukum tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lainnya dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik. 83 I.G Rai Widjaja, Op. Cit, hal. 215 Universitas Sumatera Utara lalai dalam menjalankan tugasnya sebgaimana yang dibebankan dan diwajibkan kepadanya. 2. Tanggung Jawab Direksi kepada Perseroan dan Pemegang Saham Tugas dan pertanggungjawaban Direksi kepada persroan dan pemegang saham perseroan dimulai sejak perseroan memperoleh status badan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyebutkan: “Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan.” Setiap kesalahan atau kelalaian anggota Direksi dalam menjalankan kewajibannya terhadap perseroan dan pemegang saham perseroan, memberikan hak kepada pemegang saham untuk: 1. Secara sendiri-sendiri atau bersama-sama, yang mewakili jumlah sepersepuluh pemegang saham perseroan melakukan gugatan untuk dan atas nama perseroan terhadap Direksi perseroan, yang atas kesalahan dan kelalaiannya telah menyebabkan kerugian pada perseroan derivative action; 2. Secara sendiri-sendiri melakukan gugatan langsung untuk dan atas nama pribadi pemegang saham terhadap Direksi perseroan atas setiap keputusan atau tindakan Direksi perseroan yang merugikan pemegang saham. 84 3. Tanggung Jawab Direksi kepada Pihak Ketiga Tugas dan kewajiban Direksi perseroan terhadap pihak ketiga terwujud dalam kewajiban Direksi untuk melakukan keterbukaan disclosure terhadap pihak ketiga 84 Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004, hal. 70. Universitas Sumatera Utara atas setiap kegiatan perseroan yang dianggap dapat mempengaruhi kekayaan perseroan. Pihak ketiga adalah orang lain yang tidak ikut serta dalam perjanjian. Kewajiban-kewajiban itu adalah: 1. Dalam hal perseroan ingin mengadakan pengurangan atas modal dasar, modal dikeluarkan, ataupun modal disetor dari perseroan; 2. Dalam hal perseroan bermaksud untuk melakukan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan; 3. Dan bagi : a Perseroan yang bidang usahanya berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat; b Perseroan yang mengeluarkan surat pengakuan hutang; c Perseroan Terbuka. Direksi perseroan diwajibkan untuk menyerahkan hasil perhitungan tahunan perseroan untuk diperiksa oleh akuntan publik sebelum perhitungan tahunan tersebut disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan. dan segera setelah disahkan oleh rapat, diumumkan untuk kepentingan pihak ketiga. Khusus untuk perseroan terbatas terbuka, Direksi perseroan juga diwajibkan untuk mengumumkan setiap maksud dan rencana penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham. Ketentuan tersebut diatas tidak menutup adanya kemungkinan permintaan pemberian data dan atau keterangan mengenai perseroan oleh pihak ketiga yang berkepentingan, berdasarkan pada perjanjian antara para pihak. Dalam hal-hal yang Universitas Sumatera Utara demikian tersebut diatas, Direksi berkewajiban untuk memberikan data dan atau keterangan tersebut secara jelas, tegas, benar dan akurat. 4. Tanggung Jawab Renteng Antara Sesama Anggota Direksi Perseroan Menurut sistem hukum di Indonesia, demikian juga hukum di kebanyakan negara yang menganut sistem Civil Law, hubungan antara direktur dengan perusahaan adalah bersifat kontraktual. Artinya, sungguhpun antara perusahaan dengan direkturnya tidak terdapat suatu kontrak tertentu, tetapi oleh hukum “dianggap” fiksi ada kontrak pemberian kuasa. 85 Karena itu, hubungan antara direktur dengan perusahaan tidak merupakan hubungan antara “trustee” dengan “beneficiary” seperti dalam Anglo Saxon. 86 Sebagai konsekuensi yuridisnya, direktur sebagai pemegang kuasa tidak boleh bertindak melebihi dari kekuasaan yang diberikan kepadanya. Seberapa jauh kekuasaan diberikan kepadanya, dapat dilihat dalam anggaran dasar perusahaan yang bersangkutan. Apabila direktur bertindak melampaui wewenang yang diberikan kepadannya tersebut, direktur tersebut ikut bertanggung jawab secara pribadi. Jika perusahaan yang bersangkutan kemudian jatuh pailit, beban tanggung jawab tidak 85 Munir Fuady Munir Fuady V, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Buku Ketiga, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996, hal. 93. 86 Munir Fuady Munir Fuady VI, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Buku Kesatu,, Bandung : Citra Aditya Bakti,, 1994, hal. 59. Universitas Sumatera Utara cukup ditampung oleh harta perusahaan harta pailit, maka Direksi pun ikut bertanggung jawab secara renteng. 87 Dalam Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyatakan bahwa: “Perbuatan hukum atas nama Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, hanya boleh dilakukan oleh semua anggota Direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota Dewan Komisaris Perseroan dan mereka semua bertanggung jawab secara tanggung renteng atas perbuatan hukum tersebut.” Terhitung sejak pengesahan, para pendiri perseroan terbatas tidak lagi bertanggung jawab secara terbatas atas tiap perikatan yang dibuat untuk dan atas nama perseroan, dan hanya akan menanggung kerugian yang terbatas pada nilai seluruh saham yang dimilikinya. Selama pengesahan tersebut belum diperoleh, maka pendiri dan sekalian pengurusnya bertanggungjawab sepenuhnya secara tanggung renteng atas nama perseroan. Ketiadaan pengesahan itu tidak meniadakan perseroan yang hendak dibentuk, hanya saja sifat pertanggungjawabannya yang belum tidak terbatas. Berdasarkan pada sifat pertanggungjawaban renteng tersebut, oleh kalangan ahli hukum, status hukum dari perseroan terbatas dalam pendirian diperlakukan sama dengan atau sebagaimana layaknya suatu persekutuan dengan firma, dimana para pengurus bertindak selaku kuasa dari para pendiri dalam menjalankan kegiatan atau usaha perseroan. Dengan ini berarti bhawa selama harta kekayaan perseroan tidak mencukupi untuk menutupi seluruh kewajiban perseroan dalam pendirian tersebut, 87 Munir Fuady Munir Fuady V, Op. Cit, hal. 93. Universitas Sumatera Utara maka para pendiri dan pengurus bertanggung jawab secara pribadi untuk memenuhi seluruh kewajiban yang belum terlunasi. 88 Beberapa pengaturan mengenai pertanggungjawaban renteng sesama anggota Direksi dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, antara lain sebagai berikut: 1. Pasal 69 ayat 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu Anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris dibebaskan dari tanggung jawab apabila terbukti bahwa keadaan tersebut bukan karena kesalahannya. 2. Pasal 97 ayat 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian perseroan apabila dapat membuktikan: a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut. 3. Pasal 104 ayat 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yaitu, Anggota Direksi tidak bertanggung jawab atas kepailitan Perseroan apabila dapat membuktikan: a. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; 88 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op. Cit, hal. 112. Universitas Sumatera Utara b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan d. telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.

C. PENERAPAN PRINSIP CORPORATE OPPORTUNITY TERHADAP

Dokumen yang terkait

Kedudukan Dan Tanggung Jawab Komisaris Independen Pada Perseroan Terbuka Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 (Riset : PT. Central Proteinaprima Tbk.)

0 44 131

KAJIAN YURIDIS KEDUDUKAN HUKUM DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

0 5 16

KAJIAN YURIDIS KEDUDUKAN HUKUM DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

0 2 16

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PENGURUSAN PERSEROAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

0 6 36

BAB II WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PRINSIP CORPORATE OPPORTUNITY YANG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

0 3 43

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNG JAWAB DIREKSI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 (Studi Pada PT. Mondrian Klaten).

0 0 11

TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM HAL TERJADI PELANGGARAN TERHADAP ANGGARAN DASAR PERSEROAN MAUPUN PIHAK KETIGA DITINJAU MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 DIKAITKAN DENGAN PRINSI.

0 0 1

Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas Dalam Akuisisi Suatu Perusahaan Yang Merugikan Pemegang Saham Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

0 0 1

EKSISTENSI DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL DI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS TERHADAP TANGGUNG JAWAB DIREKSI ATAS TERJADINYA KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS.

0 0 13

Analisis Penderivasian Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

0 0 14